E-commerce Roadmap to be Finalized This Year

E-commerce roadmap is to be finalized this year, after its drafting in 2014 and legitimate on 2017. The government is drafting three other rules related to the digital economy.

“It’s currently on finalizing step in the state secretariat. There are some other regulations on process like the data discussed by DPR,” Rudy Salahuddin, Deputy of Creative Economy Coordination, Entrepreneurship, and Competitive Cooperative and SME’s Coordinator Ministry of Economy, said.

He said, President Regulation (Perpres) of e-commerce which is long been initiated had many irrelevant points. Therefore, some aren’t finished, but some also added, such as data protection, cross-border transaction, digital goods and services, and build up local products.

In terms of data, the government is having difficulty in collecting data. In fact, data is an essential component in drafting a regulation. The Central Bureau of Statistics (BPS) is requested to collect data from those e-commerce, except the resistance due to confusing business players.

The government will create synergy between Ministry/Institution (K/L), therefore the e-commerce data will be issued shortly. E-commerce players won’t have to worry by K/L’s data request.

“Learn from that, the government wants to make a more integrated collecting system. Because the government often make data request, it’ll be complicated, and we want to avoid it. We’ll make an integrated data center for the better data collection.”

He also mentioned, the finalization will be followed by Digital Economy National Strategy to cover it. It’s necessary for Indonesia to be the e-commerce hub in Southeast Asia. In this National Strategy, everything is being managed, including tax, logistics, cross border, talent development, data protection, and others.

“Our country doesn’t have any national-scale digital economy strategy. We need to finish it by this year to cover Perpres.”

Based on Hinrich Foundation report, Indonesia’s digital sales have economic potential of Rp2,305 trillion by 2030. This number has grown by 18 times from Rp125 trillion in 2017.

Digital export has contributed one percent of the current total export. In fact, digital export is likely to increase up to 768% from the current number, Rp240 trillion, by 2030.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Roadmap E-commerce Segera Rampung Tahun Ini

Roadmap e-commerce segera rampung pada tahun ini, setelah dirancang pada 2014 lalu dan disahkan pada 2017. Pemerintah juga tengah menyusun tiga draf aturan lainnya terkait ekonomi digital.

“Saat ini sudah tahap finalisasi di Sekretariat Negara. Ada beberapa aturan lain masih dalam proses seperti soal data yang sedang dibahas di DPR,” terang Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewairausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rudy Salahuddin, kemarin (12/2).

Ia mengatakan, Peraturan Presiden (Perpres) e-commerce yang sudah lama diinisiasi ini memuat banyak poin yang sudah tidak relevan lagi. Oleh karena itu ada beberapa yang tidak diselesaikan, namun ada juga yang ditambahkan seperti perlindungan data, transaksi lintas batas, barang dan jasa digital, dan penguatan daya saing produk lokal.

Terkait data, pemerintah selama ini mengalami kesulitan dalam mengumpulkan data. Padahal data adalah komponen penting dalam merumuskan suatu kebijakan. Badan Pusat Statistik (BPS) pun diminta untuk mengumpulkan data dari para e-commerce, hanya saja terjadi resistensi karena mekanismenya yang membingungkan pelaku usaha.

Pemerintah akan melakukan sinergi antar Kementerian/Lembaga (K/L) agar data e-commerce dikeluarkan secara satu pintu. Pemain e-commerce pun tidak akan dipusingkan dengan permintaan data dari setiap K/L.

“Belajar dari situ, pemerintah mau buat sistem pengumpulan yang lebih terintegrasi. Karena banyak pemerintah yang minta data, nanti akan rumit, itu yang mau kita coba hindari. Kita akan buat pusat data terintegrasi agar lebih baik lagi pengumpulan datanya.”

Rudy juga menyampaikan, dengan rampungnya roadmap e-commerce ini bakal diikuti dengan Strategi Nasional Ekonomi Digital sebagai luarannya. Cara ini dibutuhkan agar Indonesia bisa menjadi hub e-commerce di Asia Tenggara. Dalam Strategi Nasional ini, mengatur keseluruhan mulai dari perpajakan, logistik, cross border, pengembangan talenta, perlindungan data dan lainnya.

“Negara kita belum pernah ada strategi ekonomi digital secara nasional. Harus kita selesaikan tahun ini sebagai bentuk luaran Perpres.”

Berdasarkan laporan Hinrich Foundation, perdagangan digital Indonesia dapat menciptakan peluang ekonomi sebesar Rp2.305 triliun pada 2030. Angka ini tumbuh hingga 18 kali lipat dari Rp125 triliun di 2017.

Adapun untuk ekspor digital baru menyumbang satu persen dari jumlah nilai ekspor saat ini. Padahal ekspor digital berpotensi dapat meningkat hingga 768 persen dari level saat ini Rp240 triliun pada 2030 mendatang.

Asosiasi Minta Pemerintah Adil Mengutip Pajak E-Commerce

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) meminta Kementerian Keuangan untuk berlaku adil terhadap pelaku e-commerce terkait mengutip pajak yang akan segera diterapkan. Hal ini diharapkan berlaku juga untuk platform media sosial dan platform teknologi lain yang berasal dari perusahaan asing.

Ketua Umum idEA Aulia E Marinto menuturkan perlakuan adil ini perlu didetilkan oleh pemerintah, termasuk untuk platform media sosial dan platform asal luar negeri lainnya yang bahkan kehadirannya tidak nyata ada di Indonesia.

Kedua platform tersebut memperoleh penghasilan dari Indonesia dan sampai saat ini tidak dibebani kewajiban pajak apapun. Dikhawatirkan perlakukan yang berbeda ini membuat pelaku UKM meninggalkan model marketplace dan beralih ke media sosial.

“Peraturan yang sama itu mutlak dijalankan supaya terjadi keseimbangan,” ujar Aulia, Selasa (30/1).

Aulia mengaku, diskusi mengenai RPMK Pajak E-commerce sudah beberapa kali diadakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sejak November tahun lalu.

Namun diskusi tersebut baru berupa sosialisasi konsep pengenaan pajak pada layanan e-commerce yang berbisnis di model marketplace, bukan berupa draft PMK yang dimaksud. Hingga kini, asosiasi mengaku belum menerima draft soal isi RPMK tersebut.

“Yang kita dengar RPMK [Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Tata Cara Perpajakan Pelaku Usaha Perdagangan Berbasis Elektronik] ini mau keluar, tapi sampai sekarang kita belum terima draftnya. Kalau kami sudah terima [draft], kami bisa beri masukan lebih lanjut.”

Ketua Bidang Pajak, Cybersecurity, dan Infrastruktur idEA Bima Laga menambahkan pihaknya mendengar isu PMK pajak e-commerce akan diterbitkan pada akhir bulan ini atau awal Februari 2018.

“Katanya [PMK] akan terbit 31 Januari atau 1 Februari 2018. Makanya kami minta diuji publik, dengan mengadakan ini [konferensi pers],” terang Bima.

Bima melanjutkan, pihaknya juga meminta jaminan pemerintah untuk menjaga level playing of field (perlakuan sama), tak hanya antar pelaku UKM online dan offline, tapi juga antar marketplace informal (media sosial) dan marketplace formal (sudah berbadan hukum).

Disebutkan marketplace mendapat tugas agar turut berperan dalam memfasilitasi dan membantu DJP dalam meningkatkan jumlah wajib pajak baru, termasuk di dalamnya menyetorkan pajak dan memberikan data transaksi secara online ke Badan Pusat Statistik (BPS).

“Mereka sendiri mengaku masih mencari cara [mengutip pajak dari media sosial]. Kalau memang belum menemukan cara, kami siap beri masukan. Daripada aturan diterbitkan jadi memberatkan sepihak, harga yang harus dibayar terlalu mahal dikorbankan,” pungkas Bima.

Ditunjuk jadi agen penyetor pajak

Selain itu, dalam aturan terbaru ini nantinya pemerintah akan mewajibkan model marketplace sebagai agen penyetor pajak karena dinilai memiliki implikasi meningkatkan compliance cost atau biaya kepatuhan. Menurut Bima, kebijakan ini akan menempatkan marketplace pada posisi dibebani kewajiban untuk memotong, menyetor dan melaporkan PPh final.

Peningkatan biaya kepatuhan perlu mendapat perhatian pemerintah karena dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak jadi naik relatif signifikan. Lantaran untuk melaksanakan kewajiban tersebut marketplace harus menyiapkan sejumlah infrastruktur dan biaya tambahan.

Bila diilustrasikan, ada transaksi dari penjual UKM dari marketplace X senilai Rp10 ribu. Jika dia bukan Pengusaha Kena Pajak (PKP), artinya dipotong dulu PPh 0,5%. Kemudian dilaporkan dan dihitung oleh perusahaan marketplace. Sementara ada isu kalau terjadi retur dan lain sebagainya?.

Dalam hal ini yang menanggung semuanya adalah pelaku UKM dari marketplace itu sendiri. Kalau marketplace sebagai korporasinya, tidak ada isu pajak. Justru akan kasihan ke penjual UKM.

“Wacana awalnya marketplace dijadikan sebagai wapu (wajib pungut) kemudian akhirnya jadi agen penyetor pajak. Jadi kita yang sekarang collect data, fungsi DJP dibebankan ke kita. Ada banyak sekali aturan teknis yang terjadi saat kami menjadi agen penyetor pajak, yang kasihan adalah penjual UKM,” pungkas Bima.

Roadmap E-Commerce: Asosiasi Soroti Isu Perpajakan

Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) menyoroti isu tentang persamaan perlakuan perpajakan antara pemain asing dan lokal, termuat dalam Peraturan Presiden No.74/2017 tentang Roadmap E-commerce. Sebagai langkah awal untuk mengatasi isu tersebut, asosiasi akan melakukan kajian bersama tim Pelaksana dan Project Management Office (PMO) e-commerce untuk menentukan patokan.

Patokan (benchmark) perlu dibuat agar aturan yang dilahirkan tidak memberatkan pemain lokal ataupun menguntungkan asing. Contohnya yang dilakukan pemerintah Tiongkok untuk meringankan beban pajak pemain e-commerce hanya diberlakukan bila mereka fokus pengembangan UKM lokal.

Mengingat isu ini cukup sensitif dan bersinggungan dengan aturan-aturan sebelumnya yang sudah berlaku, pihak idEA mendorong agar seluruh stakeholder saling sinkron satu sama lain.

“Di Indonesia hal ini [pajak e-commerce] belum ada dan tidak gampang untuk mengubah aturan, khususnya tentang perpajakan. Makanya kami butuh benchmark dan perlu lakukan kajian bersama tim PMO, mudah-mudahan kita bisa sama-sama merumuskan,” terang Ketua Bidang Pajak, Infrastruktur dan Cyber Security idEA Bima Laga, Rabu (16/8).

Dalam Perpres Roadmap E-Commerce, hanya disebutkan pada Februari 2018 pemerintah, dalam hal ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, merealisasikan inisiasi persamaan perlakuan perpajakan atas pelaku e-commerce asing dan lokal sesuai ketentuan yang berlaku.

Tidak hanya soal persamaan perlakukan dan insentif untuk investor, dalam aturan juga disebutkan inisiasi penyederhanaan pemenuhan kewajiban perpajakan. Inisiasi ini menyebutkan arahan kepada pemerintah untuk menyederhanakan tata cara perpajakan bagi pelaku usaha e-commerce dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun.

Pekerjaan berat

Ketua Umum idEA Aulia E. Marinto melanjutkan terbitnya aturan ini menjadi awalan untuk melanjutkan pekerjaan berikutnya mewujudkan Indonesia sebagai ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara senilai US$130 miliar pada 2020.

“Kita bekerja saja. Harus dicoba dan optimis untuk mencapai itu,” terang Aulia.

Meski begitu, prediksi tersebut bisa saja direvisi. Pasalnya angka tersebut masih sebatas proyeksi saja.

“Kita fokusnya potensi itu belum tereksplorasi. Yang sekarang [data valid] saja belum terungkap. Soal angka itu bisa revisi lagi. Tapi mengatakan angka itu sudah menggambarkan potensi, that’s good.”

Untuk itu dia mendorong seluruh pihak saling sinkron satu sama lain, agar aturan turunan yang dilahirkan dari perpres tidak merugikan salah satu pihak saja.

Perpres Roadmap E-commerce, Cara Baru Pemerintah Buat Kejelasan Aturan

Pemerintah akhirnya melakukan terobosan baru dalam membuat aturan untuk mewujudkan target Indonesia sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020 dengan nilai US$130 miliar, tertuang dalam Peraturan Presiden No. 74/2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Roadmap E-Commerce) Tahun 2017-2019.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan Perpres tersebut adalah cara baru pemerintah dalam membuat kejelasan arah aturan. Di dalamnya berisi 26 program yang harus direalisasikan pemerintah. Jangka waktu yang diberikan adalah dimulai dari tahun ini hingga 2019 mendatang.

Di sana juga akan memberi mandat kepada masing-masing kementerian, apa saja yang harus mereka selesaikan. Secara teknis, seluruh program tersebut akan dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

“Ini cara baru pemerintah buat direction yang jelas. Biasanya kan pemerintah bicaranya, ‘ya nanti akan ke arah sana’. Di situ [Perpres] sudah jelas arahnya mau ke mana,” kata dia, Kamis (10/8).

Rudiantara melanjutkan beleid ini menjadi suatu peta jalan yang komprehensif dan transparan. Sehingga harus dilakukan secara bersama-sama, bukan dari pemerintah saja, tapi dengan pelaku industri.

“Masyarakat bisa tagih ke pemerintah, ‘aturan ini dalam waktu dua bulan harus terbit, bagaimana progress-nya?'”

Secara pokok, beleid mengatur tujuh hal yang ingin diselesaikan. Yaitu masalah pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, pendidikan dan sumber daya manusia (SDM), keamanan siber, serta pembentukan manajemen pelaksana.

Isu pendanaan

Pemerintah berencana ingin memberi tambahan akses untuk pengusaha online dengan memanfaatkan dana kredit usaha rakyat (KUR) dengan penilaian risiko kredit yang disesuaikan dengan model bisnis e-commerce. Bila aturan tidak molor, rencananya beleid ini akan terbit pada Oktober 2017 mendatang.

Di bulan yang sama, rencananya akan terbit aturan mengenai pemanfaatan dana Universal Service Obligation (USO) untuk UKM digital, startup e-commerce yang berada di daerah tertinggal, terpencil, dan terluar (3T).

Kemudian di bulan berikutnya, menerbitkan aturan mengenai tenant pengembang platform e-commerce menjadi penerima dana KUR yang disalurkan oleh bank dan non bank. Berikutnya, aturan mengenai bantuan pendanaan untuk penyelenggara inkubator bisnis yang mendapat dana hibah, bersumber dari dana CSR BUMN atau perusahaan sejenisnya.

Sumber dana lainnya, yang aturannya akan turun di bulan yang sama, adalah pemanfaatan skema pembiayaan urun dana. Bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada para investor dan mengurangi risiko perusahaan itu sendiri.

Pemerintah juga menyiapkan aturan baru berisi skema penyertaan modal untuk perusahaan e-commerce yang potensial melalui angel capital atau modal ventura.

Membuat DNI untuk e-commerce

Pada Oktober 2017, pemerintah berencana untuk menambah dua klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KLBI) ke dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk perusahaan yang merepresentasikan bisnis e-commerce, marketplace, digital ads, on demand service, dan lainnya.

Pemerintah membuka kesempatan untuk asing yang masuk ke Indonesia dengan nilai investasi sampai Rp100 miliar, maksimum kepemilikannya adalah 49%. Sedangkan, untuk nilai investasi di atas Rp100 miliar, mereka dapat menguasai maksimal kepemilikan hingga 100%.

Isu perpajakan

Aturan perpajakan yang dipersiapkan pemerintah, berupa penyederhanaan pemenuhan kewajiban perpajakan. Kemungkinannya, aturan perpajakan hanya diperuntukkan untuk pengusaha dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun. Aturan ini akan terbit pada Desember 2017.

Di bulan sebelumnya, pemerintah rencananya akan menerbitkan aturan berupa insentif pajak bagi perusahaan modal ventura yang menanamkan modalnya kepada perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu, termasuk perusahaan e-commerce.

Sementara, layanan e-commerce yang berasal dari perusahaan asing juga akan mendapat persamaan perlakuan pajak. Aturan ini rencananya akan diterbitkan pada Februari 2018.

Komprehensif dan transparan

Dari beberapa jabaran isu di atas, terlihat upaya pemerintah yang cukup menyeluruh untuk mendukung ekonomi digital Indonesia ke depannya. Hanya saja yang menjadi catatan adalah apakah pemerintah dapat tepat waktu menyelesaikan seluruh program sesuai target penyelesaian yang tertuang dalam beleid.

Sebagai bagian ekosistem industri, kita perlu mengawal seluruh progress tersebut, memantau, serta memberi masukan poin-poin apa saja yang perlu diperhatikan agar semangat awal tetap ada.

Menyorot Berbagai Regulasi Pemerintah dalam Perspektif Ekonomi Digital

Tak dipungkiri bahwa ketidaksigapan regulasi pemerintah akan kehadiran berbagai layanan baru (digital) menimbulkan gejolak yang cukup berimbas di industri digital. Beberapa contoh telah membuktikan, sebelumnya di pertengahan tahun lalu Kementerian Perdagangan sempat merilis RPP E-Commerce. Salah satu pasal yang dirumorkan di RPP tersebut adalah bagaimana siapapun yang ingin menjadi penjual ataupun pembeli online, harus melalui tahap verifikasi atau yang biasa disebut KYC (Know Your Customer). Sontak rumusan ini membuat industri resah, karena justru akan mempersulit dalam melebarkan pangsa pasar. Namun dewasa ini rumusan tersebut tak berlanjut, kini sudah ditindaklanjuti dengan lebih bijak dengan rancangan Roadmap E-Commerce yang tengah digulirkan oleh pemerintah.

Tak hanya di ranah e-commerce, sebelumnya keputusan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan juga menyulut kemarahan publik. Berlandaskan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan, pihaknya melarang layanan transportasi berbasis aplikasi ala Go-Jek, Grab Bike, Uber, dan lain-lain, untuk beroperasi. Kemarahan rakyat membuat presiden akhirnya turun tangan untuk meluruskan masalah yang ada. Dua hal ini setidaknya sudah dapat menjadi contoh bagaimana sikap pemerintah yang masih harus dibenahi dalam mengayomi industri digital yang sedang bertumbuh di tanah air.

Kendati masih sering terjadi keributan terkait regulasi dan layanan digital sampai saat ini, namun sejatinya pemerintah menginginkan tatanan yang baik dalam lanskap digital nasional. Sebagai salah satu wujud dari dukungan tersebut, pada pemerintahan sekarang ini secara khusus presiden membentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang ditugaskan untuk mengakomodir industri kreatif dan digital, termasuk bertugas menjembatani komunikasi antara pemain industri dengan pemerintah sebagai penyusun regulasi. Hasilnya cukup efektif, beberapa terobosan mulai terlihat matang, salah satunya terkait dengan HKI (Hak Kekayaan Intelektual).

Kepada DailySocial, secara khusus Deputi Bidang Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Hari Santosa Sungkari pernah menyampaikan bahwa pihaknya ingin selalu mendorong startup dan industri kreatif lainnya untuk memperhatikan tentang HKI. Bahkan inisiatif tersebut kini menjadi salah satu program unggulan yang sedang digencarkan oleh Bekraf.

Dukungan pemerintah terhadap industri startup saat ini masih menjadi diskusi menarik. Penting bagi kita pelaku industri untuk mendapatkan wawasan tentang bagaimana pandangan pemerintah selaku penentu regulasi untuk mendukung industri yang sedang berkembang. Hal inilah salah satu yang ingin diangkat dalam diskusi workshop yang akan diselenggarakan idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia) menghadirkan para regulator (Kemenkominfo dan Bekraf) serta industri digital (idEA dan DailySocial). Mengangkat tema besar “Investasi di E-Commerce Menyorot Berbagai Regulasi Pemerintah”, bersama para pakar akan diperbincangkan tentang nasib industri digital di tangan pemerintah.

Diawali dengan pengantar materi dari asosiasi industri dan media yang menyoroti industri digital (dalam hal ini menggunakan studi khasus e-commerce), workshop akan dibuka dengan menggali kondisi industri dan regulasi yang ada saat ini. Dilanjutkan dengan memahami poin-poin penting yang dapat dijadikan pembelajaran dari kegiatan industri dan penyusunan e-commerce yang telah berjalan. Dan akan dilengkapi dengan tanggapan pemerintah seputar pandangan dan dukungan yang akan diberikan untuk industri terkait, termasuk dalam kaitannya dengan perizinan, konten dan investasi.

Menjadi sebuah kesempatan baik bagi para pelaku, pecinta dan pemerhati industri digital untuk turut serta dalam diskusi ini, sembari memberikan masukan yang pas untuk pemerintah dari perspektif industri digital untuk dijadikan pertimbangan dalam rumusan regulasi yang digarapnya. Data dan fakta yang ada di industri juga akan menjadi sebuah insight menarik untuk meneropong sejauh mana industri digital nasional berkembang.

Workshop ini, yang merupakan bagian dari rangkaian acara IESE (Indonesia E-Commerce Summit and Expo 2016), akan diadakan pada hari Kamis, 10 Maret 2016 pada jam 16.00 – 18.00 bertempat di Kaffeine Cafe & Resto, The Foundry No. 8, Zone A – SCBD Lot 8, Jl. Jend. Sudirman Kav 52 Jakarta.

Informasi lebih lanjut seputar workshop dan pendaftaran dapat dilihat melalui tautan berikut ini: http://bit.ly/publikworkshopidea.

Tujuh Poin Utama yang Tersusun dalam Roadmap E-Commerce Tanah Air

Jalan panjang menanti kepastian bentuk peta jalan (roadmap) e-commerce yang dirumuskan sejak lama kini sudah terlihat. Lewat hasil Rapat Koordinasi yang berlangsung Rabu kemarin (10/2) di Jakarta, diumumkan tujuh poin utama yang terdapat dalam peta jalan (roadmap) e-commerce. Selain itu, keputusan untuk membentuk Komite Pengarah, Tim Pelaksana dan Project Management Office (PMO) e-commerce, serta penyusunan rancangan Perpres tentang roadmap e-commerce juga diambil di sini.

Peta jalan e-commerce adalah kerangka peraturan yang dirumuskan oleh pemerintah dengan tujuan dapat menjadi panduan “cara main” di industri e-commerce tanah air yang sedang genit-genitnya. Perumusannya sendiri melibatkan delapan kementrian terkait.

Kini, setelah melalui proses panjang dan sempat mundur dari jadwal yang seharusnya, bentuk ‘aturan main’ industri e-commerce di Indonesia ini telah kelihatan batang hidungnya. Lewat Rapat Koordinasi yang berlangsung Rabu 10 Februari 2016 di Jakarta, diumumkan tujuh poin penting yang akan menjadi panduan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Selain itu, ada tiga hal penting yang turut dibahas terkait peta jalan e-commerce ini.

Pertama, penetapan roadmap e-commerce. Kedua, pembentukan Komite Pengarah, Tim Pelaksana, dan Project Management Officer e-commerce yang terdiri dari para professional untuk mengawal dan memonitor implementasi e-commerce. Terakhir, penyusunan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang peta jalan e-commerce meliputi kedua hal tersebut dan pembiayaan.

Rapat Koordinasi ini dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perkonomian Darmin Nasution dan dihadiri oleh  Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Menteri Perindustrian Saleh Hasan, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf, serta perwakilan dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

Dikutip dari IndoTelko, Darmin mengatakan, “Ruang lingkup e-commerce ini adalah barang pemmerintah dan publik. Ini harus benar-benar menjadi program nasional yang bukan gawe [dikerjakan] pemerintah saja, tetapi mendorong private sector dan masyarakat.”

Sementara itu Rudiantara menyebutkan bahwa roadmap yang disusun ini mengadopsi live torch regulation dan tidak melulu bersifat perizinan. Di dokumun tersebut diwajibkan industri startup mendaftarkan usahanya lebih dahulu. Nanti, sebelum registrasi akan ada akreditasi yang diusulkan.

Tujuh poin penting yang tersusun dalan roadmap e-commerce tersebut adalah:

1. Logistik

Pemanfaatan cetak biru Sistem Logistik Nasional (SISLOGNAS) untuk meningkatkan kecepatan pengiriman logistik e-dagang dan mengurangi biaya pengiriman. Pemerintah membantu pengembangan alih daya fasilitas logistik e-commerce khususnya untuk pengembangan e-commerce untuk UKM, penguatan perusahaan kurir lokal/nasional yang berdaya saing.

2. Pendanaan

Finalisasi RPP eCommerce, membentuk Badan Layanan Umum (BLU) yang dapat menyalurkan hibah pemerintah/Universal Service Obligation/subsidi pemerintah kepada digital UMKM dan startup e-commerce platform, optimalisasi lembaga keuangan bank sebagai penyalur KUR, skema penyediaan hibah untuk penyelenggaraan inkubator bisnis, skema penyediaan hibah yang sumbernya berasal dari CSR BUMN, skema penyertaan modal melalui modal ventura, skema penyediaan seed capital / ”bapak angkat” pemain Teknologi Informasi dan Komunikasi, pengembangan kebijakan urun dana sebagai alternative pendanaan termasuk kerangka manajemen resikonya.

3. Perlindungan Konsumen

Membangun kepercayaan konsumen melalui regulasi, perlindungan terhadap pelaku industri, penyederhanaan pendaftaran perijinan bisnis untuk pelaku eCommerce, mengembangkan nasional Payment Gateway secara bertahap yang dapat meningkatkan layanan pembayaran ritel elektronik (termasuk eCommerce), penyelenggaraan program inkubasi bagi starup untuk membantu perkembangan mereka, terutama pada tahap awal, mempersiapkan kebutuhan talenta untuk mempertahankan keberlangsungan ekosistem eCommerce.

4. Infrastruktur Komunikasi

Peningkatan infrastruktur komunikasi nasional sebagai tulang punggung pertumbuhan industri eCommerce.

5. Pajak

Melakukan penyederhanaan kewajiban perpajakan atau tata cara perpajakan bagi pelaku startup eCommerce, pemberian insentif pajak bagi investor eCommerce, dan insentif pajak bagi startup eCommerce, dan persamaan perlakuan perpajakan berupa kewajiban untuk mendaftarkan diri termasuk pelaku usaha asing.

6. Pendidikan dan Sumber Daya Manusia

Memberikan edukasi bagi seluruh ekosistem eCommerce, penyelenggaraan kampanye kesadaran nasional eCommerce  melalui media online dan offline di seluruh Indonesia, pemberian edukasi eCommerce bagi para pembuat kebijakan agar mendapatkan pemahaman tentang eCommerce sesuai peran pemerintah baik pusat maupun daerah, meningkatkan infrastruktur komunikasi nasional sebagai tulang punggung pertumbuhan industri eCommerce.

7. Cyber Security (Keamanan Siber)

Peningkatan kesadaran pedagang online dan publik terhadap kejahatan dunia maya dan pelaku tentang pentingnya keamanan transaksi elektronik.

Menjadi Program Nasional, Roadmap E-Commerce Siap Diluncurkan Akhir Januari 2016

Sejak diluncurkan wacana pembentukan roadmap (peta jalan) e-commerce Desember 2014 silam, pemerintah melalui Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian secara resmi menetapkan roadmap e-commerce menjadi program nasional. Dan roadmap tersebut akan diluncurkan pada akhir Januari 2016 mendatang.

“Rencana peluncuran resmi peta jalan e-commerce Indonesia sebagai program nasional (akan dilakukan) di akhir bulan Januari 2016,” ujar Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ismail Cawidu dalam siaran pers yang diterbitkan dalam situs Kemenkominfo.

Dengan diselesaikannya roadmap tersebut nantinya penunjukan PMU (Program Management Unit) akan dikoordinasikan oleh kementrian/lembaga dalam implementasi roadmap. Sedangkan yang bertidak untuk memantau perkembangan adalah masing-masing inisiator di kementrian atau lembaga terkait.

Roadmap e-commerce ini melibatkan delapan kementerian yang terdiri dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Badan Ekonomi Kreatif. Turut hadir dalam pertemuan perumusan roadmap tersebuat pejabat eselon 1 dan 2 dari kementrian serta lembaga terkait, wakil Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA), PT Pos Indonesia dan Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Asperindo.

5 prinsip dasar implementasi e-commerce

Dari hasil pembahasan serta lokakarya yang telah digalakkan menghasilkan 5 prinsip dasar dalam mengimplementasikan e-commerce, yakni :

  1. Seluruh warga Indonesia harus diberi kesempatan untuk mengakses dan melakukan transaksi e-commerce.
  2. Seluruh warga Indonesia harus dibekali dengan keahlian dan kemampuan untuk memanfaatkan keuntungan dari ekonomi informasi.
  3. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) harus diminimalkan selama proses transisi menuju ekonomi internet, dan tambahan lapangan pekerjaan bersih harus positif setelah dikurangi oleh dampak creative destruction.
  4. Kerangka hukum yang jelas harus diterapkan untuk menjamin industri e- commerce yang aman dan terbuka, termasuk di dalamnya netralitas teknologi, transparansi, dan konsistensi internasional.
  5. Pemain nasional, terutama startup digital dan UKM, harus dilindungi dengan sebaik- baiknya. Bisnis lokal dan pertumbuhan industri nasional harus menjadi prioritas utama.

Hasil Rancangan petajalan e-commerce kemudian dikonsultasikan kepada setiap kementerian dan lembaga yang terlibat serta kepada stakeholder terkait termasuk idEA dan PT Pos Indonesia, sehingga solusinya mudah dipraktikkan dan dikerjakan. Dari hasil eksplorasi berbagai stakeholder yang meliputi 6 area/permasalahan dan menggunakan 5 prinsip dasar di atas, menghasilkan sejumah 31  inisiatif yang bersifat cross-cutting antar kementerian, lembaga dan stakeholder lainnya.

“Apabila 31 inisiatif tersebut diimplementasikan secara disiplin dan tepat waktu serta tepat sasaran, maka diperkirakan nilai transaksi (e-commerce) akan mencapai $130 miliar pada 2020. Dengan syarat implementasi harus sudah dimulai akhir Januari 2016 ini,” ungkap Ismail.

Roadmap e-commerce merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden RI Joko Widodo agar industri e-commerce di Indonesia dapat tumbuh dengan baik, seperti yang telah dilakukan di negara maju seperti Tiongkok dan Amerika Serikat.