Kondisi dan Strategi Bisnis WeWork Menghadapi Perubahan Gaya Kerja Akibat Pandemi

Operator coworking space global WeWork meresmikan kehadirannya di Indonesia sejak tahun 2018, setelah satu tahun sebelumnya mengakuisisi Spacemob. Berdasarkan informasi yang didapat dari situs resminya, saat ini mereka mengoperasikan layanan di 4 lokasi di Jakarta.

Sayangnya perubahan tren dan gaya kerja akibat pandemi juga turut terdampak untuk industri tersebut. Salah satunya diungkapkan hasil laporan ResearchAndMarkets pada Juni 2020, pasar global coworking space diperkirakan turun dari $9,27 miliar pada 2019 menjadi $8,24 miliar di 2020 dengan CAGR -12,9%.

Di laporan satu tahun berikutnya oleh firma riset yang sama, pasar diperkirakan tumbuh dari $7,97 miliar di 2020 menjadi $8,14 miliar pada 2021 dengan CAGR 2,1%. Pertumbuhan disebabkan karena operator layanan terus beroperasi dan mencoba beradaptasi dengan kondisi normal baru, di tengah proses pemulihan dampak akibat pandemi [termasuk vaksinasi]. Potensinya diperkirakan mencapai $13,03 miliar pada tahun 2025 dengan CAGR 12%.

Bisnis WeWork selama pandemi

WeWork coworking space / WeWork

Ketahanan bisnis WeWork selama pandemi disokong dengan lebih dari 50% anggotanya yang memiliki komitmen [sewa] lebih dari 12 bulan, berkontribusi pada jangka waktu komitmen penuh rata-rata lebih dari 15 bulan terhadap ruang kerjanya. Tercatat saat ini WeWork telah kembali ke kinerja sebelum masa pandemi, dengan mencatat penjualan net desk terkuat di bulan April dan Mei sejak September 2019.

“Kami mencatat penjualan net desk yang positif di semua wilayah terkonsolidasi, menunjukkan sifat pemulihan global dan mempercepat permintaan untuk solusi yang hybrid di WeWork. Di seluruh portofolio global kami, tingkat hunian ruang kerja WeWork terus meningkat hingga 53% pada akhir Mei,” kata Head of WeWork Labs Australia, SEA & South Korea Monica Wulff kepada DailySocial.id.

Untuk kawasan Asia Tenggara, WeWork melihat peningkatan minat saat perusahaan mulai merencanakan strategi tempat kerja jangka panjang dan lebih berkelanjutan. Sementara bisnis yang lebih kecil juga memilih pengaturan ruang kerja yang lebih fleksibel, dibandingkan dengan komitmen ruang kerja tradisional.

“Hal ini dibuktikan dengan peningkatan hampir 10% di segmen korporasi untuk WeWork di Asia Tenggara. Di seluruh wilayah, WeWork telah mencatat perpanjangan komitmen dan komitmen baru dari perusahaan seperti OPPO, Thales, Payoneer, Affinidi, Indepay, dan Katalon,” kata Monica.

Meluncurkan program “Growth Campus”

WeWork Growth Campus / WeWork

Bertujuan untuk mendukung ekosistem industri startup dan terus berinovasi selama pandemi, WeWork meluncurkan “Growth Campus” pertamanya di Inggris pada awal tahun ini. Inisiatif tersebut kini telah diperluas ke Australia dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Growth Campus adalah sebuah komunitas resource-sharing. Diharapkan melalui inovasi ini, WeWork dapat menciptakan kemitraan yang kuat dengan semua pemain ekosistem startup (program startup, investor, perusahaan berkembang) yang bergabung. Untuk mendukung program ini, WeWork menginvestasikan hampir $8 Juta untuk subsidi ruang kerja, mentorships, dan edukasi di seluruh Asia Tenggara.

“Seiring kita beradaptasi dengan keadaan, WeWork telah memainkan peran penting dalam banyak strategi pertumbuhan perusahaan dan karena Covid-19 terus berdampak pada ekonomi dan mendisrupsi cara kita bekerja, kami melihat kebutuhan akan jaringan dan ruang kerja untuk membantu bisnis meningkat.”

Untuk startup yang bisa bergabung, minimal mereka berada di tahap awal yang telah didirikan dalam 5 tahun terakhir dengan jumlah karyawan kurang dari 20. Selain itu, startup mereka telah didanai sendiri dengan omzet di atas $75 ribu atau telah mengumpulkan modal eksternal termasuk seri A.

“Peserta harus menandatangani Perjanjian Keanggotaan WeWork untuk berkomitmen dalam memiliki ruang kerja selama 6 hingga 12 bulan, dan tidak mengikuti atau berpartisipasi dalam penawaran atau promosi WeWork lainnya,” kata Monica.

Sementara itu terkait kurikulum, WeWork Growth Campus memberikan mereka platform digital global WeWork yang disebut WeWork Labs. Melalui inovasi ini, mereka akan diberikan edukasi dan bimbingan dengan ribuan profesional dan pakar dalam format one-on-one, roundtable setting, dan webinar global.

WeWork Labs juga memberikan sumber daya yang dibutuhkan untuk memajukan bisnis mereka, seperti pembelajaran sesuai permintaan (on-demand learning), community of founders, serta wellness & personal development.

“Kami juga memberikan peserta dengan program pendidikan yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan pengembangan pribadi dan profesional anggota kami. Kurikulum dikembangkan dan difasilitasi dalam kemitraan dengan jaringan mentor dan pakar kami,” kata Monica.

Application Information Will Show Up Here

Dihantam Pandemi, Adopsi Aplikasi Fintech di Indonesia Masih Terus Bertumbuh

Penggunaan layanan fintech dan digital banking mengalami pertumbuhan pesat sepanjang tahun 2020 hingga saat ini. Salah satunya dibuktikan dalam riset yang dilakukan AppsFlyer. Dalam laporan berjudul “The State of Finance App Marketing 2021” disebutkan, aplikasi-aplikasi tersebut memainkan peranan kunci di negara berkembang seperti Indonesia. Salah satunya ditengarai masih banyak orang yang masuk dalam kategori unbanked atau underbanked.

Meskipun permintaan secara global menurun selama masa lockdown pertama, akibat aktivitas keuangan menurun dan ketidakpastian meningkat, penggunaan aplikasi finansial kembali bertumbuh pada Q2 tahun 2020. Pada Q1 2021, akselerasi digital yang makin meningkat telah mempercepat adopsi aplikasi pembayaran, investasi, dan perbankan.

Kategori layanan finansial lainnya yang menjadi sorotan AppsFlyer adalah aplikasi bank digital, bank tradisional, layanan finansial, pinjaman, hingga investasi; termasuk di dalamnya perdagangan, kripto, pasar saham, serta instrumen lainnya. Secara keseluruhan ada 2,7 miliar unduhan aplikasi finansial di kawasan Asia Pasifik antara Q1 2019 hingga Q2 2021.

Dalam laporan tersebut juga terungkap bahwa banyak perusahaan finansial yang kemudian meningkatkan upaya untuk mengarahkan lebih banyak trafik ke aplikasi, menggunakan kombinasi aktivitas akuisisi pengguna dan remarketing.

Sementara itu juga tercatat secara global pemasangan aplikasi perbankan digital meningkat hampir 45% antara Q1 2020 dan Q1 2021, dan terus mengalami peningkatan saat pandemi. Sementara instalasi aplikasi layanan keuangan dan perbankan tradisional hanya naik 15% dalam jangka waktu yang sama. Namun, bank tradisional menambah kecepatan dengan kenaikan pemasangan aplikasi sebesar 22% pada Q1 2021.

Indonesia dan popularitas aplikasi finansial

Terdapat 3 negara yang mengalami pertumbuhan paling pesat terkait dengan penggunaan aplikasi finansial. Di antaranya adalah India sebagai negara peringkat pertama, disusul oleh Brazil dan Indonesia yang berada dalam peringkat kedua dan ketiga.

Dari data yang dihimpun, aktivitas penggunaan aplikasi finansial sempat menurun di periode Q2 2020 di Indonesia. Hal ini ditengarai adanya hambatan di iklim perekonomian akibat pandemi. Secara YoY turun mencapai 40%. Namun demikian berangsur naik dari waktu ke waktu seiring kondisi pasar dan perekonomian yang mulai membaik.

Para pengguna umumnya mengunduh aplikasi mobile payment dan aplikasi pinjaman. Dua kategori besar ini berkontribusi besar terhadap jumlah total unduhan.

Namun secara keseluruhan, laporan AppsFlyer membagi beberapa kategori aplikasi finansial yang banyak diunduh pengguna di tanah air, di antaranya adalah aplikasi dari bank tradisional (13,9%), kemudian layanan finansial (40,9%), pinjaman (35,7%), dan investasi (9,5%).

Pandemi juga mendorong pertumbuhan jumlah pengguna baru. Di Indonesia pertumbuhannya mencapai 20% jika melihat kondisi di Q1 2020 dan Q1 2021.

“Sektor fintech telah beradaptasi secara drastis pada berbagai perubahan lingkungan dan mengakselerasi transformasi digital, terutama di negara-negara berkembang, di mana sangat banyak masyarakat yang belum punya rekening bank dan tidak memiliki akses ke perbankan,” kata Senior Customer Success Manager APAC AppsFlyer Luthfi Anshari.

Gambar Header: Depositphotos.com

Fokus dan Rencana AngelHack untuk Komunitas Pengembang

Pandemi yang terjadi secara global ternyata tidak menurunkan rencana AngelHack untuk melakukan semua kegiatannya. Platform yang telah berdiri selama 9 tahun ini mengklaim telah menjadi pemimpin untuk penyelenggara kegiatan hackathon, kompetisi, program akselerator, dan meetup. Beragam pengembang yang telah bergabung berasal dari 100 kota di seluruh dunia.

Kepada DailySocial, President & CEO AngelHack Corporation Iwan Suhardjo mengungkapkan, selama pandemi mereka menyelenggarakan sebagian besar kegiatan hackathon dan program inovasinya secara virtual. Dengan demikian memungkinkan lebih banyak pengembang untuk berkumpul dan mencari solusi dari setiap tantangan.

“Selain itu, kami memiliki beberapa perusahaan besar yang terlibat untuk pengembangan komunitas. Salah satu contohnya adalah kolaborasi kami dengan IBM, kami telah meluncurkan kompetisi virtual bagi siswa untuk mempelajari lebih lanjut tentang enterprise computing, yang benar-benar relevan dan dapat menjadi kesempatan bagi siswa untuk bekerja di perusahaan ternama,” kata Iwan.

Lebih lanjut Iwan menambahkan, AngelHack mendorong komunitas yang beragam yang saat ini berjumlah lebih dari 225 ribu lebih. Termasuk di dalamnya para pengembang, desainer, dan entrepreneur untuk menjadi peretas yang menyeluruh. Dengan memperkenalkan teknologi baru dan mentor yang terbaik, AngelHack berharap dapat melahirkan penciptaan teknologi tanpa batas, baik di dalam maupun di luar Silicon Valley.

Fokus AngelHack tahun 2021

Tahun ini AngelHack akan menggelar kegiatan AngelHack’s Global Hackathon Series 2021 secara virtual. Kegiatan ini akan memfokuskan kepada disrupsi yang positif, menantang status quo untuk bisa mengubah dunia menjadi lebih baik lagi. Program pra-akselerator 12 minggu AngelHack, HACKcelerator menghubungkan para peretas yang ambisius dengan pemimpin yang berpengalaman untuk membantu mereka mengembangkan talenta lebih luas lagi.

“Kami akan memulai kembali virtual Seri Global 2021 andalan kami di 9 region tertentu dengan tema positive disruption. Kegiatan ini akan memungkinkan semua orang termasuk korporasi dan pengembang menyesuaikan diri dengan the new normal pasca pandemi,” kata Iwan.

Disinggung seperti apa skill dari talenta digital di Indonesia saat ini, Iwan menyebutkan secara regional di Asia Tenggara dan APAC, Indonesia belum menjadi sumber insource atau outsource untuk software engineer.

Namun diprediksi fenomena ini akan berubah, dengan makin maraknya upaya berkelanjutan di dalam negeri untuk memajukan kota pintar dan inovasi inisiatif dalam beberapa tahun terakhir, dinilai telah membantu memacu minat para software engineer di Indonesia. AngelHack juga ingin memperkuat keberadaan mereka dengan Indonesia dan mengakselerasi kemitraan hingga kolaborasi dengan perusahaan lokal dan startup, agar bisa memberikan kontribusi berdasarkan praktik terbaik dari Silicon Valley.

“Fokus tahun ini sebenarnya adalah untuk mendefinisikan ulang dan melokalkan komitmen kami untuk perusahaan dan komunitas kami, sambil melanjutkan perspektif global. Selain itu kami juga ingin melibatkan duta besar kami serta anggota komunitas kami untuk generasi muda yaitu siswa, agar AngelHack dapat mendukung tumbuhnya lulusan universitas dan sekolah agar berhasil dalam bidangnya menuju perjalanan mereka selanjutnya sebagai entrepreneur,” kata Iwan.

Catatan AMVESINDO Terkait Ekosistem Startup Digital Selama Pandemi

Lanskap startup Indonesia diwarnai sejumlah investasi dari perusahaan modal ventura lokal hingga asing. Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (AMVESINDO) mencatat, pandemi memberikan dampak yang beragam kepada perusahaan rintisan dan UKM. Sejumlah pelaku usaha mengalami dampak negatif, seperti menurunnya transaksi hingga tutupnya layanan; tapi sebagian lainnya mengalami dampak positif, seperti melonjaknya permintaan/transaksi dan jangkauan konsumen yang semakin meluas.

Dalam sesi webinar yang diinisiasi oleh AMVESINDO terungkap, beberapa tren hingga potensi yang cukup menarik di beberapa sektor yang bisa dijadikan acuan kegiatan investasi para perusahaan modal ventura lokal hingga asing.

Pemetaan perubahan kebiasaan konsumen

Pemetaan perubahan kebiasaan pengguna
Pemetaan perubahan kebiasaan pengguna

Pandemi yang datang sejak awal tahun, secara khusus telah mengubah kebiasaan kebanyakan konsumen. Mereka sebelumnya masih melakukan kegiatan online dan juga offline, ketika aturan PSBB diberlakukan, kegiatan mulai shifting kepada online. Menurut Ketua I AMVESINDO William Gozali, hal ini mendorong perusahaan rintisan untuk mampu beradaptasi dengan situasi seiring perubahan perilaku masyarakat.

“Jika kita lihat perusahaan rintisan atau perusahaan teknologi yang mampu bertahan saat pandemi adalah ride-hailing. Ketika demand untuk ride-hailing menurun, mereka kemudian mulai shifting kepada produk atau layanan lainnya sepeti makanan dan logistik,” kata William.

Sektor lain yang juga mengalami peningkatan cukup drastis adalah sektor edutech, e-commerce, dan healthtech. Meskipun produk yang mereka hadirkan belum maksimal, namun adopsi digital menjadi lebih terakselerasi saat pandemi. Amvesindo juga mencatat, peranan layanan fintech dan logistik sangat penting untuk memperkenalkan dan membiasakan masyarakat Indonesia untuk melakukan transaksi secara nontunai. Kebiasaan tersebut menurut William semakin meningkat jumlah adopsinya saat pandemi.

“Yang perlu diperhatikan adalah, apa yang dibutuhkan dan tentunya bisa berjalan dengan baik saat ini dan mulai lakukan perubahan. Karena ke depannya atau yang dikenal dengan istilah new normal, memiliki potensi untuk berjalan seterusnya,” kata William

Potensi social commerce, supply chain, dan UKM

Selama pandemi juga semakin banyak perusahaan rintisan yang secara khusus menargetkan UKM sebagai target pasar. Meskipun dalam 3 tahun terakhir sudah banyak startup yang menyasar sektor tersebut, namun tahun ini tercatat semakin banyak jumlah startup yang menghadirkan layanan, khususnya layanan warung digital yang ingin memudahkan pelaku UKM menjalankan bisnis.

Sektor kecantikan juga menjadi potensi bagi startup hingga investor yang ingin memberikan pendanaan. Makin banyaknya pemain lokal hingga asing yang menghadirkan produk kecantikan untuk masyarakat Indonesia, terlihat makin banyak pemainnya dan tentunya menjadi peluang tersendiri.

“Sebagai negara yang sarat dengan pengguna media sosial, konsep social commerce menjadi relevan, untuk memetakan seperti apa kebutuhan dan biaya logistik yang perlu dikeluarkan oleh pemain saat menawarkan produk kepada pelanggan,” kata William.

Di sisi lain perlahan tapi pasti, food tech atau platform kuliner yang berbasis teknologi juga mulai banyak menunjukkan pertumbuhan yang positif saat ini. Diinisiasi oleh platform ride hailing, kini makin banyak platform food tech yang mengalami pertumbuhan yang positif. Salah satu kekuatan mereka adalah, dengan dukungan big data yang sebelumnya telah diimplementasikan oleh platform ride hailing di Indonesia.

“Sejak awal terdapat 3 sektor yang memiliki peranan penting dalam ekosistem startup, yaitu finansial, e-commerce, dan logistik. Ketiga sektor tersebut saling membutuhkan dan masing-masing memiliki peranan terkait. Kini sektor turunan e-commerce mulai muncul dan memiliki potensi yang menarik untuk dijajaki,” kata William.

Masih besarnya jumlah pendanaan

Dinamika investasi perusahaan rintisan Indonesia
Dinamika investasi perusahaan modal ventura

Industri modal ventura secara umum juga mengalami peningkatan kinerja pada tahun 2019. Mulai dari kenaikan aset, sumber pendanaan, dan modal yang merupakan tanda bahwa industri modal ventura masih bisa tumbuh. Adapun tantangan yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah masih besarnya porsi instrumen Pembiayaan Bagi Hasil dari portofolio perusahaan modal ventura yang ada.

AMVESINDO mencatat hingga 31 Desember 2019, pertumbuhan aset PMV termasuk PMVD (Perusahaan Modal Ventura Daerah) mencapai Rp 19.65 Triliun, mengalami peningkatan sebesar 58.72% dibandingkan periode 2018.

Meskipun kondisi sedang mengalami krisis secara global, namun jumlah pendanaan sejak awal tahun hingga bulan November ini masih cukup besar jumlahnya. Tercatat Q3 tahun 2020, ada 52 transaksi pendanaan yang dilakukan oleh perusahaan modal ventura untuk startup, dengan jumlah pendanaan mencapai $1.920.900.000.

Pendanaan ini disalurkan kepada startup dari berbagai sektor, dengan tiga sektor terbanyak yaitu fintech (6 transaksi pendanaan), edutech (6 transaksi pendanaan), dan SaaS (6 Transaksi Pendanaan).

 

Dalam memberikan pendanaan kepada startup, setidaknya ada empat poin yang menjadi pertimbangan PMV, yaitu: potensi pertumbuhan pasar, kemampuan beradaptasi, kualitas founders, serta model bisnis yang jelas, dan penggunaan dana yang efisien.

“Ke depannya diprediksi sektor yang terakselerasi dengan baik adalah e-health, e-groceries, edutech dan e-logistic yang memiliki potensi besar untuk berkembang dan saat ini masih belum terjawab di Indonesia. Diversifikasi juga menjadi sangat baik untuk diterapkan oleh perusahaan rintisan, agar bisa bertahan saat pandemi dan ketika kondisi memasuki new normal,” kata William.