Raspberry Pi Pico Adalah Microcontroller Pertama dari Sang Produsen Single-Board Computer

Di dunia elektronik DIY (do-it-yourself), nama Raspberry Pi dan Arduino sudah pasti terdengar tidak asing. Namun mereka yang baru mulai mendalami biasanya keliru dan menganggap kedua perangkat ini sama. Padahal, satu merupakan single-board computer (Raspberry Pi), dan satunya merupakan microcontroller (Arduino).

Menjelaskan perbedaan antara keduanya mungkin bisa jadi satu artikel sendiri, tapi gampangnya kurang lebih seperti ini: single-board computer seperti Raspberry Pi umumnya memiliki sistem operasinya sendiri dan dirancang untuk mengerjakan tugas-tugas komputasi, sedangkan microcontroller adalah yang bertugas mengatasi input analog. Tidak jarang keduanya pun digunakan secara bersamaan dalam suatu proyek DIY.

Di tahun 2021 ini, Raspberry Pi rupanya sudah siap memperluas portofolio produknya. Mereka baru saja memperkenalkan Raspberry Pi Pico, microcontroller perdananya yang mengemas chip bikinan mereka sendiri. Chip yang dimaksud adalah RP2040, yang dideskripsikan sebagai chip mungil tapi berkinerja tinggi, dengan kapabilitas I/O yang fleksibel.

Di samping bahasa pemrograman C, Pico juga mendukung bahasa lain yang lebih spesifik seperti MicroPython. Total ada 30 pin GPIO pada tubuh Pico – empat di antaranya bisa digunakan sebagai input analog – dan ia turut dibekali port micro-USB yang mendukung mode mass storage.

Semua itu dikemas dalam PCB berukuran 21 x 51 mm. Di Amerika Serikat, satu unit Raspberry Pi Pico dihargai hanya $4 saja, dan seperti yang sudah menjadi tradisi Raspberry Pi selama ini, ada dokumentasi lengkap mengenai Pico yang dapat diakses di situsnya. Di situs marketplace Cytron, harga yang tertera untuk satu unit Pico adalah Rp74.426, atau Rp93.126 untuk varian yang pre-soldered.

Menariknya, ketimbang bersaing langsung dengan produsen microcontroller macam Arduino dan Adafruit, Raspberry Pi justru memilih untuk mengajak mereka bekerja sama. Chip RP2040 tadi bukanlah komponen eksklusif untuk Raspberry Pi Pico, tapi juga bisa kita jumpai pada sederet microcontroller baru bikinan Arduino, Adafruit, Pimoroni, maupun Sparkfun – salah satunya bahkan ada yang berwujud game console imut-imut.

Sumber: TechCrunch dan Raspberry Pi.

Kano PC Adalah Tablet Windows 10 Modular untuk Mengeksplorasi Cara Kerja Komputer

Setahun yang lalu, produsen permainan STEM Kano meluncurkan tablet Windows 10 pertamanya setelah sebelumnya berkutat dengan sejumlah perangkat yang menjalankan sistem operasi bikinannya sendiri. Sayang meski kedengarannya menjanjikan, perangkat bernama Kano PC itu hanya sempat dijual ke sekelompok kecil konsumen saja.

Lalu di tengah pandemi dan berlangsungnya tahun ajaran baru di sejumlah negara, Kano mencoba untuk kembali mendapat sorotan lewat versi anyar Kano PC. Versi baru ini hadir dengan sejumlah peningkatan, utamanya terkait performa. Kalau sebelumnya Kano PC hanya ditenagai salah satu varian Intel Atom, versi barunya kini mengandalkan prosesor dual-core Intel Celeron N4000 yang lebih bertenaga.

Kapasitas RAM dan storage-nya masih sama, DDR3 4 GB dan eMMC 4 GB, akan tetapi daya tahan baterainya meningkat menjadi 10 jam pemakaian. Perubahan lainnya mencakup konektivitas Bluetooth 5.0 (sebelumnya cuma Bluetooth 4.2), charging via USB-C, sepasang port USB 3.0 (sebelumnya satu 3.0 dan satu 2.0), serta tombol volume di sisi kanan perangkat.

Menurut Kano, spesifikasi baru ini punya kinerja yang lebih unggul ketimbang laptop lain yang berharga lebih mahal, seperti Chromebook Acer Spin 11 misalnya, saat diuji menggunakan software benchmark Novabench. Peningkatan performa memang merupakan hal positif yang semestinya kita dapatkan dari produk generasi kedua, akan tetapi nilai jual utama Kano PC sebenarnya bukanlah itu.

Kano PC

Daya tarik utamanya justru terletak pada konsep perakitan ala Lego. Jadi sebelum bisa digunakan seperti tablet Windows 10 pada umumnya, Kano PC harus dirakit terlebih dulu. Sejumlah komponen, seperti misalnya modul speaker atau baterai, harus disambungkan ke papan sirkuit utamanya sebelum akhirnya dibungkus dalam case transparan.

Sejumlah indikator LED akan menyala untuk menandakan apakah suatu komponen sudah berfungsi dengan baik atau belum. Konsepnya memang tidak sekompleks merakit komputer pada umumnya, tapi setidaknya bisa memberikan gambaran kepada anak-anak mengenai cara kerja suatu komputer, dan pastinya ada kepuasan tersendiri ketika mereka bisa belajar menggunakan perangkat yang dibangunnya sendiri.

Berhubung modular, Kano PC juga punya potensi untuk di-upgrade ke depannya, dan ini penting demi mengajarkan anak-anak selaku target pasar utama Kano PC tentang besarnya dampak dari limbah elektronik. Daripada harus dibuang ketika baterai atau layarnya sudah rusak, Kano PC bisa ‘dihidupkan’ kembali dengan memasang modul yang baru.

Bicara soal layar, layar sentuh milik Kano PC diklaim cukup tangguh dan mampu bertahan meski dijatuhi bola baja dari ketinggian hampir 2 meter. Layarnya sendiri punya bentang diagonal 11,6 inci dan resolusi 1366 x 768 pixel.

Kano PC

Beralih ke software, Kano tidak lupa menyertakan sejumlah aplikasi edukasi racikan mereka sendiri. Mereka juga menyediakan layanan berlangganan Kano Club yang akan memberikan konten pendidikan secara rutin setiap dua minggu. Terakhir, mengingat Kano PC merupakan hasil kolaborasi antara Kano dan Microsoft, jangan terkejut kalau integrasi Microsoft Teams sudah tersedia secara default, dan ini diharapkan bisa membantu para murid dan pengajar dalam menjalani masa-masa sulit seperti sekarang.

Di Amerika Serikat, Kano PC saat ini telah dipasarkan seharga $300. Ke depannya, Kano berencana meluncurkan sejumlah periferal untuk Kano PC, mulai dari headphone, mouse sampai webcam modular yang dibekali sejumlah lensa yang berbeda.

Sumber: Engadget dan Kano.

Tangi Adalah Platform Video Pendek Khusus untuk Topik DIY dan Kreativitas

Divisi eksperimental Google, Area 120, kembali menelurkan aplikasi yang cukup unik. Dinamai Tangi, ia sejatinya merupakan platform video pendek ala TikTok (atau Byte), akan tetapi fokusnya hanya tertuju pada topik DIY (do-it-yourself) maupun ragam konten kreatif lainnya.

Tangi sendiri berasal dari kata “tangible” yang berarti “berwujud”, dan di saat yang sama juga merupakan singkatan yang agak memaksa dari “TeAch aNd GIve”. Ya, tujuan dari diciptakannya Tangi memang adalah untuk membantu orang-orang belajar menciptakan banyak hal melalui video-video berdurasi maksimum 1 menit.

Deretan video yang tersaji di halaman utamanya dapat disortir berdasarkan kategori (Art, Cooking, DIY, Fashion & Beauty, Lifestyle). 60 detik jelas terlalu singkat untuk panduan langkah demi langkah yang mendetail, dan konten seperti ini jelas lebih cocok diunggah ke YouTube. Sebaliknya, Tangi lebih ideal menampung video-video macam cooking hack atau sejenisnya.

Tangi

Fokus pada konten DIY dan kreativitas membuat Tangi sepintas terdengar mirip dengan Pinterest. Satu fitur yang cukup unik dari Tangi adalah “Try It”, yang mempersilakan penonton untuk mempraktekkan apa yang mereka tonton, memotret hasilnya lalu mengunggahnya sebagai komentar, memicu interaksi dengan komunitas.

Salah satu kekurangan Tangi adalah, kita tidak bisa seenaknya sendiri mengunggah video. Setidaknya untuk sekarang, kreator diwajibkan mendaftar terlebih dulu supaya bisa menyumbang konten ke platform Tangi. Ini dimaksudkan supaya koleksi videonya tidak ada yang melenceng dari topik DIY dan kreativitas itu tadi.

Tangi saat ini sudah bisa diakses melalui browser ataupun aplikasi iOS. Untuk sekadar menonton video-videonya, kita bahkan tidak perlu login menggunakan akun Google terlebih dulu.

Sumber: Google dan TechCrunch.

Kano PC Adalah Komputer DIY dengan OS Windows 10 untuk Bidang Edukasi

Dewasa ini, anak-anak tidak kekurangan stok permainan STEM. Perangkat seperti Kano Computer Kit Touch misalnya, mampu mengajarkan anak-anak cara merakit komputer beserta dasar-dasar coding sekaligus. Namun itu semua rupanya belum cukup buat Kano, yang telah membangun reputasinya bidang ini semenjak mereka mencetak rekor pendanaan fenomenal di Kickstarter atas produk perdananya di tahun 2013.

Keseriusan mereka bisa dilihat dari inisiatif terbarunya. Bekerja sama dengan Microsoft, mereka baru saja merilis Kano PC, sebuah komputer DIY (do-it-yourself) yang menjalankan sistem operasi Windows 10 S. Ya, ini jelas lebih kapabel ketimbang komputer-komputer Kano sebelumnya yang menjalankan Kano OS, meski tentu saja Windows 10 S sendiri agak terbatas karena hanya bisa menjalankan aplikasi dari Microsoft Store.

Kano PC

Premis yang ditawarkan Kano PC sebenarnya tidak jauh berbeda dari produk-produk Kano sebelumnya. Sebelum mulai menggunakan komputer, anak-anak diajak untuk merakit sejumlah komponennya terlebih dulu; menyambungkan battery pack, memasang speaker, dan lain sebagainya. Mereka bakal dipandu langkah demi langkah lewat semacam buku cerita.

Secara teknis, Kano PC mengemas prosesor quad-core Intel Atom x5-Z8350 berkecepatan 1,44 GHz, RAM DDR3 4 GB, dan kapasitas penyimpanan 64 GB beserta slot kartu microSD. Konektivitasnya mencakup Wi-Fi, Bluetooth 4.2, port HDMI, dua port USB, serta jack headphone dan mic.

Kano PC

Semua itu dikemas menjadi satu layaknya tablet Surface, dan Kano PC pun turut mengemas layar sentuh 11,6 inci beserta keyboard case yang dapat menyambung secara magnetis. Yang berbeda tentu saja adalah panel belakang Kano PC yang transparan, dan yang dapat dilepas sehingga anak-anak bisa mengeksplorasi jeroannya.

Aspek eksplorasi ini semakin disempurnakan berkat kehadiran aplikasi bernama How Computers Work, yang mengajarkan dasar-dasar coding sekaligus mengajak mereka menciptakan emoji sendiri menggunakan binary code. Tentu saja berhubung Kano PC merupakan hasil kolaborasi dengan Microsoft, aplikasi lain macam Paint 3D, Microsoft Teams, dan bahkan Minecraft Education Edition juga ikut dibundel.

Kano PC

Rencananya, Kano PC bakal dipasarkan mulai 21 Oktober mendatang dengan harga $300. Banderolnya memang setara laptop, tapi tentu saja laptop biasa tak mampu menyuguhkan pengalaman belajar sambil bermain seasyik yang ditawarkan Kano PC.

Sumber: The Verge dan Kano.

Google Luncurkan Paper Signals, Perangkat DIY dari Kertas yang Bisa Dikendalikan dengan Suara

Google adalah perusahaan yang sangat gemar bereksperimen, wajar mengingat Google sendiri bisa dikatakan terlahir dari sebuah eksperimen sepasang mahasiswa doktorat. Selain merilis AIY Vision Kit, Google baru-baru ini rupanya juga memperkenalkan proyek eksperimental lain bernama Paper Signals.

Proyek ini merupakan bagian dari Google Voice Experiments. Tujuan yang ingin dicapai dari Paper Signals adalah menciptakan perangkat fisik yang dapat dikendalikan menggunakan perintah suara. Perangkat fisik yang seperti apa maksudnya? Sederhana saja, yang terbuat dari kertas.

Google Paper Signals

Seperti AIY Vision Kit, Paper Signals juga mengadopsi konsep DIY. Google hanya menyediakan komponen elektronik yang dibutuhkan, sisanya kita yang buat dan rakit sendiri. Google turut menyediakan template bentuk perangkat seperti yang bisa dilihat di atas, yang tinggal kita cetak dan potong sendiri.

Komponen-komponen itu mencakup development board mungil Adafruit Feather Huzzah yang berbekal Wi-Fi, micro servo, kabel jumper dan kabel micro USB untuk sinkronisasi data. Setelah dirakit, perangkat bisa diprogram untuk bermacam kebutuhan menggunakan source code yang open-source.

via GIPHY

Pengoperasiannya mengandalkan perangkat yang mendukung integrasi Google Assistant. Dari situ kita bisa memerintahkan perangkat untuk, misalnya, memonitor kondisi cuaca, memonitor fluktuasi nilai Bitcoin, atau sekadar mengingatkan kita untuk rehat sejenak selagi bekerja.

Skenario-skenario ini barulah yang diajukan oleh Google, dan konsep open-source tentu saja bisa membuka potensi Paper Signals yang lebih luas lagi. Google memasarkan bundel komponennya seharga $25 saja, dan Anda bisa melihat cara kerjanya secara lebih jelas melalui video di bawah ini.

Sumber: PCMag dan Google.

Google Luncurkan AIY Vision Kit, Perangkat Computer Vision DIY Berbasis Raspberry Pi

Usai memperkenalkan VR headset super-simpel Cardboard di tahun 2014, Google kembali bereksperimen dengan karton. Namun demikian, proyeknya kali ini jauh lebih kompleks karena melibatkan sederet komponen elektronik, dan lagi material karton di sini hanya bersifat kosmetik saja.

Namanya AIY Vision Kit, dan perangkat ini merupakan bagian dari salah satu program eksperimental terbaru Google, yaitu AIY Project. Sebelumnya, Google memulai debut program ini melalui AIY Voice Kit, yang premisnya menawarkan dukungan perintah suara dan integrasi Google Assistant pada perangkat berbasis Raspberry Pi.

Untuk Vision Kit, premisnya tidak jauh berbeda dan masih mengandalkan Raspberry Pi. Hanya saja, topik yang menjadi fokus kali ini adalah computer vision. Google melihat proyek ini sebagai cara murah dan sederhana untuk menerapkan teknologi computer vision tanpa perlu mengandalkan koneksi ke jaringan cloud.

AIY Vision Kit

Vision Kit ditujukan untuk penghobi DIY alias do-it-yourself. Paket penjualannya mencakup casing karton, papan sirkuit VisionBonnet, tombol arcade RGB, speaker piezoelektrik, lensa wide-angle dan makro, mur untuk menyambungkan ke tripod dan beragam komponen penyambung lain.

Sisanya, pengguna harus menyiapkannya sendiri, mulai dari Raspberry Pi Zero W, kamera Raspberry Pi, SD card, dan power supply. Kalau sudah lengkap, barulah Vision Kit siap diprogram lebih lanjut.

AIY Vision Kit

Komponen utama Vision Kit adalah papan sirkuit VisionBonnet itu tadi, yang mengemas chip Intel Movidius MA2450. Chip ini punya konsumsi daya yang amat kecil, akan tetapi sanggup menerapkan computer vision dengan menjalankan sejumlah neural network secara lokal, alias tanpa sambungan internet.

Google sendiri menyediakan tiga model neural network yang bisa langsung dipakai. Yang pertama untuk mengenali ribuan benda umum. Yang kedua untuk mengenali wajah dan ekspresinya. Yang terakhir untuk mendeteksi manusia, kucing atau anjing. Selebihnya, pengguna bebas ‘melatih’ model neural network-nya sendiri menggunakan software open-source TensorFlow.

AIY Vision Kit

Sejauh ini Anda mungkin bertanya, “apa manfaat praktisnya?” Banyak, salah satunya untuk mengidentifikasi beragam jenis tanaman maupun hewan. Selain itu, Vision Kit juga bisa dimanfaatkan untuk mengecek apakah anjing Anda kabur dari halaman belakang, atau mengecek apakah tamu-tamu yang datang tampak terkesan dengan dekorasi rumah Anda berdasarkan ekspresi mukanya.

Google berencana memasarkan AIY Vision Kit ke komunitas maker mulai awal Desember ini. Harganya dipatok $45, sekali lagi belum termasuk chip Raspberry Pi dkk yang saya sebutkan tadi.

Sumber: Google.

Lupakan Switch, Ini yang Terjadi Jika Konsep Portable Diterapkan Pada Super Nintendo

Sejumlah masalah tidak bisa meredam euforia peluncuran Nintendo Switch. Buat sekarang, console hybrid itu merupakan komoditas hiburan terpanas. Harganya yang mahal tak menghentikan fans Nintendo di Indonesia untuk meminang Switch. Jika dana belum mencukupi, Anda disarankan agar tidak buru-buru membelinya, atau silakan ikuti jejak user Twitter bernama @huxarufaxara ini.

Lewat jejaring sosial itu, sang inventor asal Jepang memerkan sebuah kreasi yang tidak kalah unik dari Switch, bahkan boleh dibilang lebih canggih dari NES Classic Edition. Huxarufaxara berhasil menerapkan konsep portable pada console klasik Super Nintendo Entertainment System, membuatnya jadi platform permainan handheld – meskipun wujudnya sangat besar untuk dibawa-bawa.

Huxarufaxara merombak hampir seluruh bagian SNES. Port cartridge kini berada di atas, dan device menyuguhkan layar LCD di sisi depan – tepat di atas bekas slot kaset yang ditutup. Untuk input kendali, sang kreator memotong tubuh console dan membenamkan controller SNES di sana. Dan berkatnya, Anda memperoleh layout familier: tombol directional pad dan action button tetap bisa dijangkau oleh kedua jempol.

Karena tertanam dalam body, fungsi tombol trigger kiri dan kanan dipindahkan ke sisi samping console handheld, sehingga tetap bisa dijangkau oleh jari telunjuk. Dan buat mempercantik penampilannya, Huxarufaxara membubuhkan lingkaran di sisi kiri display, berisi warna biru, merah, kuning dan hijau serupa tombol action. Ketika perangkat aktif, lampu indikator di pojok kanan bawah akan menyala.

Tak seperti kebanyakan console ‘retro modern’ yang memanfaatkan solusi emulator, device ini betul-betul mampu membaca cartridge (didemonstrasikan buat menjalankan Final Fantasy V). Tentu saja ada kekurangan pada penyajian seperti ini: kemungkinan besar sistem tidak mendukung dua pemain, kecuali Huxarufaxara menyediakan port untuk menyambungkan controller kedua.

Huxarufaxara juga tidak lupa melengkapi SNES ‘portable‘ dengan speaker build-in, memungkinkannya menghidangkan audio 16-bit tanpa perlu aksesori tambahan. Volumenya bisa diatur lewat kenop di bagian belakang, dan suara keluar dari lubang-lubang di sisi samping. Satu aspek yang belum diketahui secara jelas adalah sumber tenaganya. Dari video yang diunggah ke Twitter, perangkat sepertinya bisa bekerja tanpa tersambung kabel, mengindikasikan kehadiran unit baterai internal.

Sayang sekali, sejauh ini belum ada indikasi Huxarufaxara memiliki niatan buat menjualnya, dan ia juga tidak menyediakan panduan untuk menciptakan SNES handheld tersebut.

Sumber: RocketNews24.

Merakit Lego Lalu Diterbangkan Seperti Drone? Inilah Flybrix

Anda tidak sendirian jika beranggapan desain drone atau quadcopter yang ada di pasaran hanya begitu-begitu saja. Kalau Anda ingin yang lebih variatif, mungkin Anda harus menempuh jalur DIY alias merakit sendiri.

Meski tutorialnya mudah sekali ditemukan di internet, eksekusinya terkadang tidak semudah merakit sebuah figur sederhana dari Lego. Lho, kalau begitu kenapa tidak merakit drone menggunakan balok Lego saja? Well, itulah yang dipikirkan oleh startup bernama Flybrix.

Ditujukan untuk konsumen berusia 14 tahun ke atas, bundel paling mendasar Flybrix mengemas seluruh komponen yang dibutuhkan untuk merakit quadcopter, hexacopter atau octocopter sekalipun. Lebih istimewa lagi, semua itu bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari 15 menit, mengingat prosesnya tidak jauh berbeda dari merakit Lego biasa.

Terdapat total delapan motor dan baling-baling yang bisa digunakan. Anda bebas memakai balok Lego yang disediakan atau milik Anda sendiri, dan bentuknya pun juga bisa Anda atur sesuka hati. Selanjutnya, sebuah circuit board Arduino menjadi otak dari segalanya, termasuk modul Bluetooth untuk menyambung ke smartphone.

Flybrix Deluxe Kit datang bersama sebuah controller fisik / Flybrix
Flybrix Deluxe Kit datang bersama sebuah controller fisik / Flybrix

Yup, kendalinya bisa dilakukan via aplikasi smartphone. Tapi kalau pengguna lebih sreg dengan controller fisik, Flybrix juga menawarkan bundel lain yang mencakup sebuah controller. Lalu bagaimana kalau ini merupakan drone pertama dan Anda tidak sengaja menabrakkannya hingga jatuh berguguran? Well, justru ini merupakan esensi dari Flybrix.

Semua komponen yang termasuk dalam bundel Flybrix telah dirancang dengan durabilitas tinggi. Seandainya kreasi Anda jatuh berantakan, tinggal kumpulkan kembali komponennya dan rakit lagi menjadi baru. Dengan cara seperti itu, elemen edukasi pun bisa diterapkan secara efektif pada Flybrix, mencakup ilmu-ilmu mendasar perihal engineering maupun hukum fisika.

Singkat cerita, kalau Anda suka drone dan Lego, Flybrix akan terdengar sangat menggiurkan buat Anda. Basic Kit-nya dibanderol seharga $149, sedangkan Deluxe Kit yang mencakup controller fisik seharga $189. Harga ini hanya berlaku untuk waktu yang terbatas; nantinya masing-masing akan naik menjadi $189 dan $249.

Sumber: Engadget.

Corsair Resmi Singkap Bulldog, ‘PC ala Home Console’ Berkemampuan 4K Gaming

Meskipun proyek Steam Machines Valve memang tidak sesukses harapan banyak orang, PC terus berevolusi hingga wujudnya semakin kecil namun bertenaga. Kita bisa melihat arahan tersebut kini diusung berbagai produsen, dan dengan pendekatan serupa, perusahaan yang memulai kiprahnya sebagai penyedia memori komputer tertarik untuk turut bermain di sana.

Setelah versi prototype-nya dipamerkan perdana di acara Computex tahun lalu dan sempat memperoleh penghargaan Best of CES 2016, akhirnya Corsair secara resmi memperkenalkan Bulldog, yaitu sebuah PC dengan ‘rasa home console‘. Seperti device sejenis, Bulldog dapat Anda taruh di ruang keluarga dan dijadikan pusat hiburan utama tanpa membuat rumah terlihat berantakan.

Corsair Bulldog 3
Tubuh Bulldog terbuat dari material baja.

Bulldog dapat bersanding serasi dengan koleksi console game Anda. Device memanfaatkan rancangan asimetris poligon bertubuh hitam dari baja, mempunyai dimensi 381x457x133-milimeter. Ukuran ini memungkinkan Bulldog menyimpan hardware-hardware yang ia butuhkan demi menyuguhkan pengalaman virtual reality melalui Oculus Rift dan HTC Vive, serta menghidangkan video game di resolusi 4K.

Corsair Bulldog disajikan dalam tiga tipe: DIY Kit, Bundled System dan Complete System. Namun buat sekarang, Corsair baru memasarkan versi do-it-yourself-nya saja. Sebagai PC barebone, konsumen diperkenankan mengonfigurasi susunan hardware-nya sendiri. Perangkat mendukung motherboard tipe mini-ITX dengan chipset Z170, sudah dibekali power supply SF600 600-watt 80 Plus Gold, serta sistem pendingin CPU Hydro Series H5 SF.

Corsair Bulldog 2
Bulldog didesain untuk menjadi pusat hiburan di ruang keluarga Anda.

Wujud Bulldog tak hanya diracik agar tampil keren, Corsair menyusunnya agar sirkulasi udara berjalan lancar. Melengkapi upaya untuk melenyapkan panas, Hydro Series H5 SF tersemat pas di dalam Bulldog dan bekerja dengan hening. Corsair percaya diri pada kemampuan pendingin mereka itu, dan mempersilakan kita buat meng-overclock sistem. Anda juga bisa menambahkan liquid cooling Hydro GFX ke kartu grafis.

Berbicara soal komponen olah grafis, Bulldog kompatibel dengan GPU berukuran panjang dan lebar 300x90mm, juga muat menjadi rumah bagi power supply 190mm, sebuah drive 2,5-inci (SSD), satu drive 3,5-inci atau tiga buah drive 2,5-inci, tiga buah kipas angin (sudah dilengkapi dua fan 92mm, plus sebuah fan 120mm opsional), dan tersedia pula tempat khusus buat radiator 120mm. Rancangannya digarap sedemikian rupa agar pengguna mudah meng-upgrade komponen di waktu ke depan.

Varian DIY Kit Corsair Bulldog sudah tersedia seharga US$ 400. Sedangkan Complete System baru tiba di triwulan ketiga 2016, dan Bundled System masih ‘available soon‘.

Cardboard Terlalu Mainstream tapi Oculus Rift Kelewat Mahal? Pockulus Chip Solusinya

Kita sudah sering mendengar bermacam-macam kecanggihan headset virtual reality, namun untuk sekarang, belum ada suatu keharusan bagi konsumen untuk memilikinya. Itu mengapa produk sekelas Google Cardboard mempunyai andil penting dalam membawa pengalaman VR ke kalangan awam, sembari memperkenalkan potensi produk yang lebih high-end.

Cardboard merupakan berita lama. Menariknya, ia mendorong banyak produsen untuk menciptakan alternatif murah perangkat virtual reality. Salah satu jelmaannya adalah Pockulus Chip. Meski namanya terdengar seperti parodi Oculus Rift, produk ini menyimpan kapabilitas unik. Developer Next Thing Co. mendeskripsikannya sebagai console game VR portable, karena ia tidak membutuhkan smartphone supaya bisa bekerja.

Layaknya device sejenis, Pockulus Chip didesain untuk dikenakan di wajah. Dari penampilannya, ia memang tidak seringkas atau sesimpel Cardboard. Itu karena Pockulus memanfaatkan komputer bernama Chip untuk menggantikan peran smartphone. Chip ialah sebuah circuit-board murah yang mudah diutak-utik, dijual seharga US$ 9. Ia menyimpan prosesor ARM v7 1GHz, RAM 512MB, dan penyimpanan 4GB.

Pockulus Chip

Pockulus awalnya dibuat untuk merayakan April Mop. Dave Rauchwerk yang turut bertanggung jawab meramu Chip bilang, akan sangat lucu seandainya orang-orang memasangkan perangkat ini ke wajah, apalagi banyak produsen kini berupaya membuat headset VR mereka sendiri. Tapi pada akhirnya, Next Thing Co. malah menciptakan head-mounted display virtual reality standalone paling murah.

Sebelum Anda buru-buru memesan Pockulus Chip, satu hal perlu diketahui: Chip harus dirakit terlebih dulu agar bisa digunakan. Boks packaging hanya berisi perangkat handheld yang wujud dan ukurannya menyerupai Gameboy. Sisanya, Anda perlu mencetak 3D tiap bagian Pockulus. Walaupun sedikit merepotkan, pilihan warna dapat Anda tentukan sendiri, dan Next Thing Co. juga sudah menyiapkan instruksi lengkapnya.

Board Chip menyajikan keyboard QWERTY lengkap, telah dilengkapi modul Wi-Fi, Bluetooth dan baterai build-in. Komputer tersebut berjalan di OS Linux, mempunyai word processor, program-program untuk membuat musik, serta dilengkapi game yang bisa langsung Anda mainkan. Komponen headset dirancang pemasangannya tidak memerlukan lem atau baut.

Buat menghidangkan konten, produsen menggunakan layar sentuh resistif seluas 4,3-inci dengan resolusi 460×272-pixel. Memang tidak istimewa, namun lebih dari cukup untuk menangani game-game kecil yang telah dibundel bersama Pockulus.

Pockulus Chip bisa Anda beli di website resminya, dijajakan hanya seharga US$ 50.

Via Wired. Sumber: GetChip.