Xiaomi Luncurkan TV OLED Pertamanya dengan Spesifikasi Premium

Xiaomi sebenarnya sudah cukup lama memproduksi TV, akan tetapi sebagian besar produk TV-nya selama ini menyasar kategori budget. Tidak demikian kasusnya untuk TV anyar yang baru saja mereka umumkan di kampung halamannya, yaitu Mi TV Master 65-inch OLED.

Ini merupakan TV OLED pertama Xiaomi, dan mereka nampaknya tidak mau main-main dalam merancang sebuah TV premium. OLED, seperti yang kita tahu, sangat cekatan perihal reproduksi warna maupun untuk menyajikan warna hitam yang begitu pekat. Xiaomi mengklaim TV barunya ini mampu menampilkan hingga 1,07 miliar warna secara akurat yang mencakup 98,5% color gamut DCI-P3.

Rasio kontrasnya tercatat di angka 1.000.000:1, dan tingkat kecerahan maksimumnya mencapai 1.000 nit. Konten dalam format Dolby Vision, HDR10+, HDR10, maupun HLG bisa ia sajikan tanpa kesulitan pada layar seluas 65 inci dengan resolusi 4K. Tak hanya untuk menikmati konten HDR, perangkat ini juga Xiaomi rancang untuk menjadi pendamping yang tepat buat PlayStation 5 atau Xbox Series X.

Mi TV Master 65-inch OLED

Itu dikarenakan panel layarnya mempunyai refresh rate maksimum sebesar 120 Hz, dan berkat sambungan HDMI 2.1, perangkat turut mendukung variable refresh rate antara 40 – 120 Hz dan fitur Auto Low Latency Mode (ALLM). Kehadiran ALLM pada dasarnya memastikan bahwa pengaturan TV dapat dioptimalkan secara otomatis tergantung jenis konten yang diputar, apakah itu game atau film.

Masih mengenai panel OLED-nya, Xiaomi turut membekali TV ini dengan fitur always-on display ala smartwatch, yang berarti dalam mode standby pun perangkat masih bisa menampilkan informasi-informasi seperti jam, ramalan cuaca, maupun indikator status dari berbagai perangkat smart home yang tersambung.

Terkait audio, TV ini mengandalkan sistem yang terdiri dari 9 unit speaker dengan output total sebesar 65 W. Ia mendukung hampir semua format audio yang populer, termasuk halnya Dolby Atmos, dan Xiaomi tak lupa menjejalkan empat buah mikrofon supaya konsumen bisa berinteraksi dengan voice assistant XiaoAI.

Mi TV Master 65-inch OLED

Fisik TV ini terbilang cantik berkat bezel yang luar biasa tipis, yang berujung pada rasio layar ke bodi sebesar 98,8% kalau menurut Xiaomi. Konektivitasnya pun cukup melimpah dan sesuai standar TV kelas premium: 3x HDMI, 2x USB, S/PDIF, optical, ethernet, Wi-Fi 5 dan Bluetooth 5.0. Remote control-nya bahkan turut dilengkapi NFC sehingga pengguna dapat mendekatkan smartphone ke remote untuk meneruskan konten ke TV.

Tentu saja harganya tidak murah. Di Tiongkok, Xiaomi memasarkannya seharga Rp 26,5 juta, dan itu membuat saya agak sangsi bahwa ke depannya perangkat ini bakal dijual di Indonesia. Pasalnya, produk-produk Xiaomi di sini sudah sangat dikenal ramah kantong sampai-sampai harga Mi 10 sempat membuat banyak konsumen mengernyitkan dahi. Salah satu TV yang Xiaomi jual di tanah air sekarang, yaitu Mi TV 4, juga dibanderol cukup terjangkau.

Sumber: Xiaomi dan GizmoChina.

Huawei Umumkan TV OLED Premium Vision X65, Punya Refresh Rate 120Hz dan Pop Up Camera

Bicara soal TV premium, maka merek Sony, Samsung, dan LG berada diurutan teratas. Huawei baru saja bergabung dan telah mengumumkan TV OLED pertamanya, diberi nama Vision X65. Sesuai namanya, televisi premium ini mengusung panel OLED berukuran 65 inci dan yang membuatnya istimewa ialah ia punya kecepatan refresh rate 120Hz.

TV Vision X65 ini juga sudah mendukung HDR, punya tingkat kecerahan maksimum 1.000 nits, dan telah mengantongi sertifikasi TUV Rheinland untuk perlindungan pengguna dari emisi cahaya biru. Guna menyuguhkan ultimate viewing experience, TV ini membawa 14 speaker yang memiliki daya maksimal 75W.

Hal menarik lainnya dari Vision X65 ini adalah ia dibekali mekanisme pop up kamera yang akan muncul di bagian sisi atas TV. Kamera ini beresolusi 24MP dengan lensa ultra wide angle yang dapat digunakan untuk video call, dengan chip HiSilicon Hi3559C yang mampu melakukan komputasi AI menggunakan neural processing unit (NPU).

Kamera tersebut juga bisa digunakan untuk mengenali gesture dari penggunanya untuk mengontrol fungsi audio dan video. Lalu, terdapat chip Hongshu 898 yang dirancang untuk mengoptimasi panel OLED dan meningkatkan kualitas gambar menggunakan algoritma AI khusus.

Rencananya TV Vision X65 dengan RAM 6GB dan penyimpanan internal 128GB ini bisa dipesan di Tiongkok dengan harga sekitar US$3.500 dan mulai dikapalkan pada tanggal 26 April 2020 mendatang.

Sumber: GSMArena

Botol Coca-Cola Edisi Star Wars Ini Andalkan Teknologi OLED Agar Labelnya Bisa Menyala

Pemutaran Star Wars: The Rise of Skywalker di bioskop hanya tinggal hitungan hari, dan seperti biasa, bersamanya datang sederet merchandise tematik yang unik sekaligus menarik. Salah satu yang paling unik bisa kita jumpai di Singapura, tepatnya dalam wujud sebotol minuman Coca-Cola.

Seperti yang bisa kita lihat, ini bukan sembarang botol, melainkan yang labelnya dilengkapi panel OLED. Ketika botol digenggam, panel OLED-nya akan menyala dan ‘menghidupkan’ Lightsaber milik Rey maupun Kylo Ren. Bukan, ini bukan sihir, melainkan hasil karya sebuah perusahaan asal Jerman bernama Inuru.

Spesialisasi Inuru adalah menciptakan label dan kemasan dengan sirkuit elektronik terintegrasi. OLED, seperti yang kita tahu, tidak membutuhkan bantuan backlight untuk bisa menyala. Sentuhan tangan tadi melengkapi rangkaian elektroniknya, yang lalu mengirimkan energi yang cukup agar deretan diodanya dapat menyala sampai sekitar 500 kali.

Sesuai dugaan, kemasan Coca-Cola ini merupakan edisi terbatas, dan Coca-Cola Singapore berniat merilis hanya 8.000 botol saja. Untuk bisa mendapatkannya, konsumen pun diharuskan untuk memecahkan sejumlah teka-teki terlebih dulu, dan jawabannya ini akan memandu konsumen menuju ke lokasi penyedia kupon khusus untuk ditukarkan dengan botol spesialnya.

Ini bukan pertama kalinya Inuru bekerja sama dengan Coca-Cola. Setahun lalu, mereka sudah lebih dulu menyuplai Coca-Cola dengan label yang tulisannya bisa menyala. Tahun ini konsep yang sama kembali diangkat sekaligus dikawinkan dengan aset brand lain yang super-populer.

Sumber: CNET dan Inuru.

LG Lengkapi Deretan TV Barunya dengan Prosesor Baru dan Integrasi Alexa

Persis setahun yang lalu di event CES, LG memamerkan TV OLED dengan ukuran 88 inci dan resolusi 8K. Kini di CES 2019, TV tersebut akhirnya resmi menjadi produk yang dapat segera dibeli oleh konsumen, dengan nomor model Z9.

Realisasinya dimungkinkan berkat penggunaan prosesor baru α9 Gen 2, yang tentunya juga dilengkapi kemampuan untuk meng-upscale konten non-8K selagi masih mempertahankan ketajaman gambarnya. Lebih lanjut, prosesor ini juga diklaim mampu mengoptimalkan parameter gambar sekaligus suara secara otomatis berdasarkan sumber konten yang terdeteksi.

88 inci dan 8K terlalu berlebihan? Kabar baiknya, prosesor yang sama rupanya juga LG sematkan ke semua TV baru mereka di tahun 2019 ini, baik seri OLED (W9, E9 dan C9) maupun seri LCD, yang kini telah diganti namanya menjadi NanoCell guna menekankan teknologi yang LG gunakan.

Seperti sebelumnya, lini TV baru LG ini juga dilengkapi integrasi ThinQ AI maupun Google Assistant. Namun LG rupanya masih belum puas. Tahun ini, mereka menambahkan integrasi Alexa pada semua TV barunya, bahkan di Magic Remote-nya pun kini ada satu tombol khusus untuk mengakses layanan Amazon Prime Video secara instan.

Terakhir, yang paling sepele namun tetap krusial, semua TV OLED LG beserta sejumlah model TV NanoCell-nya telah dilengkapi input HDMI 2.1, yang berarti semuanya mampu memutar konten ber-frame rate tinggi (120 fps) dengan baik, dan ini amat ideal bagi para penggemar tayangan olahraga.

Sumber: LG.

LG Demonstrasikan Keunggulan 55B8, TV OLED 4K HDR yang Kaya Fitur dan ‘Terjangkau’

Kiprah LG memproduksi televisi OLED dimulai di 2010, dan dalam waktu hanya beberapa tahun, perusahaan asal Korea Selatan itu diakui para pemain di industri eletronik sebagai pionir. Terjaminnya mutu produk mereka mendorong sejumlah brand lain memutuskan untuk menggunakan panel OLED buatan LG, di antaranya Panasonic, Sony, Toshiba, Philips dan Loewe.

Sudah menjadi karakteristik perangkat teknologi untuk menjadi terjangkau seiring berjalannya waktu. Hal ini juga berlaku pada OLED. Dahulu, kita harus mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk bisa memiliki TV berpanel organic light-emitting diode. Tapi pelan-pelan, harganya mulai menurun. Dan lewat acara pers hari Rabu kemarin, LG mendemonstrasikan kecanggihan produk OLED ‘entry-level‘ andalan mereka, 55B8.

LG 55B8 adalah televisi OLED pintar beresolusi 4K yang dibekali integrasi Google dan kecerdasan buatan ThinQ. Sang produsen meramunya untuk jadi solusi hiburan all-in-one di ruang keluarga, menjanjikan gambar berkualitas, sistem audio mumpuni tanpa mengharuskan kita memasang speaker eksternal, serta proses pengoperasian yang intuitif berbasis gesture (via remote) serta perintah suara.

 

‘Picture quality’

Begitu banyaknya istilah seperti 4K, UHD, LED, OLED, dan HDR memang membingungkan bagi konsumen awam. Sederhananya, OLED ialah teknologi panel high-end saat ini. Tidak seperti panel LCD dengan backlight LED yang digunakan oleh TV generasi tahun 2000-an, tiap pixel di televisi OLED mampu mengatur tingkat kecerahan secara mandiri tanpa perlu mengandalkan pencahayaan latar.

LG 55B8 5

Ketiadaan backlight atau pencahayaan latar memastikan panel OLED dapat  mereproduksi gambar lebih presisi, menyuguhkan rasio kontras tinggi, dan menghasilkan warna-warni memukau serta dramatis. Kapabiltas tersebut sangat berkaitan dengan kemampuan panel menyajikan warna hitam pekat berkat absennya backlight – yang OLED hanya perlu lakukan ialah ‘menonaktifkan’ pixel.

LG 55B8 3

LG 55B8 adalah televisi 55-inci beresolusi 3840x2160p, dan merupakan varian TV OLED paling ekonomis. Ia siap mendukung beragam format HDR, dari mulai HLG, HDR10, Advanved HDR oleh Technicolor serta Dolby Vision. Kompatibilitas tinggi ini sulit ditemukan di produk lain. Menjelaskan HDR secara tertulis tidaklah mudah, namun bayangkan saja, kehadirannya memungkinkan layar menjaga detail di gambar dengan tingkat kontras tinggi, baik pada area gelap maupun terang.

LG 55B8 10

Ada dua fitur pelengkap menarik yang dimiliki oleh televisi OLED ini. Pertama adalah upscale 4K yang bertugas untuk meningkatkan kualitas gambar via metode upscaling ke UHD, walaupun sumber film belum berformat 4K. Dan kedua ada HDR effect. Ketika dinyalakan, konten-konten tanpa dukungan high-dynamic range dapat dinikmati dengan visual ala HDR, sehingga warna-warninya lebih dramatis.

LG 55B8 7

Televisi OLED LG 55B8 juga ditopang teknologi high refresh rate, mampu menjalankan konten hingga 120 gambar per detik. Julius selaku product marketing LG Electronics menjelaskan pada saya bahwa sistem ini bekerja dengan menyisipkan satu frame hitam di tiap gambar yang dihasilkan panel, sehingga gerakan tampil lebih mulus. LG 55B8 sendiri kabarnya mempunyai refresh rate ‘sejati’ di 100Hz.

 

Desain

Berkat penggunaan teknologi OLED, LG 55B8 mampu mengusung desain yang begitu minimalis. Bingkainya sangat ramping, namun aspek yang paling menakjubkan ialah ketika Anda melihat TV dari samping dan menyaksikan betapa tipisnya bagian panel 55B8. Hal ini tercapai berkat tidak adanya kebutuhan terhadap backlight. Di bagian bawahnya, produsen mencantumkan modul berisi unit prosesor, sistem audio serta sejumlah konektivitas fisik.

LG 55B8 8

Pendekatan desain yang simpel dan elegan tersebut membuat LG 55B8 dapat serasi dengan berbagai tipe interior rumah.

LG 55B8 9

 

Sistem audio

Untuk menangani audio, televisi OLED anyar ini dilengkapi oleh sistem speaker 2.2 dengan kekuatan output 20W serta ditunjang teknologi Dolby Atmos. Dolby Atmos mampu ‘mensimulasikan’ efek suara surround atau tiga dimensi tanpa memerlukan setup speaker eksternal. Anda akan tahu dari mana arah datangnya suara raungan monster atau bunyi baling-baling helikopter yang melintas di atas kepala. Sistem tersebut mendukungan hingga 128 sumber suara berbeda.

LG 55B8 2

 

Kecerdasan buatan

LG berkolaborasi bersama Google untuk mengintegrasikan AI ThinQ dan Google Assistant ke dalam 55B8. Berbekal suara, Anda bisa mengatur segala macam setting, menyuruhnya mengaktifkan fungsi unik, serta melakukan pencarian mengenai hal yang ingin Anda ketahui. Kecerdasan buatan mempersilakan kita mengatur volume ke tingkat yang diinginkan hingga menyuruh televisi untuk mati secara otomatis setelah film selesai.

LG 55B8 4

Google Assistant memang baru bisa bekerja optimal jika layanan ini sudah tersedia resmi di Indonesia. Dengannya, Anda dapat mencari tahu tentang segala hal: aktor pemeran tokoh utama di film favorit Anda, informasi cuaca hari ini, sampai posisi gerai kopi favorit terdekat (karena film yang sedang ditonton mungkin membuat Anda ngantuk). Product marketing supervisor Gloria Mariawaty menyampaikan bahwa dukungan Google Assistant di 55B8 menandai kesiapan LG menyongsong masa depan.

 

Harga dan ketersediaan

Berdasarkan keterangan LG Electronics, televisi OLED 4K 55B8 telah mulai dipasarkan di Indonesia sejak bulan September 2018, didistribusikan baik ke pasar modern serta channel tradisional. Produk dijajakan di kisaran harga Rp 25 juta. LG juga menyediakan tiga model TV OLED lagi, dengan versi paling high-end mencapai harga Rp 120 juta.

Ikut Bermain di Industri Layar OLED, Aquos Zero Jadi yang Pertama Bagi Sharp

Di industri mobile khususnya perangkat dengan layar OLED, Samsung masih jadi penguasanya. Nama LG dan Sony membuntuti di belakang namun belum senyaman Samsung. Kini, pemain baru ikut bergabung. Berasal dari Jepang, Sharp resmi menyatakan diri untuk ikut bersaing di industri layar OLED. Deklarasi itu mereka wujudkan langsung dalam bentuk perangkat smartphone baru bernama Aquos Zero.

Aquos Zero memulai debut dengan iming-iming yang cukup wah. Yang paling mudah terlihat, di komponen layar ia menggunakan penampang lebar 6,2 inci yang terbilang luas untuk ukurang smartphone. Kejutan lain, Sharp menggunakan magnesium alloy yang dikombinasikan dengan kevlar di panel belakang untuk menekan bobot perangkat. Walhasil, bobot 146 gram bisa dicapai namun tetap dengan kekuatan yang terjaga. Setelah itu, sistem operasi Android 9.0 Pie menyempurnakan gebrakan yang dibuat oleh Aquos Zero.

Sharp Aquos Zero_2

Di bawah tenda bersemayam chipset Qualcomm Snapdragon 845 yang dikombinasikan dengan Kryo 385 GPU dan Adreno 630 GPU. Ada RAM 6GB dan penyimpanan internal 128GB sebagai pendamping prosesor. Tetapi karena kapasitas memorinya yang sudah besar, Sharp tidak menawarkan slot kartu MicroSD atau varian penyimpanan yang lebih tinggi.

Sisi audio juga mendapatkan perhatian khusus di mana Sharp memilih untuk menggunakan speaker stereo dengan Dolby Atmos dan dukungan Hi-Res Audio. Meskipun Sharp tidak lagi menawarkan audio jack 3,5mm.

Sharp Aquos Zero_game

Di segmen kamera, Sharp Aquos Zero membungkus sensor kamera tunggal di bagian belakang. Resolusi sensornya di 22.6MP, sementara di depan ada sensor 8MP yang akan menangani tugas mengabadikan selfie ataupun panggilan video. Apabila geser ke belakang, bisa kita jumpai sensor sidik jari untuk membuka kunci. Dan bila mengintip lebih ke dalam akan ada baterai 3130mAh untuk menjaga perangkat terus menyala.

Sharp Aquos Zero_rear

Sharp Aquos Zero akan tersedia di Jepang pada akhir tahun tetapi mereka belum secara terang-terangan membeberkan berapa harga jualnya. Yang menarik, Sharp perlahan sudah menghadirkan diri ke pasar Eropa, jadi kemungkinan besar Aquos Zero juga akan menyusul beberapa seniornya yang sudah lebih dulu tiba di sana.

Nah, selain dibenamkan ke smartphone keluarannya. Layar OLED buatan Sharp juga akan dijual ke perusahaan lain yang membutuhkan.

Sumber berita Sharp and Ubergizmo.

Sony Ungkap Panel Viewfinder Elektronik Beresolusi 5,76 Juta Dot

Sudah menjadi rahasia umum apabila Sony memasok sejumlah komponen kamera ke pabrikan lain, termasuk ke para pesaingnya, mulai dari sensor sampai panel OLED untuk viewfinder elektronik (EVF). Untuk komponen yang terakhir itu, Sony sudah menyiapkan versi baru yang lebih canggih.

Perkembangan teknik miniaturisasi merupakan kunci di balik panel EVF baru ini. Bagaimana tidak, bentang diagonal penampangnya cuma 12,6 milimeter, akan tetapi resolusinya mencapai 5,76 juta dot (1600 x 1200 pixel). Angka ini 1,6 kali lebih tinggi dibanding EVF milik Sony a7R III maupun Panasonic Lumix GH5 yang ‘hanya’ beresolusi 3,69 juta dot.

Sony 5.76 million dot OLED viewfinder display

Secara default, panel EVF ini dapat menampilkan live view dalam kecepatan 120 fps, tapi ada juga mode yang lebih responsif di angka 240 fps. Meski lebih superior hampir di segala aspek, Sony mengklaim konsumsi energinya sama kecilnya seperti panel EVF generasi sebelumnya.

Perbandingan ketajaman panel OLED baru (kiri) dan versi sebelumnya (kanan) / Sony
Perbandingan ketajaman panel OLED baru (kiri) dan versi sebelumnya (kanan) / Sony

Sony berencana memproduksi panel EVF baru ini secara massal di bulan November nanti. Yang bakal kebagian jatah pertama kali sudah pasti merupakan kamera bikinan Sony sendiri, namun saya yakin pabrikan lain juga bakal cepat menyusul, dengan catatan mereka bersedia harga kameranya naik secara cukup drastis, atau laba yang didapat lebih sedikit kalau kepuasan konsumen yang menjadi prioritas.

Alasannya, harga panel EVF ini tidak murah. Sony mematok harga 50.000 yen (± Rp 6,4 juta) untuk unit sampelnya, meski pabrikan yang membeli dalam jumlah besar tentunya bakal mendapat potongan harga. Dengan banderol semahal itu untuk viewfinder-nya saja, sudah pasti kamera yang bakal mengusung panel EVF ini masuk di kategori premium.

Sumber: DPReview.

Google dan LG Pamerkan Prototipe Display VR Headset Beresolusi Sangat Tinggi

Setahun yang lalu, Google membeberkan rencananya untuk mengembangkan teknologi display beresolusi tinggi untuk VR headset. Untuk mewujudkannya, mereka menggandeng salah satu produsen panel OLED ternama. Dan sekarang kita tahu produsen yang dimaksud adalah LG, sebab Google sudah punya prototipenya, diumumkan melalui sebuah jurnal ilmiah.

Prototipe panel OLED berdimensi 4,3 inci ini mengemas resolusi sebesar 18 megapixel (3840 x 4800), sedikit di bawah yang mereka umumkan dulu, tapi setidaknya masih dengan angka kerapatan pixel setinggi 1.443 ppi. Lebih istimewa lagi, refresh rate-nya mencapai 120 Hz, dan sudut pandangnya cukup luas di angka 120 x 96 derajat.

Sebagai acuan, Google bilang bahwa penglihatan manusia bisa mencapai resolusi sebesar 9600 x 9000, dengan kerapatan pixel 2.183 ppi dan sudut pandang seluas 160 x 150 derajat. Prototipe buatan Google dan LG memang belum selevel itu, tapi setidaknya jauh di atas VR headset yang ada sekarang.

Prototipe panel OLED 4,3 inci beresolusi 18 megapixel yang dikembangkan Google dan LG / Wiley Online Library
Prototipe panel OLED 4,3 inci beresolusi 18 megapixel yang dikembangkan Google dan LG / Wiley Online Library

Contoh yang ada sekarang adalah HTC Vive Pro, yang masih gres dan menjanjikan kualitas display lebih superior ketimbang Vive orisinil. Display perangkat itu terdiri dari dua panel OLED 3,5 inci, masing-masing beresolusi 1440 x 1600 pixel (615 ppi). Refresh rate-nya pun cuma 90 Hz, dan sudut pandangnya tidak lebih dari 110 derajat.

Kendalanya, setidaknya untuk sekarang, adalah keterbatasan performa chipset perangkat mobile, di mana display yang terdiri dari dua panel 18 megapixel ini hanya bisa berjalan di refresh rate 75 Hz. Singkat cerita, display ini masih belum ideal untuk mobile VR headset, dan itulah mengapa Google dan LG masih enggan berbicara mengenai ketersediaannya.

Sumber: The Verge.

Samsung Umumkan TV Berteknologi MicroLED, Setara OLED tapi Modular dan Fleksibel

Bicara soal TV OLED, LG adalah pemimpin di segmen ini. Pabrikan asal Korea Selatan itu adalah pemasok panel OLED untuk TV buatan Sony dan Panasonic, dan baru-baru ini mereka juga memamerkan TV OLED terbesar sekaligus tertinggi resolusinya (8K).

Samsung di saat yang sama masih menuai banyak debat perihal kemampuan lini TV QLED-nya dalam menyaingi kualitas gambar TV OLED. Permasalahannya, menurut mereka yang meragukan TV QLED Samsung, adalah panel yang digunakan masih membutuhkan backlight, tidak seperti panel OLED yang tiap-tiap pixel-nya bisa menyala sendiri, yang menjadi rahasia di balik superioritas OLED dalam hal kontras dan reproduksi warna.

Samsung sendiri sebenarnya pernah mengembangkan TV OLED di tahun 2012, tapi mereka gagal memproduksi massalnya. Dari situ mereka bertekad menciptakan teknologi alternatif yang bisa menyaingi OLED, maka lahirlah QLED, yang juga dikenal dengan istilah Quantum Dot.

Samsung MicroLED TV

Tahun ini, Samsung sudah siap dengan alternatif yang lain lagi bernama MicroLED – jangan dipelesetkan jadi “mikrolet”. Namanya diambil dari pixel berukuran mikroskopis di dalamnya, yang hebatnya, bisa menyala dengan sendirinya tanpa bantuan backlight, sama seperti OLED. Lalu apa yang membedakannya dari OLED?

Samsung bilang bahwa MicroLED bersifat modular. Artinya, TV berteknologi ini terdiri dari beberapa modul (panel) terpisah yang disatukan, bukan sebongkah panel utuh seperti pada TV OLED. Keuntungannya, MicroLED begitu fleksibel dan bisa diaplikasikan menjadi TV dalam berbagai macam ukuran, mulai dari yang kecil untuk di kamar tidur sampai yang segede gaban.

Samsung MicroLED TV

Pada kenyataannya, Samsung memamerkan teknologi ini lewat sebuah TV 4K raksasa berukuran 146 inci. Begitu besar dan lebarnya TV ini, Samsung menjulukinya dengan istilah “The Wall”. Menurut pantauan The Verge, warna yang dihasilkannya cukup pekat, dan secara keseluruhan tampak sangat terang. Sambungan antar modulnya pun tidak kelihatan ketika ada konten yang sedang diputar.

Mengingat Samsung sejauh ini masih mengategorikan MicroLED dan The Wall sebagai konsep, membandingkan kualitas gambarnya dengan TV QLED maupun OLED bakal terkesan prematur. Meski demikian, Samsung sudah punya rencana untuk meneruskannya hingga menjadi produk untuk konsumen, dan mereka menarget musim semi tahun ini sebagai jadwal peluncurannya.

Sumber: Samsung.

LG Pamerkan TV OLED Raksasa Beresolusi 8K

Sepertinya sudah menjadi tradisi bagi LG untuk memamerkan sebuah TV yang sanggup membuat rahang kita menganga lebar di awal tahun. Tahun lalu, mereka meramaikan panggung CES dengan sebuah TV OLED 4K yang tebalnya tidak lebih dari 3 milimeter. Tahun ini, rival sekampung Samsung itu rupanya sudah siap dengan yang lebih fenomenal lagi.

Mereka memamerkan TV OLED berukuran 88 inci dengan resolusi 8K, atau yang Engadget sebut dengan istilah keren “Triple 8”. Ini merupakan sebuah gebrakan mengingat TV 4K (non-OLED) saja baru mulai menyandang status mainstream belakangan ini.

Bagi yang masih asing dengan istilah OLED, TV yang menggunakan panel ini sederhananya sanggup menampilkan warna dan kontras yang jauh lebih baik ketimbang TV LED biasa. Contoh perbandingan yang paling gampang adalah, warna hitam akan tampak sangat pekat di TV OLED, sedangkan di TV biasa hanya kelihatan seperti warna abu-abu yang sangat gelap.

LG 88 inch 8K OLED TV

TV 8K yang berukuran lebih besar lagi sebenarnya sudah eksis, tapi baru kali ini ada yang mengusung panel OLED. Sebelum ini, TV OLED terbesar juga datang dari LG, dengan bentang diagonal layar 77 inci, namun ‘hanya’ mengemas resolusi 4K. TV tersebut dibanderol $20.000, jadi bisa Anda bayangkan sendiri betapa mahalnya TV “Triple 8” ini saat resmi dipasarkan nantinya.

Pencapaian ini sekaligus memantapkan posisi LG sebagai salah satu produsen panel OLED terbesar di dunia. Selain memproduksi TV OLED sendiri, LG juga memasok panel OLED untuk TV besutan Sony dan Panasonic.

Sumber: Engadget.