Kemendikbud Ristek Paparkan Dampak Platform Digital untuk Akselerasi Pendidikan

Kemendikbud Ristek bersama konsultan manajemen global Oliver Wyman merilis laporan terkait “Dampak Peran Teknologi dalam Transformasi Pendidikan Indonesia” untuk mengetahui pemanfaatan adopsi empat platform dalam mengakselerasi sistem pendidikan di Indonesia.

Keempat platform ini antara lain Platform Merdeka Mengajar (PMM), Rapor Pendidikan, ARKAS, dan SIPLah. Perlu dicatat, analisis ini berdasarkan survei Oliver Wyman terhadap 118.000 guru dan kepala sekolah, serta data aktual penggunaan PMM, Rapor Pendidikan, ARKAS, dan SIPLah.

Adapun, saat ini ekosistem pendidikan dasar dan menengah di Indonesia terdiri dari 437.311 sekolah (termasuk Pendidikan Anak Usia Dini/PAUD), 52,8 juta murid aktif, dan 3,38 juta guru aktif.

“Dalam pelaksanaan transformasi, guru dituntut untuk melakukan ini dan itu, mereka tidak tahu mulai dari mana. Inilah mengapa platform ini hadir. Teknologi berperan untuk menskalakan proses ini. Salah satu hal penting dalam transformasi adalah mengubah kompetensi, kita harus dapat hak untuk melakukan perubahan,” tutur Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim dalam peluncuran laporan di Jakarta (6/12).

Sebelum bicara adopsi platform Kemendikbud Ristek, Oliver Wyman menemukan beberapa tantangan utama pada sistem pendidikan di Indonesia yang menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan Indonesia. Pertama, penerapan kurikulum yang bersifat one-size-fits-all mengakibatkan kesadaran sekolah terhadap pentingnya penyesuaian strategi pembelajaran juga rendah.

Kedua, mentalitas “zona nyaman” dinilai menghambat motivasi pengajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Ketiga, akses terhadap pelatihan berkualitas terbatas karena belum meratanya fasilitas pelatihan guru dan sistem pengelolaan pelatihan masih terdesentralisasi.

Hendy Kurniawan mewakili Oliver Wyman Indonesia menambahkan tiga temuan lainnya, yaitu akses ke ekosistem pendidikan, faktor geografis di area pelosok, dan adopsi platform. Menurutnya, setiap provinsi memiliki aspek kapabilitas dan kualitas talenta yang berbeda-beda.

“Namun, adopsi platform ini mendorong mereka menjadi mandiri, membentuk perilaku dan mindset baru. Awalnya terbiasa didikte, sekarang punya kebebasan belajar. Ketersediaan konten dan dukungan pemerintah mendorong mereka berkembang secara mandiri,” jelasnya.

Laporan ini menyebut perlunya intervensi teknologi dalam menyelesaikan tantangan tersebut mengingat perlu waktu puluhan tahun untuk merealisasikan transformasi secara sistemik. Untuk mewujudkan hal tersebut, UNESCO bahkan merekomendasikan bahwa tak perlu teknologi canggih untuk memberikan dampak, tetapi teknologi spesifik sesuai dengan konteksnya.

Adopsi platform

Sejumlah negara telah memanfaatkan platform teknologi untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikannya. Laporan ini mencontohkan Singapura lewat platform Student Learning Space (SLS) yang berfungsi untuk menyediakan sumber daya pendidikan, alat penilaian, dan beragam fitur untuk memantau
kemajuan murid.

Sementara Estonia mengembangkan platform bernama eKool yang memungkinkan sekolah untuk memfasilitasi komunikasi dan kolaborasi antara murid, orang tua, sekolah, dan badan pengawas.

Di Indonesia, keempat platform di atas dilaporkan mendapat antusiasme dari ekosistem pendidikan. Klaimnya per September 2023, PMM telah mengantongi 2,3 juta pengguna, di mana 83% berasal dari sekolah G-12 (SD, SMP, SMA).

Skor kualitas pembelajaran murid / Sumber: Rapor Pendidikan Nasional

Kemudian, data Kemendikbudristek mencatat sekitar 220 ribu sekolah telah terdaftar di ARKAS. Hampir 100% dari seluruh sekolah jenjang dasar dan menengah, dan sekitar 150 ribu sekolah jenjang dasar dan menengah (sekitar 70%) telah login di SIPLah per awal November 2023.

Dari hasil analisis dan survei, beberapa dampak yang disoroti dalam laporan ini antara lain hampir 60% responden mengungkap bahwa mereka telah memakai lebih dari tiga fitur di PMM. Temuan ini mengindikasikan bahwa para guru aktif dalam menjelajahi fitur-fitur di dalam platform tersebut. Adapun, 40% responden mengaku lebih fokus untuk mempelajari fitur “Kurikulum Merdeka”, “Perangkat Ajar”, dan “Pelatihan Mandiri”.

Hasil survei juga mengungkap PMM mampu meningkatkan jumlah peserta pelatihan sebanyak 4,1 juta peserta per November 2023. Jumlah tersebut naik 7 kali lipat dari realisasi 2019 yang hanya 20% dari total 3 juta guru di Indonesia. Kemudian, lebih dari 40% (80 ribu) guru di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) telah menggunakan PMM untuk mengakses materi pembelajaran.

Waktu yang dihemat lewat penggunaan ARKAS per bulan / Sumber: Oliver Wyman

Penggunaan ARKAS yang dirancang untuk mengurangi beban administratif pengajar, juga dilaporkan mampu menghemat waktu hingga 5 jam menurut 40% responden. Dari total penghematan waktu ini, sebanyak 46% responden guru mengaku dapat meningkatkan kualitas pengajaran.

Menggali Potensi Fintech Lewat Kolaborasi dengan Lembaga Keuangan Konvensional

Startup penyedia layanan pinjaman langsung Modalku bekerja sama dengan salah satu konsultan manajemen terkemuka di dunia Oliver Wyman menggelar acara Indonesia Fintech Conference di JW Marriot, Jakarta. Tujuannya, untuk membuka diskusi dalam menggali potensi kolaborasi antara industri fintech (financial technology) dengan institusi keuangan konvensional.

Menengok beberapa tahun kebelakang, hampir tidak ada satupun pihak yang memandang financial technology (fintech) sebagai vertikal bisnis baru dengan potensi yang besar layaknya e-commerce. Namun, seiring berjalannya waktu paradigma tersebut mulai runtuh perlahan. Penyebabnya, tak lepas dari kebutuhan masyarakat akan akses finansial yang lebih baik seiring dengan derasnya pertumbuhan teknologi digital.

Fintech bukan ancaman

(Kiri-Kanan) Ketua Oliver Wyman Indonesia Jason Ekberg, Chairman OJK DR. Muliaman D. Hadad, dan CEO Modalku Reynold Wijaya

Ketika Alpha JWC Ventures menggelar konferensi di penghujung Maret silam, bankir veteran Indonesia Arwin Rasyid menekankan bahwa bank sebagai lembaga keuangan mapan dan penuh regulasi harus dapat merangkul startup yang bergerak di bidang fintech. Dengan tegas ia juga menyebutkan jangan sampai bank melihat fintech sebagai rival dan keputusan untuk berkompetisi dengan startup fintech bukanlah keputusan bijak untuk diambil.

Kini nada yang hampir sama dilagukan kembali oleh Chairman Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DR. Muliaman D. Hadad dalam Indonesia Fintech Conference kali ini. Muliaman menekankan bahwa fintech bukanlah ancaman bagi institusi finansial konvensional. Kedua industri ini justru harus dapat bersinergi bila ingin tumbuh di era digital sekarang ini.

“Di Indonesia ini pelaku industri keuangan nasional masih didominasi oleh bank. Saya pikir, […] respon bank terhadap fintech atau membangun partnership dengan fintech menjadi area yang sangat penting agar engagement yang terjadi [nantinya] harus betul-betul mendorong performance masing-masing. […]Sehingga bank bisa menjadi lebih efisien, dan menjadi lebih inklusif,” ujar Muliaman.

Muliaman menambahkan, “Mestinya fintech jangan dianggap sebagai ancaman bagi bank. Bagaimana itu bisa direalisasikan, tergantung dengan engagement yang dibangun. Dengan demikian, fintech [harusnya] bisa dianggap sebagai enabler [bagi sektor keuangan] dan bisa membawa industri keuangan nasional ke arah yang lebih baik.”

Menggeliatnya industri fintech yang dimulai sejak setahun belakangan ini juga memicu OJK untuk menerbitkan regulasi di ranah keuangan berbasis teknologi. Rencananya, regulasi ini akan mulai kelihatan batang hidungnya di akhir tahun. Saat ini, pelaku fintech yang sudah beraktivitas masih menjalalankan bisnisnya dengan peraturan yang sudah ada.

Menantang institusi keuangan konvensional demi melahirkan inovasi

Jajaran direksi Modalku dan Oliver Wyman usai press conference / DailySocial
Jajaran direksi Modalku dan Oliver Wyman usai press conference

Di saat yang bersamaan dengan digelarnya Indonesia Fintech Conference 2016, Oliver Wyman dan Modalku juga menerbitkan sebuah laporan berjudul “Time for Marketplace Lending: Addressing Indonesia’s Missing Middle”. Di sana, desebutkan bahwa peluang untuk usaha di bidang fintech berlimpah, khususnya marketplace lenders.

Bila peluang itu dioptimalkan maka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar $130 miliar dengan mengisi kekosongan dana sebesar $54 miliar bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Indonesia sendiri memiliki lebih dari 57 juta usaha mikro, namun hanya satu persen dari usaha itu yang dapat berkembang menjadi UKM dengan daya saing yang baik.

Untuk merealisasikan hal tersebut perlu kolaborsi dari berbagai pihak terkait. Dalam hal ini adalah para pelaku fintech dengan intitusi keuangan lainnya, seperti bank. Tujuan akhir yang harusnya dicapai adalah menumbuhkan ekosistem keuangan yang jauh lebih sehat dari saat ini.

CEO Modalku Reynold Wijaya mengatakan, “Untuk bekerja sama dengan bank, obyektifnya sebenarnya sangat simple. Bank tidak bisa merangkul semuanya dan tidak semua bisa dirangkul oleh bank atau institusi keuangan lainnya. Jadi, kolaborasi ditujukan untuk membuat sebuah market baru [dan] kami [bank dengan fintech] bisa sama-sama merangkul UKM-UKM ini yang sebelumnya tidak bisa mendapatkan akses [finansial].”

“Jadi bersama dengan pihak bank lainya kami [fintech dan bank] bersama-sama memberikan solusi sehingga bisa menjaga mereka [UKM] dan bank bisa menumbuhkan ekosistemnya lagi. Banyak detail jenis-jenis kerja samanya, namun secara general itulah tujuan utamanya,” tambahnya.

Sementara itu Head Partner Oliver Wyman Indonesia Jason Ekberg percaya bahwa fintech sebenarnya memiliki peran yang strategis di industri keuangan bila banyak berkolaborasi dengan bank. Menurut Jason, bank sebagai institusi keuangan konvensional saat ini memiliki metode yang ketinggalan jaman dan fintech harusnya dapat menantang berbagai institusi keuangan konvensional tersebut untuk mendorang lahirnya inovasi baru.

Sebagai informasi, Modalku yang baru beroperasi di Indonesia selama kurang lebih tiga bulan, mengklaim telah berhasil menyalurkan dana sebesar Rp 3,4 miliar kepada UKM di Indonesia. Sebelumnya, Modalku juga telah menjalin kerja sama dengan bank Sinarmas sebagai escrow agent. Menurut COO Modalku Iwan Kurniawan, saat ini Modalku juga tengah berupaya membuka peluang kerja sama dengan bank lainnya, terutama yang banyak bermain di segmen UKM.

Industri fintech saat ini memang tengah menggeliat, bukan hanya di Indonesia tetapi juga secara global. Menurut laporan Accenture yang baru-baru ini diterbitkan, Asia Pasifik adalah menjadi salah satu wilayah dengan pertumbuhan investasi fintech yang cukup besar. Peningkatannya mencapai empat kali lipat sepanjang tahun 2015, atau senilai $4,3 miliar.