Merakit Lego Lalu Diterbangkan Seperti Drone? Inilah Flybrix

Anda tidak sendirian jika beranggapan desain drone atau quadcopter yang ada di pasaran hanya begitu-begitu saja. Kalau Anda ingin yang lebih variatif, mungkin Anda harus menempuh jalur DIY alias merakit sendiri.

Meski tutorialnya mudah sekali ditemukan di internet, eksekusinya terkadang tidak semudah merakit sebuah figur sederhana dari Lego. Lho, kalau begitu kenapa tidak merakit drone menggunakan balok Lego saja? Well, itulah yang dipikirkan oleh startup bernama Flybrix.

Ditujukan untuk konsumen berusia 14 tahun ke atas, bundel paling mendasar Flybrix mengemas seluruh komponen yang dibutuhkan untuk merakit quadcopter, hexacopter atau octocopter sekalipun. Lebih istimewa lagi, semua itu bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari 15 menit, mengingat prosesnya tidak jauh berbeda dari merakit Lego biasa.

Terdapat total delapan motor dan baling-baling yang bisa digunakan. Anda bebas memakai balok Lego yang disediakan atau milik Anda sendiri, dan bentuknya pun juga bisa Anda atur sesuka hati. Selanjutnya, sebuah circuit board Arduino menjadi otak dari segalanya, termasuk modul Bluetooth untuk menyambung ke smartphone.

Flybrix Deluxe Kit datang bersama sebuah controller fisik / Flybrix
Flybrix Deluxe Kit datang bersama sebuah controller fisik / Flybrix

Yup, kendalinya bisa dilakukan via aplikasi smartphone. Tapi kalau pengguna lebih sreg dengan controller fisik, Flybrix juga menawarkan bundel lain yang mencakup sebuah controller. Lalu bagaimana kalau ini merupakan drone pertama dan Anda tidak sengaja menabrakkannya hingga jatuh berguguran? Well, justru ini merupakan esensi dari Flybrix.

Semua komponen yang termasuk dalam bundel Flybrix telah dirancang dengan durabilitas tinggi. Seandainya kreasi Anda jatuh berantakan, tinggal kumpulkan kembali komponennya dan rakit lagi menjadi baru. Dengan cara seperti itu, elemen edukasi pun bisa diterapkan secara efektif pada Flybrix, mencakup ilmu-ilmu mendasar perihal engineering maupun hukum fisika.

Singkat cerita, kalau Anda suka drone dan Lego, Flybrix akan terdengar sangat menggiurkan buat Anda. Basic Kit-nya dibanderol seharga $149, sedangkan Deluxe Kit yang mencakup controller fisik seharga $189. Harga ini hanya berlaku untuk waktu yang terbatas; nantinya masing-masing akan naik menjadi $189 dan $249.

Sumber: Engadget.

Inilah GoPro Karma, Drone Perdana dari Sang Raja Action Cam

Setelah dinanti-nanti sejak lama, GoPro akhirnya mengungkap secara resmi drone perdananya, Karma. Karma menarik bukan semata karena ada label GoPro di bodinya, tetapi memang karena ada sejumlah inovasi menarik yang telah disematkan padanya.

Pertama-tama, dari segi desain Karma terbilang amat ringkas, dengan bobot sekitar 1 kg lebih sedikit. Keempat lengannya bahkan bisa dilipat lurus ke depan untuk disimpan ke dalam tas ransel yang termasuk dalam paket penjualan.

GoPro Karma bisa dilipat dan disimpan ke dalam tas ransel yang termasuk dalam paket penjualan / GoPro
GoPro Karma bisa dilipat dan disimpan ke dalam tas ransel yang termasuk dalam paket penjualan / GoPro

Performanya cukup oke untuk sebuah drone berbodi ringkas; kecepatan maksimumnya mencapai angka 56 km/jam, dan ia bisa beroperasi hingga sejauh 1 kilometer dari controller selama 20 menit non-stop sebelum baterainya perlu diisi ulang.

Controller-nya sendiri sangat unik sekaligus sederhana jika dibandingkan dengan milik drone dari brand lain. Di sini pengguna sama sekali tidak perlu mengandalkan smartphone untuk mengoperasikan Karma, mengingat controller-nya sudah punya layar sentuh sendiri.

Controller GoPro Karma dibekali layar sentuh dan interface yang sederhana / GoPro
Controller GoPro Karma dibekali layar sentuh dan interface yang sederhana / GoPro

Sejumlah fitur penerbangan semi-otomatis turut tersedia, seperti misalnya Cable Car dan Orbit, sehingga pengguna bisa lebih berfokus mengoperasikan kamera. Opsi lainnya, Anda bisa memanfaatkan aplikasi baru bernama GoPro Passenger, dimana pengguna lain bisa mengambil alih kendali kamera menggunakan smartphone atau tablet selagi Anda berkonsentrasi mengendalikan drone.

Karma tidak dilengkapi kamera, tetapi ia kompatibel dengan lini action cam Hero3, Hero4 dan tentu saja Hero5 yang baru diluncurkan. Kamera ini menancap pada komponen stabilizer atau gimbal 3-axis yang bisa dilepas-pasang. Di sinilah letak fitur paling menarik dari GoPro Karma.

Stabilizer GoPro Karma bisa dilepas dan dipasangkan pada hand grip untuk penggunaan handheld / GoPro
Stabilizer GoPro Karma bisa dilepas dan dipasangkan pada hand grip untuk penggunaan handheld / GoPro

Saat gimbal-nya tersebut dilepas, pengguna bisa menancapkannya pada sebuah hand grip, dan voila, Karma pun beralih fungsi menjadi seperti DJI Osmo. Lebih menarik lagi, kombinasi gimbal dan grip ini bisa dipasangkan ke seabrek mount dan aksesori yang tersedia untuk lini action cam GoPro itu sendiri.

GoPro Karma akan tersedia di pasaran mulai 23 Oktober mendatang seharga $800, tidak termasuk kamera. GoPro rencananya juga bakal menawarkan bundle Karma bersama Hero5 Black seharga $1.100, atau $1.000 bersama Hero5 Session.

Sumber: Gizmodo dan GoPro.

Drone DJI Bakal Dapat Dikendalikan dengan Kacamata AR Buatan Epson

DJI baru-baru ini mengumumkan kerja sama yang cukup menarik dengan Epson. Bukan, buah kemitraan ini bukannya kemampuan Phantom 4 untuk mengirim hasil foto ke printer Epson secara wireless, melainkan kemampuannya dikendalikan dengan kacamata AR Epson Moverio BT-300 yang akan dipasarkan tidak lama lagi.

DJI pada dasarnya akan mengoptimalkan aplikasi DJI GO agar bisa digunakan pada Moverio BT-300. Perpaduan keduanya memungkinkan pengguna untuk melihat hasil rekaman drone secara real-time dalam sudut pandang pertama sekaligus memperhatikan keberadaan drone itu sendiri di depan matanya.

Kolaborasi ini didasari oleh keputusan FAA (Federal Aviation Administration) yang mengharuskan drone untuk tetap berada dalam jarak pandang pengguna selagi mengudara. Di sisi lain, ini juga bisa menjadi bukti lain terkait pengaplikasian perangkat kacamata AR dalam praktek sehari-hari.

DJI nantinya juga akan memperbarui SDK-nya supaya developer bisa ikut berpartisipasi dalam mengembangkan aplikasi yang relevan untuk Moverio BT-300. Kacamata AR ini sendiri nantinya akan dipasarkan sebagai aksesori yang kompatibel dengan drone milik DJI, dan aplikasi DJI GO akan tersedia pada Moverio Apps Market.

Sumber: PR Newswire.

[Rumor] DJI Akan Luncurkan Drone Berwujud Ringkas dengan Desain Unik yang Bisa Dilipat

DJI Phantom bakal punya adik kecil, benarkah? Berdasarkan rumor yang beredar, sepertinya begitu. Kabar ini semakin diperkuat dengan laporan dari situs Heliguy yang menyertakan bocoran gambar dari drone misterius ini.

Seandainya benar, drone ini nantinya akan diberi nama Mavic. Meski ini baru sebatas spekulasi, tapi yang pasti DJI sempat mendaftarkan nama tersebut sebagai trademark pada bulan Agustus kemarin. DJI Mavic, kedengarannya cukup masuk akal.

Bocoran gambarnya menunjukkan bahwa Mavic punya desain yang tidak umum untuk sebuah quadcopter; lengan dan baling-balingnya bisa dilipat ke dalam sehingga perangkat jadi menyerupai balok. Bentuk seperti ini tentunya bakal lebih mudah disimpan dan dibawa-bawa ketimbang quadcopter model konvensional, apalagi mengingat bobot Mavic dikabarkan hanya berkisar 650 gram saja.

Rumor yang beredar juga menyebutkan bahwa Mavic akan dilengkapi dengan kamera 4K yang menancap pada gimbal 2-axis, seperti terlihat dari bagian membulat pada gambarnya. Controller-nya dikabarkan dibekali LCD dan menjalankan OS Android, sedangkan baterainya memiliki kapasitas 3.830 mAh; menjadi indikasi lebih lanjut bahwa Mavic punya ukuran yang jauh lebih ringkas ketimbang lini Phantom.

Kapan pastinya Mavic akan diungkap? Rumor menyebutkan tanggal 15 September, tapi bisa juga pada tanggal 20 September, tepatnya di ajang Photokina 2016. Meski baru sebatas rumor, kehadiran Mavic akan terasa wajar mengingat salah satu rival DJI baru-baru ini juga merilis drone berwujud ringkas, yaitu Yuneec Breeze.

Sumber: Digital Trends dan Heliguy.

Parrot Luncurkan Duo MiniDrone Baru, Swing dan Mambo

Parrot mungkin sejauh ini belum memiliki drone secanggih buatan DJI, akan tetapi perusahaan asal Perancis tersebut secara konsisten menawarkan deretan drone mini yang terus bertambah menarik setiap tahunnya. Tahun ini, Parrot sudah menyiapkan sepasang MiniDrone yang akan mencuri perhatian Anda: Swing dan Mambo.

Di antara keduanya, Parrot Swing adalah yang paling mengundang sorotan. Bentuknya sepintas mirip seperti pesawat X-Wing dari franchise Star Wars. Sepintas ia juga kelihatan mirip seperti Disco Drone yang punya bodi bersayap.

Pada kenyataannya, Swing merupakan sebuah quadcopter yang pandai sekali menyamar menjadi seperti pesawat supersonik. Jika Anda cermati, tampak empat buah baling-baling menancap di sisi depan masing-masing sayapnya. Kendati demikian, Parrot mengklaim Swing bisa lepas landas secara vertikal seperti quadcopter biasa.

Saat mendarat dan akan lepas landas, posisi baling-baling Swing berada di atas / Parrot
Saat mendarat dan akan lepas landas, posisi baling-baling Swing berada di atas / Parrot

Kelebihan lain dari Swing adalah kelincahannya bermanuver jika dibandingkan MiniDrone yang berdesain quadcopter biasa. Di saat yang sama, stabilitasnya juga diyakini lebih baik. Ketika bodinya dimiringkan ke depan, Swing bisa melesat hingga kecepatan 30 km/jam.

Kendalinya mengandalkan sebuah controller bernama Parrot Flypad yang berbasis Bluetooth. Batas jarak terjauh antara drone dan controller adalah 60 meter, dan controller ini juga dilengkapi mount untuk smartphone sehingga pengguna bisa memonitor sisa baterai drone atau mengutak-atik sejumlah pengaturan.

Parrot Mambo datang dengan dua aksesori pelengkap yaitu Cannon dan Grabber / Parrot
Parrot Mambo datang dengan dua aksesori pelengkap yaitu Cannon dan Grabber / Parrot

Menemani Swing adalah Parrot Mambo yang mempunyai desain lebih konvensional. Pun begitu, Mambo tetap unik karena bisa dipasangi komponen tambahan seperti penjepit atau meriam mini yang siap menembakkan bola-bola kecil.

Berbekal aksesori Grabber, Mambo bisa dijadikan kurir rayuan gombal / Parrot
Berbekal aksesori Grabber, Mambo bisa dijadikan kurir rayuan gombal / Parrot

CEO Parrot, Henri Seydoux menyebut Mambo sebagai “mesin guyonan”. Memang benar, karena dengan Mambo Anda bisa mengirimkan gombalan paling maut ke pasangan Anda dengan cara yang paling tidak terkira, atau sekadar menguji kemampuan Anda membidik dengan meriam bolanya.

Kedua MiniDrone ini rencananya akan dipasarkan mulai bulan September mendatang. Parrot Swing dihargai $140, sedangkan Mambo dipatok $120, sudah termasuk dua aksesori pelengkapnya yaitu Grabber dan Cannon.

Sumber: TechCrunch.

Cuma $500, Drone Mungil Yuneec Breeze Usung Kamera 4K dan Mode Penerbangan Semi-otomatis

Salah satu rival terbesar DJI, Yuneec, baru-baru ini memperkenalkan drone yang cukup menarik perhatian. Bernama Breeze, Yuneec sebenarnya lebih sreg menyebutnya sebagai kamera terbang ketimbang drone. Meski demikian, bentuknya tetap seperti quadcopter pada umumnya, hanya saja wujudnya sangat ringkas dan imut-imut.

Dimensi Breeze memang tergolong sangat kecil, berwujud persegi dengan sisi 196 mm dan tinggi 65 mm, plus bobot total 385 gram – bahkan lebih ringan daripada iPad Air 2. Keempat baling-balingnya bisa dilipat ketika sedang tak digunakan, menjadikannya mudah disimpan di dalam tas dan dibawa bepergian.

Tugas mengabadikan gambar diserahkan pada kamera beresolusi 13 megapixel, dengan sudut pandang 117 derajat. Kamera ini juga dapat merekam video dalam resolusi 4160 x 3120 pixel alias 4K. Kendati demikian, kamera ini tidak menancap pada gimbal seperti yang dimiliki drone kelas atas besutan Yuneec maupun DJI, sehingga penggunaannya di segmen profesional mungkin agak kurang relevan.

Dimensi Yuneec Breeze sangat ringkas, bahkan bobotnya lebih enteng daripada iPad Air 2 / Yuneec
Dimensi Yuneec Breeze sangat ringkas, bahkan bobotnya lebih enteng daripada iPad Air 2 / Yuneec

Pada kenyataannya, Yuneec memosisikan Breeze untuk keperluan fotografi dan videografi sosial. Itulah mengapa Breeze telah dibekali dengan fitur pintar macam kontrol via smartphone dan mode penerbangan semi-otomatis. Ya, dalam paket penjualannya, tidak ada unit controller yang disertakan.

Total ada lima mode penerbangan semi-otomatis yang ditawarkan Breeze: Selfie, Follow Me, Orbit, Journey dan Pilot. Breeze memadukan GPS, sensor optik dan infra-merah dalam sistem kendalinya, memungkinkannya untuk terbang dan mempertahankan posisinya baik di dalam maupun luar ruangan. Melengkapi semua itu adalah fitur pendaratan dan kembali ke titik semula secara otomatis.

Selagi mengudara dan mengambil gambar, Breeze dapat meneruskan hasil tangkapannya secara real-time ke ponsel dalam resolusi 720p. Selanjutnya, pengguna tinggal mengunduh foto maupun video yang diambil untuk dibagikan ke media sosial, semuanya melalui satu aplikasi yang sama.

Yuneec Breeze bisa beroperasi selama 12 menit nonstop sebelum baterainya perlu di-charge kembali selama 30 – 40 menit. Drone ini sekarang telah dipasarkan seharga $500.

Sumber: CNET dan Yuneec.

Empat Drone Star Wars Resmi dari Propel Ini Bisa ‘Perang Laser’

Penggemar berat franchise Star Wars mungkin mempunyai miniatur Millenium Falcon atau X-Wing terpampang rapi di dalam kamarnya. Namun pernahkah terbayang di benak mereka bahwa khayalan untuk menerbangkan miniatur pesawat-pesawat ikonik tersebut bisa terwujud sekarang juga?

Propel, pabrikan yang dikenal akan RC helicopter-nya baru-baru ini membuat kejutan di acara Star Wars Celebration di London dengan memperkenalkan empat buah drone Star Wars. Drone ini bukan abal-abal, melainkan telah mengusung lisensi resmi dari Lucasfilm.

Keempat drone tersebut mengambil wujud pesawat-pesawat ikonik dari franchise Star Wars, yaitu Millenium Falcon tunggangan Han Solo, X-Wing milik Rebel Alliance, Tie Fighter milik Darth Vader dan Speeder Bike – lengkap beserta seorang Scout Trooper di atasnya.

Millenium Falcon / Propel
Millenium Falcon / Propel

Keempatnya benar-benar bisa terbang. Uniknya, baling-balingnya terletak di bagian bawah dan berwarna transparan sehingga ketika masing-masing drone mengudara, baling-balingnya seakan tidak tampak. Tidak cuma itu, keempatnya juga siap ngebut hingga mencapai kecepatan sekitar 60 km/jam – khusus Millenium Falcon, pesawat yang sempat disebut ‘sampah’ oleh Rey di Force Awakens tersebut bisa menembus angka 80 km/jam.

Lebih menarik lagi, keempat drone Star Wars ini juga bisa ‘menembakkan’ laser – tidak bersifat destruktif seperti di film, melainkan lebih mirip laser pointer. Propel sendiri telah merancang sistem ‘perang-perangan’ yang mendukung hingga 24 drone sekaligus.

T-65 X-Wing Starfighter / Propel
T-65 X-Wing Starfighter / Propel

Peraturannya sederhana saja: apabila drone Anda ‘tertembak’ tiga kali, maka drone akan ‘tumbang’ dan mendarat secara otomatis. Meski terkesan simpel, bisa dibayangkan keseruan yang muncul saat ada 24 drone sekaligus yang tengah bertempur.

Sebelum berpikir untuk ikut di medan perang, tentunya ada beberapa calon konsumen yang bertanya-tanya apakah menerbangkannya tidak sulit. Well, keempat drone ini sudah dibekali tiga mode yang berbeda untuk mengakomodasi skill pilot yang berbeda pula. Sebagai pelengkap, tersedia pula fitur untuk mengaktifkan aksi stunt 360 derajat dengan menekan satu tombol saja.

74-Z Speeder Bike + Scout Trooper / Propel
74-Z Speeder Bike + Scout Trooper / Propel

Sayang sejauh ini belum ada informasi pasti mengenai harganya – diperkirakan antara $200 – $400 per drone. Propel sendiri rencananya baru akan memasarkan keempat drone Star Wars ini mulai bulan September mendatang di Amerika Serikat dikarenakan masih terhambat soal lisensi penjualan.

Selagi menunggu, kita bisa menyimak aksinya secara langsung dalam video-video berikut.

Sumber: Wired, The Verge dan Propel.

Drone Walkera Voyager 4 Andalkan Fitur Zoom Amat Jauh dan Konektivitas 4G

Baru pekan lalu DJI memperkenalkan kamera dengan lensa zoom pertama untuk drone kreasinya. Sekarang sudah ada pabrikan lain yang mencoba menjegal inovasi DJI ini. Perusahaan tersebut adalah Walkera – yang masih satu kampung dengan DJI – dan mereka belum lama ini memperkenalkan drone flagship terbarunya dengan kemampuan optical zoom ‘tingkat dewa’.

Dijuluki Walkera Voyager 4, keunggulan utama drone ini pada pada kameranya. Kalau DJI Zenmuse 3 menawarkan optical zoom 3,5x, Voyager 4 dengan bangga menyuguhkan optical zoom 16x. Perbandingannya bisa dibilang bagaikan langit dan bumi, mengingat kamera Voyager 4 punya panjang focal setara 10 – 1.500 milimeter.

Pada prakteknya, fitur zoom sejauh ini memungkinkan pengguna untuk mengambil gambar dari jarak sejauh 1 kilometer, jika dibandingkan dengan drone lain yang umumnya mengusung kamera dengan lensa wide angle. Pun demikian, DJI Zenmuse 3 masih lebih unggul soal kualitas video berkat opsi perekaman 4K, sedangkan kamera milik Voyager 4 hanya terbatas di resolusi 1080p.

Walkera Voyager dibekali dengan fitur optical zoom 16x, setara panjang focal 10 - 1.500 mm / Walkera
Walkera Voyager dibekali dengan fitur optical zoom 16x, setara panjang focal 10 – 1.500 mm / Walkera

Namun Voyager 4 masih menyimpan satu keunggulan lain, yaitu konektivitas 4G, baik pada unit drone maupun controller-nya. Hal ini pada dasarnya memungkinkan pengguna untuk mengendalikan drone dari mana pun, tidak peduli jaraknya sejauh apa.

Jadi selama koneksi internet lancar dan cepat, pengguna bisa mengendalikan Voyager 4 dari dalam kamar meski drone sedang berada di kota lain misalnya. Kalau mau cara yang ‘normal’, Voyager 4 bisa dikendalikan dari jarak maksimum 1,5 km lewat jaringan Wi-Fi.

Sejauh ini Walkera belum mengungkapkan banderol harga dari Voyager 4. Namun kalau merujuk pada pendahulunya, Voyager 3 yang dipasarkan seharga $2.000, bisa jadi Voyager 4 dihargai sama atau bahkan lebih mahal.

Sumber: Gizmag.

Dirancang oleh Pembalap Drone Pro, Teal Drone Sanggup Melesat dalam Kecepatan 136 Km/jam

Secepat apa drone bisa melesat? Bukan drone kelas militer yang saya maksud, melainkan yang ditujukan buat konsumen secara umum seperti buatan DJI atau Yuneec. Seorang pemuda berusia 18 tahun asal AS, George Matus, ingin membuktikan bahwa dirinya sanggup menciptakan drone kelas consumer tercepat sejagat.

Disokong oleh dana funding dari seorang venture capitalist ternama, Peter Thiel, George memutuskan untuk mendirikan perusahaannya sendiri. Produk perdananya bernama Teal, sebuah drone berdesain simpel yang sanggup melesat dalam kecepatan 136 km/jam.

Ya, drone ini memang terlahir dengan latar belakang balapan. Pengembangnya yang masih berusia muda tersebut merupakan pilot balap drone profesional sejak usianya masih 16 tahun. Dan sekarang dirinya ingin merasakan sendiri secepat apa drone hasil karyanya.

Teal Drone dilengkapi kamera yang dapat merekam video 4K / Teal
Teal Drone dilengkapi kamera yang dapat merekam video 4K / Teal

Akan tetapi kecepatan bukan satu-satunya fitur andalan Teal. Quadcopter yang sepintas kelihatan imut-imut ini mengemas chip Nvidia TX1, yang memang secara spesifik dirancang untuk menghadirkan kecerdasan buatan pada drone. Chip ini juga bertanggung jawab atas teknologi machine learning, pengenal gambar, maupun fitur penerbangan otomatis.

Teal juga mengusung sebuah kamera yang mampu merekam video 4K. Namun yang lebih menarik adalah bagaimana sang pengembang berniat menjadikan Teal sebagai platform aplikasi pihak ketiga guna meningkatkan fungsionalitas drone itu sendiri.

Sejauh ini Teal Drone baru berupa prototipe, namun George cukup percaya diri dan memutuskan untuk membuka pre-order seharga $1.299. Mengapa begitu mahal sekali? Well, selain cepat dan pintar, Teal juga dirancang setangguh mungkin, dimana ia sanggup mempertahankan posisinya ketika angin bertiup sekencang 64 km/jam serta dapat diterbangkan meski sedang hujan.

Sumber: The Verge dan Teal Drones.

Aerix Black Talon Jadikan Balap Drone Terasa Mudah untuk Pilot Amatir

Harus diakui, mengendalikan drone itu tidak mudah. Butuh waktu untuk mempelajari dan membiasakan diri sebelum kita bisa menerbangkannya tanpa membahayakan siapapun. Jadi, bisa kita bayangkan sehebat apa skill yang dimiliki para pilot balap drone.

Namun sebuah pabrikan bernama Aerix Drone punya visi dimana kita semua bisa menjadi pilot balap drone. Mereka memperkenalkan Black Talon, sebuah drone yang secara khusus dirancang untuk dipakai balapan oleh pilot amatir.

Dimensi Black Talon tergolong kecil, cuma 10 x 10 cm dengan bobot hanya 68 gram, sudah termasuk baterai. Pun begitu, kecepatan maksimumnya bisa mencapai angka 24 km/jam, dan ia pun sudah dilengkapi dengan gyroscope 6-axis guna menyeimbangkan tubuhnya selagi mengudara.

Akan tetapi keunggulan utama Black Talon ada pada fitur bernama Altitude Hold. Fitur ini pada dasarnya memungkinkan drone untuk mempertahankan tingkat ketinggiannya di udara secara otomatis. Dengan demikian, pengguna hanya perlu berfokus pada pergerakannya saja.

Ukuran Aerix Black Talon cuma sekepalan tangan / Aerix Drones
Ukuran Aerix Black Talon cuma sekepalan tangan / Aerix Drones

Selain itu, pengguna juga dapat mengaktifkan mode Headless, dimana gerakan drone bisa dikontrol sesuai posisi joystick-nya di controller. Jadi tak peduli drone sedang menghadap ke mana, menggeser joystick ke kiri akan menggerakkan drone ke kiri juga.

Black Talon mengusung sebuah kamera yang bisa dipakai untuk merekam video 720p selagi mengudara, yang akan disimpan dalam SD card yang menancap di tubuhnya. Video tersebut juga bisa diteruskan secara real-time ke controller-nya sehingga pengguna bisa melihat ke mana drone mengarah dalam sudut pandang pertama.

Ukurannya yang kecil juga berarti baterainya tidak begitu besar; waktu mengudaranya cuma sebatas 5 – 7 menit. Kabar baiknya, baterainya bisa dilepas-pasang, sehingga pengguna bisa mengganti dengan unit baterai cadangan dan mulai mengudara lagi dengan cepat.

Saat ini Aerix Black Talon dijajakan seharga $139. Tersedia pula bundel seharga $189 yang mencakup 3 unit baterai dan 10 set baling-baling cadangan.

Sumber: The Verge.