Akan Sulit Bagi Google untuk Menjaga Android Agar Tetap Gratis dan Terbuka

Google akhirnya berhasil melewati rintangan terakhir untuk mengakuisisi Motorola Mobility. Google berjanji kepada pemerintah Cina bahwa mereka akan tetap membuat Android gratis dan terbuka, setidaknya untuk lima tahun ke depan. Seperti yang dituliskan sebelumnya, sepertinya agak janggal ketika Google menyetujui persyaratan yang diminta, karena sejak Android diluncurkan tahun 2007, keterbukaan dan gratis telah menjadi mantra dan poin penjualan Android. Hal ini juga membantu meledaknya platfrom Android yang menjadi sistem operasi mobile paling populer hanya dalam lima tahun, mengalahkan Symbian milik Nokia.

Meskipun demikian, sejak saat itu, platform dari Google ini mendapatkan serangan dari perusahaan-perusahaan besar yang memegang berbagai paten yang berkaitan dengan industri mobile serta bagaimana perangkat keras dan perangkat lunak bekerja. Oracle adalah salah satu penentang utama yang menyerang Android karena penggunaan Java-nya, sedangkan Apple dan Microsoft bersama-sama memaksa pembuat perangkat Android untuk membayar lisensi kepada dua perusahaan ini atau memodifikasi produk mereka jika mereka menolak untuk melisensi paten yang telah dimiliki oleh dua perusahaan tersebut.

Continue reading Akan Sulit Bagi Google untuk Menjaga Android Agar Tetap Gratis dan Terbuka

Rekap Dailylicious Minggu Ini

Rekap Dailylicous hadir kembali dengan berbagai informasi yang kami bagikan untuk para pembaca, kali ini memang rekap disusun atas informasi selama dua minggu dan akan kami lengkapi juga dengan berbagai artikel menarik dari DailySocial.

Informasi pertama berkaitan dengan tema hangat yang mungkin akan terus menjadi bahasan hangat di dunia teknologi, yang erat kaitannya dengan inovasi dan penemuan, yaitu berkaitan dengan paten.

Tentu saja para pembaca sudah mendengar tentang proses akuisisi Google atas Motorola Mobility, sebelum kabar ini beredar Sarah Lacy menuliskan pendapatnya tentang paten dan union yang meski bertujuan baik namun bisa di twisted untuk tujuan lain yang mungkin menghambat proses inovasi, kompetisi dan konsumen serta negara yang bersangkutan. Meski informasi yang diberikan memang berkaitan dengan pasar atau kondisi di U.S. tetapi tetap layak untuk dicermati. Informasi bisa dilihat dari tautan ini.

Continue reading Rekap Dailylicious Minggu Ini

Ketika Perusahaan Divaluasi Berdasarkan Jumlah Paten yang Dimilikinya

Setelah akuisisi terhadap (paten yang dimiliki oleh) Nortel dan kemudian Motorola Mobility, tiba-tiba paten menjadi sesuatu yang penting dan berharga. Di Amerika Serikat, paten nilainya mungkin menjadi lebih mahal dari emas. Di saat inovasi menjadi sangat kurang dan semua pihak mulai menciptakan hal yang sama, ada mimpi buruk yang mulai disemaikan oleh pemilik paten ini, ROYALTI, dan ratusan juta dollar berpindah tangan berdasarkan perintah pengadilan.

Coba tengok lagi berita yang sedang “panas” di Silicon Valley sana. InterDigital dan Kodak tiba-tiba menjadi primadona karena statusnya yang on-sale dan memiliki banyak paten. Palm kembali menjadi buah bibir setelah HP menghentikan pengembangan device-nya, simply karena Palm memiliki webOS dan sekian ribu paten. Kebanyakan dari kita malah belum pernah mendengar nama InterDigital sebelumnya, tapi dia sudah menjadi incaran perusahaan raksasa macam Apple dan Qualcomm.

Continue reading Ketika Perusahaan Divaluasi Berdasarkan Jumlah Paten yang Dimilikinya

Kasus YouTube : Internet & Masalah Lisensi

Ah, lagi-lagi lisensi, copyright, hak paten menjadi alasan untuk sebuah masalah korporat yang ujung-ujungnya malah menyusahkan end-user. Perang urat syaraf antara Google dan PRS yang baru-baru ini mencuat di Inggris akhirnya berujung pada pemblokiran beberapa video musik di YouTube untuk pengguna di Inggris. PRS For Music sebuah aliansi musisi, komposer, dan seniman yang dibentuk tahun 1997 mengklaim bahwa YouTube tidak  berhak menampilkan video musik tanpa membayar royalti dan Google sebagai induk dari YouTube harus membayar royalti untuk tiap video yang dimainkan di YouTube. Dan tentu saja solusi yang ditawarkan oleh pihak PRS adalah dengan membayar royalti untuk 50.000 video di YouTube yang dilanggar hak ciptanya. Google pun merespon dengan menutup video – video musik tersebut khusus untuk pengunjung dari Inggris daripada membayar sejumlah uang yang dianggap sebagai “jumlah yang tidak masuk akal“.

gambar : theequitykicker.com
gambar : theequitykicker.com

Kasus yang sama juga dulu menimpa MP3.com yang dituntut oleh Warner Music dan BMG mengenai masalah yang sama. Namun pada akhirnya kedua belah pihak mencapai kata sepakat dan MP3.com tetap dapat menampilkan musik mereka di situsnya. Dalam hal ini Warner dan BMG seperti “menyerah” dengan fakta bahwa situs-situs online sebenarnya justru bisa membantu mendongkrak popularitas musisi, namun tentu saja dengan batasan-batasan tertentu. Nah, batasan-batasan inilah yang belum disepakati oleh Google dan PRS.

Ada apa sebenarnya dengan masalah copyright ini? Apakah iya melulu mengenai uang? Padahal kalau dipikir-pikir banyak musisi papan atas yang sudah mengendorse video-videonya di situs-situs video sharing seperti YouTube, Vimeo, atau di situs Music sharing seperti Last.FM, blip.fm, dll.