Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pembentukan Komite Publisher Rights

Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Pers mendorong Dewan Pers, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan untuk membentuk Komite Publisher Rights.

Adapun, koalisi ini terdiri dari LBH Pers, SEJUK, AMSI, PPMN, Yayasan Tifa, SAFEnet, FPMJ, ICW, IDA, dan Internews.

Pembentukan komite ini menyusul implementasi Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas (Publisher Rights).

Aturan ini memiliki mandat untuk membentuk komite pengawasan dan pemenuhan pelaksanaan kewajiban perusahaan platform digital; pemberian rekomendasi kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika atas hasil pengawasan; dan pelaksanaan fasilitasi dalam arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa antara perusahaan platform digital dan perusahaan pers.

“Pemberlakuan aturan ini dinilai perlu pengawalan dari berbagai sektor, pemangku kepentingan, serta kelompok masyarakat sipil secara luas. Maka itu, pembentukan komite ini diharapkan dapat berlangsung secara terbuka, partisipatif, dan akuntabel, dengan mengedepankan integritas dalam proses maupun hasilnya,” demikian disampaikan dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial.id.

Berikut rangkuman sejumlah poin utama terkait pembentukan Komite Publisher Rights oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kebebasan Pers:

    1. Dewan Pers dan Tim Panitia Seleksi Komite memastikan seluruh proses seleksi dijalankan partisipatif dan transparan dengan mementingkan hak-hak masyarakat sipil, khususnya hak atas keterbukaan informasi.
    2. Dewan Pers dan Tim Panitia Seleksi Komite harus memprioritaskan calon anggota yang berintegritas dan memiliki keberpihakan terhadap jurnalisme berkualitas, kemerdekaan pers, serta kompensasi yang berkeadilan untuk perusahaan media dan jurnalis dari semua platform digital yang punya presensi signifikan di Indonesia.
    3. Dewan Pers dan Tim Gugus Tugas harus memastikan seluruh penyusunan aturan kerja komite dilaksanakan secara partisipatif dengan melakukan pelibatan aktif para pakar/ahli independen, masyarakat sipil yang memiliki perhatian khusus terhadap isu kemerdekaan pers, jurnalisme berkualitas, dan sektor lain yang bersinggungan.

Sebagaimana diketahui, Perpres Publisher Rights yang disahkan pada akhir Februari 2024 bertujuan untuk mendorong produk jurnalistik berkualitas serta menjamin kompensasi yang berkeadilan dari perusahaan platform digital untuk perusahaan pers.

Publisher Rights mengatur tentang kewajiban platform digital global, seperti Google, Facebook, dan X (sebelumnya Twitter), untuk mendukung jurnalisme berkualitas atas penayangan konten berita dari media lokal dan nasional melalui skema timbal balik yang seimbang.

Salah satu kewajibannya, seperti tertuang dalam Pasal 5, adalah tidak memfasilitasi penyebaran dan/atau tidak melakukan komersialisasi konten Berita yang tidak sesuai dengan Undang-Undang mengenai pers setelah menerima laporan melalui sarana pelaporan yang disediakan oleh Perusahaan Platform Digital.

Perubahan Kedua UU ITE Atur Sejumlah Ketentuan Baru

Perubahan kedua Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah diteken Presiden Joko Widodo pada 2 Januari 2024. Namanya berubah menjadi UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Sebagaimana dimuat di laman JDIH Setneg, UU ITE 2024 ini mengungkap tiga alasan atas revisi kedua ini. Pertama, sebagian masyarakat mengaku keberatan terhadap beberapa ketentuan pidana. Misalnya, Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat 21 yang sudah beberapa kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk Uji Materi.

Kedua, perubahan pertama, yakni UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dianggap belum dapat menuntaskan masalah. Ketiga, sejumlah pasal dinilai multitafsir sehingga subjek yang seharusnya bukan menjadi target, bisa terkena sasaran.

Perubahan versi 2024

Menurut laman JIDH Kemenko Maritim, UU ITE 2024 memuat tujuh (7) pasal baru meliputi Pasal 13A, 16A, 16B, 18A, 27A, 27B, dan 40A. Beberapa di antaranya mendapat respons positif karena mengatur penggunaan tanda tangan elektronik termasuk perlindungan anak.

Pasal 13 diubah; mengakui penggunaan tanda tangan elektronik. Dijelaskan dalam Pasal 13A, Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSE) dapat menyelenggarakan layanan berupa:

  1. Tanda Tangan Elektronik
  2. Segel elektronik
  3. Penanda waktu elektronik
  4. Layanan pengiriman elektronik tercatat
  5. Autentikasi situs web
  6. Preservasi Tanda Tangan Elektronik dan/ atau segel elektronik
  7. Identitas digital; dan/ atau 
  8. layanan lain yang menggunakan Sertifikat Elektronik. 

Pasal 17 ayat (1) diubah; di antara ayat 2 dan ayat 3 disisipkan ayat 2a.

  1. Ayat 1 memuat Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik atau privat.
  2. Ayat 2 memuat pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/ atau pertukaran Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
  3. Ayat 2a memuat Transaksi Elektronik yang memiliki risiko tinggi bagi para pihak menggunakan Tanda Tangan Elektronik yang diamankan dengan Sertifikat Elektronik.

Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 16A dan Pasal 16B terkait pelindungan anak, mencakup mekanisme verifikasi pengguna anak dan mekanisme pelaporan.

  1. Dalam Pasal 16A ayat 1, PSE memberikan pelindungan bagi anak yang menggunakan atau mengakses Sistem Elektronik.
  2. Dalam Pasal 16A ayat 2, Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelindungan terhadap hak anak sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai penggunaan produk, layanan, dan fitur yang dikembangkan dan diselenggarakan oleh PSE.
  3. Dalam Pasal 16B ayat 1, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16A dikenai sanksi administratif.
  4. Dalam Pasal 16B ayat 2, sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa (a) teguran tertulis, (b) denda administratif, (c) penghentian sementara, dan/ atau (d) pemutusan akses.

Reaksi negatif

Perubahan kedua UU ITE menuai reaksi keras masyarakat. Menurut pakar demokrasi digital dan pendiri SAFEnet Damar Juniarto, revisi kedua ini tidak menjawab akar permasalahan mengapa UU ITE perlu direvisi sejak awal. Hal ini karena pasal-pasal terkait pencemaran nama baik, ujaran kebencian, dan ancaman masih tetap ada meski telah diubah serupa dengan pasal KUHP Nomor 1 Tahun 2023.

“Padahal, Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan akan meminta legislatif untuk merevisi UU ITE jika menimbulkan ketidakadilan. Alih-alih menghapusnya, Komisi 1 DPR dan Kominfo justru tetap mempertahankan pasal-pasal bermasalah tersebut. Ini bisa mengancam kebebasan berekspresi dan memicu potensi kriminalisasi,” kritik Damar dalam laman LinkedIn-nya.

Ia menyebut beberapa tambahan pasal dan ayat baru yang berpotensi memicu masalah, di antaranya (1) Pasal 27B tentang ancaman pencemaran nama baik, (2) Pasal 28 ayat 3 tentang disinformasi yang menimbulkan kerusuhan, dan tambahan ayat 1 dalam Pasal 43 yang memuat pemberian kewenangan kepada Pejabat Pegawai Negeri Sipil untuk melakukan sensor online, take down, dan penghapusan akun media sosial, penutupan rekening bank, dan lainnya.

“Dari sini, saya cenderung menilai bahwa kita masih perlu setidaknya masih perlu setidaknya satu kali merevisi UU ITE untuk menyelesaikan permasalahan ketidakadilan di dalamnya.”

AMVESINDO: Total Aset Modal Ventura Capai Rp28 Triliun di Kuartal Pertama 2023

Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (AMVESINDO) menyampaikan total aset industri modal ventura mencapai Rp27,9 triliun di kuartal pertama 2023. Disampaikan dalam Rapat Umum Anggota (RUA), pencapaian tersebut tumbuh 17,26% dibandingkan kuartal pertama 2022 yang sebesar Rp23,09 triliun.

Sekadar informasi, Rapat Umum Anggota membahas tentang perkembangan industri modal ventura. Dalam rapat ini, AMVESINDO menyatakan optimisme dapat melewati tahun 2023 dengan gerilya.

Ketua Umum AMVESINDO, Eddi Danusaputro menilai industri tengah melalui periode yang berbeda dan menantang ketika kepengurusan AMVESINDO baru dibentuk di 2022. Hal ini di antaranya perubahan pasca-pandemi, perang di Eropa yang memengaruhi rantai pasok dunia dan harga, keuangan global, menurunnya investasi di Asia, serta layoff di perusahaan teknologi.

“Namun, industri modal ventura tetap mencatatkan hal yang positif, di mana terdapat peningkatan aset sebesar 17,26% pada kuartal pertama 2023 dibandingkan dengan kuartal pertama 2022,” jelas Eddi.

Sumber: AMVESINDO

Pada grafik di atas, total aset modal ventura konvensional dan syariah tercatat mengalami peningkatan masing-masing sebesar 23,42 triliun dan Rp4,49 triliun, dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp19,31 triliun (konvensional) dan Rp3,78 triliun (syariah).

AMVESINDO meyakini pertumbuhan industri modal ventura terjadi berkat upaya kerja keras dan konsistensi dalam menjalankan corporate governance dan memenuhi regulasi yang dilakukan oleh Perusahaan Modal Ventura konvensional (PMV), Perusahaan Modal Ventura Daerah (PMVD), dan Perusahaan Modal Ventura Syariah (PMVS).

Di ranah regional, tren investasi juga tercatat mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Mengutip dari laporan terbaru Momentum Works dan Cento Ventures dalam “Southeast Asia Tech Invesment 2022”, startup Asia Tenggara mengumpulkan pendanaan senilai $10,4 miliar pada 2022, tahun terkuat ketiga dalam catatan, dan setara dengan tingkat investasi pra-pandemi.

Laporan tersebut menyebutkan, total dana yang terkumpul di 2021 sebanyak $14,5 miliar. Kemudian di 2022, kawasan ini menutup sebanyak 929 kesepakatan, turun tipis dari 991 kesepakatan di 2021. Disebutkan dalam laporan tersebut, “Asia Tenggara tidak melihat defisit modal investasi yang tidak normal hingga akhir 2022 meski suasana pasar modal sedang buruk.”

Amvesindo Institute

Sejak didirikan pada 2016, AMVESINDO bertujuan menciptakan industri modal ventura yang lebih kuat sehingga bermanfaat lebih baik bagi ekosistem startup. Di tahun ke-7, AMVESINDO Institute didirikan untuk memperkuat strategi asosiasi meningkatkan ekosistem modal ventura dan startup. Tujuan lainnya adalah memperkuat sinergi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator dan PMVD.

Program AMVESINDO Institute berfokus pada peningkatan kompetensi pengurus PMV dan PMVS agar tetap relevan dengan kebutuhan dan perkembangan pasar, serta pengembangan untuk mengasah keterampilan dan membangun pengalaman yang dapat menjadi pertimbangan kualifikasi sertifikasi kompetensi untuk bisnis modal ventura di setiap perusahaan.

AMVESINDO Institute yang berdiri dengan entitas PT Lembaga Karya AMVESINDO berperan sebagai usaha berorientasi pendapatan dan laba, serta dijalankan di bawah kepemimpinan para pengurus perusahaan modal ventura sekaligus AMVESINDO antara lain Jefri Rudyanto Sirait, Sandhy Widyasthana, Edward Ismawan Chamdani, Rimawan Yasin MM, dan Rachmat Faizal Nasution.

“Melalui inisiatif dan usulan kami di atas, AMVESINDO akan semakin mengukuhkan perannya dalam terus meningkatkan peran industri modal ventura untuk ekosistem startup yang lebih baik, dan dapat bermanfaat untuk perekonomian Indonesia sebagai bagian dalam perekonomian Asia Tenggara, Asia, dan global. Kami juga mengundang perusahaan non-modal ventura baik korporasi atau startup untuk bergabung bersama AMVESINDO,” tutup Dennis Pratistha, Wakil Ketua I AMVESINDO.

Regulasi Adalah: Definisi, Bentuk, hingga Teori Disekelilingnya

Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia membutuhkan tatanan yang dapat menjamin kenyamanan dan keamanan individu dan kolektif. Oleh karena itu, telah dibuat berbagai peraturan yang mengutamakan kepentingan umum.

Secara sederhana, regulasi adalah kumpulan instrumen abstrak yang disusun menjadi satu kesatuan untuk memandu tindakan atau perilaku masyarakat dalam kaitannya dengan suatu isu. Aturan mengharuskan orang untuk bertindak secara sukarela, tetapi dengan tanggung jawab.

Sebelum menjadi regulasi penuh, regulator harus melalui proses panjang. Prosesnya terutama terdiri dari merumuskan masalah, menganalisisnya dan menemukan solusi. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi hal-hal yang menjadi hambatan atau hambatan bagi masyarakat.

Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan DailySocial.id mengenai regulasi.

Definisi Regulasi

Bagi sebagian orang, mencapai tujuan bukanlah hal yang sulit. Tanpa usaha tambahan, mereka dapat menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan mereka. Namun, pihak lain menghadapi banyak kendala untuk mencapai tujuan mereka.

Untuk mengatasinya, menurut Joseph Stiglitz, negara harus melindungi warga negara yang rentan melalui regulasi. Dalam artikelnya Regulation and Failure, Stiglitz menjelaskan bahwa regulasi pada hakikatnya adalah batasan tentang apa yang harus dilakukan oleh individu atau organisasi.

Dari sisi ekonomi, intervensi pemerintah melalui regulasi sangat dibutuhkan untuk melindungi pasar dari kemungkinan kegagalan dan masalah yang dapat menyebabkan krisis ekonomi.

Ketika pasar bekerja secara efisien, selalu ada kemungkinan gagal. Selain itu, kegiatan eksploitatif yang dilakukan oleh pengusaha yang kuat untuk memaksimalkan keuntungan dapat merugikan masyarakat.

Dalam situasi ini, ada tindakan pencegahan untuk mencegah potensi kerusakan dari ketidakseimbangan pasar.

Stiglitz menambahkan bahwa mereka yang perilakunya sangat dibatasi mungkin mengeluh atau keberatan bahwa regulasi cenderung menghilangkan atau mengurangi keuntungan dan berdampak negatif pada inovasi.

Tujuan dari regulasi yang ideal, di sisi lain, adalah untuk secara langsung mengatasi konsekuensi dari mereka yang terlibat dalam situasi di mana utilitas swasta tidak memiliki dampak sosial yang baik.

Regulasi yang tepat justru dapat mendorong inovasi dan meningkatkan kesejahteraan. Meskipun peraturan tampaknya hanya berfokus pada pencegahan kerugian terhadap orang, beberapa peraturan juga dibuat untuk mendorong perilaku konstruktif.

Strategi dalam Regulasi

Regulasi Pihak Pertama

Dalam regulasi pihak pertama, bentuk utama dari kontrol regulasi adalah regulasi mandiri. Dalam regulasi pihak pertama, kita mengatur diri sendiri dengan aturan yang kita tetapkan untuk diri sendiri. Oleh karena itu, regulator (penguasa) juga merupakan regulator (penegak aturan).

Regulasi Pihak Kedua

Dalam peraturan pihak lain, terdapat pembagian kerja dalam masyarakat, politik, bisnis dan manajemen antara pelaku dan otoritas pengatur. Regulator adalah pihak independen, bukan regulatee. Peraturan pihak kedua seringkali mengacu pada, namun tidak terbatas pada, peraturan bisnis pemerintah.

Salah satu contohnya adalah peraturan perusahaan. Di sini tumbuhnya regulasi didorong oleh kemampuan beberapa perusahaan (kebanyakan perusahaan besar) untuk menetapkan standar bagi perusahaan lain (kebanyakan lebih kecil).

Regulasi Pihak Ketiga

Dalam regulasi pihak ketiga, hubungan regulator dengan regulatee dimediasi oleh pihak ketiga yang bertindak sebagai pemantau independen atau semi independen. Proses dan prosedur akreditasi pihak ketiga merupakan salah satu strategi penerapan peraturan tersebut.

Ada hubungan kontraktual antara perusahaan dengan pihak ketiga yang dibiayai. Otoritas pengawas atau regulator hanya ditunjuk sebagai penegak hukum. Contoh regulasi pihak ketiga yang paling terkenal adalah audit.

Bentuk Regulasi Hibrida

Regulasi hibrida adalah regulasi yang dalam proses perumusannya melibatkan berbagai pihak. Berikut adalah macam-macam regulasi hibrida menurut Levi-Faur.

Co-Regulation

Pertama adalah co-regulation, di mana tanggung jawab untuk desain peraturan atau penegakan peraturan dibagi oleh regulator dan yang mengatur, seringkali aktor negara dan sipil, tetapi juga dapat dilakukan antara MaNGO (Market actors Non-Governmental Organization) dan CiNGO (Civil society Non-Governmental) dan negara dan MaNGO.

Enforced Self-Regulation

Bentuk kedua dari regulasi hibrida adalah regulasi mandiri yang mengandung unsur paksaan (enforced self-regulation), di mana regulator memaksa regulatee untuk menulis seperangkat aturan yang disesuaikan dengan rangkaian kontinjensi unik yang dihadapi perusahaan itu.

Alih-alih pemerintah menegakkan aturan, regulator akan memikul sebagian besar tanggung jawab penegakan dan biaya, dan harus mengatur administrasi kepatuhan independen mereka sendiri.

Regulator dapat menerima peraturan yang diajukan oleh regulator atau mengirimkannya kembali untuk ditinjau jika peraturan tersebut tidak memenuhi kriteria.

Meta-Regulation

Bentuk ketiga dari regulasi hibrida adalah regulasi meta. Tidak seperti enforced self-regulation, regulasi meta memungkinkan regulatee untuk menentukan aturannya sendiri. Peran regulator terbatas pada pelembagaan dan pengawasan integritas kepatuhan institusional.

Multi-Level Regulation

Terakhir, bentuk regulasi hibrid  disebut sebagai regulasi multi-level. Otoritas pengaturan dibagi menjadi beberapa tingkatan teritorial – supranasional (global dan regional), nasional, regional (domestik) dan lokal. Ada beberapa jenis peraturan berjenjang, tergantung pada pihak yang berbeda dan bentuk divisi yang spesifik.

Regulator dapat bersifat fungsional (di mana regulator dibagi ke dalam tingkatan yang berbeda berdasarkan bagaimana mereka dapat menangani masalah) atau hierarkis (di mana otoritas tertinggi ditetapkan pada salah satu tingkatan regulasi), atau sekadar hasil dari proses tambahan. Sebagian besar diskusi tentang tata kelola multitingkat berfokus pada transfer kekuasaan antartingkat.

Teori dalam Regulasi

Bruce Yandle menyebutkan ada 5 teori yang menawarkan kerangka penjelasan regulasi terkait unsur yang terdapat di dalamnya.

Public Interest Theory

Teori kepentingan umum adalah teori regulasi pertama dan tertua dan tidak terikat pada spesialis atau pakar tertentu. Teori ini menyatakan bahwa politisi dan orang-orang yang secara sistematis terlibat dalam regulasi berusaha untuk melayani kepentingan publik yang luas.

Mereka selalu mencari cara yang lebih murah untuk mencapai kemaslahatan umum daripada mengutamakan kepentingan kelompok tertentu dengan mengorbankan masyarakat umum.

Capture Theory

Teori capture menyatakan bahwa politisi dan regulator menghadapi masalah biaya dan informasi: tidak ada definisi yang jelas tentang apa yang bisa menjadi kepentingan umum untuk setiap RUU yang disahkan oleh parlemen atau aturan yang diberlakukan oleh regulator.

Untuk mengatasi ini, legislator dan regulator bertemu dengan banyak penasihat yang dengan senang hati merekomendasikan tindakan terbaik untuk memilih atau bertindak atas isu-isu tertentu.

Special Interest Theory

Teori yang dikembangkan oleh Stigler menjelaskan bahwa kamu dapat memprediksi siapa yang akan memenangkan kontes politik dengan membayangkan isi konkrit dari sebuah proposal hukum hanya kepada penawar tertinggi dalam sebuah lelang.

Berfokus pada pihak mana yang paling banyak kalah (atau menang) dalam persaingan, dasar regulasi bisa dipahami.

Money for Nothing Theory

Jika dua teori sebelumnya menekankan pada bantuan politik yang didapatkan lewat perumusan sebuah regulasi, teori money for nothing yang dikembangkan oleh Profesor Sekolah Hukum Northwestern Fred S. McChesney ini justru berfokus pada lobi yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan lewat ancaman regulasi.

Biasanya sekelompok bisnis yang kurang terorganisir, belum tunduk pada regulasi, dan memberikan sedikit kontribusi kampanye kepada politisi akan menjadi target. Agar politisi mendapatkan perhatian dari perusahaan atau pengusaha dengan kriteria di atas, seorang politisi membuat pengumuman bahwa akan diadakan audiensi tentang kemungkinan menyerukan regulasi terkait suatu hal.

Bootlegger and Baptist Theory

Teori Bootleggers and Baptists (B&B) menggabungkan unsur teori kepentingan umum dan teori minat khusus. Teori B&B menjelaskan bagaimana lobi yang sukses dan regulasi yang berkelanjutan terjadi ketika satu kelompok kepentingan, yang disebut Baptis

Mengambil alih landasan moral sementara kelompok lain, para penyelundup, menggunakan Baptis sebagai kedok untuk mengejar tujuan ekonomi yang sempit.

Agar teori dapat bekerja, kedua belah pihak harus memiliki hasil akhir yang sama, dan kedua belah pihak tidak perlu berkomunikasi atau bahkan bertemu.

The Government Applies Discretion to Control Online Transportation

The Indonesian government will issue a regulation regarding two-wheeler as public transportation. Particularly, two-wheeler will be the main focus. The regulation includes safety, rate, suspension, and partnership aspects.

The government is said to perform discretion to boost action, because the two-wheeler is not included in public transportation under Law No. 22 in 2009 of Road Traffic and Transportation.

Discretion is a term for actions determined by government officials (related to the regulation issue) to solve concrete problems in government administration. The legal based on Law No. 30 in 2014. Discretion in the government is common. It usually applied to overcome crucial issue immediately.

In article 22 verse 2 under Law No. 30 in 2014 is explained that every discretion taken has several objectives, such as launching the government administration, occupying the legal vacuum, providing legal certainty, and overcome government stagnation to provide benefits and public interests.

Due to the two-wheeler wasn’t regulated as part of public transportation, it’s getting difficult. In fact, their communities are becoming essential part of mobility.

Through the discretion, the government is trying to occupy the regulation vacuum. The rules is in discussion, the government has been actively communicating with related parties for feedback since early 2019.

“To date, it’s as if online transportation weren’t protected. In this discretion, I decided to give one thing for them as a guarantee,” Budi Karya, Minister of Transportation said, quoted from Tirto.

Competition and welfare of Two-wheeler transportation

The regulation to be issued by the government of two-wheeler online transportation will adjust many aspects. Some important issues are highlighted, including rate management to avoid price wars. It’s currently issued by app or service providers, both are considered too low for the driver partners.

Another aspect is to be adjusted related to safety, including trip insurance. The regulation is expected to solve the current polemics while increasing driver’s welfare and protecting consumers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pemerintah Tempuh Jalan Diskresi Atur Ojek Online

Pemerintah Indonesia akan mengeluarkan aturan penggunaan kendaraan bermotor roda dua sebagai transportasi publik. Secara khusus, ojek online akan menjadi objek utama yang disorot. Adapun regulasi yang disusun meliputi aspek keselamatan, tarif, pembekuan dan kemitraan.

Untuk mempercepat aksi, pemerintah disebut akan melakukan diskresi, karena pada dasarnya kendaraan bermotor roda dua tidak termasuk dalam angkutan umum berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Diskresi sendiri merupakan istilah untuk tindakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintahan (dalam kaitannya dengan peluncuran aturan) untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Landasan hukumnya pada UU No. 30 Tahun 2014. Diskresi dalam pemerintah sudah lazim dilakukan. Biasanya untuk mengatasi isu krusial yang sifatnya segera.

Di dalam pasal 22 ayat 2 UU No. 30 Tahun 2014 dijelaskan bahwa setiap diskresi yang diambil memiliki beberapa tujuan, seperti melancarkan penyelenggaraan pemerintahan, mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna memberikan kemanfaatan dan kepentingan umum.

Karena dari awal tidak diregulasi sebagai bagian dari transportasi publik, posisi ojek memang jadi sulit. Sementara di kalangan masyarakat ojek sudah menjadi bagian penting dalam mobilitas.

Melalui diskresi ini pemerintah mencoba mengisi kekosongan regulasi. Aturan masih digodok dan sejak awal tahun 2019 pemerintah aktif berkomunikasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan masukan.

“Selama ini seolah-olah ojek online tidak mendapatkan perlindungan. Dengan diskresi ini, saya sudah putuskan kami akan memberikan satu hal agar mereka ada suatu jaminan,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya dikutip dari Tirto.

Persaingan dan kesejahteraan ojek

Regulasi yang akan dikeluarkan pemerintah terkait ojek online ini nantinya akan mengatur banyak aspek. Beberapa hal penting yang disorot termasuk mengenai penetapan tarif untuk menghindari perang harga. Sejauh ini tarif ojek online dikeluarkan sepihak oleh penyedia layanan atau aplikasi. Harga yang dikeluarkan keduanya pun sempat dinilai terlalu murah bagi mitra pengemudi.

Aspek lain yang rencananya akan diatur mengenai keamanan, di dalamnya termasuk asuransi perjalanan. Regulasi yang akan dikeluarkan diharapkan mampu mengatasi polemik yang selama ini muncul, sekaligus meningkatkan kesejahteraan mitra driver dan melindungi konsumen.

Bank Indonesia Tetapkan Satu Perusahaan Masuk Regulatory Sandbox

Bank Indonesia menetapkan startup fintech PT Toko Pandai Nusantara masuk ke dalam uji coba regulatory Sandbox. Perusahaan perdana ini dipilih BI setelah mempertimbangkan terpenuhinya 8 kriteria yang harus dipenuhi penyelenggara tekfin (teknologi finansial) sesuai dengan Peraturan Dewan Gubernur Nomor 19/14/PADG/2017 tentang Ruang Uji Coba Terbatas (Regulatory Sandbox) Teknologi Finansial.

Terhitung saat ini terdapat 15 penyelenggara tekfin yang telah terdaftar di BI. Perusahaan yang telah terdaftar adalah Cashlez Mpos, Pay by QR, Bayarind Payment Gateway, Toko Pandai, YoOk Pay, Halomoney, Saldomu, Disitu, PajakPay, Wallezz, Lead Generation, Netzme, Mareco Pay, dan iPaymu.

Toko Pandai memiliki model bisnis B2B bagi toko dan distributor yang menyediakan fitur manajemen kas, pelanggan, dan toko, membuka akses ke produk, jasa digital, serta produk keuangan.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko menerangkan regulatory sandbox adalah suatu ruang uji coba terbatas yang aman untuk menguji penyelenggara tekfin beserta produk, layanan, teknologi dan/atau model bisnis lainnya telah memenuhi kriteria tekfin.

“Yang daftar kurang lebih sampai hari ini 25 [perusahaan], yang sudah dicek terdaftar ada 15. Dari 15 itu yang sementara masuk regulatory sandbox adalah Toko Pandai,” kata Onny, Senin (2/4).

Dia melanjutkan agar dapat masuk ke dalam uji coba regulatory sandbox, selain harus terdaftar di BI, tekfin yang dapat diuji dalam regulatory sandbox merupakan tekfin yang mengandung unsur yang dapat dikategorikan ke dalam sistem pembayaran. Selain itu, mengandung unsur inovasi, dapat digunakan secara massal, telah dilengkapi dengan identifikasi dan mitigasi risiko serta hal lain yang dianggap penting oleh BI.

Mekanisme regulatory sandbox

Perusahaan yang masuk ke dalam regulatory sandbox, mereka berkewajiban untuk memastikan dilakukannya prinsip perlindungan konsumen, manajemen risiko dan kehati-hatian yang memadai. Mereka wajib menyampaikan laporan pelaksanaan uji coba, baik secara reguler maupun insentil sesuai dengan permintaan BI, serta menaati ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun tanggung jawabnya kepada BI, perusahaan tersebut harus memberikan kebenaran dan keakuratan data, informasi, dan dokumen yang disampaikan. Keamanan dan keandalan sistem yang digunakan untuk menjalankan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis yang diuji coba dalam regulatory sandbox.

Selama pelaksanaan uji coba dalam regulatory sandbox, BI melakukan pendampingan dan review sebagai dasar untuk menetapkan status hasil uji coba penyelenggara tekfin. Jangka waktu uji coba ditetapkan paling lama enam bulan namun bila diperlukan dapat diperpanjang 1x paling lama enam bulan.

Setelah jangka waktu uji coba habis selama enam bulan, BI akan menetapkan status hasil uji coba berdasarkan penilaian atas seluruh rangkaian kegiatan. Status hasil uji coba tersebut terdiri dari tiga, yaitu berhasil, tidak berhasil, dan status lain yang ditetapkan BI.

Apabila berhasil, dapat dilanjutkan dengan proses perizinan. Namun bila tidak berhasil, dilarang untuk memasarkan produknya.

Onny meyakinkan apabila ada perusahaan lainnya yang sudah terdaftar di BI dan bisa memenuhi kriteria untuk masuk ke regulatory sandbox, maka akan masuk dalam radar BI berikutnya.

Diharapkan ketentuan tersebut dapat mendorong ekosistem tekfin yang sehat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan dan inklusif, dengan tetap menjaga stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, serta sistem pembayaran yang efisien, lancar, aman, dan andal.

Terbitkan Perda, 11 Provinsi Telah Tetapkan Kuota Taksi Online

Kementerian Perhubungan mencatat ada 11 provinsi yang sudah mengeluarkan peraturan daerah (perda) yang mengatur angkutan online.

Penerbitan perda ini mengikuti ketentuan yang dibuat pemerintah tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) PM 108/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, terdapat aturan mengenai angkutan sewa khusus.

Kesebelas provinsi tersebut adalah DKI Jakarta melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Kalimantan Timur.

Sumatera Utara misalnya telah menetapkan kuota taksi online sebanyak 3.500 unit, Lampung 8 ribu unit, Jawa Timur 4.445 unit, dan Jabodetabek 49.500 unit.

Mengutip dari Bisnis, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menyebutkan pihaknya memberi batas toleransi kepada pemerintah daerah untuk mengeluarkan perda sebagai regulasi batasan kuota angkutan online sampai akhir Januari 2018.

“Toleransi sampai Januari akhir masih bisa karena dalam PM [peraturan menteri] Februari [belum mengeluarkan Perda] nanti ada penindakan,” kata Budi.

Penindakan tersebut akan digelar pada Februari 2018 tepatnya di pekan pertama dan kedua, berupa teguran atau operasi simpatik kepada kendaraan angkutan sewa khusus yang belum sesuai peraturan. Setelah dua pekan tersebut, maka penegakan hukum berikutnya akan diserahkan ke pihak berwajib.

Dalam penentuan kuota, pemerintah juga mendorong Organisasi Angkutan Darat (Organda) untuk memberi usulan kuota taksi online ke Gubernur masing-masing di tiap provinsi. Dengan demikian, dia berharap pada akhir bulan ini seluruh para pelaku usaha angkutan telah memenuhi ketentuan dalam Permenhub.

Budi melanjutkan Permenhub yang mengatur taksi daring merupakan bentuk sikap pemerintah yang netral menyikapi taksi daring dan taksi reguler.

Jawa Timur sudah resmikan taksi online

Jawa Timur baru-baru ini meresmikan pengoperasian angkutan sewa khusus dengan menetapkan Pergub untuk menentukan kuota taksi online yang beroperasi hanya 4.445 unit. Terdiri dari 3 ribu unit untuk wilayah Gresik, Madura, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan. Kemudian, 225 unit di Malang Raya, dan sisanya di daerah lainnya.

Penghitungan kuota ini dihitung berdasarkan kebutuhan dan sebaran penduduk Jawa Timur. Diklaim penghitungan ini dimaksudkan untuk menyelamatkan perusahaan ride hailing itu sendiri. Sebab ketersediaan dan kebutuhan yang tidak seimbang akan mengancam eksistensi perusahaan.

Peresmian ini ditandai dengan pemasangan stiker khusus untuk menandakan taksi online sudah mendapatkan izin operasi dari Dishub Jatim. Stiker tersebut terpasang di bagian eksterior taksi online. Dikutip dari Kompas, dari kuota yang sudah dipatok baru ada 113 unit taksi online yang memiliki izin operasi dari total pengajuan sebanyak 2.418 unit.

“Sampai hari ini yang kami keluarkan izinnya hanya 113 unit taksi online dari sembilan perusahaan,” kata Kepala Dinas Perhubungan Jatim Wahid Wahyudi, Kamis (4/1).

Pihaknya akan terus melanjutkan proses perizinan, mulai dari pengecekan administrasi hingga uji KIR taksi online.

Bank Indonesia Only Prohibits Bitcoin Usage as Payment Method

Bank Indonesia declares bitcoin prohibition will be limited in closing all transaction using bitcoin. This regulation is to be published on Monday (12/4), after being signed by BI on Wednesday (11/29).

In this regulation, Bank Indonesia confirms bitcoin as non-valid payment method in Indonesia. Some points will be established to close all activities regarding bitcoin payment and so on.

“The point is, we will not accept bitcoin as valid payment. According to plan, there will be a provision to discourage activities that facilitate bitcoin. Discourage means actively prohibiting. Let’s wait for the provisions,” explained Agusman, BI’s Head of Communication Department, in contact with DailySocial on Thursday (11/30).

Furthermore, quoting CNN Indonesia, the regulation will strictly bans bitcoin transaction among individuals. The prohibition has been adjusted in Bank Indonesia Regulation (PBI) Number 18 of 2016 regarding Implementation of Payment Transaction Process. Supposedly a company caught in transaction using bitcoin, the business license will be revoked and sanctioned.

“Supposedly a bank supports bitcoin transaction, there will be tough sanction. However, bitcoin transaction is not using payment system provider. For individuals, we can only prohibit. They can take their own risk,” said Eni Panggabean, BI’s Head Executive Director of Payment System Policy Department.

Industry player’s responses

Bitcoin Indonesia’s CEO Oscar Darmawan, in separate contact with DailySocial, said the business model of Bitcoin Indonesia is not to provide payment using bitcoin. It is a marketplace to provide digital assets such as: bitcoin, ethereum, ripple and others. Thus, when the regulation published, it will not necessarily affect the company.

The company will look forward to the regulation and try to comply with it.

“Personally, I think BI play the role as payment regulator. It makes them authorized in making regulations. We aware of the valid payment in Indonesia is Rupiah. However, to own bitcoin, Singapore or US Dollar is not something to be banned, isn’t it?,” said Darmawan.

Claristy, Luno Indonesia’s Country Analyst, added:

“We aware of Bank Indonesia’s new regulation which prohibits Bitcoin as valid payment instrument. However, we never know any regulation prohibits Bitcoin as investment assets.

Most customers in Luno and other platforms buy Bitcoin as investment assets.

We agree with the regulators on keeping finance industry and digital currency free from criminal acts and money laundering, in Indonesia and all around the globe. We fully support and ready to collaborate if regulators, Bank Indonesia or Financial Services Authority, published the regulations or framework for digital currency industry in Indonesia.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Regulasi Bitcoin: Bank Indonesia Hanya Melarang Transaksi Pembayaran (UPDATED)

Bank Indonesia (BI) menyatakan regulasi mengenai pelarangan bitcoin akan sebatas menutup segala bentuk transaksi yang menggunakan bitcoin sebagai alat pembayaran. Regulasi ini akan terbit pada Senin (4/12), setelah ditandatangani BI pada Rabu (29/11).

Dalam regulasi ini, BI kembali menegaskan tidak diakuinya bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Akan ada poin-poin yang bersifat menutup pintu rapat-rapat untuk segala kegiatan yang memfasilitasi pembayaran dengan bitcoin dan sebagainya.

“Intinya kita tidak akui bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah. Direncanakan nanti akan ada ketentuan yang dapat men-discourage kegiatan-kegiatan yang memfasilitasi bitcoin. Discourage yang saya maksud ini maksudnya discourage yang aktif dengan melarang. Kita tunggu saja ketentuannya,” terang Kepala Departemen Komunikasi BI Agusman saat dihubungi DailySocial, Kamis (30/11).

Lebih lanjut, dikutip dari CNN Indonesia, dalam aturan nantinya akan mempertegas larangan transaksi penggunaan bitcoin antar individu. Sebab pelarangan bagi penyelenggara jasa keuangan sudah diatur dalam PBI Nomor 18 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Bila perusahaan ketahuan menggunakan bitcoin, maka izin usahanya akan dicabut dan dikenakan sanksi.

“Seandainya bank berani transaksi bitcoin, kami akan kasih sanksi tegas. Tapi yang terjadi adalah bitcoin ini tidak ditransaksikan melalui penyelenggara jasa sistem pembayaran. Jadi kalau untuk individu, kami hanya bisa melarang. Kalau ada risiko ya tanggung sendiri,” ucap Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Eni Panggabean.

Tanggapan pemain industri

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan menyatakan bahwa secara model bisnis, Bitcoin Indonesia bukanlah perusahaan yang menyediakan pembayaran dengan bitcoin. Mereka bertindak marketplace yang menyediakan jual beli aset digital seperti bitcoin, ethereum, ripple, dan lainnya. Bila aturan tersebut terbit, hal itu tidak begitu mempengaruhi bisnis perusahaan.

Pihaknya akan turut serta menunggu aturan yang akan diterbitkan BI dan berusaha mematuhi segala aturan main nantinya.

“Menurut saya pribadi, BI itu bergerak di regulator pembayaran. Jadi kewenangan mereka adalah buat aturan yang mengenai hal tersebut. Kami juga menyadari pembayaran yang sah di Indonesia itu hanya Rupiah. Akan tetapi, apabila orang-orang memiliki bitcoin, Dollar Singapura, atau Dollar AS bukan sesuatu yang tidak boleh dimiliki bukan?,” terang Oscar.

Pemain lain yang beroperasi di Indonesia, Luno, melalui Country Analyst di Indonesia Claristy, berkomentar:

“Kami telah mengetahui peraturan terbaru dari Bank Indonesia yang melarang penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran. Namun, kami belum melihat adanya peraturan yang melarang penggunaan Bitcoin sebagai aset investasi.

Mayoritas pelanggan di platform Luno dan di seluruh dunia membeli Bitcoin sebagai aset investasi.

Kami setuju dengan para regulator bahwa kita perlu menjaga industri keuangan dan mata uang digital bebas dari kegiatan kriminal dan tindakan pencucian uang, baik di Indonesia dan di seluruh dunia. Kami mendukung penuh dan siap berkolaborasi jika regulator, baik BI ataupun OJK, menerbitkan regulasi atau kerangka kerja khusus untuk industri mata uang digital di Indonesia.”

Update: menambahkan pernyataan Luno