Mebiso Kenalkan Layanan AI untuk Permudah Pendaftaran dan Perlindungan Merek

Pentingnya kekayaan intelektual semakin diakui di tengah persaingan bisnis yang ketat. Mebiso, bersama UpMarks, memperkenalkan Trademark Analyzer yang menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) untuk mempermudah pendaftaran dan perlindungan merek.

Trademark Analyzer memungkinkan pelaku bisnis untuk menilai peluang keberhasilan pendaftaran merek dalam waktu kurang dari lima menit.

“Dengan alat ini, pelaku usaha dapat mengukur persentase keberhasilan pendaftaran merek mereka secara real-time,” kata Founder & CEO Mebiso Hesti Rosa.

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mencatat 114.130 permohonan pendaftaran merek pada tahun 2023, menandakan peningkatan kesadaran UMKM akan pentingnya pendaftaran merek.

Selain analisis cepat, Mebiso menawarkan fitur monitoring merek yang aktif 24/7 untuk mendeteksi dan mencegah peniruan merek. “Fitur ini juga dilengkapi dengan notifikasi WhatsApp untuk pemberitahuan status terkini,” tambah Hesti.

Dalam diskusi ‘UpMarks! AI-MPOWERED Trademarks: Leveraging AI for Superior Brand Protection’ di MARKAS Jakarta, inovasi ini mendapat sambutan positif dari peserta, termasuk UMKM dan praktisi KI.

Mebiso berharap inisiatif ini dapat membantu UMKM melindungi merek mereka dan mendukung pemerintah dalam memperluas perlindungan kekayaan intelektual.

“Kami ingin membantu UMKM melindungi orisinalitas merek dan menghindari kerugian dari peniruan,” jelas Hesti.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

GENEXYZ Kantongi Pendanaan Awal Senilai 14 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Kreator platform teknologi meta-humans dan agregator virtual influencer, GENEXYZ, mengantongi pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh East Ventures senilai $1 juta (lebih dari Rp14 miliar). Turut berpartisipasi investor terdahulu Future Creative Network, dan beberapa investor lainnya, seperti EMTEK, MDI Ventures, Trinity Optima, dan Massive Music.

Rencananya, dana segar yang didapat akan digunakan untuk ekspansi bisnis di ranah regional, menjangkau target pasar Asia Tenggara. Selain itu, perusahaan juga akan mengembangkan teknologi yang lebih interaktif dan efektif dalam jaringannya dengan komunitas yang relevan dan memaksimalkan dampaknya pada klien.

Didirikan pada 2022, GENEXYZ menawarkan platform berbasis teknologi yang dapat menghadirkan meta-humans dan agregrator virtual influencer masa kini. Hal ini memungkinkan klien mendapatkan data interaksi yang terukur, serta memastikan terjadinya interaksi yang tepercaya antara brand dan audiens. Hal ini memungkinkan interaksi yang dapat terus dikembangkan (scalable).

Co-Founder dan CEO GENEXYZ Belinda Luis menegaskan, “kami menciptakan seluruh produk virtual influencer secara in-house dengan sumber daya teknologi dan talenta terbaik, dan kami akan terus memperluas kaliber dari tim GENEXYZ di berbagai disiplin industri sekaligus memperkuat komunitas, channel distribusi, dan ekosistem yang ada.”

Investment Professional East Ventures Gavin Adrian menyambut baik GENEXYZ ke dalam keluarga East Ventures. Inovasi futuristik yang dihadirkan perusahaan dipercaya berpotensi bagi brand dalam menangkap peluang interaksi yang besar. “Kami percaya bahwa GENEXYZ hadir untuk merevolusi solusi pemasaran dan menciptakan berbagai dampak baik bagi masyarakat Indonesia,” tegasnya.

Dalam meningkatkan skala bisnis B2B dan B2C, GENEXYZ juga didukung dengan ekosistem jaringan yang kuat di ranah teknologi. Teranyar, perusahaan juga telah menginvasi segmen D2C lewat kolaborasi Lavcaca dan Eatlah.

Lavcaca merupakan produk GENEXYZ yang memiliki karakter khas yang hobi menyanyi lagu dangdut dan mencintai kuliner lokal. Selain itu, IP baru yang belum lama diluncurkan adalah karakter laki-laki dengan keunikan dan kecerdasan yang berwarna, dapat diandalkan untuk berbagai kebutuhan brand,  serta didukung dengan teknologi canggih dan  .

Ragam produk dan karakter yang diciptakan GENEXYZ sejalan dengan fokusnya untuk mengembangkan misi meta human di skala global. Dalam perjalanan bisnisnya, perusahaan juga telah bekerja sama dengan sejumlah brand ternama seperti Bango, Tokopedia, Tiket.com, Ismaya Group, Nivea, Pepsodent, dan Ujung-Ujungnya Dangdut (UUD).

Virtual influencer di Indonesia

Teknologi selalu menawarkan inovasi baru di setiap industri yang disentuhnya. Salah satunya adalah memungkinkan industri pemasaran yang tidak hanya berpusat pada iklan televisi, radio atau koran. Kanal pemasaran kini telah berevolusi menjadi bentuk yang lebih personal dan interaktif. Salah satunya adalah virtual influencer.

Virtual influencer adalah karakter yang dihasilkan komputer atau avatar bertenaga AI yang popularitasnya kian menanjak di platform media sosial. Selayaknya influencer pada umumnya, mereka dapat digunakan untuk memasarkan brand, produk, dan layanan, serta meningkatkan kesadaran brand dan interaksi di media sosial.

Ukuran pasar untuk virtual influencer sendiri dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti jumlah virtual influencer yang aktif, tingkat keterlibatan mereka dengan pengikut, serta brand dan bisnis yang berkolaborasi dengan mereka.

Menurut Territory Influence, pasar virtual influencer saat ini bernilai $4,6 miliar dan diproyeksikan naik sebesar 26% pada 2025. Dilansir dari Forbes, survei virtual influencer pada 2022 yang dilakukan oleh Influencer Marketing Factory menunjukkan sebanyak 58% responden mengikuti setidaknya satu virtual influencer. Sebanyak 35% konsumen telah membeli produk yang dipromosikan oleh virtual influencer.

Daya tarik virtual influencer terletak pada kemampuan unik mereka untuk melayani audiens yang lebih muda dan paham teknologi serta minat brand yang semakin meningkat terhadap pemasaran influencer dan iklan digital. Dengan popularitas dan penerimaan yang meningkat pesat, virtual influencer digadang-gadang sebagai kekuatan baru yang siap mengubah industri ini.

Mebiso Permudah UMKM Lakukan Pengecekan dan Pendaftaran Merek Usaha

Platform kekayaan intelektual berfungsi sebagai hub tersentralisasi untuk mengelola paten, merek dagang, hak cipta, dan rahasia dagang. Platform ini menyediakan berbagai alat dan layanan yang dirancang untuk menyederhanakan proses perlindungan, monetisasi, dan penegakan hak.

Dalam beberapa tahun terakhir, munculnya platform kekayaan intelektual menawarkan pendekatan manajemen kekayaan intelektual yang ramping dan efisien. Salah satu platform yang ingin mempermudah pelaku UMKM mendapatkan perlindungan merek usaha di Indonesia adalah Mebiso.

Berbasis di Surabaya, saat ini pengguna Mebiso tidak hanya berasal dari Jawa Timur saja, namun juga di wilayah Jabodetabek.

Implementasikan sistem berbasis AI

Mebiso diluncurkan untuk menjawab keresahan pelaku usaha untuk meminimalisir adanya plagiasi saat pendaftaran merek. Secara khusus perusahaan ingin memberikan solusi perlindungan merek usaha, mulai tahap pra sampai pasca pendaftaran merek secara online. Saat pra-pendaftaran, pelaku usaha bisa melakukan pengecekan merek.

Memanfaatkan teknologi AI, pemilik usaha bisa memperoleh hasil analisis terkait potensi keberhasilan saat pendaftaran dan meminimalkan kegagalan dalam pendaftaran merek. Platform ini juga bisa melakukan monitoring dan proteksi terhadap merek yang sudah terdaftar.

Untuk proteksi merek, jika memang ada orang lain yang ingin menggunakan namayang mirip, akan diberitahukan kepada pemilik merek awal melalui notifikasi WhatsApp untuk lebih sigap melakukan tindakan awal apa yang akan diambil.

“Pengecekan merek hanya butuh waktu sebentar, tak lebih dari lima menit. Sehingga, pelaku usaha bisa mendaftarkan mereknya dengan segera. Platform ini mampu mengukur prosentase keberhasilan pendaftaran merek, menghindari persamaan nama merek, mengetahui rincian merek pembanding hingga menganalisa strategi pendaftaran merek,” kata CEO Mebiso Hesti Rosa.

Sebelum diluncurkan, setidaknya sudah lebih dari 54.430 pelaku usaha yang memanfaatkan platform ini untuk melakukan pengecekan merek. Tercatat sejak tahun 2022, dalam platform ini terdapat lebih dari 1,4 juta data merek. Kemudian, sudah ada lebih dari 6.000 merek terdeteksi setiap bulan. Serta, sudah ada lebih dari 58.440 merek yang sudah terdaftar.

Mebiso mengklaim platform yang mereka miliki merupakan pelengkap dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) yang mendukung perlindungan merek usaha. Untuk strategi monetisasi yang dilancarkan perusahaan saat ini adalah melalui opsi subscription atau biaya berlangganan atas monitoring dan proteksi merk, serta pay per use atas pengecekan merek.

“Proses pengecekan merek juga transparan, proteksi terotomatisasi dan mendapat dukungan dari praktisi. Sehingga, membantu melindungi originalitas merek dan kekuatan brand,” kata Hesti.

Dari pantauan Mebiso hingga saat ini ada lebih dari 82 ribu permohonan untuk pendaftaran merek, hanya 62 ribu pendaftaran saja yang diterima. Sementara, sisanya ditolak. Tak hanya itu, kesadaran pelaku usaha untuk melakukan pendaftaran merek juga belum maksimal.

Berdasarkan data yang dihimpun pada akhir tahun 2022, di wilayah Jawa Timur, dari puluhan ribu UMKM, baru ada 10.953 yang mengajukan pendaftaran merek. Peluang ini kemudian dimanfaatkan oleh perusahaan untuk membantu lebih banyak lagi pelaku UMKM mendaftarkan merek mereka.

“Saat melakukan pengecekan, juga tertera potensi keberhasilan saat mendaftarkan merek. Sehingga, pelaku usaha tidak perlu lagi khawatir dan tinggal duduk manis di rumah,” kata Hesti.

Sejak awal meluncur perusahaan masih menjalankan bisnis secara bootstrapping. Namun ke depannya perusahaan memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana untuk tahap awal. Tahun 2023 ini perusahaan juga memiliki target ingin meningkatkan pengguna, baik untuk pengecekan, monitoring hingga proteksi merek sebanyak dua kali lipat.

Paragon Pictures Announces Pre Series A Funding from SALT Ventures and Inter Studio

Paragon Pictures today (22/6) announced the pre-series A funding from SALT Ventures and Inter Studio. The investment value is undisclosed. The production house is known operating under Ideosource Entertainment (part of NFC Indonesia and M Cash) which is also an early stage investor.

This additional capital will be focused on producing several new intellectual property (IP) in various forms, including live streaming content with GoPlay, animated children’s videos, series for the OTT platform, and new feature films.

“Our vision is to produce local content in various formats with a unique and fresh perspective for the Indonesian people and globally,” Paragon Pictures’ CEO, Robert Ronny said.

Previously, the IP developer had published several content variants, including several films entitled “Losmen Bu Broto”, “Backstage”, the animation “Ini Budi”, also the live streaming of JKT48 on GoPlay.

“The film industry is included in the pent-up demand industry, it means consumer demand for films by filmmakers, especially in Indonesia, will continue to boom after this pandemic ends,” SALT Ventures’ Managing Partner, Andika Sutoro Putra said.

Meanwhile, Kevin Sanjoto as Inter Studio’s partner added, “In my observation, geographically, politically and culturally, Indonesia was born as a large and unique country, and has a variety of positive local wisdom spread across various regions. Based on those things, the current content ecosystem developing in Indonesia still has enormous opportunities and attractiveness to be able to grow massively.”

In a general note, Inter Studio Group is a production house that has been operating for more than 50 years in Indonesia.

Ideosource Entertainment’s CEO, Andi S. Boediman said, “Furthermore, this investment will open up opportunities to collaborate with Inter Studio in developing new films based on IP assets owned by Inter Studio.”

Since 2018, Ideosource Entertainment has focused on investing in the Indonesian film industry and has been involved in funding various films such as “Keluarga Cemara”, “Gundala”, “Sobat Ambyar”, and “Bebas”. In addition, they have also invested in a number of digital platforms, including GoPlay and Cinepoint.

Regarding companies engaged in the IP sector, there is Visinema which previously invested by a venture capital. In series A led by Intudo Ventures, the company led by Angga Dwimas Sasongko managed to secure 45.5 billion Rupiah in funds.

Entering the same industry, IDN Media introduced IDN Pictures around mid-2020 by acquiring Demi Istri Production House.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Paragon Pictures Umumkan Pendanaan Pra-Seri A dari SALT Ventures dan Inter Studio

Paragon Pictures hari ini (22/6) mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A dari SALT Ventures dan Inter Studio. Tidak disebutkan nominal yang didapat. Diketahui, rumah produksi tersebut saat ini berada di bawah naungan Ideosource Entertainment (bagian dari NFC Indonesia dan M Cash) yang juga merupakan investor tahap awalnya.

Dana modal tambahan ini akan difokuskan untuk memproduksi beberapa intellectual property (IP) baru dengan beragam bentuk, termasuk konten live streaming bersama GoPlay, video animasi anak, serial untuk platform OTT, hingga film layar lebar baru.

“Visi kami adalah menghasilkan konten lokal dalam berbagai format dengan sudut pandang yang unik dan segar bagi masyarakat Indonesia dan juga internasional,” ujar CEO Paragon Pictures Robert Ronny.

Sebelumnya pengembang IP tersebut sudah mempublikasikan beberapa varian konten, termasuk film berjudul “Losmen Bu Broto”, “Backstage”, animasi “Ini Budi”, hingga sajian live streaming JKT48 di GoPlay.

“Industri perfilman termasuk dalam pent-up demand industry, artinya permintaan konsumen akan film-film karya filmmaker khususnya di Indonesia akan booming setelah pandemi ini berakhir,” jelas Managing Partner SALT Ventures Andika Sutoro Putra.

Sementara itu, Kevin Sanjoto selaku Partner Inter Studio menambahkan, “Dalam pandangan saya, secara geografis, politik dan budaya, Indonesia lahir sebagai negara besar dan unik, serta memiliki ragam kearifan lokal positif yang tersebar di berbagai wilayah. Dari keunikan tersebut, ekosistem konten yang saat ini berkembang di Indonesia masih memiliki peluang dan daya tarik yang sangat besar untuk dapat bertumbuh secara masif.”

Seperti diketahui, Inter Studio Group merupakan rumah produksi yang sudah berjalan lebih dari 50 tahun di Indonesia.

CEO Ideosource Entertainment Andi S. Boediman mengatakan, “Lebih lanjut, investasi ini akan membuka kesempatan untuk berkolaborasi dengan Inter Studio dalam mengembangkan film-film baru berdasarkan aset IP yang dimiliki oleh Inter Studio.”

Sejak tahun 2018, Ideosource Entertainment telah memfokuskan investasi di industri film Indonesia dan telah turut dalam pendanaan berbagai film seperti “Keluarga Cemara”, “Gundala”, “Sobat Ambyar”, dan “Bebas”. Selain itu, mereka juga berinvestasi ke sejumlah platform digital, termasuk GoPlay dan Cinepoint.

Terkait perusahaan yang bergerak di bidang IP sendiri, sebelumnya ada Visinema yang juga terima pendanaan dari venture capital. Di seri A yang dipimpin Intudo Ventures, perusahaan yang dinakhodai oleh Angga Dwimas Sasongko berhasil membukukan dana 45,5 miliar Rupiah.

Masuk ke ranah yang sama, IDN Media pada pertengahan tahun lalu juga melahirkan IDN Pictures dengan mengakuisisi rumah produksi Demi Istri Production.

Visinema Receives Rp45.5 Billion Series A Funding Led by Intudo Ventures

Today (2/26) Visinema announced series A funding worth of US$3.25 million or equivalent to Rp45.5 billion. This round led by Intudo Ventures, followed by the previous investors, GDP Venture and Ancora Capital. In terms of seed, the company had a GDP investment worth of US$2 million.

Additional capital raised is to be focused on building capacity in terms of animation content production, talent acquisition, and international expansion.

“The Indonesian film industry has experienced rapid growth in recent years, both in feature films and other unique content formats, and there continues to gain significant demand for high-quality local content. With our self-produced Hollywood-caliber content, we believe that Visinema is well-positioned to convey more Indonesian stories to the audience, both local and worldwide,” Intudo Ventures’ Founding Partner, Patrick Yip said.

Bekraf, on one occasion, said, the number of Indonesian cinema audiences has grown 230% in the last five years. Followed by the number of cinema that grown rapidly in the last three years, from 800 to 1800 screens. While quoting MPAA data, Indonesia is now ranked 16th for the world’s Box Office market share. The resulting market value reaches $345 million.

In fact, with the work of local filmmakers, several films managed to seize the attention of millions of viewers. In 2016 for example, there are 30 million people acquired from the top 15 films. The data collected by Ideosource explained the well-filled value chain in the Indonesian film industry. Both in terms of production to distribution.

List of companies in the value chain of the national film industry / Ideosource
List of companies in the value chain of the national film industry / Ideosource

In the report published in 2017, also explained the amount of funding received by the industry. It is said that 50% of investment is targeting various companies in the film industry, not only the IP (intellectual property) owners but also the marketing and distribution channels, with the other 20% poured on filmmakers or independent producers

Visinema is to build the whole production ecosystem

The current market motion is enough for players in the industry to be optimistic. Wearing an ambitious vision, armed with available resources, Visinema wants to develop a comprehensive studio ecosystem. The aim is to help end-to-end film processes, from concept advancement, talent development, production, distribution to monetization.

The company currently has sub-organizations such as Visinema Music which produces music for films; Visinema Campus for creative recruitment and labs; and Skriptura as spaces for writers. Not only appearances in theaters or television, the produced film and serial content also began to be distributed through digital channels such as Netflix, iflix, and Goplay.

Besides being favored by consumers due to convenience, the on-demand video platform clearly provides better benefits for film creators as a fairly efficient distribution channel. Especially in the midst of cross-platform competition which now has reached over ten fingers, one of the strategies is that each player wants to present their original series. Through their work, such as Filosofi Kopi The Series, Visinema also gained profits.

The economic value produced from films is quite large – along with the increasing quality. Below listed the biggest films achievements of local studio productions based on revenue:

the highest record of local film revenue in the last two decade / Statista
the highest record of local film revenue in the last two decade / Statista

Visinema’s Founder & CEO, Angga Dwimas Sasongko founded the company in 2008. Through the successful story of Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini and Keluarga Cemara, this studio is getting well-known by the public.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Visinema Terima Pendanaan Seri A Rp45,5 Miliar Dipimpin Intudo Ventures

Hari ini (26/2) Visinema mengumumkan pendanaan seri A senilai US$3,25 juta atau setara Rp45,5 miliar. Putaran ini dipimpin oleh Intudo Ventures, didukung investor sebelumnya yakni GDP Venture dan Ancora Capital. Di tahap awal, perusahaan telah mendapatkan investasi dari GDP senilai US$2 juta.

Modal tambahan yang didapat akan difokuskan untuk membangun kapasitas dalam produksi konten animasi, akuisisi talenta dan ekspansi internasional.

“Industri film Indonesia telah mengalami pertumbuhan pesat selama beberapa tahun terakhir, baik dalam film panjang maupun format konten unik lainnya, dan terus ada permintaan yang signifikan untuk konten lokal bermutu tinggi. Dengan konten ‘Hollywood-caliber’ yang diproduksi sendiri, kami percaya bahwa Visinema memiliki posisi yang baik untuk menyampaikan lebih banyak cerita Indonesia kepada audiens, baik di dalam negeri maupun di seluruh dunia,” ujar Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip.

Di sebuah kesempatan Bekraf menyampaikan, dalam lima tahun terakhir pertumbuhan jumlah penonton bisokop Indonesia capai 230%. Bahkan jumlah layar lebar bertumbuh cepat dalam tiga tahun terakhir, dari 800 menjadi 1800 layar. Sementara mengutip data MPAA, Indonesia kini berada di peringkat ke 16 untuk pangsa pasar Box Office dunia. Nilai pasar yang dihasilkan mencapai $345 juta.

Pun demikian dengan karya sineas lokal, beberapa film berhasil menyita perhatian jutaan penonton. Pada tahun 2016 contohnya, dari 15 film teratas penonton yang dirangkul capai 30 juta orang. Data yang dihimpun Ideosource memaparkan bahwa sebenarnya value chain dalam industri perfilman Indonesia sudah terisi dengan baik. Baik dari sisi produksi hingga distribusi.

Jajaran perusahaan yang mengisi value chain industri perfilman nasional / Ideosource
Jajaran perusahaan yang mengisi value chain industri perfilman nasional / Ideosource

Dalam laporan yang diterbitkan tahun 2017 tersebut juga dirinci besaran alokasi pendanaan yang diterima industri. Disebutkan 50% investasi menyasar beragam perusahaan yang bermain dalam ekosistem perfilman, tidak hanya pemegang IP (intellectual property), tapi juga kanal distribusi dan pemasaran. Sementara 30% fokus pada investasi perusahaan produksi film, lalu sisanya 20% dikucurkan pada filmaker atau produser independen.

Visinema ingin bangun ekosistem produksi secara menyeluruh

Geliat pasar yang ada cukup membuat para pemain di industri optimis. Taruh visi ambisius, berbekal sumber daya yang ada, Visinema ingin kembangkan ekosistem studio yang komprehensif. Tujuannya untuk membantu proses film secara end-to-end, mulai dari pematangan konsep, pengembangan bakat, produksi, distribusi hingga monetisasi.

Saat ini perusahaan telah memiliki sub-organisasi seperti Visinema Music yang memproduksi musik untuk film; Visinema Campus untuk perekrutan dan lab kreatif; dan Skriptura yang menjadi ruang bagi penulis. Tidak hanya tampil di bioskop atau televisi, konten film dan serial yang diproduksi juga mulai didistribusikan melalui kanal digital seperti Netflix, iflix dan Goplay.

Selain digemari konsumen karena kemudahan yang diberikan, platform video on-demand nyata-nyata memberikan manfaat lebih baik kreator film sebagai kanal distribusi yang cukup efisien. Terlebih di tengah persaingan antar-platform yang kini jumlahnya sudah mencapai belasan, salah satu strateginya masing-masing pemain ingin sajikan serial orisinal mereka. Melalui karyanya, seperti Filosofi Kopi The Series, Visinema pun ikut dapat untung darinya.

Nilai ekonomi yang dihasilkan dari film juga sangat besar – sejalan dengan kualitas yang makin meningkat. Berikut ini catatan capaian terbesar film yang diproduksi studio lokal berdasarkan revenue:

Capaian revenue tertinggi dari film lokal selama dua dekade terakhir / Statista
Capaian revenue tertinggi dari film lokal selama dua dekade terakhir / Statista

Founder & CEO Visinema Angga Dwimas Sasongko mendirikan perusahaannya pada tahun 2008. Melalui kesuksesan film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini, Keluarga Cemara membuat studio ini main dikenal kalangan masyarakat.

NaoBun Project Receives Seed Funding From DNC

NaoBun Project, an intellectual property management agency, announced it has received seed funding from Discovery Nusantara Capital (DNC). Funding will be used to collaborate with many creators and develop derivative product lines of their business.

Naobun Project was founded by Bonni Rambatan and Naomi Saddhadhika in May 2016. Its mission is to spread positive messages such as diversity, tolerance and gender equity through pop-culture products. Currently, Naobun Project manages almost forty intellectual property and represents more than twenty creators all around Indonesia and abroad.

“NaoBun Project held a very strong business vision and social mission. We expect this investment will not only create a stronger ecosystem of Indonesia’s creative industry but also help to spread positive messages to the community, especially the younger generation of comic strips, films, music, video games and various other media,” Irene Umar, DNC’s Managing Director, said.

Since the beginning, Naobun Project has collaborated with creators having the same mission. As the manager of the intellectual property, Naobun Project attempt to make a contribution in making Indonesia’s creative industry ecosystem stronger. It’s because of many creative industry players forgot the management aspects. such as legal protection and derivative product planning. In fact, those two ensure the fulfillment of creator’s rights and capable to maintain its products.

Naobun Project, with this funding, has planned collaborations with more creators, acquire new intellectual property, develop derivative products of their business, and explore various creative media such as game and VR (virtual reality). Naobun Project also plans to expand partnership network in academic scope with schools in all over Indonesia.

“We’ll prove the social mission will not limit our work’s appeal. On the contrary, in the current social status, we do believe the positive message we convey is what Indonesia’s people needed right now,” Bonni Rambatan, Naobun Project’s CEO, explained.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

NaoBun Project Terima Pendanaan Tahap Awal Dari DNC

NaoBun Project, sebuah agensi manajemen kekayaan intelektual, mengumumkan telah menerima pendanaan tahap awal dari Discovery Nusantara Capital (DNC). Pendanaan kali ini akan digunakan untuk menjalin kerja sama dengan banyak kreator dan mengembangkan lini produk turunan dari karya yang mereka kelola.

Naobun Project didirikan oleh Bonni Rambatan dan Naomi Saddhadhika pada Mei 2016. Memiliki misi menyebarkan pesan positif seperti keberagaman, toleransi dan kesetaraan gender melalui produk budaya populer. Saat ini Naobun Project mengelola hampir empat puluh kekayaan intelektual dan mewakili lebih dari dua puluh kreator di seluruh Indonesia maupun mancanegara.

“NaoBun Project memiliki visi bisnis sekaligus misi sosial yang sangat kuat. Kami berharap bahwa dengan investasi ini, kami bukan hanya memperkuat ekosistem industri kreatif Indonesia namun juga membantu menyebarluaskan pesan positif kepada masyarakat, khususnya generasi muda lewak komik, film, musik, video game dan berbagai media lainnya,” terang Managing Director DNC Irene Umar.

Sejak awal Naobun Project sudah menggandeng kreator yang memiliki misi yang sama. Sebagai pengelola kekayaan intelektual Naobun Project mencoba berkontribusi dalam memperkuat ekonomi industri kreatif Indonesia. Hal ini karena masih banyak pelaku industri kreatif yang melupakan aspek-aspek pengelolaan kekayaan intelektual seperti perlindungan hukum dan perencanaan produk turunan. Padahal dua hal tersebut memastikan terpenuhinya hak kreator dan dapat memelihara daya tarik karya.

Dengan pendanaan tahap awal ini, Naobun Project telah merencanakan kerja sama dengan lebih banyak kreator, mengakuisisi kekayaan intelektual baru, mengembangkan produk turunan dari karya yang dikelola dan mengeksplorasi berbagai media kreatif seperti game dan VR (virtual reality). Naobun Project juga berencana memperluas jaringan kerja sama di bidang pendidikan dengan sekolah-sekolah seluruh Indonesia.

“Kami akan membuktikan bahwa misi sosial tidak membuat karya yang kami kelola memiliki daya tarik terbatas. Justru sebaliknya, dalam situasi sosial saat ini kami percaya bahwa pesan positif yangkami sampaikan sedang amat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia,” terang CEO Naobun Project Bonni Rambatan.

[Manic Monday] Picking The Copyright Lock

I spent all night yesterday to try to jailbreak an iPhone 4, given to me by my brother who lives in Japan since he has replaced it with a newer iPhone. It’s not the first time that I received a hand-me-down phone from my brother; several years ago I got an iPhone 3G which I successfully jailbreaked so I could use it with another operator SIM card. All phones in Japan are locked to the telco that sells it, so a jailbreak is necessary. Since I have jailbroken before, I thought, how hard could it be, right?
Continue reading [Manic Monday] Picking The Copyright Lock