JULO Optimistis Segmen Pembiayaan Pendidikan Punya Ruang di Indonesia

Startup fintech lending JULO memercayai potensi pembiayaan di segmen pendidikan masih memiliki ruang pertumbuhan yang besar di Indonesia. Melalui peluncuran Biaya Pendidikan, JULO berharap dapat membantu meringankan beban masyarakat dengan cicilan ringan dan bunga bersahabat.

Dalam wawancara singkat bersama DailySocial.id, Chief Business Officer JULO Group Nimish Dwivedi menjelaskan, latar belakang perusahaan tertarik dengan segmen ini karena sejalan dengan visi yang ingin meningkatkan kualitas hidup dan membuat masyarakat Indonesia lebih berdaya, melalui fasilitas finansial yang merata.

“JULO percaya bahwa pendidikan adalah kebutuhan esensial masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara berkepanjangan. Sangat disayangkan jika pendidikan terhalang oleh kendala finansial, maka itu JULO kredit digital melalui fitur Biaya Pendidikan ingin memfasiliasi pembiayaan pendidikan dengan sistem cicilan dengan bunga bersahabat,” ujarnya.

Co-founder dan CEO JULO Adrianus Hitijahubessy menuturkan, tahun ini akan menjadi tahun penuh gebrakan inovasi bagi JULO Kredit Digital. Menurutnya, selain inovasi dari segi kampanye dan fitur-fitur, pihaknya akan perbanyak kerja sama dengan berbagai partner strategis ke depannya dalam waktu dekat – seperti yang sudah dilakukan bersama Grab.

“Dengan demikian, semakin banyak lapisan masyarakat yang dapat terjangkau oleh akses kredit dan menjadi lebih berdaya secara finansial untuk kualitas hidup yang lebih baik,” ujarnya.

Sebagai catatan, Indonesia merupakan negara sistem pendidikan terbesar ke-4 di dunia – setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat, dengan 50 juta siswa di lebih dari 250 ribu sekolah. Potensi sedemikian luas ini tidak terlepas dari berbagai masalah, salah satunya fenomena putus sekolah.

Mengutip dari data Badan Pusat Statistik mencatat bahwa sebanyak 67% pelajar putus sekolah karena kendala ekonomi. Dengan 86% jumlah penggangguran terbuka yang didominasi oleh tingkat pendidikan setara dan di bawah SMA, kendala ini tentunya menjadi hambatan utama bagi masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kualitas hidup dan menjadi berdaya secara finansial.

JULO bukanlah pemain lending pertama yang masuk ke segmen ini. Sebelumnya ada Pintek, Danacita, CICIL, Danadidik, Edufund, dan KoinPintar dari Koinworks, dengan berbagai skema pembiayaan untuk industri pendidikan.

KoinPintar dan Pintek sudah hengkang dari bisnis ini. Koinworks beralasan penutupan per April 2023 ini ditempuh karena perusahaan memutuskan untuk beralih ke bisnis pembiayaan dengan daya tarik lebih tinggi.

Adapun Pintek, hingga kini belum ada keterangan resmi yang disampaikan. Rumor yang beredar, Shipper mengeksplorasi produk pembiayaan untuk logistik bersama Pintek. Kini dalam situs Pintek, perusahaan menawarkan dua produk pembiayaan, yakni supply chain financing (distributor, supplier, dan merchant), dan pendanaan usaha (PO, invoice, dan inventory).

Dengan kata lain, produk yang ditawarkan Pintek ini kurang lebih sama dengan yang ditawarkan oleh pemain lending kebanyakan yang fokus di pembiayaan produktif, seperti Investree, Modalku, dan KoinWorks.

Kendati demikian, Dwivedi tetap melihat dengan pendekatan dan pengukuran risiko yang tepat, maka solusi yang ditawarkan perusahaan akan tetap menarik bagi masyarakat. Dia menjelaskan, dalam skema pembiayaan di produk ini terhubung dengan JULO Kredit Digital. Yang mana, JULO Kredit Digital memberikan limit kredit untuk pengguna yang telah memenuhi kualifikasi dan verifikasi big data melalui advance analytics secara kredit scoring, anti-fraud, dan affordability.

“Layaknya produk kartu kredit digital, JULO juga melakukan kredit skoring tidak hanya ketika proses pendaftaran, tetapi secara berkesinambungan berdasarkan histori kredit user di platform fintech.”

Biaya Pendidikan

Dia menjelaskan, fitur Biaya Pendidikan adalah salah satu fitur JULO Kredit Digital, sehingga mengikuti skema pembiayaan fitur JULO Kredit Digital lainnya. Pengguna dengan limit aktif dapat mengikuti alur seperti berikut:

Memilih produk Biaya Pendidikan dalam aplikasi JULO > Memasukkan keterangan siswa dan institusi pendidikan yang dituju > Memasukkan nilai pembayaran > Memilih tenor yang tersedia > Persetujuan transaksi.

“JULO Kredit Digital menyediakan bunga mulai dari 0,1% dengan tenor sampai dengan sembilan bulan.”

Sebagai catatan, JULO Kredit Digital diresmikan sejak September 2021 untuk memperluas fungsional plafon pinjaman agar pengguna dapat gunakan untuk berbagai jenis transaksi, mulai dari transaksi di situs e-commerce, bayar tagihan, top up saldo e-wallet, pinjaman tunai, transfer dana ke rekening sendiri atau orang lain, dan transaksi via QRIS.

Biaya Pendidikan, lanjutnya, dapat digunakan untuk membayar semua biaya pendidikan di sekolah mana pun, perguruan tinggi mana pun, universitas mana pun, dan kursus online apa pun di Indonesia. Cakupan ini meluas ke lebih dari 250.000 institusi dengan rencana penambahan lebih banyak ke depannya.

“Kami tetap fokus pada penggunaan kredit digital untuk memberdayakan pelanggan kami dan menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari mereka. Konsumen sudah mulai menggunakan fitur pendidikan JULO ini untuk pembayaran yang meliputi biaya pendidikan sekolah dasar, sekolah menengah dan universitas di kota-kota tingkat pertama dan kedua di seluruh Indonesia,” tambah Dwivedi.

Terkait kinerja perusahaan, akumulasi pembiayaan yang telah disalurkan JULO sejak didirikan sudah mencapai Rp9,87 triliun. Adapun untuk pinjaman tahun ini saja sebesar Rp1,64 triliun dengan outstanding Rp1,06 triliun. Sementara itu, untuk total peminjamnya mencapai 1,4 juta orang dengan 1,04 juta orang di antaranya adalah peminjam aktif.

Para peminjam ini didominasi oleh kelompok usia pekerja aktif dengan rentang usia 21 tahun-40 tahun. Mereka tersebar di kota urban (70%) dan sisanya di rural (30%). Disebutkan 70% dari tujuan pinjaman ini digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, termasuk modal usaha, biaya pendidikan, biaya kesehatan, dan renovasi rumah.

Application Information Will Show Up Here

Pinhome Hadirkan Layanan Pembiayaan Properti untuk Masyarakat Berpenghasilan Tidak Tetap

Kebutuhan akan hunian tetap selalu menjadi topik yang menarik untuk dibahas. Banyak orang yang sudah memiliki gambaran akan rumah impian mereka di masa depan. Namun, harga rumah yang kian melonjak setiap tahunnya membuat sebagian masyarakat bingung memilih apakah harus menyewa atau mulai mencicil rumah baru.

Pada tahun 2020, BPS menyebutkan bahwa lebih dari 71 juta penduduk berpenghasilan rendah di Indonesia, 15% di antaranya atau sekitar 11 juta jiwa belum memiliki rumah layak huni. Salah satu hambatan utama yang dihadapi para calon pembeli adalah uang muka (down payment) yang mahal yang biasanya mencapai minimal 15-20% dari harga total rumah.

Melihat fakta yang terjadi pada masyarakat, platform marketplace jual-beli-sewa properti (proptech) Pinhome memperkenalkan solusi teranyar yaitu program cicil rumah khusus untuk memfasilitasi masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat berpenghasilan tidak tetap (Non-fixed Income/NFI) untuk memiliki rumah impian mereka dengan tagline #CicilDiPinhome.

“Kami berharap dengan adanya program ini, semakin banyak orang bisa mendapatkan rumah impian mereka menuju penghidupan yang lebih baik.” jelas Founder & CEO Pinhome Dayu Dara Permata.

Cara mendapat fasilitas cicilan di Pinhome

Berbekal visi utama untuk memberikan akses yang lebih mudah ke industri properti untuk meningkatkan penghidupan dan inklusi finansial untuk masyarakat Indonesia, program #CicilDiPinhome ini dapat dinikmati lewat empat langkah mudah.

Pertama, konsumen menentukan rumah idaman yang ingin dimiliki, dan Pinhome akan melakukan inspeksi terhadap legalitas rumah tersebut. Langkah kedua adalah konsumen mengirimkan dokumen persyaratan seperti KTP, NPWP, bukti penghasilan, dan membayar first payment yang bersifat refundable. Terakhir, konsumen sudah bisa menempati rumah pilihan mereka dan membayar cicilan tiap bulannya sampai lunas.

Beberapa proposisi nilai juga ditawarkan termasuk dengan tanpa mengharuskan proses checking dari BI ataupun Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK), yang membuat program ini terbuka untuk mereka yang memiliki pendapatan tidak tetap. Selain itu, Program #CicilDiPinhome ini tidak mengharuskan lampiran profil pendapatan serta menawarkan cicilan yang fleksibel sampai 50%.

Chief Commercial Officer Pinhome Muhammad Hanif juga mengungkapkan, “Kami juga melihat adanya sebagian konsumen yang sebenarnya sudah memiliki penghasilan yang mencukupi, namun belum bisa masuk kriteria KPR perbankan karena pendapatannya yang tidak tetap. Di #CicilDiPinhome kami berusaha menyederhanakan dokumen yang diperlukan calon pembeli, sambil tetap menjaga keamanan transaksi karena semua rumah tapak yang masuk program ini dapat dipantau melalui website Pinhome.”

Kerja sama dengan SMF

Dalam memberikan layanan ini, Pinhome bekerja sama dengan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) yang merupakan BUMN di bawah Kementerian Keuangan yang khusus didirikan dalam mendukung sektor perumahan. Kerja sama tersebut dilakukan dalam rangka sinergi pemberian fasilitas kepemilikan rumah yang nantinya akan merealisasikan Program KPR Sewa Beli dengan skema rent to own. Produk ini diharapkan bisa meningkatkan akses masyarakat berpenghasilan rendah atau non fixed income untuk dapat memiliki hunian melalui skema sewa dan kemudian dilanjutkan dengan opsi membeli di tengah atau di akhir periode sewa.

Direktur Sekuritisasi dan Pembiayaan SMF Heliantopo mengungkapkan bahwa kehadiran SMF sebagai mitra Pinhome merupakan wujud dari kehadiran negara untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah dalam rangka pemenuhan kebutuhan perumahan.

“SMF sebagai Special Mission Vehicle (SMV) di bawah kementerian keuangan memiliki misi yang sejalan dengan Pinhome untuk dapat mewujudkan akses dan keterjangkauan setiap masyarakat di Indonesia untuk dapat memiliki hunian yang layak. Untuk itu, program sewa-beli diharapkan dapat menjangkau segmen masyarakat yang selama ini memiliki keterbatasan akses (unbankable),” ujarnya.

Hingga saat ini, Pinhome sudah menawarkan lebih dari 600 ribu pilihan properti dengan sekitar 25 ribu penyedia jasa yang tersebar di 100 kota. Selain itu, perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 20 bank dan multifinance di seluruh Indonesia untuk memberikan ragam penawaran dan pembiayaan bagi calon pembeli. Dalam kurun waktu 2 tahun, Pinhome berhasil mencetak nilai transaksi triliunan Rupiah, sepertiga dari transaksi properti ini paling banyak berada di bawah 300 juta.

Potensi pembiayaan di pasar properti

Berdasarkan data internal Pinhome, lembaga keuangan cenderung melayani pembiayaan properti di segmen white collar atau masyarakat berpenghasilan tetap (fixed income). Hal ini yang menyebabkan sekitar 70 persen penolakan pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) terjadi karena faktor eligibilitas atau kelayakan.

CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda yang turut hadir dalam acara konferensi pers secara daring (16/3) turut mengungkapkan  bahwa dampak dari pandemi COVID-19, minat konsumen untuk membeli rumah segmen ini terhitung sedikit, karena pandemi berdampak cukup signifikan pada daya beli. Oleh karena itu, perlu ada skema lain yang dapat mengakomodasi kebutuhan segmen ini, yang tidak hanya bisa mendongkrak penjualan, tetapi juga bisa memberikan angin segar kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap.

Selain itu, hambatan yang juga dialami masyarakat adalah terkait Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang ketat untuk mendapatkan KPR, bahkan walaupun mereka mampu secara finansial. Tahapan pengajuan KPR yang cukup panjang dan melibatkan banyak pihak juga menjadi salah satu kepedulian dari pada calon pembeli.

Sumber: SMF

Berdasarkan data dari SMF, beberapa alasan masyarakat belum memiliki rumah adalah karena belum menemukan rumah yang tepat, belum mampu secara finansial, belum mampu bayar DP, belum mampu bayar KPR, masih ada cicilan, merasa belum perlu atau memikirkan, dan lainnya.

Terdapat lebih dari 50% masyarakat yang mengungkapkan alasan terkait finansial. Hal ini menunjukkan bahwa opsi pembiayaan memang sangat dibutuhkan di sektor properti agar tidak hanya masyarakat yang berpenghasilan tetap, namun juga masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap bisa memiliki rumah dengan lebih mudah.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa pemain yang juga menawarkan solusi di industri properti. Sebut saja 99.co dan Rumah123 yang berada di bawah naungan REA Group, Rumah.com, juga pemain baru seperti Pintuitive dan Jendela360 yang sedang mencanangkan penggalangan dana. Ada juga platform fintech yang fokus ke properti, salah satunya Gradana.

Application Information Will Show Up Here

 

JULO Is Said to Receive 504 Billion Rupiah Series B Funding Led by Credit Saison

Fintech lending startup JULO reportedly received series B funding of $35.3 million or over 504 billion Rupiah, led by Credit Saison Asia Pacific. According to our source, also participated in this round subsidiaries of Saratoga, PT Surya Nuansa Stories, along with Quona Capital, AC Ventures, Gobi Partners, and Central Capital Ventura (CCV).

DailySocial.id has tried to contact JULO’s representatives, but there is no confirmation until this news was published.

JULO was previously announced its series A funding in September 2019 worth of $10 million. The round was led by Quona Capital, with participation from other investors, including Skystar Capital, East Ventures, Provident Capital, Gobi Partners, and Convergence Ventures (before merging into AC Ventures).

Focus on fintech products

Currently, Julo is expanding its lending business through the JULO Kredit Digital product in order to extend the loan function for various types of transactions. Previously, it is only available for cash loans transferred by JULO to the borrower’s account.

JULO’s Co-founder & CEO, Adrianus Hitijahubessy said, the transformation of this product was encouraged by the needs of the people who started to fully shifting into digital in daily transactions. Although JULO still focuses on productive loans, according to company data, 3/4 borrowers use their credit limit for non-consumptive purposes.

“Instead of activities that improve their living standard, such as small business capital, paying school fees, renovating houses, consumptive is also on the list, but we don’t mind it. For us, after going through strict underwriting, they pass credit worthiness, they deserve the freedom to [use the limit] whatever their needs,” he said.

JULO Kedit Digital offers a credit limit up to Rp15 million with a tenor of up to nine months and an interest of 0.1% per day. As for the payment, it can be done using the monthly installment method, thereby easing the burden on users’ expenses.

The limit can be used for e-commerce transactions with JULO partners, paying bills, top-up e-wallet, cash loans, transfer, and scanning QRIS transactions. In presenting the transfer feature to e-wallet and QRIS, JULO collaborates with partners.

The expansion of the JULO credit limit function has actually been operated by other lending players, including Akulaku and Kredivo, which offer various digital transactions in their application.

This new product also removes JULO’s old products, JULO Cicil and JULO Mini. Adrianus said the two products have become part of the JULO digital credit as they have the same function. “In fact, we have expanded its features because basicallyits the same spirit, in the past we could pay off bills for up to six months, now we can expand it to nine months.”

Based on company statistics, JULO has disbursed loans amounting to Rp2.44 trillion with Rp401 billion in total outstanding loans since it was first established. Meanwhile, the total borrowers reached 337,000 people. In 2021 alone, the company disbursed Rp1.06 trillion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

JULO Umumkan Pendanaan Seri B 1,1 Triliun Rupiah dari Credit Saison [UPDATED]

Startup fintech lending JULO mengonfirmasi perolehan pendanaan Seri B sejumlah $80 juta dari Credit Saison dengan kombinasi $30 juta ekuitas dan $50 juta fasilitas kredit. Angka yang dikonfirmasi ini lebih tinggi dari informasi yang diperoleh DailySocial.id sebelumnya sebesar $35,3 juta pada 7 Februari 2022.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan perusahaan pada hari ini (13/4), pendanaan ekuitas ini akan dimanfaatkan JULO untuk mengembangkan sistem analisa data, pengembangan produk, marketing, serta rencana akuisisi nasabah dengan menambah Sumber Daya Manusia (SDM) di tim developer, data scientist dan business intelligence. Sedangkan, $50 juta fasilitas kredit akan dialokasikan untuk memfasilitasi dana pinjaman pada platform JULO.

Senior Managing Executive Officer and Head of Global Business Credit Saison Co., Ltd. Kosuke Mori menyampaikan pendanaan dari Credit Saison kepada JULO merupakan bagian dari upaya berkesinambungan perusahaan untuk memperkuat layanan teknologi finansial yang mengalami pertumbuhan secara signifikan di luar Jepang. Dengan dukungan dalam bentuk  penyediaan modal dan operasional strategis, investasi kali ini menandai langkah ekspansi Credit Saison ke pasar fintech Indonesia yang potensial dan bertumbuh secara pesat.

Selaku pihak investor, Credit Saison akan berperan secara aktif – terutama dalam fase hyper-growth JULO – dengan melakukan observasi bersama untuk setiap potensi pengembangan bisnis ke depannya. Strategi investasi berikut dikembangkan oleh Credit Saison melalui Saison Capital, perusahaan modal ventura yang berfokus pada startup dengan peluang untuk mengembangkan kapabilitas finansial.

“Untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, inovasi kredit perlu disertai dengan pemahaman perilaku dan kebutuhan konsumen secara mendalam. Sebagai hasilnya, JULO tetap bertumbuh di tengah situasi pandemi COVID dengan pencairan kredit lebih dari US$ 300 juta sampai saat ini. Kami sangat menantikan kerja sama dengan JULO untuk dapat mengakselerasi akses produk keuangan lebih jauh dan dapat membawa perubahan signifikan untuk perkembangan ekonomi di Asia Tenggara,” ucap Mori.

JULO terakhir kali mengumumkan secara resmi pendanaan seri A pada September 2019 sebesar $10 juta. Putaran itu dipimpin oleh Quona Capital, dengan partisipasi dari investor lain, seperti Skystar Capital, East Ventures, Provident Capital, Gobi Partners, dan Convergence Ventures (dulu belum merger menjadi AC Ventures).

Fokus produk fintech JULO

Saat ini Julo memperluas bisnis lending-nya melalui produk JULO Kredit Digital demi memperluas fungsional plafon pinjaman untuk berbagai jenis transaksi. Sebelumnya, plafon hannya bisa digunakan untuk pinjaman tunai yang ditransfer JULO ke rekening peminjam.

Co-founder & CEO JULO Adrianus Hitijahubessy mengatakan, transformasi produk ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan masyarakat yang kini serba digital saat bertransaksi sehari-hari. Meski JULO masih fokus pada pinjaman produktif, namun dalam data perusahaan ternyata 3/4 peminjam menggunakan limit kreditnya untuk bukan untuk tujuan konsumtif.

“Melainkan aktivitas yang meningkatkan taraf hidupnya, seperti modal usaha kecil-kecilan, bayar uang sekolah, renovasi rumah. Ada juga yang konsumtif, tapi kami tidak mempermasalahkannya. Bagi kami setelah melalui underwriting yang ketat, mereka lolos kelayakan kredit, ya diberi kebebasan [menggunakan limit] apa pun kebutuhan mereka,” terangnya.

Berbeda dengan fasilitas kredit konvensional, JULO memberikan fasilitas limit kredit yang dapat diakses kapan saja setelah melewati satu kali pengajuan mandiri melalui smartphone. Skoring kredit berkesinambungan dilaksanakan dengan penerapan machine learning selama siklus kredit serta manajemen risiko berbasis lebih dari 5.000 variabel data untuk pengecekan identitas, pemeriksaan affordability, kelayakan kredit, dan deteksi fraud.

Diklaim, saat ini lebih dari 500.000 masyarakat Indonesia telah menggunakan fasilitas kredit digital JULO setiap harinya untuk tarik dana, kirim dana, isi pulsa, bayar tagihan listrik, isi ulang dompet digital, dan pembayaran e-commerce. Dalam menghadirkan fitur transfer ke e-wallet dan QRIS ini, JULO bekerja sama dengan mitra.

JULO Kredit Digital menawarkan limit kredit digital sampai Rp15 juta dengan tenor sampai dengan sembilan bulan dan bunga 0,1% per hari. Adapun untuk pembayarannya dapat dilakukan dengan metode cicilan bulanan, sehingga meringankan beban pengeluaran pengguna.

Meluasnya fungsional limit kredit JULO ini, sebenarnya juga sudah dilakukan oleh pemain lending lainnya, di antaranya Akulaku dan Kredivo yang menawarkan berbagai transaksi digital di dalam aplikasinya.

Produk baru ini sekaligus menghapus produk lama yang dimiliki JULO, yakni JULO Cicil dan JULO Mini. Adrianus menuturkan kedua produk tersebut sudah menjadi bagian dari kredit digital JULO karena memiliki fungsi yang sama. “Kita justru perluas fitur-fiturnya karena pada dasarnya semangatnya sama, dulu bisa mencicil tagihan hingga enam bulan, sekarang diperluas sampai sembilan bulan.”

Berdasarkan statistik perusahaan, sejak pertama kali JULO didirikan telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp2,44 triliun dengan Rp401 miliar total pinjaman outstanding. Sementara untuk total peminjamnya sebanyak 337 ribu orang. Pada tahun 2021 saja, perusahaan menyalurkan sebesar Rp1,06 triliun.

Pada 2021, jumlah pencairan kredit berkembang lebih dari tiga kali lipat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. JULO menargetkan pertumbuhan loan book lebih dari 5 kali lipat untuk periode satu tahun ke depan.

*) Kami menambahkan keterangan resmi dari JULO

Application Information Will Show Up Here

Pintek Secures Nearly 100 Billion Rupiah Series A Funding to Enhance SME Financing for Educational Purposes

Education focused fintech lending startup, Pintek, announced the Series A funding of $7 million (nearly 100 billion Rupiah) through its parent company, Socap Holding Pte. Ltd. Therefore, Pintek has raised a total funding of more than $35 million.

There are new investors involved in this round, including Kaizenvest, Heritas Capital, Blue7, and Earlsfield Capital. The previous investors, such as Finch Capital, Global Founder Capital (GFC), Accion Venture Lab, Strive, and Fox Ventures, also participated.

Ioann Fainsilber as the CEO of Socap Holding Pte. Ltd. and Pintek’s Co-Founder said, Pintek aims to maximize its role in supporting the education sector in Indonesia. The company’s proposition is claimed to be validated with the increasing volume of funding, over five times in the first half of 2021, compared to the same period last year.

Throughout the Covid-19 situation, he and his team focused on maintaining capacity to operate in effective ways, such as adapting its product portfolio, launching new solutions for the education ecosystem, strengthening the capital structure, and expanding reach across Indonesia.

“We want to be one of the drivers to accelerate technology penetration of inclusive and high-quality educational and financial service products in Indonesia,” Fainsilber said in an official statement, Tuesday (23/11).

Pintek’s Co-Founder and President Director, Tommy Yuwono said that the company will use the fresh funding to focus on business development in order to reach more users, improve services, develop products and provide easier access for all students/parents, teachers, schools, and educational based SMEs.

“We discover an increasing demand in the education sector and intend to accelerate the accessibility of financial services in Indonesia by serving the whole ecosystem.”

Kaizenvest’s Principal, Gaurav Jain said, “As an education-focused investment backer, we are very impressed with what Pintek has built in Indonesia in the last three years, combining social impact and innovative financial services for their users. Kaizenvest expects to support the rapid digitization of Indonesia’s education sector by ensuring high-quality learning opportunities are available to a wider community.”

“We are very pleased to welcome our collaboration with Pintek because we believe the company is developing a comprehensive solution that will have a multiplier effect in improving the quality of access to the entire education ecosystem,” he said.

The ongoing pandemic has affected the educational infrastructure and resulting in highly limited access to education in Indonesia. More than 68 million students have to study from home, and more than 642,000 educational institutions’ operations are affected.

The difficulty of transforming educational institutions to online learning and the lack of digitalization have become significant challenges that affect teaching and learning activities, and the urgent need for education encourages Pintek to present innovation to solve these problems.

Was founded in 2018, Pintek and its affiliates have supported more than 2,750 educational institutions and 100 educational SMEs to reach more than 650 thousand students, and provide financial education content for public with 1.3 million unique monthly visitors. This series of achievements has encouraged Pintek to target 10 million customers in the ecosystem within the next five years.

Focus on educational vendor

Previously, Tommy revealed that the company has started to focus on channeling fund for educational based SMEs/vendors since last year by providing business capital loans to fulfill the procurement of school facilities and infrastructure in Indonesia.

Based on Pintek‘s analytical research in July 2021 on more than 80 educational based SMEs/vendors, most of them still rely on private funding for their company’s capital and operations. Around 90% of self-financing SMEs/vendors required Rp. 200 million cash flow in average for its operations, especially for providers of books and learning support tools. As many as 57% have experienced funding difficulties at least twice in the last two years.

“From Pintek’s research, we also found that SMEs/Vendors are still not familiar with funding from financial technology. This is certainly a challenge for us to be able to educate the audience more massively and thoroughly. Vendors/SMEs don’t need to worry because we already have a license and all services and operational activities are under the supervision of the OJK,” Tommy continued.

Pintek is targeting a disbursement of up to Rp700 billion this year, with optimal funding readiness to meet demands from educational based SMEs/vendors. Since 2019, Pintek has distributed funding to more than 3 thousand students and more than 100 educational institutions. Its realization in the first semester of 2021 is claimed to increase fourfold year-on-year with a value of hundreds of billions of Rupiah.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Fintech Lending KlikACC Lakukan “Rebrand”, Pertegas Komitmen ke Sektor Produktif

Startup fintech lending KlikACC mengumumkan rebranding menjadi KlikA2C (access to credit) untuk mempertegas komitmen perusahaan dalam memberikan akses kredit produktif UMKM. Perubahan nama ini sekaligus ditandai dengan berubahnya tampilan di laman situs dan aplikasi.

Dalam konferensi pers yang diselenggarakan perusahaan, CEO KlikA2C Djoemingin Budiono menjelaskan selama perusahaan beroperasi sejak lima tahun lalu, sektor produktif selalu menjadi sasaran karena sektor ini memiliki kebutuhan kredit yang paling besar dan belum masuk radar pemain konvensional.

Hal ini tercermin dari total portofolio penyaluran KlikA2C, sekitar 99% di antaranya menyasar sektor produktif. Dalam memperluas jangkauan pembiayaan ke UMKM, perusahaan merangkul mitra dari berbagai sektor bidang usaha untuk memajukan akses keuangan para pelaku UMKM. “Kami percaya bahwa inklusi keuangan dapat dibangun dengan semangat kemitraan,” ucapnya, Selasa (23/11).

KlikA2C berfokus pada pembiayaan produktif UMKM, termasuk untuk sektor otomotif, Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk petani, invoice financing, dan employee loan. Untuk pembiayaan KUR, perusahaan menjadi mitra channeling dengan BCA. Di produk ini, perusahaan berhasil meningkatkan pencairan pinjaman sebesar hingga lebih dari empat kali lipat sepanjang dua tahun terakhir.

Adapun untuk nominal penyaluran menyentuh angka Rp25 miliar per September 2021 dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp9 miliar. “Kelompok tani sangat membantu proses literasi baca dan digital para petani. Mereka mempermudah penyaluran KUR jadi lebih lancar.”

Sementara itu, untuk pembiayaan otomotif menyasar segmen mobil bekas. Penyaluran pembiayaan di produk ini melonjak hingga lebih dari 15 kali lipat. Menurut Djoe, sebelumnya pemilik mobil bekas kesulitan mendapatkan biaya dari bank karena kebutuhan kredit mereka jangka pendek, sekitar dua sampai tiga bulan. Hal inilah yang tidak masuk kriteria bank karena minimal tenor yang tersedia berdurasi minimal satu tahun.

“Kita coba masuk ke sini sejak 2019, ternyata tumbuh 15 kali lipat. Lalu saat pandemi, masyarakat cenderung enggan beli mobil baru, namun kebutuhan untuk beli mobil masih ada. Ini terbukti dari mitra kami, dan saya rasa produk kami menyesuaikan kebutuhan mereka. Waktunya pun pendek, hanya tiga bulan.”

Djoe menjelaskan, total penyaluran pinjaman secara akumulatif sebesar Rp529,87 miliar kepada total 3.014 peminjam dan outstanding pinjaman Rp86,65 miliar. Adapun untuk pemberi pinjaman, didominasi dari kalangan ritel dengan perbandingan 65-35 dibandingkan institusi. Secara keseluruhan, capaian ini menghantarkan perusahaan tumbuh sebesar 11% per kuartalnya selama 10 kuartal terakhir.

Untuk strategi berikutnya, perusahaan akan mengembangkan lebih jauh produk invoice financing. Ada beberapa sektor industri yang akan dibidik, di antaranya FMCG, transportasi, dan logistik. “Tahun depan kami sedang mempersiapkan produk pembiayaan motor listrik untuk konsumen yang tertarik membeli motor ini,” tutup Djoe.

Industri fintech lending tahun ini

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, turut hadir Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah. Dia mengestimasi pertumbuhan penyaluran pinjaman industri fintech lending sampai akhir tahun ini akan tumbuh lebih dari 75% dibandingkan tahun lalu. Dengan kata lain, diprediksi penyaluran akumulasi akan mencapai Rp140 triliun dari Rp74 triliun di 2020.

“Artinya, solusi yang ditawarkan fintech lending ini sudah on track karena menyalurkan pendanaan alternatif. Meski selama pandemi, pertumbuhan di lembaga konvensional ada yang nol bahkan negatif, tapi di fintech tetap bisa tumbuh karena pakai teknologi dan data alternatif,” ucap Kus.

Di sisi lain, potensi masyarakat unbanked di Indonesia masih sangat besar, sehingga memberi ruang tumbuh bagi industri fintech lending. Dalam berbagai riset disampaikan bahwa kebutuhan pendanaan segmen UMKM sebesar Rp2.650 triliun pada 2019. Dari kebutuhan tersebut, baru sekitar Rp1.000 triliun yang dilayani lembaga keuangan konvensional. Dengan demikian, ada gap sebesar Rp1.650 triliun yang bisa menjadi potensi untuk industri fintech lending.

Adapun, berdasarkan data OJK, akumulasi pinjaman yang telah disalurkan industri sejak berdiri mencapai lebih dari Rp260 triliun. Sekitar 58% di antaranya disalurkan kepada sektor produktif.

Pintek Raih Pendanaan Seri A Hampir 100 Miliar Rupiah, Perkuat Pembiayaan UMKM Khusus Pendidikan

Startup fintech lending untuk edukasi Pintek mengumumkan perolehan pendanaan Seri A senilai $7 juta (hampir 100 miliar Rupiah) melalui perusahaan induknya, Socap Holding Pte. Ltd. Dengan demikian, total pendanaan yang terkumpul Pintek sejauh ini sudah lebih dari $35 juta.

Investor baru yang masuk pada putaran ini adalah Kaizenvest, Heritas Capital, Blue7, dan Earlsfield Capital. Investor terdahulu, seperti Finch Capital, Global Founder Capital (GFC), Accion Venture Lab, Strive, dan Fox Ventures, turut berpartisipasi dalam putaran ini.

CEO Socap Holding Pte. Ltd. & Co-Founder Pintek Ioann Fainsilber mengatakan, keinginan yang besar dari Pintek untuk memaksimalkan perannya dalam mendukung sektor pendidikan di Indonesia. Proposisi perusahaan diklaim tervalidasi dengan meningkatnya volume pendanaan naik lebih dari lima kali lipat pada semester pertama 2021 dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Sepanjang Covid-19, ia dan tim fokus untuk mempertahankan kemampuan kami untuk beroperasi dengan berbagai cara yang efektif, termasuk mengadaptasi portofolio produk, meluncurkan solusi baru untuk ekosistem pendidikan, memperkuat struktur permodalan, dan memperluas jangkauan di seluruh Indonesia.

“Kami ingin menjadi salah satu pendorong untuk mempercepat penetrasi teknologi pendidikan dan produk layanan keuangan yang inklusif dan berkualitas tinggi di Indonesia,” ucap Fainsilber dalam keterangan resmi, Selasa (23/11).

Co-Founder dan Direktur Utama Pintek Tommy Yuwono menambahkan, fokus dana segar akan dimanfaatkan Pintek untuk pengembangan bisnis agar dapat menjangkau lebih banyak pengguna, meningkatkan layanan, mengembangkan produk sehingga lebih mudah digunakan untuk semua siswa/orang tua, guru, sekolah, dan UKM pemasok pendidikan.

“Kami melihat adanya peningkatan perminaan di sektor pendidikan dan ingin mendorong aksesibilitas layanan keuangan di Indonesia dengan melayani seluruh ekosistem.”

Principal Kaizenvest Gaurav Jain mengatakan, sebagai pemberi investasi yang berfokus pada pendidikan, pihaknya sangat terkesan dengan apa yang telah dibangun oleh Pintek di Indonesia dalam tiga tahun terakhir, menggabungkan dampak sosial dan layanan keuangan inovatif bagi pengguna mereka. Kaizenvest ingin mendukung digitalisasi yang cepat dari sektor pendidikan Indonesia dengan memastikan bahwa kesempatan belajar berkualitas tinggi tersedia untuk segmen masyarakat yang lebih luas.

“Kami sangat senang dengan kolaborasi kami dengan Pintek karena kami percaya bahwa Pintek sedang mengembangkan solusi komprehensif yang akan memiliki efek berganda dalam meningkatkan kualitas akses ke seluruh ekosistem pendidikan,” ujarnya.

Pandemi yang berlangsung selama ini telah memengaruhi infrastruktur pendidikan dan sangat membatasi akses pendidikan di Indonesia. Lebih dari 68 juta siswa harus belajar dari rumah, dan lebih dari 642 ribu institusi pendidikan terkena dampak operasionalnya.

Sulitnya transisi lembaga pendidikan ke pembelajaran online dan kurangnya digitalisasi telah menjadi tantangan signifikan yang memengaruhi kegiatan belajar mengajar, serta kebutuhan mendesak untuk pendidikan membuat Pintek hadir dalam memberikan inovasi kepada permasalahan tersebut.

Sejak didirikan pada 2018, Pintek dan afiliasinya telah mendukung lebih dari 2.750 institusi pendidikan dan 100 UKM pendidikan untuk menjangkau lebih dari 650 ribu siswa, serta menyediakan konten edukasi keuangan kepada masyarakat dengan 1,3 juta pengunjung unik setiap bulan. Pencapaian tersebut, membuat Pintek optimis menargetkan 10 juta pelanggan di ekosistem dalam lima tahun ke depan.

Fokus pembiayaan untuk vendor pendidikan

Sebelumnya, Tommy mengungkapkan sejak tahun lalu, perusahaan mulai memfokuskan pendanaan untuk UKM/vendor pendidikan dengan menyediakan pinjaman modal usaha untuk pemenuhan pengadaan sarana dan prasasarana sekolah di Indonesia.

Berdasarkan riset analitik Pintek di bulan Juli 2021 pada lebih dari 80 UKM/Vendor pendidikan, mayoritas masih mengandalkan pendanaan pribadi untuk modal dan operasional perusahaannya. Sebesar 90% dari UKM/vendor swadana membutuhkan arus kas di kisaran Rp200 juta untuk operasional mereka, khususnya pada penyedia buku dan alat penunjang pembelajaran. Sebanyak 57% di antaranya mengalami kesulitan pendanaan setidaknya hingga dua kali dalam dua tahun terakhir.

“Dari riset Pintek, kami juga menemukan bahwa UKM/Vendor masih belum familiar dengan pendanaan oleh financial technology. Hal Ini tentu menjadi tantangan bagi kami untuk bisa mengedukasi khalayak secara lebih masif dan menyeluruh. Vendor/UKM tidak perlu khawatir karena kami sudah mengantongi izin dan seluruh layanan serta kegiatan operasional di bawah pengawasan oleh OJK,” lanjut Tommy.

Tahun ini Pintek menargetkan penyaluran hingga Rp700 miliar dengan kesiapan dana yang optimal untuk memenuhi permintaan dari UKM/vendor pendidikan. Sejak 2019, Pintek sudah menyalurkan pendanaan ke lebih dari 3 ribu siswa dan lebih dari 100 institusi pendidikan. Realisasinya pada semester I 2021 diklaim naik empat kali lipat secara year-on-year dengan nilai ratusan miliar Rupiah.

Fokus danabijak Setelah Perolehan Lisensi dan Pendanaan External

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sempat menyebutkan bahwa fintech lending termasuk industri yang tergolong cepat pulih di masa pandemi ini. Studi yang dilakukan Bank Dunia pada tahun 2020 menunjukkan pertumbuhan volume transaksi sebesar 11% dan jumlah transaksi sebesar 13% pada perusahaan fintech global secara agregat.

Dalam rilis yang dikeluarkan Kominfo terkait industri fintech lending di Indonesia bulan Agustus lalu, disampaikan distribusi pinjaman yang diberikan sampai dengan Juni 2021 sudah menjangkau 25,3 juta masyarakat dengan total penyaluran dana sebesar Rp14.793 triliun.

Di sisi lain, masih banyak masyarakat yang belum dapat pendanaan dari bank (unbanked) dan potensial untuk digarap perusahaan fintech. Salah satunya, pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang belum terintegrasi dengan ekosistem digital.

Di Indonesia, sudah ada beberapa pemain yang menyasar pasar mikro seperti ini, sebut saja Modalku, Investree, Akseleran, juga danabijak yang pada tanggal 8 September 2021 lalu resmi mengantongi lisensi dari OJK.

Lisensi OJK

Dalam wawancara singkat bersama DailySocial.id, menurut pihak danabijak, OJK sedang berupaya keras untuk membangun industri jasa keuangan yang terukur (scalable) dan berkelanjutan.

Dalam upaya mereka baru-baru ini, OJK memberi tekanan lebih untuk menutup platform pinjaman fintech ilegal yang menyebabkan banyak masalah untuk pengguna dan industri, dan mereka terus mengatur batas suku bunga maksimum (interest rate cap) untuk menawarkan layanan yang lebih baik kepada para pengguna.

Sepanjang tahun 2021, sudah ada 42 fintech lending yang mengembalikan tanda terdaftarnya kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ini membuat jumlah pemain fintech di tanah air tinggal 107 pemain per 8 September 2021.

CEO danabijak Markus Prommik mengungkapkan, “Dengan maraknya kehadiran pinjaman online yang ilegal, lisensi resmi dari OJK yang sudah didapat ini tentunya akan memperkuat posisi danabijak sebagai perusahaan fintech yang legal, kredibel dan dapat dipercaya oleh masyarakat luas.”

Dengan ini, perusahaan melihat bahwa pasar fintech sedang mengalami perubahan dan akan menyesuaikan bisnis untuk terus memenuhi kebutuhan pengguna seperti membangun produk-produk keuangan digital yang disesuaikan dengan setiap segmen pengguna sebagai bentuk komitmen terhadap inklusi keuangan di Indonesia.

Pertumbuhan bisnis

Setelah tiga tahun beroperasi, startup lending yang fokus pada pinjaman yang bersifat mikro ini berhasil mencatat pertumbuhan sebesar 4,5 kali untuk angka disbursement bulanan dalam waktu kurang dari setahun di tengah pandemi. Secara keseluruhan, perusahaan telah menyalurkan lebih dari 300,000 pinjaman ke lebih kurang 100,000 peminjam konsumtif dan produktif di Indonesia dan mempertahankan TKB90 di angka 95,55%.

Perusahaan mengakui, sumber dana yang digunakan kebanyakan datang dari institutional lender baik dari Indonesia maupun luar negeri. Namun, perusahaan belum bisa mempublikasikan informasi terkait jumlah dan institusi apa saja yang telah menyalurkan dana melalui platformnya.

Terkait penyaluran bulanan, saat ini danabijak telah menyalurkan lebih dari US$ 2,000,000 setiap bulannya “Target kami selanjutnya adalah mencapai US$ 10,000,000 penyaluran bulanan pada 2022.” tambah Markus

Terdapat berbagai metode pencairan dan pelunasan pinjaman dalam model bisnis fintech lending. Platform danabijak mengizinkan para penggunanya untuk melakukan pelunasan lebih awal tanpa biaya penalti guna menawarkan fleksibilitas serta menjadikan pinjaman sesuai dengan kebutuhan setiap pengguna.

Semua proses ini dijalankan secara aman sesuai dengan standar industri serta jaminan keamanan data pengguna yang ketat sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Perusahaan juga menyediakan berbagai opsi seperti perpanjangan, restrukturisasi atau perubahan pada jadwal angsuran sehingga masyarakat dapat memahami kemampuan dalam membayar angsuran, mengatur pengeluaran bulanan mereka serta menerapkan literasi keuangan yang baik.

Selain itu, salah satu proposisi nilai yang ditawarkan danabijak yang membedakan dari perusahaan P2P lainnya adalah fokus kepada kesejahteraan finansial (financial well-being) dari seluruh pelanggan. Perusahaan saat ini masih fokus untuk menggarap kelompok underbanked dan pelaku UMKM.

Markus turut menyampaikan, “Kami juga selalu membagikan ilmu finansial dan memberikan pendidikan kepada setiap peminjam mengenai manajemen keuangan yang baik. Melalui produk digital finance, kami menemani pelanggan membangun sejarah kredit yang baik agar mereka dapat meningkatkan kehidupan mereka.”

Target ke depan

Ketika disinggung mengenai rencana ke depan, timnya mengungkapkan bahwa visi dan tujuan utama perusahaan adalah untuk mempercepat akses kredit bagi 5 juta orang dan bisnis di Indonesia pada tahun 2025.

Dari sisi pendanaan, danabijak telah mengamankan pendanaan dari GK Plug and Play, buah dari program akselerator yang diikuti pada tahun 2018. Di pertengahan tahun 2021, perusahaan disebut telah membukukan pendanaan dari beberapa investor, di antaranya adalah Kristjan Kangro (CEO dari Change Invest), serta investor baru seperti Walter Marke de Oude (Founder & Chairman dari Singlife).

“Kami menginvestasikan dana dari hasil fundraising untuk mendorong pertumbuhan, pengembangan produk, dan peningkatan data science untuk menunjang kredit skoring. Sebagai contoh, saat ini kami sudah meluncurkan beberapa produk baru (contoh: Pinjaman cicilan 3-12 bulan) dan meningkatkan kapabilitas kredit skoring.”

Mengenai rencana masa depan, danabijak mengaku akan terus membentuk kemitraan, dalam hal layanan teknologi, dengan berbagai lembaga keuangan, bank, perusahaan pembiayaan (multi-finance), dan perusahaan teknologi. “Kami percaya bahwa kolaborasi dan upaya membangun sebuah ekosistem yang menguntungkan semua orang merupakan kunci untuk pertumbuhan dan perkembangan Indonesia,” tutup Markus.

Application Information Will Show Up Here

Siapa Pemilik Layanan Pembiayaan Ovo Finance?

OJK kemarin mengumumkan pencabutan izin usaha Perusahaan Pembiayaan “PT OVO Finance Indonesia (OFI)” karena adanya pembubaran perusahaan melalui keputusan RUPS. Adanya brand OVO di dalam nama entitas bisnis tersebut membuat publik heboh dan langsung menghubungkannya dengan platform pembayaran digital OVO (PT Visionet Internasional).

Kedua perusahaan memang memiliki bisnis berbeda. Izinnya pun berbeda. OVO yang menyediakan layanan pembayaran terdaftar sebagai pemegang lisensi e-money dari Bank Indonesia.

Dalam klarifikasinya, Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengatakan, “Kami menegaskan bahwa OFI tidak memiliki kaitan apa pun dan bukan bagian dari kelompok perusahaan uang elektronik OVO. OFI bukanlah anak perusahaan maupun subsidiary dari kelompok perusahaan uang elektronik OVO. Sehingga pencabutan izin oleh OJK tersebut, sama sekali tidak ada pengaruhnya terhadap semua lini bisnis dalam kegiatan usaha uang elektronik OVO.”

Struktur perusahaan

PT OFI, menurut data publik per tahun 2020, dimiliki oleh perusahaan pembiayaan Jepang Tokyo Century Corp (60%) dan Lippo Group melalui PT Ciptadana Capital (40%). OFI mendapatkan lisensi pembiayaan dari OJK pada tahun 2019.

Di sisi lain, saham PT Visionet Internasional (OVO) sepenuhnya dimiliki oleh PT Bumi Cakrawala Perkasa (OVO Group). OVO Group dimiliki beberapa perusahaan, termasuk Lippo Group dan Tokyo Century Corp, meski secara mayoritas kini dikuasai oleh Grab.

Secara layanan, memang tidak ada integrasi antara OVO dengan OVO Finance – seperti yang disampaikan melalui keterangan resmi. Meskipun demikian, keduanya memiliki afiliasi yang sama dengan Lippo Group dan Tokyo Century Corp Jepang.

Untuk perusahaan pembiayaan, OVO Group sudah memiliki Taralite (PT Indonusa Bara Sejahtera) — sebuah startup fintech yang fokus di sektor pinjaman produktif (dan paylater) yang diakuisisi di tahun 2018.

Gambaran struktur OVO Group dan Ovo Finance / DailySocial.id

“OJK mencabut izin usaha PT OVO Finance Indonesia yang merupakan perusahaan pembiayaan. Perusahaan tersebut merupakan entitas yang berbeda dengan platform OVO (PT Visionet Internasional) yang merupakan penyelenggara uang elektronik di bawah pengawasan Bank Indonesia. Pencabutan izin usaha OFI dilakukan karena perusahaan mengembalikan izin usaha atas dasar keputusan pemilik perusahaan karena pertimbangan faktor eksternal dan internal,” jelas Juru Bicara OJK Sekar Djarot.

Application Information Will Show Up Here

AdaKami Andalkan “Channeling” dengan Mitra Digital, Mulai Fokus Pinjaman Produktif

AdaKami merupakan salah satu pemain fintech lending yang telah beroperasi di Indonesia sejak 2018 dan kini masuk sebagai salah satu jajaran teratas untuk penyaluran pinjaman berdasarkan volume. Perusahaan akan kembali meneruskan pencapaian tersebut dengan bekerja sama dengan lebih banyak mitra digital dalam rangka meningkatkan utilitas plafon pinjaman dan masuk ke sektor produktif.

AdaKami percaya kalau setiap orang Indonesia pasti punya mimpi atau tujuan yang ingin diraih di setiap kehidupan mereka, di antaranya untuk bisa mencapai mimpi tersebut memang membutuhkan dukungan secara finansial,” ucap VP AdaKami William Guo kepada DailySocial.id.

AdaKami memiliki dua produk pinjaman, yakni, Pinjaman Harian dan Pinjaman Cicilan. Perbedaan antara keduanya ada di pilihan metode pembayaran. Untuk Pinjaman Harian, dengan metode pembayaran 21 hari atau 28 hari, sementara Pinjaman Cicilan metode pembayaran dicicil per bulan hingga tiga kali.

Perusahaan bekerja sama dengan berbagai mitra digital dalam rangka meningkatkan utilitas limit plafon. Salah satu yang sudah diumumkan adalah JD.id. Pengguna JD.id dapat menggunakan limit yang diterima dari AdaKami —setelah proses verifikasi, sebagai alternatif metode pembayaran saat belanja berbagai kebutuhan di platform JD.id.

Ke depannya, akan ada lebih banyak kerja sama yang akan diumumkan. Pasalnya, ia menyebut perusahaan ingin hadir di berbagai aspek kebutuhan pengguna yang perlu didukung oleh alternatif pembiayaan/pembayaran. “AdaKami ingin menjawab kebutuhan dan tren yang ada saat ini di mana kolaborasi dengan lebih banyak platform digital lainnya, seperti e-commerce, e-wallet, dan platform digital lainnya sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.”

Secara akumulatif hingga Oktober 2021, AdaKami sudah menyalurkan hampir ke 3 juta orang peminjam dengan peminjam aktif di angka hampir 1 juta orang melalui aplikasi. Untuk nilai penyalurannya mencapai Rp5,5 triliun.

Adapun untuk lender, sejauh ini baru memanfaatkan lender institusi atau sering disebut super lender. William menyebut salah satu di antaranya adalah Bank Jago yang menaruh komitmen untuk menyalurkan dana sebesar Rp100 miliar sejak pertengahan 2021. “Hingga hari ini AdaKami juga tengah berdiskusi dengan beberapa pihak super lender yang harapannya bisa kami umumkan kolaborasi antara akhir 2021 atau awal 2022.”

Secara terpisah mengutip dari Bisnis.com, berawal dari pinjaman konsumtif, kini AdaKami mulai mendukung sektor produktif. Menurut survei internal yang dilakukan perusahaan, kendati dominasi penyaluran terbesar masih di sektor konsumtif, sekitar 23% pengguna memanfaatkan pinjaman untuk usaha mandiri. Sebanyak 47% pengguna di dalamnya menggunakan dana tersebut untuk pinjaman modal, dan kebanyakan pengguna berada di rentang usia 20-39 tahun.

CEO AdaKami Bernardino M. Vega mengatakan, perusahaan mematok target yang agresif pada tahun ini karena ditopang oleh strategi masuk ke sektor tersebut, terutama usaha mikro rumahan. “Jadi kalau kami perhatikan pada masa pandemi kemarin, tak jarang tipe borrower yang statusnya punya pekerjaan, dia mengajukan pinjaman multiguna dan menggunakan nama pribadi, bukan usaha. Nah, dia bukan menggunakan dana buat kebutuhan harian, justru menggunakannya untuk membuka usaha sampingan.”

Strategi yang akan dilakukan untuk mendukung rencana tersebut adalah memperbesar ticket size, membuat tingkat bunga yang semakin rendah dengan meningkatkan profil user, mengakomodasi tenor lebih panjang, dan memberikan kemudahan persetujuan.

VP AdaKami William Guo / AdaKami

Perketat mitigasi risiko

William melanjutkan, belakangan citra industri fintech lending terus tercoreng karena aksi pemain ilegal. Menurutnya, dari sisi transparansi dan akuntabilitas, yang perlu diketahui adalah bahwa salah satu faktor yang membedakan antara fintech legal dan ilegal adalah keterbukaan informasi terkait biaya pinjaman.

Perusahaan selalu menampilkan seluruh rincian biaya pinjaman, sebelum pengguna mengajukan pinjaman, sehingga pengguna dapat mempertimbangkan total biaya yang harus mereka bayarkan. Sedangkan dari sisi keamanan data privasi dan teknologi informasi, AdaKami telah tersertifikasi ISO 27001:2013 terkait keamanan informasi digital.

“Maraknya terkait pinjol ilegal juga menjadi perhatian AdaKami, di mana kami secara aktif melalui platform resmi melakukan komunikasi edukasi dan menyediakan saran-saran praktis kepada pengguna dan publik secara luas mengenai penggunaan fintech lending yang aman dan bijak.”

AdaKami juga melakukan serangkaian langkah untuk mitigasi risiko demi mencegah risiko gagal bayar. William menjelaskan, dalam proses pendaftaran awal, AdaKami memanfaatkan teknologi AI untuk mempelajari dan mendeteksi kemungkinan penipuan berdasarkan data dan informasi yang disertakan pengguna.

“Hal ini juga didukung oleh big data, salah satunya PEFINDO dan juga kelengkapan sistem keamanan yang AdaKami gunakan dalam menentukan credit scoring.”

Penilaian kredit merupakan parameter kredit yang dapat merepresentasikan atau mencerminkan karakter, serta kemampuan calon peminjam untuk bertanggung jawab atas pengajuan pinjamannya. Tinggi atau rendahnya penilaian kredit juga dapat memberikan gambaran prediksi probabilitas keberhasilan bayar dari calon peminjam di masa depan.

“Posisi TKB kami saat ini tergolong baik dan sehat, seperti yang dapat diakses melalui halaman website kami, per September 2021 TKB90 ada di 99,7%.”

Per 5 November 2021 mendatang, biaya layanan AdaKami akan mengikuti aturan baru yang dikeluarkan oleh AFPI menjadi maksimal 0,4% per hari dari sebelumnya 0,8% untuk produk sekali bayar, dan 0,3% hingga 0,4% per hari untuk produk cicilan. Sementara untuk limit pinjaman yang diberikan maksimal Rp10 juta untuk setiap pengguna.

William enggan menyebut rencana penggalangan dana perusahaan untuk mendukung langkah ekspansi berikutnya. Sebagai catatan, AdaKami adalah perusahaan patungan dari FinVolution, perusahaan pembiayaan terbesar dari Tiongkok, dengan kepemilikan 80% saham dan PT Paraduta Satya Wahana, yang merupakan bagian dari Northstar.

Tren pembiayaan konsumtif menurun

Menurut data statistik OJK per Mei 2021, ada 118 penyelenggara fintech lending konvensional dan 9 penyelenggara syariah. Secara total, total aset yang dimiliki mencapai Rp4,1 triliun. Para platform juga berhasil mengakomodasi sekitar 8,7 juta rekening pemberi pinjam (p2p) menyalurkan dana Rp13,8 triliun.

Dominasi porsi pinjaman konsumtif masih mendominasi dari total portofolio penyaluran di industri. Bila melihat selama 2020 kemarin, penyaluran konsumtif memakan porsi sebanyak 62,04% dari total new loan Rp74,41 triliun. Akan tetapi trennya, perlahan turun karena dorongan OJK untuk pemain lending turun menggarap pembiayaan produktif di dalam portofolionya.

Menurut laporan DSResearch dan AFPI, rata-rata pinjaman konsumtif yang dicairkan oleh para platform adalah di bawah Rp2,5 juta (70,1%), lalu disusul Rp2,5 juta-Rp25 juta (20,8%), dan Rp25 juta-Rp100 juta (1,3%). Adapun dari total penyaluran pinjaman, tercatat ada 46,8% perusahaan yang menyalurkan pinjamannya hingga Rp50 miliar, lebih dari Rp1 triliun (23%). Selain itu, ada 5 pemain yang sudah menyalurkan lebih dari Rp3 Triliun kepada peminjamnya: Pendanaan.com, Asetku, UangMe, Kredivo dan Kredit Pintar.

Application Information Will Show Up Here