Mengenal DeFi, Tren Baru dari Komunitas Blockchain dan Industri Keuangan

Jika ada satu tren dari komunitas blockchain terbesar dalam beberapa waktu terakhir, decentralization finance atau biasa disebut DeFi adalah jawabannya. DeFi menjadi cukup populer karena memadukan nilai-nilai utama blockchain ke dalam bisnis keuangan yang sudah ada selama ini.

DeFi umumnya berjalan dengan smart contract di atas platform Ethereum (ETH), salah satu aset kripto terpopuler selain Bitcoin (BTC). Smart contract tersebut memungkinkan DeFi berjalan secara otomatis tanpa kehadiran middleman atau pihak ketiga. Smart contract sendiri adalah bahas pemrograman. Inilah pembeda utama DeFi dengan institusi keuangan tradisional seperti perbankan yakni disintermediasi.

Pandu Sastrowardoyo dari Blocksphere menjelaskan bahwa konsep yang diusung DeFi sejatinya tidak baru-baru amat. Pandu melanjutkan pada dasarnya DeFi mengusung sistem keuangan terbuka yang artinya tidak ada kendali atau otoritas tertinggi yang biasanya dipegang oleh bank dalam produk keuangan tradisional.

“Jadi kekuatan dari DeFi adalah tidak ada institusi yang mengelola dan enggak ada pegawai karena ini ditentukan oleh smart contract dengan coding. Ini transparan bisa dilihat semua orang. Kalau di perbankan kita percaya pada perusahaan, brand, atau orangnya, di DeFi kita percaya dengan smart contract,” jelas Pandu.

Produk DeFi yang ada saat ini rata-rata menyasar bisnis lending. Beberapa produk DeFi yang sudah cukup terkenal di dunia di antaranya adalah Compound, MakerDAO, dan Synthetic. Namun sesungguhnya potensi DeFi bisa menyapu semua jenis bisnis di industri keuangan. Tabungan, pinjaman, trading, hingga asuransi menurut Pandu dapat ditawarkan dengan protokol DeFi.

Meski potensi DeFi cukup luas, lending menjadi sektor yang paling digemari para penyelenggara protokol DeFi. Pada dasarnya cara kerja DeFi ditentukan dua hal penting, yakni smart contract dan token. Kedua hal ini yang menggantikan seluruh proses yang dijalankan oleh middleman/pihak ketiga di centralized finance (CeFi).

Di DeFi yang menghasilkan produk lending, borrower dapat memperoleh dananya dengan menjaminkan aset kripto yang ada. Bunga yang dipasang juga bersifat dinamis. Model yang digunakan dalam sistem DeFi memungkinkan borrower membayar lebih murah jika permintaan pinjaman yang ada lebih sedikit. Sebaliknya, jika permintaan sedang tinggi, lender atau investor bisa memperoleh bunga yang lebih tinggi.

Sebelum 2020, produk DeFi sebenarnya sudah bermunculan. Namun keberadaannya baru menjadi sensasi sejak tahun lalu. Ini bisa dilihat dari total nilai yang terkunci di dalam ETH pada 2020 mencapai $14,74 miliar atau sekitar Rp206 triliun, meningkat pesat dari total nilai 2018 dan 2019 yang hanya ratusan juta dolar saja.

Selain nilai bitcoin yang terus melejit dan diminati pasar, kenaikan drastis DeFi juga disebabkan penerimaan regulator. Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (US Securities and Exchange Commission), misalnya, membuat keputusan besar dengan menyetujui dana kelolaan berbasis ethereum pada Juli lalu. Di samping itu, pemain-pemain besar industri keuangan, seperti JP Morgan dan ANZ, mulai memakai blockchain untuk diintegrasikan ke sistem mereka.

Semarak DeFi pun sudah mulai berlangsung di Tanah Air. Meski produk-produk DeFi di sini masih bisa dihitung dengan jari, perbincangannya di komunitas kripto dan keuangan cukup ramai. VynDAO, UNYdex, dan Tadpole Finance merupakan contoh DeFi buatan dalam negeri. Pengecualian untuk Tadpole, DeFi rintisan Indodax tersebut justru sudah melantai di Bithumb Global, sebuah bursa di Korea Selatan yang memperdagangkan fiat dan kripto.

Terlepas dari segala keunggulannya, DeFi juga punya sejumlah tantangan. Pertama, blockchain tidak sepenuhnya bebas dari ancaman keamanan. Berikutnya nilai jaminan yang masih terlampau tinggi, bahkan bisa lebih tinggi dari nilai pinjamannya sendiri. Pandu juga menambahkan ada faktor ancaman penipuan yang memanfaatkan hype DeFi.

“Ini bisa terjadi karena bikin DeFi itu gampang banget. Bikin sekarang aja pun bisa,” ucap Pandu.

Ketua Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Oham Dunggio mengatakan kemunculan DeFi yang cukup sensasional sejak tahun lalu menjadi berkah tersendiri. Meski secara konsep yang dibawa tidak baru-baru sekali, namun Oham menilai DeFi sanggup menggerakkan entitas-entitas bisnis berinovasi lebih jauh di atas jaringan blockchain. Oham meyakini perusahaan-perusahaan di Indonesia segera mengadopsi inovasi anyar tersebut meski hanya sekadar eksperimen saja.

Hype dari DeFi ini lebih banyak positifnya ketimbang hype yang dibawa ICO (initial coin offering) dulu. Sebab DeFi ini lebih fokus ke produk, tidak seperti ICO yang lebih fokus menghimpun uang,” pungkas Oham.

Quo Vadis Implementasi Blockchain di Indonesia

Tidak berlebihan rasanya jika menyebut 2020 sebagai tahun kejayaan bagi bitcoin. Cryptocurrency terpopuler di dunia menembus US$20.000 atau hampir Rp280 juta untuk satu kepingnya. Nilai Bitcoin naik drastis dari awal tahun yang masih di angka US$9.545 saja atau tumbuh satu kali lipat.

Namun yang akan kita bahas di sini bukanlah bitcoin melainkan blockchain. Sebagai teknologi yang memungkinkan keberadaan cryptocurrency seperti bitcoin, bisa dikatakan blockchain tak begitu dikenal oleh telinga masyarakat umum. Namun seperti banyak disebut dalam komunitas teknologi, blockchain adalah inovasi enabler yang akan mengubah banyak hal seperti yang dilakukan internet sejak 1990-an hingga saat ini.

Apa kabar blockchain

Nama blockchain ikut terangkat ketika harga bitcoin mulai populer. Sejak saat itu berangsur-angsur sejumlah pihak, bisnis maupun pemerintah, melirik dan mengadopsi teknologi pencatatan digital tersebut untuk memecahkan masalah mereka.

Kami berbicara dengan Oham Dunggio dan Pandu Sastrowardoyo dari Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) untuk mengetahui perkembangan terbaru penerapan blockchain di Indonesia.

Oham yang saat ini menempat posisi Chairman ABI mengatakan sudah cukup banyak institusi yang memanfaatkan blockchain. Namun kebanyakan penerapannya masih sebatas eksperimen. Menurut Oham, industri keuangan, khususnya perbankan, jadi yang paling getol melakukan eksperimen dengan blockchain ini.

“Mereka secara under the hood sudah eksperimen blockchain untuk mempermudah proses onboarding nasabah,” ucap Oham.

Salah satu produk industri ini yang dekat dengan masyarakat dan sudah menggunakan blockchain adalah QR Code Indonesia Standar (QRIS). Oham bercerita pemerintah mengembangkan QRIS dengan blockchain dalam jangka panjang hingga 2025. “Makanya waktu awal digunakan bisa scan satu QR Code saja,” imbuhnya.

Selain keuangan, sektor logistik juga sudah cukup familiar dengan penerapan blockchain. Oham mengatakan saat ini sudah ada beberapa perusahaan logistik yang mengadopsi blockchain untuk meningkatkan kelancaran pengantaran barang.

Contoh bagus diperlihatkan Direktorat Jenderal Bea Cukai Indonesia. Ditjen Bea Cukai menggandeng IBM Indonesia dan AP Moller – Maersk dalam mengaplikasikan TradeLens, platform blockchain, ke dalam sistem kerja mereka. Sebagai negara dengan ongkos logistik yang terbilang masih tinggi dibanding negara-negara lain, Ditjen Bea Cukai menyadari besarnya efisiensi yang bisa dicapai dari penerapan blockchain yang pada akhirnya bisa memangkas ongkos logistik di dalam negeri.

“Di Indonesia ongkos logistiknya tinggi sehingga competitiveness-nya rendah. Dengan adanya ini juga pasti akan memangkas biaya logistik,” ujar Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Agus Sudarmadi seperti dilansir Antara pada Februari 2020.

Sudah jadi pengetahuan bersama bahwa biaya logistik di Tanah Air tergolong besar. Saat ini biaya logistik mencapai 23,5% PDB. Indonesia menargetkan menekan angka itu hingga 17% dalam beberapa tahun ke depan.

Potensi lain yang tak bisa diabaikan

Pandu, yang saat ini menempati posisi VP of Consulting di Blocksphere, menatap dua sektor yang jauh dari bisnis komersial sebagai masa depan blockchain di Indonesia: pemilu dan media sosial.

Nilai utama blockchain adalah desentralisasi, transparansi, dan kekal. Dalam pemilu, Pandu berpendapat hasil penghitungan suara bisa dicatat ke dalam node blockchain. Dengan demikian kecurangan hingga perselisihan data perolehan suara bisa dihindari.

“Tapi sebaiknya penggunaan blockchain hanya untuk tabulasi saja, voting digital itu justru yang lebih tidak aman,” terang Pandu sembari mencontohkan Estonia dan Jepang sebagai negara yang sudah mengaplikasikan blockchain ke dalam pemilu mereka.

Dari lingkup media sosial, Pandu melihat penggunaan blockchain sebagai alternatif dalam mengakali penyensoran dan bias politik tiap platform media sosial. Mastodon, Teem, Hive.org adalah sedikit contoh media sosial yang telah mengadopsi blockchain. Nilai utama yang mereka tawarkan adalah desentralisasi, bahwa tak ada satu pun pihak yang punya kuasa lebih tinggi mana yang boleh ditampilkan ke publik dan mana yang tidak.

Terlalu cepat muncul

Oham Dunggio menaksir penggunaan blockchain akan semakin mainstream pada 2025 nanti. Menurutnya penerapan blockchain saat ini masih di tahap pertama merujuk kepada jumlah produk berbasis blockchain masih terbatas dan proyek-proyek yang bersifat eksperimen.

Di antara itu semua ada beberapa proyek blockchain yang justru muncul lebih cepat dari waktu seharusnya. Oham menyebut produk blockchain dari Hara sebagai contohnya. Hara yang beroperasi sejak 2015 dinilai punya konsep dan implementasi yang baik. Hanya saja Oham merasa kemunculan Hara terlalu cepat untuk sektor pertanian dalam negeri yang masih berjarak dengan pemanfaatan teknologi digital.

“Contoh di lapangan yang ingin mereka pecahkan itu kan pendanaan petani yang transparan dan lebih tepat sasaran, tapi kenyataannya di lapangan petani masih lebih suka berurusan dengan tengkulak. Dan tengkulak ini punya dampak positif dan negatifnya,” jelas Oham.

Melewati siklus hype

Jika merujuk pada Gartner Hype Cycle for Emerging Technologies, blockchain termasuk inovasi yang sudah melewati puncak ekspektasinya sejak 2018. Pandu pun merasa siklus overhype sudah selesai di Indonesia.

Sebagai orang yang kesehariannya mengurus blockchain, Pandu mengaku masih kerap melihat segelintir solusi berbasis blockchain yang tak melihat business value. Di samping itu, ia merasa makin banyak solusi enterprise mengandalkan blockchain. Faktor enterprise ini juga yang menurutnya menyebabkan banyak orang tak banyak tahu perkembangan inovasi blockchain di Indonesia.

“Bahkan ada beberapa solusi yang di back-end sudah pakai blockchain, tapi front-end masih sama saja. Konsumen cuma akan merasakan layanannya sudah lebih cepat. The hype will finish once everybody punya solusi yang tepat,” pungkas Pandu meyakini blockchain segera menjadi teknologi mainstream di Tanah Air.

Sementara itu Oham Dunggio melihat regulasi yang tepat tinggal menjadi penentu kapan solusi blockchain dapat segera membanjiri Indonesia. Oham bercerita ABI saat ini sedang membantu Kementerian Komunikasi dan Informatika menggodok regulasi yang tepat untuk produk-produk berbasis blockchain.

Setidaknya ada dua hal yang membuat Oham yakin regulasi blockchain akan segera keluar di Indonesia. Pertama adalah implementasi digital currency oleh JPMorgan. Kedua adalah dibukanya bursa jual-beli cryptocurrency oleh DBS di Singapura.

“Saya bisa sebutkan ada empat perbankan besar yang sudah mulai eksperimen. Saya rasa tinggal menunggu regulasi saja. Kalau sudah ada tinggal mereka gas,” tutup Oham.

Implementasi Nyata Blockchain di Berbagai Industri

Saat membahas teknologi blockchain, kebanyakan artikel yang beredar membahas soal sisi teknisnya, yang belum tentu semua orang paham bagaimana cara kerjanya.

Sesi #SelasaStartup edisi terakhir blockchain menghadirkan Co-Founder Blockchain Zoo Pandu Sastrowardoyo sebagai narasumber. Berbeda dengan pembahasan pada umumnya, Pandu membawa pendekatan teknologi blockchain dari sisi operasional perusahaan. Bagaimana implementasinya dan dampak bagi perusahaan untuk tiap industri, baik sebelum maupun setelah mengadopsi blockchain dalam proses operasionalnya.

Menurut Pandu, memang implementasi produk perdana blockchain adalah bitcoin yang memiliki keterkaitan dengan kondisi keuangan global. Makanya pada tahap awal banyak bank yang menganggap blockchain membawa ancaman bagi mereka. Padahal sebenarnya, blockchain justru bisa membantu bank dalam operasional perusahaan.

“Fungsi bank itu salah satunya memastikan tidak ada pemalsuan uang dan double spending. Justru dengan blockchain itu teknologinya bisa dimanfaatkan sebagai underlying untuk cegah penipuan dan pemalsuan. Tak hanya bank, industri lain juga bisa manfaatkan blockchain asalkan memiliki business value-nya,” kata dia.

Ada beberapa nilai bisnis teknologi blockchain bagi perusahaan yang bisa diangkat. Di antaranya penyederhanaan SLA (Service Level Agreement), otomasi proses lewat Smart Contracts dan Smart Transactions, manfaat topologi, kriptografi, penggabungan identitas, dan konsensus.

“Blockchain itu dilihat berdasarkan perhitungan matematis, bukan hanya sistem. Terlebih, blockchain itu bukan teknologi baru melainkan kombinasi baru dari teknologi yang sudah ada. Di antaranya enkripsi, jaringan p2p, database, dan konsensus.”

Secara singkat, Pandu memberi contoh nyata hasil implementasi blockchain di berbagai industri. Bagaimana masalah awalnya dan seperti apa hasil akhirnya setelah memanfaatkan teknologi blockchain.

Bagian audit dan kepatuhan perusahaan

Dalam divisi audit dan kepatuhan di tiap perusahaan biasanya ada kerumitan yang terjadi saat berbagi data antar divisi. Saat divisi IT terjadi gangguan di server, tentunya akan berdampak di seluruh divisi. Potensi terjadinya kesalahan pun besar.

Namun apabila menggunakan underlying blockchain, divisi IT tidak lagi bergantung pada server, sebab masing-masing divisi memegang satu node blockchain dengan kontrol yang sama.

Implementasi berdasarkan geografis

Ambil contoh beberapa mesin ATM di satu daerah mengalami gangguan karena server rusak menyebabkan orang-orang di daerah tersebut tidak dapat bertransaksi. Solusinya menanamkan node ke dalam masing-masing mesin ATM. Jadi ATM tetap bisa digunakan kendati ada delay yang kemungkinan terjadi sampai bug terselesaikan.

“Solusi ini sudah dipakai di Tiongkok, diaplikasikan oleh UnionPay. Di sana ketika mesin ATM mati, tetap bisa diakses seperti cek saldo.”

Industri keuangan

Mencegah penipuan

Indonesia memiliki lebih dari 1.000 BPR. Banyaknya BPR ini tentunya berpeluang atas potensi penipuan dan pencucian uang karena mereka belum memiliki akses ke BI Checking sehingga yang kemungkinan besar terjadi adalah potensi over financing.

Apabila masing-masing BPR punya note blockchain yang di tanamkan di luar database mereka, maka potensi tersebut dapat ditekan. Prosesnya bank membangun teknologi blockchain yang sama dan dapat mencocokkan hash dari setiap KYC tanpa melihat isi KYC itu sendiri.

Tidak ada server pusat untuk sistem ini, sebab solusi blockchain didistribusikan ke seluruh bank. Setiap bank memiliki node dengan salinan blockchain lengkap dari hash tiap KYC. Tidak ada bank yang dapat mengakses salinan KYC bank lain, tetapi mereka dapat mencocokkan dari hash-nya.

Mempercepat penerbitan Letter of Credit (L/C)

Proses penerbitan awal L/C invoice biasanya melibatkan empat atau lebih stakeholder. Setiap pemangku kepentingan harus menyediakan dokumen tertulis ke yang berikutnya, menciptakan umpan balik, dan siklus amandemen. Semua siklus harus dibersihkan sebelum bank yang mengeluarkan L/C dapat menyalakan lampu hijau untuk memulai proses pembayaran dan pengiriman.

Proses ini memakan waktu yang cukup lama. Di Indonesia untuk menerbitkan L/C biasanya memakan waktu sekitar 90 hari. Di Singapura sekitar 14 hari. Dengan memakai blockchain, ada pembuatan sistem di mana semua pemangku kepentingan dapat mendigitalkan dokumen dan saling mengirim umpan balik sebelum membuat dokumen asli.

“Kami bantu isu ini di Singapura. Hasilnya mereka bisa percepat penerbitan L/C jadi dua hari.”

Industri medis dan bioinformatika

Catatan medis berbasis elektronik

Catatan medis pasien sangat sulit untuk dibagikan antara satu rumah sakit dengan lainnya. Umumnya ketika dirujuk ke rumah sakit lain, dokter hanya memberikan resume medis dalam secarik kertas. Pasien pun akhirnya terpaksa membawa data sendiri yang umumnya melalui dokumen kertas.

Masalah ini terjadi karena rumah sakit berkompetisi satu sama lain. Mereka merasa ada risiko ketika ditinggal pasien lama dan semua data diberikan ke kompetitor.

Dengan kehadiran blockchain, data medis pasien tetap dimiliki rumah sakit dalam bentuk node mereka sendiri. Data pasien dipastikan tetap tidak diganggu sebagai Single Point of Truth, sehingga didasarkan pada konsensus. Rumah sakit tidak diizinkan untuk mengakses data pasien kecuali KYC pasien tersebut sudah pernah dilakukan di rumah sakit itu juga.

Dengan demikian, pengalaman pasien dan kualitas pelayanan rumah sakit tetap terjamin. Meski mereka pindah rumah sakit sekalipun, semua rekam medis tetap utuh.

Genomic blockchain

Blockchain juga memungkinkan setiap orang dapat mengurutkan informasi genom mereka sendiri dan membuat hash yang dapat langsung terhubung dengan identitas pribadi. Perusahaan dapat membeli genom tiap orang sebagai bagian genom lain untuk bahan penelitian.

Setelah tercipta obat atau perawatan yang dilakukan dari penelitian tersebut, ada royalti yang diberikan kepada orang yang menjualnya. Dampak baiknya, perusahaan memiliki kumpulan data yang besar dan penelitian berkualitas lebih tinggi karena penyedia genom diberi insentif.

Blockchain Zoo Invites Regional Banks to Implement Blockchain in Indonesia

Blockchain Zoo, a blockchain-based IT consultant, invites a number of Regional Banks (BPD) to apply blockchain in company’s internal environment. Hopefully, the implementation can start this year.

Pandu Sastrowardoyo, Blockchain Zoo’s Chairwoman, said the company has held a training program for regional banking in two cities, Jakarta and Makassar. There are 26 regional banks join the program, due to Blockchain Zoo partnership with Indonesia BlockChain Network (IBN) and Regional Banks Association (Asbanda).

“There are 13 regional banks from the east and 13 from the west we’ve trained for blockchain,” she explained, Thu (2/2).

Blockchain is decentralized in its implementation, there is no need for banking to use server from third party. Data will be safely kept due to multiple encryptions.

Unlike using traditional IT system, there is always a central server placed in one bank. It tightens the competition among banks over the spot as central server holder. Moreover, there are rules forbidding each bank to share substantial files.

“Even without central server, private data will be accessible using blockchain and others will not have access.”

As Pandu exemplified, all regional banks will be connected to each other using blockchain, without access to open or even change each others’ database.

For example, bank A has detected a customer data fraud. When the customer applying for Bank B, the system will show recorded data fraud from Bank A. Bank cannot change customer’s data. Any changes will be recorded, the old database likewise.

“Data will be combined using blockchain, without making one higher than the other and looking at each other’s data.”

Blockchain can help transparency and efficiency, with data verification is claimed to be much faster. Not only finance, but industries such as academic, hospital, logistics, supply chain and many others can use blockchain.

Lack of talents

Besides pushing blockchain implementation, Blockchain Zoo with IBN community is now actively held training program for local developers expecting to join blockchain. Time estimated for mastering blockchain is three to six months until it’s perfectly fit for implementation.

According to Sastrowardoyo, the company’s training needs three to six months of study. It becomes Blockchain Zoo’s main concern in developing local talents for using momentum, given blockchain is still a new technology in Indonesia, not lots of companies are using it.

“Local developer has potential, but no skill. This is a momentum to be used immediately due to the rise of blockchain’s popularity among big companies. If not now, our market will be taken over by foreigners,” she said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Undang Bank Daerah, Blockchain Zoo Bersiap Implementasi Blockchain di Indonesia

Blockchain Zoo, perusahaan konsultan IT berbasis blockchain, mengundang sejumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk menerapkan teknologi blockchain dalam internal perusahaan. Diharapkan dalam tahun ini implementasi blockchain sudah mulai dilakukan di Indonesia.

Chairwoman Blockchain Zoo Pandu Sastrowardoyo mengatakan perusahaan telah melaksanakan program pelatihan untuk internal perbankan daerah di dua kota, Jakarta dan Makassar. Sebanyak 26 BPD ikut bergabung dalam program pelatihan ini, berkat kerja sama antara Blockchain Zoo dibantu Indonesia Blockchain Network (IBN) dengan Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda).

“Ada 13 BPD dari wilayah timur dan 13 BPD dari wilayah barat telah kami adakan event pelatihan untuk blockchain,” terang Pandu, Kamis (2/2).

Dalam pemanfaatan teknologi ini, perbankan tidak perlu lagi menggunakan layanan server dari pihak ketiga karena blockchain bersifat desentralisasi. Data akan tersimpan dengan aman karena sudah dienkripsi secara berlapis.

Beda halnya bila menggunakan sistem IT tradisional, selalu dibutuhkan server sentral yang ditaruh di satu bank. Kondisi tersebut membuat antar bank saling bersaing satu sama lain untuk memperebutkan posisi teratas sebagai pemegang server sentral. Belum lagi, dalam internal bank selalu ada aturan yang melarang bank untuk saling berbagi data penting ke bank lainnya.

“Kalau pakai blockchain tetap bisa lihat data sendiri, tapi orang lain tidak bisa lihat meski tidak memakai server sentral.”

Pandu mencontohkan, apabila BPD sudah terhubung dengan blockchain mereka akan terhubung satu sama lain, tanpa bisa mengakses data dari perusahaan lain, apalagi mengubahnya.

Misalkan ada data nasabah fraud yang telah dideteksi oleh bank A. Ketika nasabah tersebut mengajukan ke bank B, akan terlihat rekam jejaknya yang sebelumnya sudah terdeteksi oleh bank A. Data nasabah juga tidak bisa diedit oleh bank. Misalkan bisa diubah, akan terlihat catatan perubahannya, tidak hilang sama sekali dari data lama.

“Jadi dengan blockchain ada penggabungan data, tanpa satu lebih tinggi dari yang lain dan tanpa mengintip data antara satu dengan yang lainnya.”

Blockchain dapat membantu transparansi dan efisiensi, verifikasi data akan jauh lebih cepat. Tidak hanya jasa keuangan saja yang bisa memanfaatkan blockchain, industri lainnya seperti pendidikan, rumah sakit, logistik, supply chain, dan masih banyak lagi.

Minim talenta

Selain mendorong implementasi teknologi blockchain di Indonesia, Blockchain Zoo dan komunitas IBN mulai gerak aktif mengadakan program pelatihan untuk para developer lokal yang ingin terjun di dunia blockchain. Diperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menguasai ilmu ini sekitar tiga sampai enam bulan sampai benar-benar diyakini bisa implementasi di proyek nyata.

Menurut Pandu, pelatihan yang diadakan perusahaan tersebut biasanya dibutuhkan waktu sekitar tiga sampai enam bulan untuk benar-benar menguasai ilmunya. Pelatihan ini menjadi perhatian utama Blockchain Zoo dalam mengembangkan talenta lokal agar dapat memanfaatkan momentum, mengingat blockchain masih jadi sesuatu yang baru di Indonesia sehingga belum banyak perusahaan yang memanfaatkannya.

Developer lokal punya potensi, tapi belum punya skill-nya. Ini jadi momentum yang harus segera dimanfaatkan karena sekarang perusahaan besar mulai melirik blockchain. Kalau enggak segera belajar, bisa-bisa pasar kita dikuasai orang asing,” tutup Pandu.