Audeze Luncurkan Headset Gaming Wireless Baru, Kali Ini Tanpa Gimmick Head Tracking

Produsen headphone yang populer di kalangan audiophile, Audeze, kembali meluncurkan sebuah headset gaming anyar bernama Penrose. Ini merupakan headset gaming ketiga Audeze setelah Mobius di tahun 2018 dan LCD-GX di tahun 2019.

Secara fisik, Penrose kelihatan mirip seperti Mobius, akan tetapi ada satu faktor pembeda yang sangat signifikan: Penrose tidak mewarisi teknologi head tracking yang dimiliki Mobius. Sebagai gantinya, Penrose lebih berfokus menyajikan performa wireless terbaik dengan latency yang rendah.

Meski kesannya Penrose kalah canggih atau kalah inovatif dibanding Mobius, sebagian konsumen mungkin justru menilai head tracking terlalu gimmicky. Penrose sepertinya juga tidak dimaksudkan untuk menggantikan Mobius, sebab Mobius sampai sekarang masih terpampang di situs Audeze dengan banderol $399, $100 lebih mahal ketimbang Penrose.

Penrose dengan aksen biru, Penrose X dengan aksen hijau / Audeze
Penrose dengan aksen biru, Penrose X dengan aksen hijau / Audeze

Penrose hadir dalam dua varian: Penrose untuk PS4, PS5, PC dan Mac; Penrose X untuk Xbox One, Xbox Series X dan PC. Kedua varian menawarkan fitur dan spesifikasi yang sama persis, dengan perbedaan hanya pada dongle wireless 2,4 GHz-nya, serta aksen warna yang mengitari bagian earcup-nya.

Varian manapun yang konsumen pilih dipastikan kompatibel dengan Nintendo Switch, dan keduanya turut mengemas Bluetooth 5.0 yang mendukung codec SBC maupun AAC sebagai pelengkap. Istimewanya, koneksi 2,4 GHz dan Bluetooth ini bisa berjalan secara bersamaan, yang artinya pengguna bisa mendengarkan audio dari console sekaligus dari smartphone, sangat cocok buat yang rutin berbincang di Discord selama sedang bermain, atau buat yang ingin menyambi mendengarkan podcast.

Audeze Penrose

Sesuai dengan tradisi Audeze selama ini, Penrose hadir mengusung driver planar magnetic berdiameter 100 mm. Mikrofonnya berwujud fleksibel dan bisa dilepas-pasang, serta dilengkapi filter terintegrasi yang diyakini mampu mengeliminasi suara di sekitar pengguna sampai 20 dB. Secara keseluruhan, bobot Penrose tercatat di angka 320 gram.

Dalam sekali pengisian, baterainya diklaim bisa bertahan sampai sekitar 15 jam pemakaian. Charging-nya sudah mengandalkan sambungan USB-C, dan Penrose rupanya tetap bisa dipakai seperti headset biasa menggunakan kabel 3,5 mm.

Audeze Penrose rencananya akan dipasarkan pada bulan September mendatang dengan harga $299. Namun Audeze sudah membuka gerbang pre-order mulai sekarang, dan para pemesan dapat menerima potongan harga senilai $50.

Sumber: Trusted Reviews.

Headset Audeze LCD-GX Diciptakan untuk Gamer yang Kebetulan Juga Seorang Audiophile

Saya yakin tidak banyak gamer yang mengenal perusahaan bernama Audeze, kecuali mereka juga punya hobi di bidang audio. Selama berkiprah sejak 2008, nama Audeze lebih populer di kalangan audiophile, akan tetapi per tahun lalu, mereka mulai merambah segmen gaming lewat headset bernama Mobius.

Eksperimen mereka di ranah baru ini rupanya membuahkan hasil yang cukup positif. Buktinya, mereka baru saja mengumumkan gaming headset kedua mereka. Dijuluki Audeze LCD-GX, wujudnya memang sama sekali tidak mencitrakan sebuah gaming gear, sebab memang target pasar yang diincar adalah para gamer yang kebetulan juga masuk di kalangan audiophile.

Itulah mengapa desainnya menyerupai headphone lain dari lini Audeze LCD, mengadopsi model open-backed demi menyajikan soundstage yang lebih luas, tapi dengan ‘ongkos’ suara akan bocor ke mana-mana, serta suara dari luar yang gampang sekali masuk. Di balik setiap earcup-nya, tertanam driver berteknologi planar magnetic dengan diameter 103 mm.

Audeze LCD-GX

Secara umum, keunggulan utama teknologi planar magnetic adalah dentuman bass-nya yang terdengar bulat dan sangat mantap. Ketika diaplikasikan ke ranah gaming, tentunya ini juga bisa dilihat sebagai hal yang positif, meski saya yakin banyak juga gamer yang lebih memprioritaskan gimmick seperti suara surround dan spatial audio.

Kalau memang itu yang dicari, maka Mobius jelas merupakan pilihan yang lebih tepat ketimbang LCD-GX, belum lagi rencana Audeze untuk menambahkan fitur yang dapat menerjemahkan pergerakan kepala menjadi input keyboard. LCD-GX di sisi lain hanya akan menarik perhatian mereka yang mementingkan kualitas suara di atas segalanya.

Sebagai sebuah gaming headset, tentu saja LCD-GX dibekali sebuah mikrofon, lengkap dengan tombol mute beserta lengan yang fleksibel sehingga masing-masing pengguna bisa menyesuaikan posisinya dengan mudah. Yang cukup menarik, mic ini menjadi satu dengan kabel, dan Audeze menyertakan dua pasang kabel yang berbeda; satu tanpa mic untuk pemakaian di luar sesi gaming.

Secara keseluruhan, Audeze LCD-GX bukan untuk semua gamer, sebab untuk bisa memaksimalkan kinerjanya, Audeze menyarankan untuk menyiapkan amplifier atau DAC terpisah sebagai pendampingnya. Harganya yang dipatok $899 juga merupakan alasan lain ia kurang cocok buat gamer mainstream.

Sumber: The Verge.

Headset Gaming Terbaru HyperX Usung Teknologi Planar Magnetic dan Head Tracking

Divisi gaming Kingston, HyperX, punya sajian baru yang cukup menarik di ajang CES 2019. Mereka memperkenalkan duo headset gaming anyar, yakni HyperX Cloud Orbit dan Cloud Orbit S. Keunggulannya? Keduanya sama-sama merupakan hasil kolaborasi HyperX dengan Audeze.

Buah dari kemitraan ini adalah, baik Cloud Orbit maupun Cloud Orbit S sama-sama dibekali driver planar magnetic 100 mm besutan Audeze. Bukan hanya itu saja, khusus Cloud Orbit S, ia juga dilengkapi teknologi 3D audio berbasis head-tracking, persis seperti yang terdapat pada headset gaming bikinan Audeze sendiri, Mobius.

Ini berarti Cloud Orbit S mampu menyimulasikan zona 360 derajat dalam mereproduksi suara, sehingga pengguna dapat benar-benar tahu dari titik mana suara berasal. Lebih lanjut, Audeze sudah berencana meluncurkan fitur agar headset-nya dapat menerjemahkan pergerakan kepala menjadi input keyboard, dan ini semestinya juga bakal hadir di Cloud Orbit S.

Namun kemiripannya dengan Mobius cukup berhenti sampai di situ saja. Ketimbang mengandalkan konektivitas wireless seperti Mobius, duo Cloud Orbit ini masih mengandalkan kabel sebagai sambungannya. Kendati demikian, pengguna dibebaskan memilih antara kabel USB-A, USB-C, atau 3,5 mm standar.

Berhubung bukan wireless, otomatis harganya juga lebih terjangkau ketimbang Audeze Mobius. Rencananya, HyperX Cloud Orbit dan Cloud Orbit S bakal dipasarkan mulai kuartal kedua tahun ini dengan banderol masing-masing $300 dan $330 – lebih murah dari Mobius yang dihargai $400.

Sumber: Business Wire dan The Verge.

Bukan Sebatas Earphone Planar Magnetic, RHA CL2 Planar Ternyata Juga Wireless

Ngomong-ngomong soal headphone berteknologi planar magnetic, biasanya langsung teringat dengan Audeze. Teknologi yang juga dikenal dengan istilah orthodynamic ini sebenarnya sudah dipopulerkan oleh Yamaha sejak tahun 1976, akan tetapi tidak bisa dipungkiri Audeze-lah yang berjasa mengangkat reputasinya di kalangan audiophile lewat headphone premium seperti LCD–2.

Secara umum, headphone planar magnetic memiliki ukuran yang lebih besar dari biasanya, akan tetapi pada tahun 2016, Audeze membuktikan bahwa mereka bisa mengemas teknologi tersebut dalam sebuah earphone yang cukup ringkas bernama iSine. Dua tahun berselang, giliran RHA Audio yang membuktikan bahwa planar magnetic juga bisa diterapkan pada earphone wireless.

RHA CL2 Planar

Pabrikan audio asal Skotlandia itu baru saja memperkenalkan RHA CL2 Planar, earphone wireless berteknologi planar magnetic pertama di jagat raya. Bukan cuma wireless, dimensinya pun jauh lebih mungil ketimbang Audeze iSine – bobotnya cuma 9 gram tanpa kabel – dan desainnya juga terkesan lebih ‘normal’ selagi masih mencurahkan aura premium.

Yang lebih mengejutkan lagi, RHA baru memulai debutnya di segmen earphone wireless tahun lalu, dan ternyata CL2 Planar ini sudah mereka kembangkan selama sekitar empat tahun. Dedikasi dan kerja keras mereka itu akhirnya berujung pada driver planar magnetic berukuran 10 mm yang tertanam di masing-masing earpiece CL2 Planar.

RHA CL2 Planar

Kedua earpiece yang terbuat dari bahan keramik zirconium itu menyambung ke sebuah neckband fleksibel yang menyimpan chip Bluetooth 4.1 (aptX) sekaligus baterai berdaya tahan 12 jam. Remote kecil berisikan tombol pengaturan audio juga tampak pada salah satu kabelnya.

Berhubung ini masuk kategori produk audiophile – dan audiophile umumnya lebih memprioritaskan kualitas suara ketimbang kepraktisan konektivitas wireless – CL2 Planar rupanya juga dapat dilepas earpiece-nya dan disambungkan ke kabel audio 3,5 atau 2,5 mm (yang termasuk dalam paket pembelian) menjadi earphone wired biasa. Dibantu headphone amp atau DAC, CL2 Planar siap menyuguhkan respon frekuensi di rentang 16 – 45.000 Hz.

RHA CL2 Planar

Kabel audio bukan satu-satunya aksesori yang tersedia dalam paket pembelian CL2 Planar. RHA mempertahankan tradisinya menyertakan seabrek aksesori lain seperti sebuah carrying pouch, flight case, adaptor kabin pesawat, kabel USB-C untuk charging, sports clip, dan total 10 pasang eartip cadangan (termasuk buatan Comply yang berbahan memory foam) yang disusun rapi pada sebuah pelat stainless steel.

Melihat semua yang ditawarkannya, RHA CL2 Planar jelas bukan barang murah. Harganya dipatok $900, dan akan dipasarkan di berbagai peritel mulai tanggal 12 September mendatang.

RHA CL2 Planar

Sumber: Digital Trends dan RHA Audio.

Audeze Luncurkan Versi Closed-Back dari Headphone Terlarisnya

Ada tren baru yang mulai meningkat popularitasnya di segmen headphone premium belakangan ini: headphone yang tadinya berjenis open-backed dibuatkan versi tertutupnya (closed-back). Tren ini dimulai oleh Sennheiser lewat HD 820, yang merupakan versi closed-back dari HD 800, dan sekarang pabrikan lain pun mulai menyusul, salah satunya Audeze.

Produsen headphone yang dikenal akan teknologi planar magnetic-nya itu baru saja memperkenalkan Audeze LCD2 Closed-Back. Dari namanya saja sudah kelihatan bahwa ini merupakan versi berdesain tertutup dari LCD-2, salah satu headphone besutan Audeze yang paling banyak menuai pujian, meski bukan yang paling mahal.

Mengapa harus ada versi tertutup dari headphone yang pertama dirilis di tahun 2009? Well, seperti yang kita tahu, headphone jenis open-backed biasanya memang sangat bagus kualitas suaranya, tapi jangan harap Anda bisa menikmatinya dengan baik kalau tidak sedang berada di kamar seorang diri, sebab earcup yang terbuka berarti suara dari luar bakal terdengar sangat jelas.

Audeze LCD2 Closed-Back

Dibandingkan LCD-2, desain LCD2 Closed-Back tergolong cukup identik, terutama di bagian atas yang diwakili oleh headband bertipe suspensi. Yang sangat berbeda adalah di bagian earcup: LCD-2 pipih dengan sejumlah lubang pada permukaan luarnya, sedangkan LCD2 Closed-Back cembung dan tersegel luarnya.

Pendekatan yang diambil Audeze ini berbeda dari Sennheiser, di mana HD 820 berhasil mempertahankan desain khas dari HD 800 berkat penggunaan kaca Gorilla Glass yang melengkung. Audeze mungkin bisa dikatakan tidak seniat itu, tapi toh yang paling penting adalah bagaimana performanya bisa dipertahankan secara maksimal.

Audeze memastikan bahwa LCD2 Closed-Back sanggup menyuguhkan kualitas suara yang sama superiornya dengan LCD-2. Soundstage-nya mungkin berkurang karena desain tertutupnya, tapi sebagai gantinya, suara jadi tidak bocor ke mana-mana, dan suara luar pun juga bisa diredam dengan baik. Desain closed-back semestinya juga bisa menyajikan dentuman bass yang lebih mantap.

Soal harga, LCD2 Closed-Back rupanya tidak lebih mahal ketimbang LCD-2. Dengan banderol $900, ia pun berada tepat di tengah-tengah LCD2 Classic dan LCD-2. Kasusnya sangat berbeda di kubu Sennheiser, di mana HD 820 dihargai jauh lebih mahal ketimbang versi open-backed-nya (HD 800 dan HD 800 S).

Sumber: Digital Trends.

Audeze Luncurkan Versi Lebih Terjangkau dari Headphone Planar Magnetic Andalannya

Kecuali Anda seorang audiophile, atau setidaknya mengikuti perkembangan perangkat audio, spesifiknya headphone, Anda mungkin tidak mengenal nama Audeze. Brand asal Amerika Serikat membangun reputasinya lewat deretan headphone berteknologi planar magnetic yang superior dalam hal reproduksi bass dan suara minim distorsi.

Namun menciptakan suatu headphone yang sempurna adalah hal yang hampir mustahil. Bagi Audeze, kelemahan lini headphone-nya ada dua: dimensi fisiknya sangat besar dan harganya kelewat mahal. Mendekati akhir tahun 2017 ini, Audeze sepertinya ingin membenahi kelemahan kedua tersebut.

Maka diperkenalkanlah Audeze LCD2 CLassic. Mereka yang familier dengan Audeze pasti tahu kalau headphone baru ini merupakan varian alternatif dari Audeze LCD-2 yang legendaris dan masih diyakini sebagai headphone terbaik yang pernah Audeze buat. Lewat LCD2 Classic, Audeze sejatinya ingin menjadikan kehebatan LCD-2 lebih mudah diakses.

Kalau LCD-2 dibanderol sekitar $1.000, maka LCD2 Classic dipatok $800 ‘saja’ – Anda bahkan bisa mendapatkannya seharga $600 kalau melakukan pre-order. Spesifikasi, kualitas dan karakteristik suaranya dipastikan sama persis dengan LCD-2. Yang membedakan LCD2 Classic hanyalah tidak ada lapisan kayu premium pada earcup-nya, dan label “handcrafted in the USA” yang absen.

Perbedaan lain yang cukup mencolok adalah desain headband-nya yang mengadopsi sistem suspensi, yang diyakini bisa mendistribusikan bobot keseluruhan perangkat secara lebih merata. Selebihnya, konsumen bakal mendapatkan pengalaman yang sama superiornya dengan LCD-2.

Audeze LCD-MX4 Classic / Audeze
Audeze LCD-MX4 Classic / Audeze

Selain LCD2 Classic, Audeze turut memperkenalkan LCD-MX4, lagi-lagi varian alternatif dari salah satu headphone unggulannya, yaitu LCD-4 yang dibanderol $4.000. LCD-MX4 memang masih belum bisa dikatakan murah, tapi setidaknya Audeze bisa memangkas harganya hingga menjadi $3.000 saja.

Sejumlah kompromi tentu saja harus dilakukan. Yang paling utama selain hilangnya lapisan kayu premium adalah absennya teknologi Fazor yang terdapat pada LCD-4, yang dirancang untuk menyalurkan suara yang lebih presisi dan mengeliminasi distorsi-distorsi yang sangat kecil. Kendati demikian, performanya diyakini kurang lebih sama seperti LCD-4.

Yang membuat LCD-MX4 lebih menarik adalah impedansi yang hanya 20 ohm, yang berarti pengguna tak harus memiliki amplifier terpisah, dan menancapkannya langsung pada perangkat seperti laptop tidak akan menjadi masalah. Bobot LCD-MX4 juga diyakini 30 persen lebih ringan ketimbang semua headphone dari lini LCD besutan Audeze.

Baik LCD2 Classic maupun LCD-MX4 memang masih jauh dari kata terjangkau, tapi cukup melegakan melihat perusahaan sekelas Audeze yang berupaya membuat produk andalannya lebih mudah diakses oleh lebih banyak orang.

Sumber: The Verge 1, 2.

Audeze LCDi4 Adalah Earphone Planar Magnetic untuk Audiophile Berkantong Tebal

Lewat earphone iSine, Audeze sejatinya sudah membuktikan bahwa miniaturisasi teknologi planar magnetic sangat mungkin dilakukan, sehingga pada akhirnya earphone yang demikian ringkas sanggup menyuguhkan soundstage sekelas headphone berjenis over-ear. Sekarang, Audeze malah siap menjejakkan langkah yang lebih berani lagi lewat LCDi4.

Audeze LCDi4 bisa dibilang merupakan versi super-mini dari salah satu headphone unggulan Audeze, yakni LCD–4 yang harganya menyerempet angka $4.000. Ini dikarenakan Audeze telah menanamkan driver planar magnetic yang sama ke dalam LCDi4, lengkap hingga diaphragm super-tipisnya, hanya saja dimensinya diciutkan dari 106 mm menjadi 30 mm.

Selain mampu mereproduksi bass secara akurat di frekuensi 5 – 900 Hz, kelebihan LCDi4 ada pada distorsinya yang sangat minimal, tidak lebih dari 0,2% bahkan dalam volume tinggi sekalipun menurut klaim Audeze. Lebih lanjut, Audeze juga cukup percaya diri bahwa kualitas suara LCDi4 bakal terasa lebih koheren ketimbang earphone high-end lain yang mengandalkan lebih dari satu driver di masing-masing earpiece-nya.

Lebih besar dari mayoritas earphone, tapi masih sangat ringan dengan bobot masing-masing earpiece sekitar 12 gram / Audeze
Lebih besar dari mayoritas earphone, tapi masih sangat ringan dengan bobot masing-masing earpiece sekitar 12 gram / Audeze

Secara desain, LCDi4 mirip seperti iSine dengan bodi ala TIE Fighter yang merupakan buah pemikiran firma desain BMW Designworks. Bobot masing-masing earpiece-nya tidak lebih dari 12 gram, tapi Audeze juga telah melengkapinya dengan ear hook supaya terasa lebih nyaman lagi di telinga.

Wujudnya yang amat portable bukan berarti durabilitasnya dikorbankan begitu saja. Audeze memercayakan bahan magnesium sebagai konstruksi utama bodinya, sedangkan kabelnya dilapisi bahan Kevlar guna semakin meningkatkan ketahanannya.

Lalu tibalah kita pada harganya. Kalau LCD–4 dibanderol $3.995, Audeze memajang LCDi4 di situsnya seharga $2.495. Ia jelas bukan untuk semua orang, melainkan untuk para audiophile yang kemungkinan besar juga tergiur dengan portable music player terbaru Astell & Kern, yang tentunya sangat ideal disandingkan dengan LCDi4.

Sumber: Engadget.

Audeze iSine Adalah Earphone Berteknologi Planar Magnetic Pertama di Dunia

Nama Audeze mungkin terdengar agak asing di telinga konsumen awam, tapi di kalangan audiophile, pabrikan asal Amerika Serikat ini memiliki reputasi cukup tinggi. Utamanya, Audeze dikenal sebagai salah satu brand yang memopulerkan headphone berteknologi planar magnetic.

Menjelaskan cara kerja teknologi planar magnetic tentunya butuh satu artikel sendiri, tapi yang pasti teknologi ini punya kelebihan dan kekurangan dibanding dynamic driver yang sangat umum. Yang paling gampang, headphone planar magnetic biasanya mampu mereproduksi suara tanpa distorsi, tapi di saat yang sama ukurannya bongsor-bongsor mengingat di dalamnya tersebar magnet di seluruh penjuru.

Namun itu semua adalah fakta lawas. Audeze ingin membuktikan bahwa mereka bisa menyuguhkan kelebihan teknologi planar magnetic dalam kemasan yang lebih kecil, sekecil earphone lebih tepatnya. Dari situ lahirlah Audeze iSine, diklaim sebagai headphone planar magnetic paling ringan sejagat.

Apa yang Audeze capai lewat iSine tentunya melibatkan proses miniaturisasi kelas berat. Baru beberapa tahun yang lalu, headphone planar magnetic buatan mereka punya ukuran jauh lebih besar daripada headphone standar. Sekarang, semua komponen esensialnya, termasuk diaphragm seukuran 30 mm berhasil dikemas dalam wujud yang ringkas sekaligus tipis, dengan bobot tak lebih dari 20 gram.

Audeze iSine dirancang oleh tim DesignworksUSA yang bertanggung jawab atas mobil eksotis macam BMW i8 / Audeze
Audeze iSine dirancang oleh tim DesignworksUSA yang bertanggung jawab atas mobil eksotis macam BMW i8 / Audeze

Jika dibandingkan dengan earphone lain pada umumnya, ukuran iSine memang jauh lebih besar, tapi setidaknya tidak sampai menutupi daun telinga. Desainnya sendiri tampak seperti hasil kolaborasi Spider-Man dan alien, meski pada kenyataannya yang membuat rancangannya adalah tim desainer mobil futuristis BMW i8.

Tiap unit iSine akan datang bersama dua macam kabel: standar dan kabel Lightning. Khusus kabel Lightning ini, Audeze telah menambatkan amplifier sekaligus DAC demi menyajikan kualitas suara yang lebih optimal, serta sanggup mengolah file audio Hi-Res.

Audeze rencananya akan memasarkan iSine mulai bulan Oktober dalam dua model: iSine 10 dan iSine 20. iSine 10 dihargai $399, sedangkan iSine 20 seharga $599 karena mengemas voice coil yang lebih panjang serta menjanjikan kualitas suara yang lebih baik lagi.

Sumber: The Verge dan Audeze.

Headset Premium Oppo PM-1 Akan Segera Hadir di Indonesia

Di telinga kita, Oppo adalah brand yang populer dengan produk-produk smartphone kelas atas. Tapi jauh sebelum mereka mulai memproduksinyaa, Oppo memiliki reputasi yang tinggi dalam produksi DVD/Blu-ray disc player. Oppo sendiri memiliki jajaran produk sangat luas dan mampu membuat kita kagum. Dan belum lama ini, mereka merilis sebuah headset premium baru. Continue reading Headset Premium Oppo PM-1 Akan Segera Hadir di Indonesia