[App Review] Ace Browser, Performa Oke Tapi Masih Kurang Komplet

Saat ini ada banyak sekali pilihan browser yang tersedia di Google Play Store untuk smartphone Anda. Begitu banyaknya, mungkin sebagian dari Anda cukup kesulitan untuk menentukan pilihan. Opera Mobile saja misalnya menawarkan empat versi berbeda, antara lain Opera mini, Opera Browser dan dua versi beta untuk keduanya. Mozilla juga punya beberapa versi, meliputi Firefox browser, Firefox Rocket dan Firefox Focus. Kemudian ada satu nama yang mungkin belum familiar di telinga Anda, yaitu Ace Browser. Review aplikasi kali ini akan mengulas soal browser yang satu ini, agar Anda makin mengenal seperti apa fitur-fitur dan apa saja kelebihannya.

Deskripsi

Tak sulit rasanya mengenali apa sebenarnya Ace Browser. Dari namanya Anda bisa dengan mudah menyimpulkan sendiri kegunaannya. Yap, tak salah lagi. Ace Browser adalah aplikasi peramban yang menawarkan alat untuk menjelajah dunia maya seperti halnya Chrome, Firefox, dan Opera yang tadi sudah kita singgung di awal.

Ace Browser diluncurkan oleh pengembang bernama Ace App Studio. Di Google Play mereka menggunakan nama RadiumDev dan Ace Browser ini merupakan satu-satunya aplikasi yang mereka luncurkan di toko aplikasi milik Google itu. Sejak pertama diluncurkan, angka unduhan Ace Browser terus bertumbuh dengan rentang unduhan di angka 10 juta sampai dengan 50 juta.

Interface

Kesan pertama yang saya tangkap ketika menggunakan Ace Browser pertama kali adalah bersih dan simple, hampir terlihat mirip dengan UC Browser namun dengan penempatan iklan dan potongan tile yang berbeda. Di Ace Browser sayangnya, iklan diposisikan di bagian terdepan. Jadi, ketika pertama kali menjalankan peramban, Anda akan langsung disambut oleh iklan. Cukup mengganggu, sementara suguhan berita yang sebenarnya cukup mempersingkat waktu pengguna diletakkan di bagian tengah sampai ke dasar.

interface Ace Browser

Daftar berita dari situs-situs pilihan ditampilkan real-time dan diperbarui dalam waktu tertentu. Jumlah berita yang disuguhkan juga sangat banyak dan tanpa ujung. Jadi sepanjang Anda sanggup men-swipe layar ke bawah, sepanjang itu pula konten berita yang disajikan. Terus bermunculan tanpa henti.

Kembali ke halaman utama Ace Browser. Di bagian atas browser terpampang cuaca di lokasi saya berada dan toogle dengan pemicu berbentuk gambar yang terus berubah-ubah sesuai tema. Jika gambar tersebut disentuh, maka akan muncul daftar pencarian populer yang terdiri dari lima kata kunci dan enam buah halaman yang bisa digeser dengan jari.

Kemudian terdapat pula address bar yang secara otomatis menampilkan kata kunci pilihan didampingi oleh ikon mikrofon dan tentu tombol kaca pembesar untuk memulai pencarian. Anda tentu bisa dengan mudah mengetikkan kata kunci atau alamat situs di dalamnya. Saat menggunakannya, saya dengan mudah menemukan situs yang pernah saya kunjungi atau kata kunci yang pernah saya ketikkan. Sayangnya, lagi-lagi di bagian ini saya menemukan iklan di bagian teratas pula. Secara visual kehadiran iklan cukup mengganggu dan membingungkan.

Screenshot_2018-03-26-10-13-28-352_com.superapps.browser

Yang cukup unik, saat saya mengetikkan alamat situs atau kata kunci tertentu, di bagian teratas muncul beberapa opsi seperti All, Images, Video dan News. Rupanya, keempat label ini mewakili jenis pencarian dari mesin pencari default yang digunakan. Dengan opsi ini, saya dapat dengan mudah dan cepat menyesuaikan sendiri jenis konten yang ingin saya temukan, apakah berita, gambar atau video.

Screenshot_2018-03-25-12-16-26-337_com.superapps.browser

Di sisi paling kiri address bar terdapat logo mesin pencari default yang saya gunakan, dalam hal ini saya menggunakan Google. Opsi mesin pencarinya sendiri terdiri dari delapan opsi, antara lain Google, Bing, Yahoo, Ask, Aol, DuckDuckGo, Yandex dan Baidu.

Fitur

Nah, sekarang tiba waktunya membahas fitur-fitur di Ace Browser. Cukup lengkap menurut saya, tapi menurut saya masih kalah lengkapi dari UC Browser. Tapi secara umum, fitur-fitur penting sebagai sebuah peramban sudah dimiliki oleh Ace Browser. Dari sisi kesederhanaan, Ace Browser sangat memenuhi syarat itu, dan bagi sebagian orang, elemen itu lebih memberi rasa nyaman ketimbang browser yang kompleks dan banyak fitur.

Berikut adalah beberapa fitur yang bisa Anda jumpai di Ace Browser. Semua fitur-fitur ini dapat Anda jumpai dengan men-tap tombol paling tengah yang ditandai dengan tiga buah strip.

Speed Mode

Fitur speed mode ini berfungsi untuk meningkatkan kecepatan loading aplikasi saat mengunjungi sebuah halaman. Ace Browser mengklaim dorongan kecepatan yang dihadirkan sebesar 60% dari kecepatan standarnya tetapi tanpa menurunkan kualitas visual halaman bersangkutan. Berdasarkan pengalaman saya menggunakan fitur ini untuk mengakses situs Dailysocial.id, saya mendapatkan dorongan kecepatan hingga 2 detik (hitungan manual) lebih cepat dibandingkan tanpa menggunakan fitur Speed Mode. Tetapi, kecepatan ini tetap dipengaruhi oleh kecepatan jaringan Anda. Anda mungkin tidak akan memperoleh perbedaan kecepatan seperti yang saya rasakan peroleh.

Screenshot_2018-03-25-12-11-13-657_com.superapps.browser

 

Full Screen

Fitur ini jika diaktifkan akan menghilangkan menu address bar dan toolbar bagian bawah. Keduanya akan kembali tampil ketika Anda menggerakkan layar atau mencapai bagian teratas halaman.

No Image

Fitur ini untuk menghilangkan elemen gambar di halaman yang diakses. Jika dalam posisi non-aktif, gambar akan kembali tampil.

Night Mode

Night Mode membantu pengguna mengurangi tingkat cahaya ketika sedang membaca berita di malam hari. Fitur ini bekerja dengan cara mengubah latar belakang halaman dan bahkan teks menjadi serba gelap.

Screenshot_2018-03-26-10-18-28-373_com.superapps.browser

 

Bookmark/History

Panel ini jika ditap akan menghantarkan Anda ke halaman bookmark atau riwayat penelurusan. Keduanya dipisahkan oleh tab dan item-tem di dalamnya dapat dihapus sesuai kebutuhan.

Offline Page

Untuk konten-konten yang Anda anggap penting tapi tidak memungkinkan untuk membaca seluruh isinya, Anda bisa menyimpan halaman tersebut dan menemukannya kembali di panel Offline Page ini.

Screenshot_2018-03-26-10-20-43-456_com.superapps.browser

Downloads

Berbeda dengan offline page, panel Downloads ini berisi berkas baik foto, video atau musik yang diunduh oleh Ace Browser.

Privacy Sites

Privacy Sites adalah tempat rahasia untuk menyimpan situs-situs favorit tapi bersifat pribadi. Jadi, panel ini akan dilindungi oleh pola yang bisa Anda tentukan sendiri. Di dalamnya terdapat tombol untuk menambahkan situs-situs pribadi versi Anda. Karena bersifat pribadi, hanya Anda dan orang yang mengetahui pola rahasialah yang bisa melihat daftar lengkapnya.

Screenshot_2018-03-25-12-14-28-497_com.superapps.browser

 

Desktop Site

Meski merupakan peramban mobile, Ace Browser memberikan keleluasaan bagi pengguna untuk mengakses situs dengan orientasi yang diinginkan. Fitur Desktop Site akan menampilkan situs dalam ukuran dan visual desktop, dan jika dinon-aktifkan, situs akan kembali tampil dalam mode mobile.

Clear Data

Fitur ini terbilang unik karena diletakkan di panel yang mudah dijumpai. Peramban lain juga mempunyai fitur serupa, tapi kebanyakan dari mereka meletakkan tombolnya di posisi yang terbenam dalam sehingga sulit ditemukan. Fitur Clear Data di Ace Browser membantu saya untuk menghapus beberapa data, seperti cache, riwayat, cookies, formulir dan kata sandi serta akses lokasi. Anda bisa menghapus salah satu atau menandai semuanya.

Screenshot_2018-03-25-12-14-10-231_com.superapps.browser

 

Tell Friends

Ini merupakan fitur terakhir di panel menu utama, di mana ia bertujuan agar pengguna Ace Browser yang puas dengan performanya bisa mengajak orang lain untuk mencobanya.

Pengaturan

Di luar dari fitur-fitur yang sudah saya ceritakan di atas, Ace Browser juga punya panel pengaturan yang tombolnya terletak bersebalahan dengan menu utama tadi.

Seperti kebanyakan peramban, menu pengaturan berisikan alat-alat bantu untuk menyesuaikan mulai dari tampilan, mesin pencari default hingga akses untuk mengunduh versi terbarunya. Menu Pengaturan terbagi atas empat kategori besar, yaitu Basic, Privacy & Security, Advance dan About.

Screenshot_2018-03-26-08-16-56-923_com.superapps.browser

 

Basic

Pengaturan kategori Basic memuat beberapa jenis alat, misalnya untuk menjadikan Ace Browser sebagai browser default, mengganti mesin pencari default, ukuran huruf, kecerahan layar, konten di halaman home, zoom dan desktop site.

Privacy & Security

Kemudian di kategori Privacy & Security berjejer beberapa pengaturan, antara lain tool untuk menghapus data mirip dengan fitur Clear Data di atas, tool menghapus riwayat dan juga confirm to exit untuk konfirmasi jika menutup penuh peramban.

Advanced

Selanjutnya, kategori Advanced mengatur beberapa hal antara lain pengaturan pencarian cepat, saran pencarian, input, bagaimana browser tampil pertama kali, notifikasi unduhan dan lokasi unduhan.

Screenshot_2018-03-26-08-17-07-733_com.superapps.browser

 

About

Terakhir, kategori About memuat alat bantu opsional misalnya Tell friends, pemberian rating, umpan balik, pertanyaan yang sering diajukan, update dan kebijakan penggunaan peramban.

Multiple Tab

Selain fitur-fitur yang sudah kita bahas di atas, Ace Browser juga mendukung fungsi multiple tab maksimal 32 tab. Angka ini lebih dari cukup untuk kebutuhan pemakaian normal. Saya bahkan tidak yakin Anda pernah membuka lebih dari 15 tab saat menjelajah internet menggunakan smartphone.

Incognito Mode

Ace Browser juga mendukung Incognito Mode yang bisa Anda aktifkan dengan men-tap tombol tab – Incognito Tab.

Screenshot_2018-03-26-05-26-48-445_com.superapps.browser

 

Kesimpulan

Selama beberapa hari menggunakan Ace Browser, saya cukup puas dengan fitur Speed Mode yang ditawarkan. Menurut saya, janji dorongan kecepatan hingga 60% memang tidak sepenuhnya akurat tapi harus saya akui ada lonjakan kecepatan saat fitur ini diaktifkan. Kecepatan loading halaman semakin optimal jika dipadukan dengan modus No Image, meskipun sisu visualnya menjadi tidak sempurna akibat ketiadaan gambar.

Ace Browser juga kaya akan pilihan berita, sehingga cocok untuk mereka yang memang haus akan perkembangan dari berbagai kategori mulai berita politik, teknologi, gaya hidup dan dunia.

Bagian interface juga menjadi keunggulan Ace Browser, sayangnya kehadiran iklan di bagian terdepan dan di address bar membuat saya merasa terganggu. Akan lebih baik jika iklan diletakkan di bagian tengah saja, di antara suguhan berita.

Sedangkan kelemahan Ace Browser terletak pada absennya beberapa fitur yang menurut saya sangat berguna, antara lain pemblokir iklan, penangkap layar, pencarian teks di halaman dan dukungan media sosial.

Application Information Will Show Up Here

[Review] SPC Mobile L53 Selfie, Smartphone-nya Anak Daerah

Industri smartphone di Indonesia dikuasai merek global dari Korea Selatan dan Tiongkok. Persaingannya berjalan sangat ketat, terutama di segmen middle range dan high end.

Sementara, vendor lokal mencoba tetap bertahan pada segmen low end. SPC Mobile salah satunya, mereka fokus menggarap smartphone terjangkau pada kisaran harga di bawah Rp1,5 juta.

Produk terbaru dari SPC Mobile ialah L53 Selfie yang dibanderol dengan harga spesial Rp899.000 di e-commerce Shopee, dengan stok terbatas dan hanya bisa didapatkan melalui flash sale. Sementara di toko offline dibanderol Rp1.199.000.

Target pasar yang ingin disasar oleh SPC L53 Selfie adalah konsumen di ‘kota kedua’, terutama kalangan milenial dan pengguna feature phone alias ponsel jadul yang tinggal di daerah tingkat kecamatan dan kabupaten.

Kemampuan selfie mumpuni, konektivitas 4G LTE, dan fingerprint sensor merupakan beberapa keunggulannya. Lalu, apalagi yang ditawarkan? Selengkapnya berikut review SPC Mobile L53 Selfie.

Paket Penjualan

Review-SPC-Mobile-L53-Selfie-1

Paket penjualannya sangat lengkap, SPC L53 Selfie benar-benar siap pakai. Anda tak harus membeli anti gores ataupun case terpisah, karena sudah ada dalam kotak. Selengkapnya, berikut paket penjualan SPC L53 Selfie.

  • Unit SPC L53 Selfie
  • Earphone
  • Silicon case
  • Screen protector
  • SIM Ejector
  • Buku panduan dan garansi

Desain

Walaupun berharga ‘ringan’, tampilan SPC L53 Selfie sama sekali tidak terlihat ‘murahan’. Device ini sudah punya desain unibody atau baterai yang tak bisa dilepas.

Bagian punggungnya memang masih terbuat dari material plastik, dengan sentuhan akhir seperti logam. Lalu, bagian muka telah berlapis kaca 2.5D Gorilla Glass. Kombinasi tersebut membuat tampilan SPC L53 Selfie cukup elegan, terutama unit warna hitam yang saya pegang.

Tepat di bawah layar, terdapat tiga tombol navigasi kapasitif yakni back, home, dan recent app. Kemudian bagian atas layar tersemat dua kamera depan, lengkap dengan satu buah LED flash, dan sejumlah sensor penting.

Slot hybrid SIM bisa Anda jumpai di sisi kanan, sementara tombol power dan volume ada di sisi kiri. Kemudian jack audio 3.5mm hinggap di bagian atas dan port microUSB terbenam pada bagian bawah.

Dengan layar seluas 5 inci, ukuran SPC L53 Selfie memang tak sebesar kebanyakan smartphone kelas menengah ke atas yang cenderung punya layar 5,5 inci atau lebih.

Soal build quality, menurut saya sudah bagus. SPC L53 Selfie terasa solid dalam genggaman tangan, meskipun efek material plastik yang digunakan juga tidak berbohong – masih terasa kurang premium.

Layar

Review-SPC-Mobile-L53-Selfie-11
SPC L53 Selfie mengusung layar 5 inci yang sudah ditopang resolusi HD 720×1280 piksel, tampilan layarnya sudah cukup baik dan lumayan tajam.

Bagi saya kombinasi tersebut adalah spesifikasi minimum agar bisa digunakan dengan nyaman dan memberi pengalaman yang baik dalam hal bermain game ataupun menonton konten video.

Review-SPC-Mobile-L53-Selfie-12

Level brightness, ukuran font, ukuran tampilan, wallpaper, screen saver, dan screen time bisa disesuaikan lebih lanjut di pengaturan. Ada mode auto brightness, sehingga Anda tidak harus mengatur tingkat kecerahan secara manual bila berada dalam kondisi pencahayaan yang berbeda.

Terdapat juga fitur ‘smart wake‘, di mana Anda bisa membangunkan smartphone dengan melakukan double tap atau membuka aplikasi tertentu dengan gesture.

User Interface

Review-SPC-Mobile-L53-Selfie-14

SPC L53 Selfie sudah menjalankan sistem operasi Android 7.0 Nougat, sayangnya user interface (UI) yang disuguhkan terlihat lawas dan fiturnya juga standar. Secara default, menu pada smartphone menampilkan dua lapis, tapi Anda bisa mengubahnya menjadi satu lapis di pengaturan launcher.

Review-SPC-Mobile-L53-Selfie-13

SPC Mobile telah menyediakan fitur keamanan tambahan berupa pemindai sidik jari. Lingkaran sensor sidik jari tersebut terletak di bagian punggung smartphone.

Dengan fitur ini, memudahkan kita mengakses smartphone, cukup tempelkan jari telunjuk dan kunci smartphone akan terbuka. Sayangnya kinerja fingerprint sensor tersebut cenderung kurang responsif, terkadang saya harus memperbaiki posisi jari.

Kamera

Era selfie masih belum berakhir, demi menjawab kebutuhan tren tersebut – SPC Mobile membenamkan dua kamera depan, masing-masing 8-megapixel dan 2-megapixel. Guna memikat kalangan milenial yang tinggal di ‘kota kedua’ atau daerah-daerah.

Dilengkapi pula sebuah LED flash untuk membantu pengambilan gambar dalam kondisi low light. Ada juga mode beauty dan lensa blur untuk hasil selfie kekinian dengan efek bokeh.

Review-SPC-Mobile-L53-Selfie-18

Berbalik ke belakang, Anda akan menemukan kamera utama 13-megapixel dan LED flash yang tertata dalam format horisontal pada sudut kiri atas. Pertama kali melihatnya, saya sempat terkecoh dan menyangka SPC L53 Selfie memiliki kamera ganda belakang, padahal cuma satu kamera saja dan satunya lagi LED flash.

Sejumlah fitur telah disuntik, dari mode auto, effect, night shot hingga manual. Mode manual membebaskan kita mengatur exposure, ISO, white balance, contrast, saturation, dan brightness.

Sedangkan untuk video, fitur yang ditawarkan meliputi time lapse, slow motion, dan night shot. Video bisa direkam pada resolusi 720p atau 1080p di 30fps.

Hasil bidikan kamera utama SPC L53 Selfie di kondisi ideal sebenarnya lumayan bagus tapi cenderung kurang tajam. Sementara bila di dalam ruangan, foto kerap dijumpai noise. Berikut hasil kamera depan dan belakang:

Hardware dan Performa

Jeroan SPC L53 Selfie mengandalkan chipset Spreadtrum 9850, quad-core Cortex-A7 dengan kecepatan 1.3 GHz, dan GPU Mali-T820. Kinerjanya didorong RAM sebesar 2GB, ruang simpan 16GB, dan disuplai daya berkekuatan 2.500 mAh.

Spesifikasi hardware yang dibawanya memang tak istimewa, jadi jangan mengharapkan smartphone ini punya kinerja mumpuni. Meski begitu, aktivitas ber-smartphone seperti kebutuhan browsing, chatting, akses media sosial, dan lainnya – sudah berjalan cukup lancar.

Sayangnya, tes benchmark di Antutu tak mampu diselesaikannya, prosesnya berhenti di tengah jalan. Jadi, tidak diketahui berapa skor Antutu-nya.

Sebagai gambaran performanya saya memainkan game MOBA Mobile Legends di jaringan 4G LTE dengan ping 100 – 200 pada kualitas grafis rendah, game mampu dijalankan dengan lancar. Namun ketika diatur ke grafis menengah atau ke atas, efek-efek animasi cenderung patah-patah.

Verdict

SPC L53 Selfie membawa misi menggaet para pengguna feature phone alias ponsel jadul agar beralih menggunakan smartphone yang punya fungsi lebih banyak dan juga kalangan milenial yang tinggal di daerah tingkat kecamatan ataupun kabupaten. Jika bisa mendapatkannya dengan harga Rp899.000, SPC L53 Selfie adalah smartphone yang ‘menarik’.

Namun bila harus didapat dengan harga normal Rp1.199.000, sebenarnya banyak alternatif yang bisa menjadi pilihan. Paling dekat Xiaomi Redmi 5A misalnya yang dibanderol Rp1.299.000.

Ya, smartphone low end ini mengunggulkan dual front camera, fingerprint sensor, konektifitas 4G LTE, dan harga yang relatif terjangkau sebagai daya tarik utama. Namun, justru karena harga yang terjangkau itu juga membuat SPC L53 Selfie tak luput dari kekurangan, jadi harap dimaklumi.

Sparks

  • Dual front camera
  • Konektivitas 4G LTE
  • Pemindai sidik jari
  • Harga relatif terjangkau

Slacks

  • Bodi plastik
  • Performa standar
  • Sensor fingerprint kurang responsif

[App Review] LemoCam, Spesialis Selfie dengan Koleksi Ratusan Stiker dan Filter

Fotografi mobile berkembang sedemikian pesat seiring dengan makin berkembangnya industri perangkat. Setiap kali muncul perangkat baru, terutama smartphone kelas atas, semuanya menawarkan peningkatan penting di beberapa bagian, salah satu yang tak pernah terlewatkan adalah kamera.

Perkembangan ini mencakup aspek piranti keras dalam bentuk sensor kamera yang semakin baik, dan juga aspek piranti lunak dengan hadirnya beragam aplikasi yang dirancang untuk menunjang aktivitas fotografi melalui smartphone.

Di saat sejumlah pabrikan-pabrikan tersebut berupaya keras menyempurnakan sisi piranti lunak dalam perangkat keluarannya, di luar sana pengembang pihak ketiga juga terus berinovasi melahirkan aplikasi-aplikasi kamera alternatif yang memberikan iming-iming tak kalah menggoda. Sementara itu, tren selfie yang tak kunjung padam juga ikut mendorong pengembang dan pabrikan untuk terus berlomba menghadirkan sesuatu yang lebih baru.

Salah satunya adalah LemoCam, aplikasi kamera dengan stiker dimanis dari pengembang Bytemod yang bermarkas di Beijing, Tiongkok. Hari ini, saya akan mengulas secara mendalam jeroan LemoCam, bagaimana cara kerjanya, dan cukup baguskah untuk dipasang untuk menjadi aplikasi kamera alternatif di smartphone.

Deskripsi

Apa Itu LemoCam?

Berdasarkan apa yang pengembang tuliskan di Play Store, LemoCam adalah aplikasi kamera pengganti dari pihak ketiga untuk smartphone. Secara khusus, LemoCam menawarkan cara yang lebih menyenangkan dalam mengabadikan momen selfie dan tentu pose-pose lainnya. Memfokuskan diri pada selfie, LemoCam menawarkan lebih dari 100 stiker dalam bentuk yang lucu dan menyenangkan serta pilihan filter untuk mempercantik hasil jepretan. Apabila Anda terbiasa atau pernah menggunakan aplikasi Snapchat, LemoCam bisa dibilang sebagai kembaran Snapchat tapi dalam bentuk yang lebih sederhana.

Interface

Sebelum membahas fitur-fitur di LemoCam, saya ingin ulas dulu sisi interface-nya.

Seperti yang sudah saya singgung barusan, LemoCam punya kemiripan dengan Snapchat namun dalam format yang lebih sederhana. Interface LemoCam tidak neko-neko, di mana ketika pertama kali dijalankan, ia menampilkan langsung jendela kamera yang terdiri dari enam tombol utama dan tiga opsi kamera di bagian terbawah, yaitu video, photo dan GIF. Jadi praktis tak ada sentuhan warna latar atau sebagainya, karena semua tombol dibuat transparan dengan posisi yang tersebar di sisi layar atas dan bawah.

Screenshot_2018-03-19-07-40-19-027_com.ss.android.eyeu

Tak banyak yang bisa dibahas dari sisi interface, tapi interface semacam ini bisa dijumpai di hampir sebagaian besar aplikasi kamera yang ada di pasaran.

Fitur-fitur di LemoCam

Saya memasang LemoCam di akhir pekan kemarin, seharian saya mencoba menggunakan semua fitur-fitur di dalamnya. Dalam prosesnya, saya tenggelam dalam stiker yang bentuknya sangat beragam – karena memang itulah esensi dari aplikasi selfie seperti LemoCam.

Stiker

Bagian ini sudah semestinya jadi bintang. Stiker memang menjadi fitur paling vital, di mana setidaknya ada 100 buah stiker tersedia di dalam aplikasi LemoCam. Stiker-stiker tersebut dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu Hot, Latest, Cute, Naughty, Funny, Sketch, Animal, dan DreamLike.

Potongan-potongan stiker tersebut sesekali akan muncul saat aplikasi pertama kali dibuka, tapi sesekali juga hanya menampilkan tombol default, Photo. Untuk kembali menampilkan stiker, Anda cukup menyentuh ikon kepala kucing di sebelah kiri tombol shutter, kemudian menggeser dari kanan ke kiri atau sebaliknya untuk mencoba menerapkan stiker satu per satu.

Yang perlu dicatat, bahwa stiker-stiker tersebut hanya akan tampil hanya jika smartphone Anda terhubung ke internet. Tak hanya terhubung, tapi juga dengan kecepatan yang stabil, karena dari beberapa kali percobaan, stiker terlambat muncul yang sepertinya disebabkan oleh masalah pada jaringan.

Stiker yang ditawarkan oleh LemoCam tidak hanya dapat dipergunakan untuk menghiasi foto, tapi juga bisa digunakan untuk memperindah rekaman video.

Foto dan Video

Foto dan Video merupakan dua fitur fitur paling vital di LemoCam. Keduanya tampil terdepan di samping opsi GIF. Stiker yang tadi sudah kita jelaskan terhubung langsung ke foto dan video, di mana ia menjadi fungsi yang paling banyak diminati oleh pengguna.

Screenshot_2018-03-19-07-45-37-462_com.ss.android.eyeu

Video di LemoCam dibatasi hanya selama 10 detik. Anda juga tidak harus menekan tombol shutter selama itu, melainkan cukup dengan menekan sekali. Begitu juga jika membuat gambar animasi GIF.

GIF

Tadi sudah disinggung sedikit, bahwa selain foto dan video, LemoCam juga punya fitur pembuatan gambar animasi GIF. Fitur GIF ini uniknya juga bisa disisipi oleh stiker layaknya foto dan video, jadi gambar animasi yang dihasilkan juga tak kalah unik.

Dalam proses pembuatannya, pengguna cukup men-tap opsi GIF, memilih stiker, menekan tombol shutter, menambahkan teks jika perlu lalu menyimpannya. Jika mau, Anda bisa membagikan gambar ke jejaring sosial atau aplikasi lainnya.

Filter

Pengembang LemoCam juga menawarkan kostumisasi cara lain, yaitu dengan menggunakan filter. Kostumisasi cara ini memang tak seekstrim jika menggunakan stiker, karena biasanya dibatasi hanya sebatas mengubah kecerahan, saturasi, mengubah sudut mata, ukurang hidung, warna kulit dan lain-lain. Perbedaannya tak mudah ditemukan, tapi jika diterapkan dengan cerdas, foto jepretan Anda akan terlihat lebih sempurna.

Screenshot_2018-03-19-07-49-10-326_com.ss.android.eyeu

Beberapa jenis filter yang ditawarkan oleh LemoCam, antara lain Young, Age, Reveries, Serenity dan lain-lain. Kemudian terdapat pula beberapa filter lain seperti mode Smooth, Tones, slim, Big, Corner, Narrow dan Length. Filter-filter ini dapat digunakan untuk memodifikasi teksture kulit, ukuran wajah, diameter mata, sudut mata dan ukuran hidung. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, filter-filter tidak seekstrim jika menggunakan stiker, tapi jika diterapkan dengan cermat, bisa membantu memperbaiki kekurangan dalam foto.

Kolase

Jika biasanya kolase dibuat setelah ada fotonya, di LemoCam Anda bisa menentukan dulu bentuk kolasenya baru kemudian menjepret foto yang jadi pengisi setiap potongan gambar. Opsi-opsi ini hanya tersedia di mode Photo.

Screenshot_2018-03-19-07-36-40-696_com.ss.android.eyeu

Di panel yang sama, Anda dapat mengatur ukuran jendela kamera mulai dari ukurang penuh 9:16, ukuran 3:4 dan 1:1.

Timer

Awal mencoba LemoCam, saya merasa heran mengapa aplikasi sebagus ini tidak punya fitur timer. Sampai akhirnya saya sadari bahwa pengembang meletakkan tombol timer di panel yang jauh dari shutter.

Screenshot_2018-03-19-07-41-12-939_com.ss.android.eyeu

Timer di LemoCam sayangnya hanya tersedia dalam dua hitungan waktu, 3 dan 7. Jadi, jangan mencoba mencari rentang waktu selain dari dua opsi tersebut. Dan karena posisinya yang jauh dari shutter, maka jangan kesal jika Anda lebih sering lupa untuk memanfaatkannya atau kebingungan saat ingin menggunakannya lagi. Saya sudah mencoba beberapa kali tombol ini, tapi ketika mencoba menggunakannya lagi, saya masih kesulitan untuk menemukannya.

Flash

Tombol Flash biasanya diletakkan di bagian paling depan, entah itu di samping tombol pergantian kamera (depan/belakang) atau di sudut lain, pokoknya bukan di dalam menu atau tombol lainnya. Tujuannya tak lain agar mudah ditemukan dan digunakan. Tapi LemoCam secara aneh malah meletakkan tombol flash satu panel dengan timer dan setting. Jadi, cukup sulit untuk mengaktifkan flash tanpa kehilangan momentum. Pengguna baru malah mungkin kesulitan hanya untuk menemukannya.

Settings

Tombol Settings di LemoCam hanya formalitas saja. Sebab, faktanya di dalam panel Settings tak ada satupun yang bisa diubah atau dikostumisasi. Di dalamnya hanya ada tiga menu ekstra, yaitu Share LemoCam to your friends, feedback dan about LemoCam. Secara teknis Anda tak membutuhkan tombol Settings.

ArtWork

Di luar dari fungsinya sebagai aplikasi kamera selfie, LemoCam mempunyai dua opsi ekstra yang lagi-lagi anehnya diletakkan di luar aplikasi utama, melainkan di panel Gallery. Dua opsi tersebut dinamai ArtWork dan Collage, nama-nama standar sesuai fungsinya.

Screenshot_2018-03-19-10-57-51-205_com.ss.android.eyeu

Artwork berfungsi mengubah foto-foto yang dihasilkan dari LemoCam menjadi karya seni. Pernah dengan aplikasi Prisma? Nah, seperti itulah fungsi dari ArtWork. LemoCam menawarkan beberapa jenis karya seni di mana hasil editannya bisa disimpan dibagikan tanpa watermark.

Collage

Screenshot_2018-03-19-13-30-11-044_com.ss.android.eyeu

Opsi kedua ini menawarkan pembuatan kolase dari beberapa foto yang pernah dijepret dengan LemoCam. Ini kebalikan dari kolase yang tadi kita bahas di awal.

Kesimpulan

LemoCam paham betul bagaimana memanjakan mereka-mereka yang gemar narsis. Hal ini tampak dari totalitas mereka menggarap ragam stiker yang dihadirkan. Stiker-stiker di LemoCam dibuat secara serius dan mencoba merangkul semua rentang usia. Sehingga bukan hal mengerankan bila banyak pengguna akan betal berlama-lama menjajal stiker di LemoCam.

Fokus LemoCam di sektor selfie meninggalkan lubang di sektor lainnya, di mana aplikasi terasa “cupu” saat digunakan menjepret objek dengan situasi yang berbeda akibat dari ketiadaan beberapa fitur pendukung. Yang saya maksudkan, di LemoCam Anda tidak akan bisa membuat misalnya foto panorama, memotret pemandangan dengan modus Scene, membidik dalam gelap, HDR, atau memotret objek jauh yang jauh karena tak ada dukungan zoom, dan lain-lain.

Meski demikian, mengingat peruntukannya yang memang untuk menjepret foto selfie, cukup wajar jika LemoCam lemah di sisi fotografi lainnya. Artinya, jika Anda mencari aplikasi selfie, LemoCam bisa jadi alternatif. Tapi jika Anda membutuhkan aplikasi untuk mengabadikan foto selain dari selfie, misalnya panorama, bokeh, HDR dan lain-lain, LemoCam bukan jawabannya.

Sparks

  • Koleksi stikernya sangat banyak
  • Pilihan filter yang bervariasi
  • Interface yang sederhana dan mudah digunakan
  • Fitur ekstra artwork membuat LemoCam makin menarik

Slac9ks

  • Tidak ada dukungan Zoom
  • Posisi Flash dan Timer yang sulit dijangkau
  • Miskin fitur untuk foto non-selfie
  • Tidak bisa bekerja secara offline
Application Information Will Show Up Here

[Review] Asus VivoBook S14 S410, Sajikan Sensasi ala MacBook Air Dengan OS Windows 10 dan Fitur Lebih Lengkap

Kecuali segelintir brand, penurunan angka pengapalan komputer personal dirasakan oleh hampir semua produsen hardware. Namun yang membuat Asus tetap berjaya di Indonesia ialah begitu banyaknya pilihan produk, terutama di rentang harga terjangkau. Di level ini, sang perusahaan asal Taiwan itu mengandalkan keluarga VivoBook yang terdiri dari beberapa varian berbeda.

Di bulan Februari kemarin, Asus menunjuk dua model VivoBook yang mereka pilih sebagai andalannya berkompetisi di tahun 2018: Flip 14 TP410 serta S14 S410. Tak lama dari momen itu, saya diberi kesempatan langsung untuk menjajal tipe terakhir. VivoBook S14 S410 menyuguhkan pendekatan desain clamshell tradisional, namun meski masuk ke kategori entry-level, ada banyak sentuhan premium yang produsen bubuhkan di sana.

Berdasarkan pengalaman menggunakannya, saya merasakan sendiri kesanggupan VivoBook S14 S410 dalam mendukung kegiatan olah dokumen serta menyajikan konten-konten hiburan multimedia. Untuk fungsi terakhir ini, kesiapan laptop bisa dilihat dari kehadiran panel full-HD dan kartu grafis discrete Nvidia GeForce MX150.

Silakan simak ulasan lengkapnya di bawah ini.

 

Desain

VivoBook S14 S410 adalah satu dari sejumlah laptop yang lahir sebagai respons penciptanya terhadap kemunculan MacBook Air. Tapi tentu saja, Asus telah membubuhkan sentuhan khas mereka di sana, serta menyempurnakan sejumlah kekurangan di perangkat Apple tersebut. Seperti kompetitornya itu, VivoBook S14 S410 mengusung desain elegan sederhana yang membuatnya tampil atraktif.

vb20

vb26

Dengan bobot 1,3-kilogram dan dimensi 326,4×225.5×18,75-milimeter, laptop ultra-thin ini memang ideal untuk menemani Anda saat bepergian atau bekerja secara remote. Sangat mudah baginya untuk diselipkan dalam tas, tanpa menambah beban terlalu banyak. TUbuh VivoBook S14 S410 tersusun atas kombinasi material logam dan plastik pada bingkai layar serta panel bawah.

vb25

vb15

Saya melihat ada banyak kesamaan desain antara VivoBook S14 S410 dan MacBook Air 13: Layar tersambung ke tubuh via satu engsel memanjang, laptop menggunakan keyboard tenkeyless dengan layout hampir serupa MacBook Air, touchpad-nya berada di tengah palm rest; bahkan Asus juga mencantumkan cekungan di dapan touchpad ala notebook Apple itu agar kita mudah mengangkat layar dari keadaan tertutup.

vb16

vb24

Layar tidak bisa dibuka hingga sejajar body, hanya dapat direntangkan sejauh 130 derajat. Di bagian punggungnya, Asus mengimplementasikan finishing dengan pola brushed vertikal dan tak lupa mencantumkan logo mereka. Unit review ini memiliki tubuh berwarna perak dengan frame layar hitam.

vb17

vb18

Tidak mau memberikan kesan meniru, Asus turut membekali laptop dengan fitur-fitur baru. Deretan tombol function VivoBook S14 S410 lebih banyak dibanding MacBook Air (tombol power ditempatkan di pojok kanan atas), lalu terdapat sensor sidik jari di dalam area touchpad untuk memudahkan Anda meng-unlock laptop. Konektivitasnya juga lebih lengkap. Anda bisa menemukan port USB 3.1, sebuah USB type-C dan HDMI di sisi kiri; kemudian ada dua USB 2.0 serta SD card reader di kanan.

vb21

vb11

Aspek istimewa lain di VivoBook S14 S410 terdapat pada layarnya. Laptop memanfaatkan bezel NanoEdge yang menghemat pemakaian sisi samping bingkai, sehingga memungkinkan Asus membenamkan display 14-inci di form factor 13-inci. NanoEdge membuat laptop terlihat manis, tapi tetap menyisakan ruang cukup lebar di frame bawah. Di sana, tim desainer mengisinya dengan membubuhkan logo Asus.

 

Layar

Asus VivoBook S14 S410 menyuguhkan layar IPS backit seluas 14-inci 16:9 beresolusi 1920x1080p. Panel tersebut mempunyai viewing angle selebar 178 derajat (membuat konten tetap terlihat jelas walaupun Anda melihatnya dari samping), dengan color gamut NTSC 45 persen, refresh rate 60Hz, dan lapisan anti-glare (matte) untuk meminimalisir pantulan yang berpeluang mengganggu Anda saat sedang serius bekerja atau menonton.

vb14

vb2

Layar ini mampu menghidangkan output tajam berkat penggunaan resolusi FHD serta warna-warni yang cemerlang. Tingkat kecerahannya juga sama sekali tidak buruk. Di tingkat brightness tertinggi, panel tetap sanggup menyajikan konten dengan jelas, kecuali jika Anda mengarahkan display langsung ke matahari.

vb12

Meski begitu, layar VivoBook S14 S410 tidak bebas dari kendala backlight bleeding yang umumnya muncul di LCD. Ketika menyala dengan kondisi hitam/gelap, Anda segera melihat tidak meratanya distribusi cahaya. Di unit review ini, bagian-bagian ujung kiri atas terlihat lebih cerah dari zona lain, terutama saat Anda baru menyalakannya.

vb13

 

Keyboard dan touchpad

Sebagai alat utama dalam berinteraksi dengan konten PC, Asus mencantumkan keyboard backlight tanpa numerical pad. Tingkat kecerahan backlight bisa disesuaikan, LED-nya secara otomatis akan mati ketika tidak digunakan. Papan ketik ini dibekali tombol chiclet – berukuran 16x15mm untuk tuts huruf dan jarak antar tombol sejauh 4mm.

vb3

Untuk tangan kecil saya, tombol-tombol ini sangat nyaman buat mengetik. Ukurannya tidak terlalu lebar ataupun diposisikan terlalu berdempetan. Mereka terasa empuk serta responsif dengan jarak key travel pendek. Dan yang terpenting, resistensi masing-masing tombol di keyboard terasa konsisten.

vb4

S14 S410 dibekali touchpad berukuran 105x74mm (areanya dikurangi ujung membundar dan sensor fingerprint), berada sekitar 1 sampai 2-milimeter lebih rendah dari wrist rest untuk menghidari input yang tidak diinginkan akibat gerakan pangkal jempol sewaktu jari lain Anda sedang sibuk menari di atas keyboard. Sejauh ini, insiden salah tekan belum pernah saya alami. Touchpad mempunyai tekstur halus, mampu menjaga gerakan kursor tetap presisi.

vb7

Dua tombol mouse terintegrasi dalam touchpad, dengan sebuah garis halus sebagai pemisah kiri dan kanan. Walaupun menjadi satu dengan touchpad, kedua tombol tersebut sangat empuk, tanggap terhadap tekanan, serta konsisten. Tak ada perbedaan keempukan antara tombol kanan dan kiri.

vb5

Penempatan touchpad di tengah menyisakan ruang gerak sepanjang 10,5- sampai 11,5-sentimeter untuk masing-masing telapak tangan Anda. Walaupun tidak betul-betul di tengah, posisi touchpad ini memberikan kesan seimbang.

 

Spesifikasi sistem dan benchmark

Daftar spesifikasi VivoBook S14 S410 bisa disimak di bawah:

  • Sistem operasi Windows 10 Home Single Language
  • CPU quad-core 8-thread Intel Core i5 8520U 1,6GHz Kaby Lake-U
  • GPU Nvidia GeForce MX150 VRAM 4GB GDDR5 dan Intel UHD Graphics 620
  • Motherboard Asustek X411UNV
  • RAM 8GB
  • Penyimpanan SSD Hitachi 128GB, HDD Hitachi GHST 1TB
  • Optical disc drive tidak ada
  • Audio speaker stereo plus SonicMaster
  • Baterai 3-cell 42Whrs

Mengingat VivoBook S14 S410 tidak disiapkan untuk menangani game-game 3D kelas blockbuster, uji coba kinerja hardware saya lakukan sepenuhnya dengan sejumlah software benchmark, di antaranya Cinebench R15, PCMark 10, 3DMark Time Spy, lalu Unigine Valley 1.0 serta Heaven 4.0 untuk menakar kemampuan grafisnya. Berikut ini adalah hasil tes terbaik yang saya peroleh:

Cinebench R15

vb34

 

PCMark 10

 

vb29

vb30

 

3DMark Time Spy

 

vb32

vb33

 

Di Unigine Valley 1.0 dan Heaven 4.0, saya memilih preset Extreme, dengan resolusi default di mode windowed.

vb38

vb35

vb39

vb36

 

Pengalaman penggunaan

VivoBook S14 S410 saya gunakan selama beberapa minggu untuk bekerja tiap hari, dan saya akui, tidak ada banyak hal yang bisa dikeluhkan. Pemanfaatan SSD membuat waktu load Windows berjalan singkat, kemudian walaupun menyimpan sistem pendingin aktif (Asus IceCool), laptop bekerja dengan cukup hening. Suara kipas baru mulai terdengar sewaktu perangkat berada di kondisi full load.

vb1

Membahas temperatur, Asus berhasil memenuhi janji mereka untuk menjaga suhu palm rest laptop tetap berada di bawah 35 derajat Celcius. Bahkan saat digunakan di ruang tanpa pendingin udara lebih dari delapan jam sehari (dengan sirkulasi udara yang optimal), bagian tangan saya yang menempel di laptop tak pernah terasa gerah ataupun berkeringat. Suhu diarahkan ke sisi bawah laptop, lalu lubang pembuangan panas tersembunyi di belakang engsel.

vb22

vb19

Daya tahan baterai juga menjadi aspek unggulan di laptop ini. Dalam pemakaian normal (browsing, menjalankan video beberapa kali, serta mengetik) plus mengaktifkan mode battery saver, S14 S410 dapat aktif hingga enam jam tanpa tersambung ke sumber listrik. Durasinya jadi lebih singkat sewaktu saya pasang playlist video musik di YouTube ditambah penggunaan level brightness tertinggi – sekitar dua setengah jam.

vb6

Untuk ukuran laptop, mutu speaker VivoBook S14 S410 tergolong cukup baik, dan tak jarang saya bekerja sembari ditemani alunan musik dari laptop. Absennya subwoofer memang menyebabkan efek bass-nya kurang menendang, tapi speaker stereo yang ditaruh di sisi bawah notebook tetap mampu menyuguhkan output yang lantang dan jernih, terutama buat nada-nada mid serta tinggi.

vb10

vb27

 

Konklusi

Orisinalitas desain memang bukan faktor terkuat dari VivoBook S14 S410, namun hal tersebut bisa dikesampingkan jika Anda sedang mencari alternatif lebih ekonomis dari perangkat MacBook Air 13-inci yang berjalan di platform Windows 10. Pemanfaatan bezel NanoEdge, sensor fingerprint, dan sistem pendingin yang dapat menjaga wrist rest tetap sejuk turut menjadi nilai tambah produk ini.

Sebagai sedikit masukan, VivoBook S14 S410 bisa jadi perangkat kerja yang lebih mumpuni lagi seandainya Asus meng-upgrade bagian layar lebih jauh. Panel LED laptop memang tidak buruk, tapi jika persentase backlight bleeding-nya dibuat lebih kecil, lalu color gamut-nya diramu lebih tinggi lagi, produk ini bisa lebih efektif menjangkau kalangan kreatif – misalnya buat dimanfaatkan fotografer sebagai tempat meninjau hasil jepretan kamera mereka.

Asus VivoBook S14 S410 telah tersedia di Indonesia, dipasarkan di harga Rp 11,4 juta. Produk sudah disertai garansi selama dua tahun.

 

Sparks

  • Desain elegan, ringan dan ramping
  • Baterai cukup tahan lama untuk pemakaian normal
  • Layar full-HD
  • Keyboard dan touchpad yang nyaman buat bekerja
  • Pemindai sidik jari
  • Bezel NanoEdge

 

Slacks

  • Penampilannya kurang orisinal
  • Mutu layar bisa ditingkatkan lagi
  • Masih tergolong mahal untuk laptop multimedia entry-level

 

[Review] Nokia 8: Desain Klasik, Kinerja Tak Main-main

Sudah sekitar setahun, Nokia melalui HMD Global mulai bangkit kembali di pasar smartphone dengan Android. Perjalanan mereka tentu masih panjang untuk kembali ke masa jayanya dulu. Di Indonesia sendiri HMD Global telah meluncurkan lima model smartphone yakni Nokia 3, Nokia 5, Nokia 6, Nokia 2, dan Nokia 8 yang akan saya kupas bersama Anda.

Sebagai informasi, Nokia 8 merupakan smartphone flagship terkuat dari HMD Global yang dirilis perdana pada bulan September 2017 dan masuk Indonesia di awal bulan Februari 2018. Kemudian, mereka telah merilis model terbaru di MWC 2018 yakni Nokia 8 Sirocco dengan upgrade terbesar pada desain dan kamera, tapi masih bertenaga chipset yang sama – Qualcomm Snapdragon 835.

Nokia 8 pun menjadi telepon pintar kedua yang dipersenjatai Snapdragon 835 di tanah air setelah LG V30+. Kelebihan lainnya ia sudah menjalankan OS Android terbaru 8.0 Oreo, punya kamera belakang ganda, dan dibanderol dengan harga yang cukup ‘mengejutkan’ yakni Rp6,5 juta. Penasaran apalagi yang ditawarkan olehnya? Inilah review Nokia 8 selengkapnya.

Paket Penjualan

Review-Nokia-8-5
Paket penjualan Nokia 8 / Dailysocial
  • Unit Nokia 8
  • Kepala charger Quickcharge 3.0
  • Kabel data USB Type-C
  • SIM ejector
  • Headset
  • Buku panduan dan garansi

Pocket Smartphone

Review-Nokia-8-7
Bagian muka Nokia 8 / Dailysocial
Review-Nokia-8-8
Bagian belakang Nokia 8 / Dailysocial

Untuk Nokia 8, HMD Global memang belum mengusung desain full screen dan masih menggunakan layar beraspek rasio tradisional 16:9 dengan dagu dan dahi lebar yang terkesan mubazir.

Namun dengan layar yang hanya 5,3 inci membuat ukuran Nokia 8 tidak merepotkan, mudah masuk ke dalam saku celana dan nyaman bila diakses pakai satu tangan.

Handset ini sendiri berdimensi 151,5×73,7mm dengan ketebalan 7,9mm dan bobot 160 gram. Body-nya dibentuk dari satu balok aluminium seri 6000 dengan tepi samping kurva halus di bagian belakang sehingga lebih mantap digenggam. Lalu, kaca 2.5D Gorilla Glass 5 di bagian muka tak hanya mempercantik tampilan tapi juga melindunginya dari goresan.

Nokia 8 masih punya tombol home dengan fingerprint sensor yang always-on, diapit tombol kapasitif dengan backlit putih yakni back di sebelah kiri dan recent app di kanan. Respons pemindai sidik jari sangat cepat, namun ukuran tombol home-nya yang terlalu kecil mungkin akan mengurangi tingkat keakuratannya.

Sementara tombol mekanis volume dan power berada di sisi kanan, kemudian slot hybrid SIM di sisi kiri. Anda bisa memilih menempatkan dua kartu seluler berbentuk nano SIM atau satu kartu seluler dan microSD. Selanjutnya, port USB Type-C, mikrofon, dan speaker ada di sisi bawah. Lalu, jack audio 3.5mm bertengger di sisi atas.

Berpindah ke belakang, Anda akan menemukan modul kamera ganda dan logo Zeiss yang agak menonjol keluar. Sebagai catatan, unit Nokia 8 saya pegang berwarna ‘steel‘ dengan punggung finishing matte. Warna lain yang tersedia di Indonesia ialah ‘polished blue‘ dengan finishing kaca.

Review-Nokia-8-15

Build quality Nokia 8 sangat bagus, kesan premium langsung terasa begitu Anda menyentuhnya. Desainnya sangat klasik, indah tapi tidak begitu mencolok karena jauh dari kesan bezel-less.

Sertifikasi IP54 yang diusungnya membuatnya tahan terhadap percikan air. Tapi smartphone flagship kompetitor sekelasnya sudah membawa sertifikasi IP67 atau IP68 yang tahan air lebih baik.

Poin plus-nya, layar 5,3 incinya membuat ukuran Nokia tidak terlalu besar tapi tidak juga kecil sehingga memberi kenyamanan dan kemudahan penggunaan.

Layar dengan Glance Screen

Review-Nokia-8-23

Layar IPS ukuran 5,3 inci dengan aspek rasio 16:9 Nokia 8 ditopang resolusi Quad HD 1440×2560 piksel dengan tingkat kerapatan 554 ppi yang terlihat sangat tajam.

Dengan tingkat brightness maksimum 700 nit sehingga tetap nyaman digunakan di luar ruangan. Sayangnya tidak ada mode warna tambahan ataupun yang memungkinkan kita mengatur temperature warna.

Review-Nokia-8-24

Nokia memboyong fitur standby display yang ada di seri Lumia dulu, ‘glance screen‘. Fungsinya mirip fitur ‘always-on display‘, tapi akan muncul setiap kali Nokia 8 mendeteksi gerakan atau setelah batas waktu yang telah ditentukan (hingga 20 menit).

Glance screen bisa untuk menunjukkan waktu, informasi alarm, tanggal, dan status baterai. Serta menampilkan jumlah panggilan yang tidak terjawab, pesan yang belum dibaca, dan pengingat reminder. Kemudian kita cukup melalukan double tap untuk membangunkan layar.

Pure Android – Oreo

Review-Nokia-8-25

HMD Global menggunakan ‘pure Android’ atau Android murni tanpa tambahan custom UI dan minim bloatware, hampir mendekati stock Android. Kelebihannya, Nokia 8 menawarkan pengalaman ber-Android seperti seri Google Pixel yaitu fast update dan user experience yang sangat smooth.

Saat diluncurkan Nokia 8 menjalankan OS Android 7.1 Nougat dan kini sudah mendapatkan update ke Android 8.1 Oreo. Kekurangannya, user interface Nokia 8 yang sederhana cenderung membosankan, tidak semua orang akan menyukainya. Tapi, memang Anda sendirilah yang akan memutuskan akan mendandani interface Nokia 8 akan seperti apa.

Secara default, feel UI-nya hampir sama seperti Google Pixel, untuk akses app drawer tinggal swipe layarnya ke atas. Kemudian di bagian paling kiri homescreen, ada Google Now dan untuk memanggil Google Assisstant cukup tekan tombol home. Anda juga bisa men-unlock Nokia 8 dengan bilang ‘Ok Google’.

Review-Nokia-8-29

Untuk mode split screen-nya, selain bisa dibagi rata 50/50, tampilan dua aplikasi yang berdampingan juga bisa diatur 60/40 atau sebaliknya 40/60.

Dual Camera dengan Lensa Zeiss

Review-Nokia-8-16

Nokia 8 memiliki tiga kamera 13-megapixel dengan lensa besutan Zeiss, ketiganya hadir dengan aperture f/2.0 dan piksel ukuran 1.12 µm. Dua diantaranya ditempatkan di belakang dan satu lagi di depan. Menariknya kamera depan juga kebagian fitur PDAF dan mampu merekam video 4K juga, alhasil foto selfie jadi anti nge-blur dan bisa buat nge-vlog dengan hasil yang berkualitas.

Setup dual camera di bagian Nokia 8 menggunakan konfigurasi lensa color dan monochrome. Proses fotografinya didukung oleh dual-LED flash, OIS, phase detection, dan laser autofocus.

Review-Nokia-8-30

Ya, Nokia memang menggunakan pure Android yang tidak dimodifikasi, kecuali aplikasi kamera-nya yang mereka kembangkan sendiri. Antarmuka atau UI yang tampil cukup mudah dimengerti, kita bisa beralih dari mode foto ke mode video dengan cepat.

Sejumlah shortcut telah disediakan di sebelah kiri, seperti LED flash, HDR, timer, dan pengaturan lainnya. Sedangkan mode pengambilan gambar seperti beauty, panorama, live bokeh, dan mode manual ada di sebelah kanan.

Berikut 8 fitur unggulan kamera Nokia 8:

  1. Dual-sight. Inilah fitur paling keren di Nokia 8 yang mendorong kita untuk berkreasi lebih jauh. Di mana kita bisa secara bersamaan memanfaatkan kamera depan dan belakang untuk menghadirkan dua tampilan dalam satu layar, baik untuk foto dan video secara real-time.
  2. Mode twin. Dalam kondisi remang-remang atau minim cahaya, gunakan mode twin dan dua kamera belakang Nokia 8 akan bekerja sama untuk menghasilkan foto yang tetap detail dan tajam. Dalam mode ini kinerja autofocus cenderung lebih cepat, namun proses jepretannya sedikit lebih lama.
  3. Fotografi hitam putih. Nokia 8 memberi kita kebebasan untuk menggunakan kamera mono atau black & white untuk memotret foto hitam putih yang estetis. Gunakan ini bila bidikan Anda punya warna yang kurang menarik atau kacau.
  4. Live bokeh. Boleh jadi fitur ini yang paling digemari di smartphone dual camera. Berkat kamera sekunder, pengguna Nokia 8 memungkinkan mengambil foto dengan efek bokeh yang cantik, tingkat ‘blur-nya’ bisa diatur sebelum atau setelah memotret.
  5. Mode manual. Memungkin kita mengatur white balance, exposure, dan area focus. Meski sayangnya tidak ada pilihan shutter speed, ISO, dan opsi menyimpan hasil foto dalam format RAW.
  6. Ozo audio. Nokia 8 bisa menggabungkan tiga mikrofon dengan algoritma akustik eksklusif dari Nokia untuk menangkap audio dengan suara surround spasial 360 derajat yang mendalam. Fitur ini juga bisa digunakan untuk merekam video resolusi 4K dengan kualitas audio yang lebih baik.
  7. Kamera depan dengan PDAF. Seperti yang disinggung di atas, kamera depan Nokia 8 sama bagusnya dengan kamera belakang yakni 13-megapixel dengan  aperture f/2.0 dan piksel ukuran 1.12 µm yang sama, serta dukungan PDAF.
  8. Live streaming, Aplikasi kamera Nokia 8 bisa dikonfigurasikan langsung ke layanan YouTube and Facebook, di mana Anda bisa melakukan live streaming dalam sekali klik. Fitur ini seolah mimpi yang menjadi kenyataan bagi Vlogger maupun YouTuber.

Lebih lanjut mengenai kemampuan perekaman videonya, Nokia 8 bisa merekam video dalam resolusi 4K 30fps dan 1080p 30fps. Tersedia juga mode pengambilan video slow-mo, time-lapse, dan dual-sight video 1080p. Sayangnya, tidak ada perekaman video 1080p 60fps, apalagi 4K 60fps.

Catatan kamera, dalam proses ujicoba di beberapa kesempatan, saya sempat mengalami aplikasi kamera Nokia 8 yang berhenti tiba-tiba, kamera error, dan isu autofocus terkhusus bidikan jarak dekat (macro). Solusinya sementara cukup istirahatkan sebentar atau restart Nokia 8, saya berharap HMD Global segera memperbaiki masalah ini dalam update sorftware berikutnya.

Terlepas dari isu yang ada, saya cukup puas dengan jepretan yang ditembak oleh Nokia 8, di berbagai kondisi cahaya hasilnya cenderung baik. Dalam kondisi cahaya yang ideal, Nokia 8 mampu menghasilkan foto dengan detail yang jelas dan warna yang cemerlang. Ini dia hasilnya:

Hasil Jepretan Nokia 8

Foto Hitam Putih Nokia 8

Mode Live Focus dengan Efek Bokeh

Dual Sight Nokia 8

Kamera Depan Nokia 8

Hardware dan Performa

Nokia 8 dipersenjatai chipset yang sangat powerful, Snapdragon 835. Memastikannya dapat bersaing dengan smartphone flagship kompetitor yang ada saat ini. Dijodohkan RAM sebesar 4GB, harusnya sudah cukup untuk menangani pure Android yang ringan. Berikut susunan hardware Nokia 8.

  • Sytem-on-chip Qualcomm MSM8998 Snapdragon 835
  • CPU Octa-core (4×2.5 GHz Kryo & 4×1.8 GHz Kryo)
  • GPU Adreno 540
  • RAM 4GB
  • ROM 64GB
  • Baterai non-removable li-Ion 3090 mAh

Di Antutu, Nokia 8 mampu meraih skor 211.935 poin, di PCMark Work 2.0 sebesar 7.367 poin dan 4.927 poin di 3DMark Sling Shot.

Ya, Snapdragon 835 ialah chipset mobile terbaik tahun 2017, meskipun tahun ini bakal menjadi milik Snapdragon 845. Namun, performa smartphone dengan Snapdragon 835 tak perlu diragukan lagi. Menurut Antutu, Nokia 8 yang saya tes mengalahkan Huawei Mate 10, OnePlus 5, Mi Mix 2, Google Pixel 2 XL, bahkan Samsung Galaxy Note 8, dan Samsung Galaxy S8.

Satu lagi, Nokia 8 didukung oleh baterai berkapasitas 3.090 mAh dengan teknologi pengisian cepat Quick Charging 3.0 dan dilengkapi dengan charger 2.5 ampere di dalam retail box. Memungkinkan Anda mengisi baterai dari 0 sampai 48% hanya dalam 30 menit.

Verdict

Dengan HMD Global, ini bukan kesempatan kedua bagi Nokia tapi ketiga setelah sebelumnya dikemudikan Microsoft. HMD Global jelas tidak terburu-buru menebus waktu yang hilang, Nokia 8 disiapkan secara matang.

Terlepas dari keinginan untuk bernostalgia dan desain klasik yang masih dikenakannya, nilai jual Nokia 8 memang bukan dari segi desain, melainkan chipset yang powerful, OS Android terbaru, harga kompetitif, serta kualitas kamera dan audio yang kuat.

Dibanderol Rp6,5 juta di Indonesia, secara performa Nokia 8 sepadan dengan LG V30+, Samsung Galaxy S8, bahkan Samsung Galaxy Note 8 yang dibanderol hampir dua kali lipat darinya. Nokia 8 adalah pilihan terbaik, jika Anda yang Anda incar ialah performa smartphone yang powerful di rentang harganya.

Sparks

  • Chipset Qualcomm Snapdragon 835
  • Android 8.0 Oreo 
  • Dual-sight video
  • Mode live fokus untuk foto efek bokeh
  • Harga kompetitif

Slacks

  • Desain klasik dengan bezel besar
  • Belum tahan air
  • Tidak ada opsi perekaman video 1080p 60fps
  • Tidak bisa simpan foto dalam format RAW
  • Isu aplikasi kamera seputar autofocus dan error

[Review] Xiaomi Redmi 5 Plus: Tonjolkan Layar Penuh, Dapur Pacu Belum Naik Kelas

Belum lama ini Xiaomi kembali mengguncangkan pasar smartphone Indonesia, kali ini lewat smartphone layar penuh – Redmi 5 dan Redmi 5 Plus yang dilepas dengan harga terjangkau. Tentunya Anda sangat penasaran bukan? Akan tetapi, tenang saja karena Redaksi Dailysocial Lifestyle telah kedatangan Redmi 5 Plus (versi 3GB/64GB).

Sebelum lanjut, saya ingin menginformasikan bahwa di India – Redmi 5 Plus ini disebut Redmi Note 5. Jadi, boleh kita anggap juga bahwa Redmi 5 Plus merupakan penerus dari Redmi Note 4 yang cukup populer di Indonesia. Selain tampilan baru yang sangat menggoda, apalagi yang ditawarkannya? Inilah review Xiaomi Redmi 5 Plus selengkapnya.

Paket Penjualan Plus Case

Review-Redmi-5-Plus-1
Paket penjualan Xiaomi Redmi 5 Plus / Dailysocial
  • Unit Xiaomi Redmi 5 Plus
  • Kepala charger 2A
  • Kabel data microUSB
  • SIM ejector
  • Silicone case
  • Buku panduan dan garansi

Desain Full Screen

Review-Redmi-5-Plus-9
Tampak depan Xiaomi Redmi 5 Plus / Dailysocial

Xiaomi Redmi 5 Plus punya layar seluas 6 inci dengan aspek rasio baru 18:9. Penggunaan desain full screen di mana bagian muka tampak dipenuhi layar dengan bezel yang lebih tipis, Xiaomi sukses memberi kesan ‘tampilan baru’ pada Redmi 5 Plus.

Lapisan kaca 2.5D pada panel depan yang melengkung di tiap sudutnya juga memberikan efek yang halus saat disentuh. Sayangnya saat Anda beralih ke bagian belakang, rancangan Redmi 5 Plus tak berbeda jauh dengan Redmi Note 4.

Review-Redmi-5-Plus-6
Tampak belakang Xiaomi Redmi 5 Plus / Dailysocial

Beruntung – unit yang saya pegang berwarna light blue yang sukses memberi kesan ‘fresh‘ dengan bezel putih ramping di bagian depan. Warna black sebenarnya masih terlihat keren, tapi untuk warna gold-nya terlihat membosankan. Menurut saya, light blue ialah pilihan warna terbaik pada Redmi 5 Plus.

Handset ini sendiri berdimensi 158,5×75,5mm dengan tebal 8,1mm dan berat 180 gram. Body-nya tersusun atas kerangka alumunium, kaca pada bagian depan, serta bagian belakang setelah list antena bawah dan atas terbuat dari plastik, sementara bagian tengahnya bermaterial logam.

Di bawah layar masih kelihatan lapang, padahal tombol kapasitif telah hilang untuk selamanya. Sementara tombol mekanis volume dan power ada di sisi kanan, kemudian slot kartu SIM dibuat hybrid berada di sebrang kiri. Kita harus memilih menempatkan microSD atau kartu seluler di slot SIM kedua. Selanjutnya, port microUSB, mikrofon, dan speaker ada di sisi bawah. Lalu jack audio 3.5mm, mikrofon kedua, dan port infrared berada di sisi atas.

Review-Redmi-5-Plus-12
Modul kamera Xiaomi Redmi 5 Plus / Dailysocial

Bentuk modul kamera Redmi 5 Plus yang bulat agak menonjol keluar, untuk pemakaian sehari-hari sebaiknya gunakan case yang telah tersedia dalam paket penjualan. Satu lagi, pemindai sidik jari terletak persis di bawah kamera dan mudah dijangkau jari telunjuk.

Tampaknya Xiaomi tidak mau repot-repot mendesain ulang Redmi 5 Plus. Meski penggunaan desain full screen sudah cukup memberi kesan tampilan baru, tapi pada bagian belakang – jika bukan karena perbedaan ukurannya maka Redmi 5 Plus dan Redmi Note 4 sulit dibedakan. Ciri khas seri Redmi masih sangat kental dan bezel-nya masih kurang tipis.

Layar Kekinian dengan UI MIUI 9

Review-Redmi-5-Plus-11

Redmi 5 Plus mengangkat layar seluas 6 inci ditopang beresolusi Full HD+ 1080×2160 piksel dengan tingkat kerapatan 403 ppi. Sudah sangat cukup untuk mengakomodasi berbagai kebutuhan penggunanya.

Layar yang besar dan penuh tentu dengan aspek rasio baru 18:9 yang sedang tren juga membuat aktivitas ber-smartphone seperti menonton video, bermain game, dan ber-multitasking atau membuka dua aplikasi secara berdampingan dalam mode split screen menjadi lebih nyaman.

Review-Redmi-5-Plus-15

Redmi 5 Plus ini sudah berjalan di atas MIUI global versi 9.2 stable yang berbasis Android 7.1.2 Nougat. Tampilan user interface-nya terlihat makin bersih, tapi jangan tertipu karena sebenarnya ada segudang pilihan penyesuaian dan tool canggih yang bisa ditemukan jika kita menggali lebih dalam.

Di sini Xiaomi sudah memberi dukungan multi-window atau disebut split screen, quick replies for notification, smart app launcher, smart assistance, dan smart image search.

Ya, ada banyak fitur pintar di MIUI 9 berkat dukungan machine learning process yang baru. Artinya, headset ini mampu mempelajari penggunanya dan harusnya memberi user experience yang lebih baik dari waktu ke waktu.

MIUI 9 membawa banyak perbaikan, seperti manajemen RAM yang lebih baik, kinerja lebih cepat, lebih ramah sumber daya, doze mode yang lebih baik, dan lainnya.

Kini ada panel quick card di homescreen paling kiri. Mirip dengan halaman ‘today‘ di iOS, kita bisa menempatkan kartu yang berbeda-beda. Mulai dari shortcut dan berbagai informasi seperti  catatan, acara kalender, cuaca, aplikasi favorit, dan banyak lagi.

Review-Redmi-5-Plus-16

Tampilan app switcher juga terasa mirip dengan iOS dengan ukuran thumbnail yang besar, mamun ada menu tambahan di pojok atas sebelah kiri yakni mode split screen yang memudahkan kita menjalankan dua aplikasi secara berdampilngan.

Review-Redmi-5-Plus-17

Tentu saja, kita bebas mengganti tema atau menyesuaikan menjadi lebih personal seperti mengganti wallpaper, gaya lockscreeen, ikon aplikasi, font, hingga suara.

Review-Redmi-5-Plus-18

Selain itu, MIUI 9 juga menawarkan aplikasi security, di mana dapat memindai malware, mengelola blacklist, membatasi penggunaan data, membebaskan RAM, hingga membatas hak ases pada aplikasi yang terinstall.

Aplikasi Kamera

Bagian fotografi hanya ada sedikit perubahan, kamera Redmi 5 Plus memiliki sensor 12-megapixel dengan lensa 26mm bukaan f/2.2 dan piksel ukuran 1.25μm. Proses fotografinya ditunjang oleh phase-detection autofocus dan dual-tone flash. Sedangkan buat selfie dan video call, harus puas dengan kamera depan sebatas 5-megapixel.

Review-Redmi-5-Plus-19

Tidak ada perubahan di sisi antarmuka, tampak sederhana dengan akses pintas ke fitur HDR dan juga LED flash. Selain mode auto, Xiaomi telah menyuguhkan beberapa mode bidikan yang berbeda yaitu panorama, beauty, night (HTT), manual, dan lainnya.

Sayangnya, mode manual yang dibawanya masih kurang lengkap, kita hanya bisa men-tweak ISO (100-3200) dan white balance – tidak ada pilihan shutter speed dan focus.

Dengan single kamera, saya senang Xiaomi tidak memaksakan diri menyediakan mode portrait dengan software untuk foto dengan efek bokeh, karena hasilnya mungkin bakal mengerikan. Berikut hasil foto Redmi 5 Plus:

Menurut saya, secara keseluruhan kualitas hasil jepretan Redmi 5 Plus cenderung bagus, foto terlihat tajam dan detil dalam kondisi pencahayaan yang baik. Kamera headset ini hanya sedikit lebih baik dari Redmi Note 4.

Mengenai kemampuan videonya, Redmi 5 Plus mampu merekam video dalam resolusi 4K pada 30fps, 1080p pada 30fps, dan slow motion 720p pada 120fps.

Jujur saya tidak mengharapkan Redmi 5 Plus mampu merekam video resolusi 4K 60fps, fitur tersebut baru ada di iPhone X dan smartphone Android papan atas tahun 2018 seperti seri Samsung Galaxy S9. Tapi setidaknya saya mengharapkan kemampuan merekam video 1080p 60fps tapi fitur tersebut ternyata tidak tersedia, padahal secara hardware mampu.

Hardware dan Performa

Redmi 5 Plus ditenagai oleh chipset Qualcomm yang sama seperti Redmi Note 4 –  Snapdragon 625. Belum naik kelas, padahal sudah ada seri terbaru yakni Snapdragon 630 dengan GPU yang lebih baik dan CPU yang lebih kuat. Berikut susunan hardware Xiaomi Redmi 5 Plus.

  • Sytem-on-chip Qualcomm MSM8953 Snapdragon 625
  • CPU octa-core 2.0 GHz Cortex-A53
  • GPU Adreno 506
  • RAM 3/4GB
  • ROM 32/64GB
  • Baterai non-removable Li-Po 4.000 mAh

Di Antutu, Xiaomi Redmi 5 Plus mencetak skor 76.209 poin, di PCMark Work 2.0 sebesar 4.920 poin dan 845 poin di 3DMark Sling Shot.

Review-Redmi-5-Plus-20

Chipset Snapdragon 625 merupakan salah satu yang paling populer di smartphone kelas menengah di sepanjang tahun 2017. Chipset ini masih menawarkan kinerja yang stabil dan efisiensi baterai yang baik, hanya saja Snapdragon 630 sudah ada di sini dengan dorongan grafis yang lebih baik terkhusus untuk pengalaman gaming. Sebenarnya tidak begitu mengecewakan sih, tapi tumben sekali Xiaomi berada di belakang pesaingnya.

Verdict

Review-Redmi-5-Plus-7

Xiaomi Redmi 5 Plus adalah perbaikan Redmi Note 4. Tampilan yang terkesan baru dengan rasio layar kekinian 18:9 mungkin satu-satunya upgrade terbesar. Selain itu, headset ini masih ditenagai chipset yang sama dan sedikit upgrade pada bagian kamera.

Bagi pengguna Redmi Note 4, tak banyak alasan untuk mengganti ke Redmi 5 Plus selain tampang baru. Tapi dengan rentang harga yang sama, rasanya memang sulit untuk menampik godaan Redmi 5 Plus.

Chipset Snapdragon 625 mulai menua tapi belum usang, masih cukup mumpuni meski sudah ada sang penerus Snapdragon 630 yang lebih baik dalam pemrosesan grafis.

Di harga segini, jelas Redmi 5 Plus mampu ‘menggoyang’ keberadaan Vivo V7, Oppo F5, dan Huawei Nova 2i dalam hal kinerja. Sementara bagi pengguna Xiaomi Mi A1, tampilan layar baru 18:9 tidak cukup kuat untuk membuatnya berpaling. Sistem dual camera dengan efek bokeh yang memukau dan OS Android One menurut saya lebih memikat.

Sekali lagi dengan harga yang terjangkau membuat Redmi 5 Pro begitu menarik. Harga Redmi 5 Plus RAM 3GB + ROM 32GB: Rp2,2 juta dan harga Redmi 5 Plus RAM 4GB + ROM 64GB: Rp2,7 juta.

Sparks

  • Rasio layar kekinian 18:9
  • Tampang anyar berdesain full screen
  • Telah menjalankan MIUI 9
  • Harga cenderung terjangkau di kelasnya 

Slacks

  • Masih menggunakan chipset Snapdragon 625
  • Belum mampu merekam video 1080p 60fps
  • Belum dibekali kamera ganda
  • Bezel layar masih belum dioptimal

[Review] LG V30+, Audio Mumpuni dengan Perekam Video Sinematik

Sampai saat ini smartphone flagship LG memang masih berada di bawah bayang-bayang Samsung. Tapi soal inovasi dan kualitas produk, LG tak kalah dari Samsung.

Bicara mengenai LG, meja redaksi DailySocial lifestyle telah kedatangan smartphone premium LG varian warna terbaru – LG V30+ Raspberry Rose edisi spesial hari Valentine.

Paduan antara merah jambu dan magenta yang berbaur elok membuat LG V30+ tampil begitu mempesona. Keindahannya pun semakin menggoda tatkala cahaya memantul dari permukaannya.

Lalu, apa yang ditawarkan oleh smartphone flagship ini? Berikut review LG V30+ selengkapnya.

Paket Penjualan dengan Headset B&O LG

review-lg-v30-plus-1

Mungkin Anda bertanya-tanya, apa bedanya V30 dan V30+? Sebenarnya sama dan memang punya spesifikasi yang identik. Bedanya mungkin terletak pada paket penjualan, di mana varian V30+ telah tersemat headset B&O. Update: Namun unit yang kami coba tidak menyertakan headset dari B&O melainkan dari LG. Berikut isi kemasan LG V30+.

  • LG V30+ Raspberry Rose
  • Kepala charger Quickcharge 3.0
  • Kabel data USB type-c
  • SIM ejector
  • Buku panduan dan garansi
  • Headset B&O LG

Desain Nyaris Sempurna

Soal rancangan, LG V30+ ialah salah satu smartphone bezel-less atau nyaris tanpa bingkai terbaik. Berkat penggunaan rasio layar 18:9, minim bezel, dan tepian panel depan yang agak melengkung – membuat ukuran LG V30+ terpandang ramping meski memuat layar 6 inci.

Handset ini berdimensi 151.7×75.4mm dengan tebal 7,4mm dan berat 158 gram. Body tipis dan bobot yang ringan, membuatnya nyaman digenggam. Panel lengkungnya juga begitu halus, terasa sekali kesan premiumnya.

Kerangka alumunium dengan kaca pada bagian depan dan belakang – menambah keanggunannya. Keduanya sudah berlaping Gorilla Glass 5 yang memberi perlindungan lebih baik terhadap goresan.

Satu hal mengenai smartphone berdesain full-glass, biasanya bagian punggung cenderung lebih mudah tergores daripada bagian layar. Mungkin karena kita terbiasa meletakkan smartphone dengan bagian punggung di bawah, jadi saya sarankan mengenakan case.

Selain itu, LG juga sudah melengkapinya dengan sertifikasi standar militer Amerika Serikat MIL-STD-810 (telah melewati 14 dari 25 tes) yang harusnya membuat body LG V30+ jauh lebih tangguh dibanding kompetitor.

Lebih penting lagi, handset ini juga bersertifikat IP68 yang menandai ketahanan dalam menghadapi air dan debu. Meski sebagai bayarannya, baterai LG V30+ tidak bisa dilepas pasang.

Satu hal yang mengganjal, sambungan antara bingkai alumunium dan kaca bagian belakang tidak terlihat menyatu, seolah back cover ini bisa dilepas. Bagi saya, hal ini cukup mengganggu.

Untuk atributnya, tray kartu SIM (hybrid) berada di sisi kanan. Sementara, mekanis volume bertempat di sisi kiri. Kemudian port USB type-c, speaker, dan mikrofon ada di bagian bawah. Lalu, jack audio 3.5mm dan mikrofon kedua tersemat di bagian atas.

Ke mana tombol power-nya? LG menghapusnya atau mungkin lebih tepatnya memindahkannya ke bagian belakang bersama rumah sensor pemindai sidik jari. Memang banyak orang yang bersikeras bahwa lokasi tersebut lebih baik untuk fingerprint sensor, tapi kalau untuk tombol home?

Bagi saya tak masalah, lagi pula untuk membangunkan smartphone kita cukup melakukan double tap saja. Selain itu, letak tombol volume di bagian kiri juga membuat saya terpaksa harus beradaptasi lagi.

Ke bagian belakang, modul kamera belakang ganda diposisikan secara horizontal. Di bawahnya ada logo B&O yang terlihat lebih menonjol dibandingkan dengan logo LG itu sendiri. Mungkin LG ingin menekankan kualitas audio yang mumpuni yakni chip 32-bit Quad DAC.

FullVision Display 6 Inci

LG merupakan pelopor tren penggunaan rasio layar baru 2:1 atau 18:9, mereka menyebutnya FullVision display. Pada V30+, LG memakai jenis layar P-OLED seluas 6 inci dengan resolusi 2880×1440 piksel yang menghasilkan tingkat kerapatan 537 ppi. Layarnya sudah mendukung pemutaran video HDR 10.

Dalam mode otomatis, brightness-nya bisa mencapai 600+ nit, itu sangat terang dan saat saya menggunakannya di bawah teriknya sinar matahari keterbacaan layar masih nyaman. Kemudian kecerahan minimumnya adalah 3,3 nit, cukup memadai di malam hari.

review-lg-v30-plus-10

Menyoal tampilan layarnya, selain mode normal – LG juga sudah menyediakan tiga mode, yaitu best for movies, best for photos, dan best for web. Jika itu masih kurang, mode custom memungkin kita men-tweak tampilan sesuai selera.

Asyiknya kita juga bisa mengubah resolusi layar dengan mudah di pengaturan, resolusi bisa diturunkan dari high (Quad HD+) 2880×1440 piksel ke medium (Full HD+) 2160×1080 piksel, atau low (HD+) 1440×720 piksel.

Untuk tugas-tugas sehari-hari, menurut saya resolusi medium sudah lebih dari cukup dan lebih hemat daya. Sedangkan untuk pengalaman terbaik dalam bermain game dan nonton video, maksimalkan ke resolusi tertinggi.

User Interface

LG V30+ masih menjalankan OS Android 7.1.2 Nougat. Secara default antarmukanya menggunakan tampilan satu lapis, tapi tersedia juga tampilan dua lapis dengan app drawer yang bisa Anda temui di pengaturan. Tentu saja kita bisa melakukan personalisasi, berganti tema, tipe font, ukuran font, mempertebal font, dan tombol navigasinya juga bisa digonta-ganti. Kemudian mengubah efek transisi, menggunakan wallpaper motion, hingga menyembunyikan aplikasi.

Untuk memaksimalkan potensi rasio layar 18:9, LG menyediakan fitur ‘app scaling‘ yang berfungsi untuk menyesuaikan tampilan aplikasi atau game yang masih menggunakan skala layar 16:9. Fitur lainnya seperti ‘mini view‘ untuk mengecilkan tampilan agar bisa digunakan satu tangan, lalu ‘comfort view‘ untuk menjaga kesehatan mata saat menggunakan smartphone di malam hari.

Kemudian fitur ‘alwasy-on display‘ yang memungkinkan Anda tak lagi kelewatan notifikasi penting. Dan fitur floating bar untuk pintasan ke aplikasi atau fitur serta (quick contack dan music player. Untuk ber-multitasking atau mode split-screen, selain bisa dibagi 50/50, tampilan dua aplikasi juga dapat di atur 60/40 atau sebaliknya 40/60.

Dual Camera Lensa Wide-angle

Dibandingkan dengan sistem kamera ganda LG V20 dan LG G6, LG V30+ mengalami beberapa perubahan penting. Konfigurasinya masih serupa, LG V30+ masih punya satu lensa normal dan satu lagi lensa wide-angle. Namun lensa utama 16-megapixel kini punya aperture yang lebih lebar f/1.6, pun demikian dengan lensa kedua 13-megapixel dengan aperture f/1.9.

Artinya memungkinkan kita mengambil gambar dalam berbagai kondisi pencahayaan yang lebih luas. Secara teori, makin kecil angka aperture maka makin banyak cahaya yang masuk dan biasanya selalu lebih baik. Meski begitu, LG harus mengorbankan satu fitur unggulan dari seri sebelumnya yakni bidang pandang yang berkurang, tadinya 135 derajat menjadi 120 derajat.

Aplikasi kamera telah menyiapkan beragam pengaturan dan fitur-fitur menarik. Mulai dari pengambilan gambar auto, cine video, food, snap movie, popout, manual photo, match shot, guide shot, time-lapse, 360 panorama, manual video, snap shot, slow-mo, dan panorama. Ya, mode manual tersedia baik untuk pengambilan foto maupun video, yang memungkinkan Anda untuk mengeksplorasi kemampuan LG V30+ secara lebih jauh.

review-lg-v30-plus-19

Anda mungkin mencari mode HDR, fitur tersebut tersembunyi di pengaturan kamera, di mana secara default dalam mode auto. Selain memberi keleluasaan mengontrol secara penuh atas ISO, shutter speed, white balance, exposure, manual focus, dan format RAW – mode manual juga menyajikan fitur ‘Graphy’ yang memungkinkan Anda mengakses pengaturan yang telah dipilihkan oleh fotografer profesional pada kondisi-kondisi tertentu.

Memotret dengan sudut lebar atau standar, hasil foto LG V30+ cenderung mengesankan. Dalam berbagai skenario, headset ini mampu menciptakan foto dengan detail yang bagus. Sebagai catatan, LG tidak menyediakan mode portrait untuk memotret foto dengan efek bokeh – karena memang sistem kamera ganda yang digunakan ialah untuk memperluas sudut pandang.

Sedangkan buat selfie harus puas dengan kamera depan 5-megapixel saja dengan sudut pandang 90 derajat dan perekaman video 1080p 30fps. Catatan tambahan, aplikasi kamera LG V30+ ini kadang-kadang kurang responsif – saya harap LG segera memberi perbaikan pada update firmware berikutnya. Ini hasil tangkapannya:

Perekaman Video Manual

Kemampuan perekaman video merupakan kekuatan utama LG V30+, LG menyediakan mode pengambilan video dengan kontrol manual yang serupa dengan DSLR dan melengkapi fitur itu dengan efek video sinematik. Ya, tak cuma untuk foto saja – mode manual juga tersedia untuk pengambilan video. Di mana bisa mengatur ISO, shutter speedwhite balanceexposuremanual focus, dan terintegrasi dengan Hi-Fi yang akan meningkatkan kualitas suara pada video secara signifikan.

Untuk merekam video sinematik, LG menyuguhkan mode ‘cine video‘, ada dua fitur yang disuguhkan yakni point zoom dan cine effect. Pilih titik fokusnya di mana saja dan Anda bisa memperbesarnya dengan halus saat merekam. Anda memiliki kendali penuh atas kecepatan dan arahnya. Sementara cine effect, memungkinkan Anda memilih dari 15 filter video yang telah disediakan untuk memberi rekaman Anda nada tertentu dan intensitas seperti strength dan vignette-nya efek-efeknya bisa disesuaikan lagi.

Hasil video bisa disimpan dalam resolusi 4K 30fps, 1080p 30fps, atau 1080p 60fps. Namun fitur stabilisasi video hanya tersedia di resolusi 1080p 30fps. Satu yang disayangkan, LG V30+ belum mampu merekam video 4K pada 60fps. Kemampuan tersebut memang baru tersedia pada segilintir smartphone, sebut saja iPhone 8, iPhone 8 Plus, iPhone X, Samsung Galaxy S9, dan Samsung Galaxy S9+.

Kemampuan Multimedia

review-lg-v30-plus-20

Bagi penikmat musik, LG V30+ ialah smartphone idaman. Ia dipersenjatai chip audio kelas berat – Hi-Fi DAC quad 32-bit. Teknologi ini tidak hanya meningkatkan kualitas keluaran suara tapi juga menghadirkan kemampuan merekam audio dengan hasil memukau.

Namun beberapa hal yang perlu disiapkan, sepasang headphone mahal dan koleksi lagu berkualitas tinggi seperti format FLAC misalnya. Jika keduanya terpenuhi, bersiaplah terpesona dengan kejernihan suaranya. LG sendiri sudah membenamkan headphone B&O, tapi itu masih belum cukup untuk memaksimalkan potensinya.

Pemutaran musik harus melalui pemutar musik bawaan yang disebut ‘Music’ untuk memanfaatkan teknologi Hi-Fi quad DAC. Lengkap dengan dukungan DLNA dan cloud untuk mengakses koleksi musik Anda dengan mudah, baik itu Google Drive, Box, Dropbox, dan OneDrive.

review-lg-v30-plus-21

Dengan mengaktifkan fitur Hi-Fi Quad DAC, kita bisa mendapatkan hasil yang lebih keras lagi tanpa mengorbankan apapun dalam hal kualitas. Kita juga bisa mengatur preset suara, digital filter untuk mengubah karakteristik suara, dan balance untuk mengatur volume di saluran kiri dan kanan secara terpisah. Ada juga akses ke equalizer, tapi fitur ini tidak tersedia untuk lagu format FLAC/ALAC.

Selain itu, terdapat mode gaming yang akan memastikan game menyuguhkan resolusi dan frame rate tertinggi hingga 60fps. Sayangnya, LG belum membenamkan speaker stereo, padahal layar lebar mantab sekali untuk nonton video dan bermain game.

Kemudian ada aplikasi HD Audio Recorder. Uniknya jika Anda memegang smartphone secara portrait, hanya mikrofon atas saja yang bekerja, sementara jika Anda memegang secara lanskap kedua mikrofon akan bekerja.

Hardware Powerful

Smartphone Android 7.1.2 Nougat ini dan diberitakan bakal mendapatkan update ke Android 8.0 Oreo segera, sedang bergulir secara bertahap. LG V30+ bertenaga chipset Qualcomm Snapdragon 835, ditopang RAM 4GB, dan ruang penyimpanan 128GB. Jika masih kurang, tersedia slot microSD yang mampu menanpung hingga 2TB.  Berikut susunan hardware LG V30+.

  • Sytem-on-chip Qualcomm MSM8998 Snapdragon 835
  • CPU octa-core (4×2.45 GHz Kryo & 4×1.9 GHz Kryo)
  • GPU Adreno 540
  • RAM 4GB
  • ROM 128GB
  • Baterai non-removable Li-Po 3300 mAh

review-lg-v30-plus-22

Di aplikasi benchmark Antutu LG V30+ mencetak skor 175.056 poin, di PCMark Work 2.0 sebesar 6.184 poin dan 3.438 poin di 3DMark Sling Shot. Dari pengalaman saya menggunakan sekitar satu minggu lebih, performanya dan berpindah aplikasi benar-benar sangat smooth.

Baterai 3.300 mAh dengan teknologi pengisian cepat quick charge 3.0, isi ulang hanya membutuhkan waktu kurang dari dua jam. Berkat chipset Snapdragon 835 yang dibangun menggunakan proses pabrikasi 10nm, secara keseluruhan daya tahannya sudah lebih baik, kekuatan cukup untuk menemani Anda seharian penuh.

Selain menerapkan pola, PIN, dan password – LG V30+ bisa mengenali pemiliknya melalui sidik jari, wajah, dan suara. Ya, headset ini dibekali fingerprint sensor, face regonition, dan voice recognition. Saat ini dicoba membuka kunci layar dengan suara, fungsi ini bekerja dengan baik di dalam ruangan – walaupun kadang saya harus memanggilnya sebanyak dua kali.

Verdict

Sementara pabrikan smartphone lain berlomba-lomba mengeksplorasi sistem kamera ganda dengan lensa telephoto/ potret/bokeh atau fotografi hitam dan putih. LG masih percaya diri dengan lensa wide-angle ultra, cakupan yang luas itu keren tapi menurut saya mode portrait jauh lebih kekinian – jadi pilihan di tangan Anda.

Selain itu, LG V30+ adalah smartphone yang sangat bagus untuk videografi dan penikmat musik. Sangat cocok dimiliki oleh para kreator video misalnya YouTuber dan vlogger. LG menyediakan mode pengambilan video dengan kontrol yang serupa dengan DSLR dan melengkapi fitur itu dengan efek video sinematik.

Harga LG V30+ di Indonesia dibanderol Rp10.499.000, jumlah yang sama juga bisa mendapatkan Samsung Galaxy S8. Sedangkan LG G6 dijual Rp7.999.000.

Sparks

  • Kemampuan audio mumpuni dengan chip Hi-Fi 32-bit Quad DAC
  • Perekam video dengan mode manual dan efek sinematik
  • Desainnya nyaman, kaca layar melengkung yang sangat halus
  • Sudut pandang kamera luas 120 derajat

Slacks

  • Belum dibekali speaker stereo
  • Kamera selfie sebatas 5MP
  • Belum mendukung perekaman video 4K 60fps
  • Tidak ada mode portrait untuk foto dengan efek bokeh

 

Update: Perbaikan dilakukan di artikel, penjelasan bahwa unit yang kami coba tidak menyertakan headset B&O melainkan dari LG. LG V30+ sendiri sebenarnya menyertakan headset B&O namun untuk pembelian tertentu.  

Daftar Publisher Game Terbaik di Tahun 2017 Versi Metacritic

Berkat disediakannya bagian ulasan user di platform distribusi digital populer (misalnya Steam) serta adanya situs-situs agregat review, kita bisa mudah mempertimbangkan baik-buruknya sebuah game sebelum membeli. Di antara website agregator itu, Metacritic merupakan salah satu yang tertua dan terbesar, memulai layanannya sejak tahun 1999.

Setelah Steam dan Amazon masing-masing menyingkap permainan dengan pemasukan serta penjualan tertinggi di tahun lalu, kali ini giliran layanan perangkum review punya CBS Interactive itu mengungkap daftar publisher terbaik di 2017. Ketentuannya cukup sederhana: mereka mengurutkan perusahaan-perusahaan yang karyanya mendapatkan penilaian rata-rata tertinggi dari media game profesional.

Tahun 2017 lalu mungkin didominasi oleh judul-judul seperti Super Mario Odyssey, The Legend of Zelda: Breath of the Wild dan Nier: Automata, namun ternyata bukan Nintendo ataupun Square Enix yang menempati urutan teratasnya. Metacritic membagi daftar ke dalam dua tier: pertama adalah publisher yang melepas 12 permainan atau lebih, lalu tingkatan kedua ialah publisher yang merilis 5 sampai 11 judul dalam periode 12 bulan. Ini dia:

 

1. Bethesda – 79,9

Skor tertinggi: Wolfenstein II: The New Colossus (Xbox One) – 88
Skor terburuk: Doom VFR – 69
Favorit user: The Evil Within 2 (Xbox One) – 89

 

2. Nintendo – 78,0

Skor tertinggi: The Legend of Zelda: Breath of the Wild (Switch) – 97
IP baru terbaik: Snipperclips (Switch) – 80
Skor terburuk: Flip Wars (Switch) – 53
Favorit user: Pokemon Ultra Sun / Moon (3DS) – 90

 

3. Sega – 75,5

Skor tertinggi: Bayonetta (PC) – 90
Skor terburuk: Valkyria Revolution (PS4) – 55
Favorit user: Sonic Mania (Switch) – 89

 

4. Activision Blizzard – 75,7

Skor tertinggi: Destiny 2 (Xbox One) – 87
Skor terburuk: Destiny 2: Curse of Osiris (PS4) – 57
Favorit user: Crash Bandicoot N. Sane Trilogy (PS4) – 88

 

5. Capcom – 76,6

Skor tertinggi: Okami HD (PC) – 92
Skor terburuk: Ultra Street Fighter II: The Final Challengers (Switch) – 66
Favorit user: Okami HD (PS4) – 90

 

6. Ubisoft – 75,4

Skor tertinggi: Assassin’s Creed Origins (Xbox One) – 85
IP baru terbaik: For Honor (Xbox One) – 79
Skor terburuk: Monopoly for Nintendo Switch (Switch) – 53
Favorit user: Mario + Rabbids: Kingdom Battle (Switch) – 86

 

7. Sony – 74,9

Skor tertinggi: Horizon Zero Dawn (PS4) – 89
IP baru terbaik: Horizon Zero Dawn (PS4) – 89
Skor terburuk: Drawn to Death (PS4) – 56
Favorit user: Wipeout: Omega Collection (PS4) – 87

 

8. Square Enix – 73,6

Skor tertinggi: Final Fantasy XIV: Stormblood (PS4) – 89
IP baru terbaik: Children of Zodiarcs (PS4) – 81
Skor terburuk: Oh My Godheads (PS4) – 56
Favorit user: NieR: Automata (PS4) – 88

 

9. Bandai Namco Entertainment – 73,0

Skor tertinggi: Project CARS 2 (PC) – 85
IP baru terbaik: Little Nightmares (Xbox One) – 83
Skor terburuk: Mighty Morphin Power Rangers: Mega Battle (Xbox One) – 46
Favorit user: Dark Souls III: The Ringed City (Xbox One) – 86

 

10. Koei Tecmo Games – 69,7

Skor tertinggi: Nioh: Complete Edition (PC) – 84
IP baru terbaik: Blue Reflection (PS4) – 66
Skor terburuk: Berserk and the Band of the Hawk (PC) – 54
Favorit user: Fire Emblem Warriors (Switch) – 81

 

11. NIS America – 68,2

Skor tertinggi: Ys VIII: Lacrimosa of DANA (PS4) – 85
IP baru terbaik: A Rose in the Twilight (Vita) – 75
Skor terburuk: Tokyo Tattoo Girls (Vita) – 36
Favorit user: Disgaea 5 Complete (Switch) – 87

 

12 . Telltale Games – 70,9

Skor tertinggi: Marvel’s Guardians of the Galaxy – Episode 2: Under Pressure (Xbox One) – 78
Skor terburuk: The Walking Dead: The Telltale Series – A New Frontier Episode 4: Thicker than Water (PS4) – 62
Favorit user: The Walking Dead: The Telltale Series – A New Frontier (PS4) – 67

 

Dan di bawah ini adalah daftar publisher ‘tier dua’:

  1. Nicalis79,8
  2. Paradox Interactive – 80,6
  3. Devolver Digital76,5
  4. Warner Bros. Interactive 73,7
  5. Electronic Arts73,2
  6. Daedalic Entertainment 73,0
  7. Plug In Digital75,3
  8. Hamster73,6
  9. Take-Two Interactive – 72,8
  10. Adult Swim71,0
  11. XSEED Games 73,0
  12. Microsoft Game Studios 72,0
  13. Headup Games68,2
  14. Aksys Games71,0
  15. THQ Nordic68,2

Sumber: Metacritic.

[Review] Infinix Zero 5, Andalkan RAM 6GB dan Kamera Ganda, Tampilan No. 2

Smartphone yang ideal itu yang seperti apa? Apakah harus mengikuti semua tren atau harus punya spesifikasi hardware tertinggi? Kebutuhan kita masing-masinglah yang bisa menjawabnya.

Lewat Zero 5, Infinix mencoba menawarkan sesuatu yang berbeda. Kekuatan utama telepon pintar yang dijual Rp3,5 juta ini terletak pada besaran RAM yang mencapai 6GB dan teknologi dual camera belakang dengan mode portrait.

Bagaimana dengan kinerja secara keseluruhannya? Inilah review Infinix Zero 5 selengkapnya.

Isi Kemasan – Paket Lengkap

  • Unit Infinix Zero 5
  • Case
  • Earphone
  • Kabel data USB type-c
  • Konverter micro USB ke USB type-c
  • Kepala charger
  • Anti gores (sudah terpasang)
  • SIM ejector
  • Buku panduan dan garansi

Desain Kece

review-infinix-zero-5-1

Unit Infinix Zero 5 yang singgah ke Redaksi Dailysocial Lifestyle berwarna bordeaux red. Warna ini merupakan simbol keberanian dan bisa menumbuhkan rasa percaya diri karena begitu mudah menyita perhatian.

Bagian punggung dan pinggirannya dilabur warna merah, sementara sisi muka berwarna putih. Hasilnya, Zero 5 terlihat sangat mewah dan seksi.

Lebih lanjut, Zero 5 mempunyai dimensi 166,38×82,38mm dan ketebalan hanya 7,95mm. Dengan body logam dan tekstur matte pada permukaan device, membuat Zero 5 terasa halus di tangan, mungkin sedikit licin tapi tidak meninggalkan sidik jari.

Tombol navigasi back, home, dan recent app bertempat di layar. Sementara tombol mekanis volume, power, dan tray kartu sim yang berbentuk micro ada di sisi kanan, lalu tray microSD berada di sebrang kiri. Selanjutnya, port USB type-c, microphone, speaker, dan jack audio 3.5mm berada di sisi bawah.

Bentuk modul kamera Zero 5 terlihat ‘kece’, dengan warna hitam yang kontras dengan warna merah. Merasa tidak asing? Ya, benar – desain modul kamera Zero 5 memang menyerupai Huawei P9 atau P10. Satu lagi, sensor sidik jarinya diletakkan di area tengah punggung Zero 5 sehingga mudah dijangkau jari telunjuk.

Layar Lega

review-infinix-zero-5-2

Memuat layar IPS 5,98 inci ditopang resolusi Full HD 1920×1080 piksel, menurut saya – layar Zero 5 sudah lebih dari cukup dalam menyajikan konten, termasuk untuk nonton video ataupun mengakomodasi aktivitas bermain game.

Dengan aspek rasio yang masih 16:9 dan bezel yang lumayan tebal pada bagian dagu dan dahi, body Zero 5 memang termasuk bongsor (lebar dan tinggi). Namun mungkin kita sudah biasa dengan ukurannya dan mungkin Anda sudah pernah menemui smartphone yang lebih besar dari ini.

Di satu sisi, layar lapangnya memudahkan kita dalam mengakses beragam aplikasi. Tapi di sisi lain, konsekuensinya kurang nyaman di genggaman tangan dan pastinya bakal agak merepotkan saat disimpan.

XOS Hummingbird Simple Tapi Kaya Fitur

Infinix Zero 5 menjalankan sistem operasi Android 7.0 Nougat beserta user interface XOS Hummingbird v3.0 dengan sejumlah aplikasi bawaan. Bermaksud baik -menyajikan lebih banyak fitur, walaupun kita sebagai pengguna belum tentu membutuhkannya.

Tampilan homescreen-nya menggunakan menu satu lapis, jadi tidak memiliki app drawer. Semua aplikasi dan widget berkumpul menjadi satu, Anda mungkin harus rajin-rajin merapikannya. Jika bosan, tema bisa diubah dan launcher-nya bisa dipersonalisasi lebih jauh.

Beberapa aplikasi bawaan XOS Family adalah Phone Master (manajemen aplikasi), Power (manajemen daya), Security (manajemen aplikasi), XCloud (cloud storage), Xhide (menyembunyikan aplikasi), XShare (file sharing), dan banyak lagi.

Kamera dengan Mode Portrait 

review-infinix-zero-5-16

Infinix memadukan lensa wide-angle 12-megapixel dan lensa telephoto 13-megapixel. Ditopang piksel besar ukuran 1.25um, aperture f/2.0, dual LED flash, dan kemampuan optical zoom sebesar 2 kali, serta digital zoom sebanyak 10 kali yang membantu memotret objek jauh. Selanjutnya, kamera depan 16-megapixel siap diandalkan untuk aktivitas selfie dan video call.

User interface kamera Zero 5 sangat ramah, tidak sukar dipahami. Fitur dan pengaturan yang disediakan juga sangat lengkap, dari pengambilan foto secara sistem auto hingga professional (manual), dan sejumlah mode foto.

review-infinix-zero-5-17

Yang teramat menarik ialah mode portrait, mengambil foto dengan efek bokeh begitu mudah dan instan. Dalam pengujian, Zero 5 mampu menghasilkan foto bokeh yang sangat baik untuk sekelas smartphone. Tingkat bokeh (blur) yang dihasilkan juga bisa di-edit lagi.

Sayang, hasil foto belum bisa disimpan dalam format RAW. Soal perekaman video, hanya tersedia sebatas 1080p di 30fps dan mode lain yang bisa dipakai ialah time-lapse. Mengenai kualitas hasil jepretan Infinix Zero 5, biarlah foto-foto berikut yang bicara.

Jepretan Kamera Belakang

Jepretan Foto Bokeh Kamera Belakang

Kamera Depan

Hardware Tergolong Mumpuni di Kelasnya

review-infinix-zero-5-18

Seperti yang saya singgung di atas, Infinix memasukkan RAM sebesar 6GB DDR4 X dan menjadi faktor utama yang diunggulkan. Chipset MediaTek Helio P25 yang digunakan juga sudah cukup powerful buat memastikan kinerjanya berjalan mulus.

Kemudian, media penyimpanan yang lapang sebanyak 64GB, memungkinkan kita menginstal aplikasi sepuasnya. Berikut susunan hardware Infinix Zero 5.

  • Sytem-on-chip Mediatek MT6757T Helio P25
  • CPU octa-core (4×2.3 GHz Cortex-A53 & 4×1.6 GHz Cortex-A53)
  • GPU Mali-T880
  • RAM 6GB
  • ROM 64GB
  • Baterai non-removable Li-Ion 4.350 mAh

Di aplikasi benchmark Antutu, Infinix Zero 5 mengecap skor 84.852 poin, di PCMark Work 2.0 sebesar 4.034 poin dan 854 poin di 3DMark Sling Shot. Dari pengalaman saya menggunakan sekitar hampir dua minggu, jelas sekali bahwa Zero 5 mampu melaksanakan bermacam-macam tugas dengan baik.

Beberapa game yang sudah saya mainkan adalah Arena of Valor, Heroes Evolved, PES 2018, Shadow Fight 3, dan Vainglory – Zero 5 mampu melahap tanpa masalah. Bagi pemain AOV, Zero 5 juga sudah tersedia opsi high frame rate mode dan resolusi HD.

Verdict

review-infinix-zero-5-19

Infinix Zero 5 adalah smartphone flagship terkuat Infinix saat ini di Indonesia. RAM setinggi 6GB dan sistem kamera ganda menjadi kelebihan utama Zero 5.

Namun absennya rasio layar baru 18:9 dan bezel tipis membuat tampilan Zero 5 kurang menarik, menurut saya kelemahan ini tidak bisa ditolerir. Meski secara build quality dan spesifikasi hardware terbilang menawan di rentang harga Rp3,5 juta.

Sebagai informasi, Infinix juga bakal mendaratkan smartphone layar penuh 18:9 bertajuk Hot S3 pada bulan Maret. Dengan kunci spesifikasi, chipset Snapdragon 430, RAM 3GB, dan ROM 32GB.

Secara spesifikasi Zero 5 dan Hot S3 tidak bisa dibandingkan, jika dilihat harga Hot 3 yang dijual Rp1.899.000 tentu cukup menggiurkan dan menjadi saingan langsung Xiaomi Redmi 5. Tapi secara performa – jika Anda ingin berinvestasi jangka panjang, menurut saya Zero 5 mutlak lebih menjanjikan.

Sparks

  • Teknologi dual camera dengan portrait mode yang bekerja dengan sangat baik
  • Memori lapang, RAM 6GB dan ROM 64GB
  • Chipset MediaTek Helio P25 cukup powerful
  • Resolusi layar Full HD

Slacks

  • Belum menggunakan rasio layar baru 18:9
  • Bodi relatif bongsor (lebar dan tinggi)
  • Tidak ada pilihan format RAW untuk menyimpan hasil foto
  • Belum mampu merekam video 4K

 

 

[Review] Mencoba Wireless Headphone dari Sennheiser, PXC 550

Era komputasi bergerak yang semakin canggih dan murah juga menuntut perangkat untuk mendengarkan musik yang bisa dibawa ke mana saja tanpa kendala berarti. Mendengarkan lagu lewat smartphone atau alat pemutar lain dengan dukungan file offline atau layanan pemutar musik streaming kini menjadi kegiatan yang lumrah untuk menemani para komuter.

Wireless headphone adalah salah satu perangkat yang bisa menjadi jawaban, meski memang tidak melulu untuk para komuter saat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, perangkat mendengarkan musik jenis ini bisa pula dinikmati sambil duduk di kantor atau di kafe sambil bekerja secara remote. Saya berkesempatan untuk mencoba perangkat headphone wireless dari Sennheiser bernama PXC 550, artikel ini adalah rangkuman singkat dari pengalaman mencoba saya.

Pertama kali bertemu dengan PXC 550 adalah saat saya berkesempatan untuk mencoba headphone (super) premium dari Sennheiser yaitu HE 1. Saat proses menunggu giliran untuk hands-on, Sennheiser menyediakan beberapa headphone terbaru mereka untuk dicoba, salah satunya adalah PXC 550. Kesan pertama yang saya dapatkan memang cukup menggoda, sampai akhirnya kesampaian juga untuk mencoba lebih lama secara lebih intens.

Desain

Sennheiser PXC 550

Dari sisi desain, sebenarnya tampilan dari luar PXC 550 ini cukup minimalis, hanya ada dua elemen warna utama yang dihadirkan, abu-abu (perak) dan hitam. Hitam menjadi warna dominan dengan elemen perak yang cukup tepat ditempatkan di area earcup bagian luar, meski bagi saya agak mengganggu ketika ditempatkan di gagang headphone.

Secara keseluruhan, untuk sebuah headphone wireless dengan harga yang tidak terlalu murah, bagi saya, kesan minimalis adalah langkah yang tepat untuk dihadirkan.

Untuk body sendiri terdiri dari elemen plastik, sedikit elemen metal dan plastik dengan efek mate serta bahan serupa kulit untuk earpad serta gagang penahan di kepala. Kombinasi bahan ini menurut saya cukup baik meski, lagi-lagi desain gagang headphone bagian pinggir, yang terdapat logo Sennheiser, elemen metalnya membuat desain agak jadul dan kurang keren. Namun secara keseluruhan cukup baik tampilan desainnya. Favorit saya adalah bagian earcup luar.

Fitur

Premis headphone nirkabel tentu saja fitur utama PXC 550 adalah kemampuannya terkoneksi secara bluetooth atau NFC sehingga tidak memerlukan kabel. Selain itu, fitur sentuh di bagian kanan luar dari earcup, menurut saya adalah fitur unggulan yang layak untuk dibahas. Satu lagi, adalah noise cancelling yang tersedia dalam beberapa level memungkinkan pengguna untuk menikmati secara penuh lagu atau suara yang didengarkan tanpa terganggu suara dari luar.

Sennheiser PXC 550

Dalam boks, pengguna tidak hanya mendapatkan headphone tetapi berapa fasilitas lain, antara lain aksesoris kabel jika Anda menginginkan PXC 550 menjadi tidak wireless (PXC 550 menyediakan dua pilihan penggunaan, tanpa kabel dan dengan kabel audio), kabel USB, konektor untuk di pesawat, dan aksesoris penting berupa case untuk menyimpan dan membawa headphone saat traveling.

Pengalaman Mendengarkan

Lebih lengkap dengan beberapa fitur unggulan di headphone ini akan saya bahas bersamaan dengan pengalaman penggunaan.

Sennheiser PXC 550

Proses pairing adalah hal pertama yang bisa dibahas. Perangkat ini memungkinkan penggunanya untuk menyimpan beberapa koneksi perangkat. Jadi akan lebih mudah untuk mem-pair-kan perangkat yang sering digunakan untuk memutar musik. Meski demikian, jika ingin mengganti atau menambah perangkat baru maka prosesnya agak sedikit lama karena harus mereset koneksi yang telah Anda miliki. Tapi, pengalamannya relatif mudah, Anda hanya perlu menekan tombol bluetooth agak lebih lama dan mulai menkoneksikan perangkat yang ingin digunakan.

Saya mencona mengkoneksikan (pairing) Sennheiser PXC 550 dengan dua perangkat, smartphone untuk menonton video dan film via Netflix dan iPod Touch untuk mendengarkan Spotify. Cukup menyenangkan ketika saya telah menyimpan koneksi dua perangkat ini, perangkat mana pun yang saya ambil atau gunakan untuk memutar konten, maka PXC 550 sudah bisa mengenali dan bisa langsung digunakan. Tidak perlu lagi pairing, cukup menyalakan perangkat dan koneksi bluetooth-nya. Cukup memudahkan saat ingin segera mendengarkan lagu atau menonton video.

Untuk menyalakan dan mematikan headphone ini juga cukup mudah. Memutar bagian earcup headphone yang terdapat pad sentuh dalam posisi untuk mendengarkan audio berarti menyalakan headphone dan memutarnya dalam posisi ‘tidur’ berarti mematikan headphone.

Sennheiser PXC 550

Untuk pengalaman yang berhubungan dengan suara, saya berpendapat bahwa Sennheiser PXC 550 ini semacam jalan pintas untuk average consumer yang bukan audiophile tapi mulai ingin mendengarkan musik dengan baik dan benar. Kombimasi bass, mid dan high-nya semacam seimbang untuk menghasilkan suara yang bagus. Bass tetap terasa, di beberapa lagu saya malah sempat kaget karena suara drum bass-nya begitu kerasa, sisi vokal juga baik untuk aktivitas mendengarkan lagu saat mobile. Selain itu sound stage-nya juga menyenangkan dan memberikan hasil suara yang nyaman untuk berbagai jenis lagu.

Pengaturan mode setting suara yang ada di headphone ini juga memberi pilihan tambahan, termasuk untuk menonton film di perjalanan. Ada beberapa mode pengaturan suara secara mudah yang bisa digunakan, dua diantaranya adalah untuk movie dan untuk voice. Yang pertama adalah pengaturan yang disediakan bagi pengguna yang ingin menonton film menggunakan PXC 550, sedangkan yang kedua adalah pengaturan headphone untuk melakukan panggilan telepon atau mendengarkan konten yang fokus terhadap suara seperti podcast atau rekaman pidato/seminar.

Satu pengalaman yang sangat menyenangkan saya alami ketika menggunakan mode movie. Saya menggunakan Netflix dan sesekali mengaksesnya saat traveling untuk menonton serial favorit saya. Suara surround dan bass terasa cukup menyenangkan dan menambah seru saat menonton film seri. Saya mencoba untuk menonton film aksi atau yang menghasilkan suara riuh, terasa layaknya menonton bioskop tetapi secara private karena hanya  saya yang mendengar suaranya. Untuk film drama yang lebih banyak menghadirkan percakapan, headphone ini juga cukup baik untuk menawarkan pengalaman menonton yang lengkap.

Sennheiser PXC 550

Untuk menguji kadar kekedapan suara yang ditawarkan oleh PXC 550, saya mencona melakukan uji sederhana dua kali. Sebagai informasi, PXC 550 ini memberikan 3 pilihan pengaturan kekedapan suara yang bisa disesuaikan dengan preferensi.

Untuk uji yang pertama, saya mencoba menggunakan pengaturan yang paling kedap dan memakai headphone di tempat umum, lebih tepatnya cafe di sebuah mall Jakarta. Saat saya mencoba, sedang ada acara semacam bazzar di samping cafe yang saya datangi. Suara acara yang cukup keras ini ternyata bisa teredam cukup baik, saya bisa mendengarkan dan menikmati lagu yang diputar di headphone tanpa terganggu. Meski suara dari acara tetap terdengar tetapi cukup kecil dan tidak mengganggu.

Percobaan kedua saya lakukan saat dalam perjalanan dari Jakarta ke Bandung menggunakan kereta api. Mendengarkan lagu di kereta api terkadang bercampur dengan suara ramai dari penumpang lain, atau lagu/film yang diputar di kereta. Dengan pengaturan kedap paling tinggi, PXC 550 mampu meredam berbagai suara ini sehingga saya bisa menikmati lagu atau konten yang saya inginkan dengan baik. Meski demikian, saya akui bahwa mendengarkan audio dengan mode kedap paling tinggi di headphone ini dalam waktu yang cukup lama, bisa membuat agak tidak nyaman karena setelah Anda melepas headphone, kuping Anda akan terasa tertutup selama beberapa saat, dan butuh penyesuaian sebentar.

Sennheiser PXC 550

Saran saya, jika ingin menggunakan mode paling kedap dalam waktu cukup lama, sesekali lepas headphone sebentar sebelum menggunakannya lagi. Atau Anda bisa menggunakan mode kedap tingkat yang lebih rendah, ada dua mode kedap yang bisa dipilih, meski tidak bisa menutup suara luar secara total, namun cukup untuk mengurangi dan bisa memberikan fasilitas yang baik untuk mendengarkan lagu/audio yang sedang diputar.

Untuk pemakaian yang lama, selain yang berhubungan dengan kedap suara di atas, saya juga menemukan bahwa ketika mendengarkan di udara yang agak panas atau pengap, earpad agak basah oleh keringat, meski masih dalam taraf wajar dan tidak mengganggu.

Untuk urusan navigasi menu, PXC 550 ini juga memiliki beberapa kelebihan. Bagian sentuh di earcup cukup sensitif dan berjalan dengan baik, misalnya ketika rekan sebelah Anda mengajak berbincang, Anda bisa dengan mudah men-tap untuk pause musik. Atau ketika suasana di sekitar cukup ramai, Anda bisa menggeser untuk menaikkan menu volume.

Sennheiser PXC 550 ini menggunakan sistem baterai yang bisa di-charge. Pada spesifikasi kotaknya, disebutkan bahwa dalam kondisi penuh, bisa digunakan dalam jangka waktu 30 jam lebih. Sayangnya, saya tidak sempat menguji secara detail untuk urusan baterai ini. Pengalaman yang bisa diceritakan adalah, sekali charge penuh yang saya lakukan, mampu menemani penggunaan normal saat traveling (pulang pergi ke Jakarta – Bandung dengan kereta api), serta penggunaan singkat di beberapa kesempatan. Headphone masih bisa digunakan serta belum memberikan tanda harus di-charge kembali, namun jika ditotal, waktunya saya kira tidak akan sampai 30 jam non-stop.

Kesimpulan

Sennheiser PXC 550

Sennheiser PXC 550 adalah salah satu headphone ternyaman yang pernah saya coba, bukan hanya dari desain pad-nya saja tetapi dari suara yang dihadirkannya. Bisa jadi headphone ini tidak menghadirkan pengalaman suara sedetail atau sebaik headphone Sennheiser kelas atas yang juga pernah saya coba, namun saya merasakan kenyamanan yang unik saat menikmati audio dari headphone ini. Kombinasinya pas antara berbagai elemen suara, tidak berlebih tetapi tidak kurang. Comfort.

Akses sentuh di salah satu earcup memang terkadang membuat saya agak sedikit merasa aneh, terutama jika mengakses menu ini di tempat umum, tetapi jika sudah terbiasa maka akan cukup membantu. Desain earcup bagian luar cukup minimalis, dipadu dengan pad yang nyaman.

Salah satu hal yang saya ingat dari mencoba headphone ini adalah pengalaman saat menikmati film seri via Netflix. Saya mendapatkan pengalaman yang sangat menyenangkan karena bisa merasakan pengalaman cukup kaya dari sisi audio

Worth to buy? Persaingan di segmen wireless headphone memang semakin sengit dan rata-rata harganya masih bisa dibilang cukup tinggi. Jika Anda memiliki dana yang cukup dan ingin menikmati berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh wireless headphone, Sennheiser PXC 550 bisa jadi salah satu pilihan yang patut dipertimbangkan.

Update: Harga Sennheiser PXC 550 di salah satu ecommerce lokal adalah 6.839.000 (belum diskon).

Sparks

  • Ada banyak pilihan menu noise cancelling
  • Menyenangkan untuk digunakan menonton film
  • Noise cancelling done well
  • Nyaman, baik suara maupun earpad
  • Fitur sentuh di earcup

Slacks

  • Elemen metal di desain bagian gagang headphone cukup aneh
  • Warna hitam mate menjadi rumah untuk bekas sentuhan jari
  • Harga cukup mahal