Mendiskusi Strategi Keberlangsungan Bisnis Bersama Pelaku Startup dan Pemodal Ventura

Banyak tantangan yang dihadapi startup saat pandemi, mulai dari menurunnya jumlah klien hingga pemasukan bisnis yang tersendat. Meskipun tantangan terberat dirasakan benar oleh startup di masa awal pandemi, namun dalam beberapa bulan terakhir, situasi diklaim sudah jauh lebih baik dan berangsur-angsur pulih kembali.

Dalam webinar yang diinisiasi oleh Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (AMVESINDO), tiga penggiat startup yang diwakilkan oleh Co-Founder & CEO Cashlez Tee Teddy Setiawan, Founder ProSehat & Chairman Healthtech.id Gregorius Bimantoro, dan CMO SiCepat Wiwin Dewi Herawati, berbagi pengalaman mereka tentang bagaimana cara tepat menyiasati tantangan bisnis saat pandemi.

Menyiasati langkah yang tepat

Ada beberapa catatan menarik yang kemudian disampaikan oleh perwakilan komunitas startup saat sesi webinar. Meskipun tidak dapat dimungkiri penurunan pendapatan sempat terjadi, namun melihat perubahan pola konsumen saat pandemi yang memanfaatkan sepenuhnya layanan digital, kemudian menjadi fokus utama dari startup seperti SiCepat dan Cashlez.

Sebagai layanan finansial berbasis teknologi, Cashlez memiliki jumlah merchant yang cukup beragam, dari layanan entertainment hingga p2p lending. Meskipun mengakui untuk beberapa layanan sempat mengalami penurunan secara drastis, namun di sisi lain layanan yang kemudian dimanfaatkan oleh platform e-commerce justru mengalami peningkatan.

“Di kuartal ketiga dan memasuki keempat kami melihat adanya peningkatan dari bisnis Cashlez. Momentum ini kemudian menjadi baik bagi kami untuk bisa fokus meng-capture target pasar yang ada,” kata Teddy.

Sementara itu, bagi layanan logistik yang dihadrikan oleh SiCepat, pandemi justru memberikan kesempatan yang lebih baik bagi perusahaan untuk merangkul lebih banyak pelanggan. Tidak hanya fokus kepada pemgiriman barang dalam volume dan kapasitas yang besar, namun SiCepat juga menawarkan pilihan pengiriman barang berharga dengan volume dan ukuran yang lebih kecil.

“Saat ini kami tengah berada pada masa-masa survive” saat awal pandemi kami sempat mengalami penurunan hingga 30% lebih untuk logistik darat dan udara hampir 80%,” kata Wiwin.

Dengan menerapkan diversifikasi, SiCepat mengklaim mampu untuk menjalankan bisnis dan tentunya bisa tetap bertahan saat pandemi hingga memasuki kondisi new normal.

Salah satu layanan yang kemudian menjadi primadona saat pandemi adalah layanan healthtech. Bukan hanya mampu mengakselerasi layanan konsultasi dokter secara online, dengan berbagai produk yang makin bervarias seperti menyematkan teknologi artificial intelligence hingga genetics, kini platform healthtech semakin banyak jumlah pemainnya.

“Selama pandemi layanan yang menyasar kepada segmen B2B memang mengalami penurunan. Namun di sisi lain untuk layanan yang menyasar B2C justru mengalami peningkatan. Meskipun belum maksimal namun dari pemain healthtech sendiri memang masih memiliki keterbatasan untuk menghadirkan layanan yang lebih menyeluruh karena adanya peraturan dan regulasi yang ditetapkan,” kata Gregorius.

Kinerja PMV selama pandemi

Meskipun ada beberapa perusahaan modal ventura (PMV) yang melakukan penundaan investasi ke startup selama pandemi, namun tidak menjadikan beberapa kegiatan penggalangan dana menurun jumlahnya. Amvesiondo mencatat ada 52 transaksi pendanaan yang dilakukan oleh PMV untuk startup, dengan jumlah pendanaan mencapai $1,9 miliar.

Hal tersebut bukan hanya memperlihatkan kepercayaan dari pihak investor kepada startup, namun juga kolaborasi yang senantiasa berjalan antara PMV dan startup di masa-masa krisis ini menandakan optimisme dan kepercayaan PMV terhadap potensi pertumbuhan pelaku startup nasional.

AMVESINDO memandang, para perusahaan tersebut mampu menunjukkan kemampuannya dalam mengubah lanskap industri (new normal), memberikan nilai tambah, dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pelanggan dan konsumen.

“Pandemi bukan berarti startup harus berdiam diri, kondisi seperti ini justru menjadi momentum bagi startup untuk memaksimalkan upaya mereka untuk menjalankan bisnis agar bisa bertahan,” kata Anggota Dewan Kehormatan AMVESINDO Nicko Widjaja.

Nicko juga menambahkan, mewakili BRI Ventures hingga saat ini telah berinvestasi kepada 8 startup. BRI Ventures juga telah meluncurkan kelolaan baru bernama “Dana Ventura Sembrani Nusantara”. Fund tersebut menjadi kendaraan baru bagi BRI Ventures untuk mendanai startup early stage yang bermain di segmen non-fintech, seperti pendidikan, agro-maritim, ritel, transportasi, dan kesehatan.

Sementara itu menurut Sekjen AMVESINDO Eddi Danusaputro, tidak hanya fokus berinvestasi kepada startup baru, PMV juga harus tetap memperhatikan existing portofolio mereka. Meskipun tidak semuanya berniat untuk melakukan penggalangan dana saat ini, namun perlu juga diberikan dukungan yang relevan, memanfaatkan ekosistem yang ada.

“Saya juga melihat saat pandemi ada beberapa sektor yang menarik untuk dijajaki dan tentunya bermanfaat bukan hanya untuk PMV tapi juga masyarakat umum. Yaitu sektor agritech, mereka yang menyasar pertanian dan hal terkait lainnya menjadi perhatian bagi kami di MCI.” kata Eddi.

Startup turut berperan dalam pemulihan ekonomi nasional lewat kolaborasi dengan program pemerintah, seperti layanan startup agritech yang membantu menyalurkan pembiayaan dari pemerintah untuk petani, dan kolaborasi antar startup penyedia digital signature dan digital identity dengan lembaga perbankan untuk kemudahan proses restrukturisasi kredit.

“Untuk itu ke depannya perlu adanya peraturan dan regulasi yang mendukung bisnis startup terutama dari regulator,” kata Bendahara AMVESINDO Edward Ismawan Chamdani.

Tokopedia Dikabarkan Berinvestasi ke SiCepat, Gerak Cepat Konsolidasi Bangun “IaaS”

Di akhir tahun 2018, platform marketplace Tokopedia mengumumkan perolehan pendanaan 16 triliun Rupiah dipimpin SoftBank Vision Fund dan Alibaba Group. Co-Founder & CEO William Tanuwijaya mengungkapkan, modal tersebut akan digunakan merealisasikan visi perusahaan menjadi “Infrastructure as a Services” bisnis ritel di Indonesia.

Sederhananya, Tokopedia ingin menyediakan berbagai infrastruktur yang dapat mendukung berjalannya bisnis jual-beli online. Mereka akan membangun gudang yang akan dijadikan sebagai pusat distribusi dan pemenuhan barang, tentu dilengkapi dengan teknologi. Termasuk di sisi logistik, mereka ingin mencoba melakukan berbagai terobosan “smart logistics” agar lebih efisien.

“Tadinya kalau mau beli keripik pisang di Aceh harus menunggu sampai beberapa hari, sekarang bisa lebih cepat. Penjual keripik pisang pun seakan-akan bisa punya cabang di seluruh Indonesia,” William mencontohkan dampak dari IaaS yang tengah diupayakan.

Konsolidasi

Visi besar itu tidak dibangun dari nol. Yang dilakukan Tokopedia adalah mengorkestrasi ekosistem yang ada, termasuk menggandeng startup di sektor terkait. Dalam sebuah kesempatan tahun lalu William menyampaikan, pihaknya tengah dalam proses investasi terhadap dua startup logistik dan satu pertanian.

Di sisi agritech, santer tersiar Tokopedia memilih Sayurbox. Narasumber kami mengatakan bahwa perusahaan memang terlibat ke dalam putaran pendanaan terakhirnya. Kini giliran perusahaan logistik yang mendapatkan. Menurut sumber DealStreetAsia, Tokopedia telah berinvestasi ke SiCepat dalam putaran seri A bersama Kejora-Intervest dan Barito Teknologi, nilainya US$50 juta.

Kami mencoba menghubungi pihak-pihak terkait untuk mendapatkan konfirmasi, namun sejauh ini belum ada yang mengungkapkan informasinya.

Sebelumnya, PT Semangat Bambu Runcing (sahamnya dimiliki salah satu co-founder Tokopedia) bersama layanan asal Tiongkok SF Express juga berinvestasi ke perusahaan logistik lokal Anteraja. Kendati tidak melibatkan Tokopedia secara langsung, dinilai hal ini menjadi langkah strategis penguatan unsur logistik perusahaan ke depannya.

Smart logistics

Ada banyak permasalahan logistik yang belum tuntas mengakomodasi kebutuhan era e-commerce. Inovasi pun coba terus digencarkan, termasuk melalui inisiatif “smart logistic”. Konsep tersebut mencoba mengelaborasi kapabilitas teknologi untuk membantu proses bisnis secara end-to-end. Seperti diketahui proses logistik terdiri dari kombinasi berbagai fungsi, mulai transportasi, pergudangan, pengemasan, distribusi, penyimpanan, dan sistem informasi.

Big data, komputasi awan, IoT, kecerdasan buatan, hingga RFID (Radio Frequency Identification) diterapkan untuk menjadi komponen smart logistics. Harapannya bisa mendatangkan efisiensi dan penghematan ongkos, ujungnya pada kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap sistem ritel online itu sendiri. Peluang yang besar membuat banyak startup hadir menggarap solusi terkait, sebut saja nama-nama seperti Waresix, Kargo Technologies, atau Paxel.

Berbagai perusahaan logistik yang saat ini melayani bisnis ritel di Indonesia / DailySocial
Berbagai perusahaan logistik yang saat ini melayani bisnis ritel di Indonesia / DailySocial

Menginisiasi secara mandiri

Baik SiCepat, Anteraja, maupun Sayurbox sebenarnya belum secara terbuka menyebutkan pihaknya bermitra secara strategis dengan Tokopedia. Faktanya, layanan tersebut juga masih terbuka secara non-eksklusif. SiCepat sendiri belum lama ini bekerja sama dengan Bukalapak meluncurkan fitur resi otomatis.

Jika ditelisik lebih dalam, layanan e-commerce memang menjadi pendorong utama lahirnya inovasi logistik, karena logistik sendiri menjadi komponen penting dalam ekosistem bisnis mereka. Kecepatan logistik pun bisa menjadi nilai plus sekaligus pembeda antar-layanan e-commerce ditinjau dari kepuasan pengguna.

Tokopedia sudah berinvestasi membangun gudang pintar TokoCabang yang memungkinkan penjual menitipkan stok produknya di gudang-gudang pintar yang tersedia dan tim akan membantu menangani pesanan yang masuk, mengemas pesanan, hingga menyerahkannya ke kurir pengiriman. Saat ini TokoCabang baru berada di berbagai beberapa kota besar di Jawa seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

Penguatan logistik juga dilakukan pemain e-commerce lain, misalnya JD.id, bahkan mereka mencanangkan strategi logistik untuk menghadirkan diferensiasi dengan layanan lain.

Cara unik juga dilakukan Bukalapak. Mereka memanfaatkan Mitra yang tersebar di berbagai wilayah untuk menjadi drop-point. Penjual bisa menitipkan barang kirimannya ke Mitra terdekat, termasuk melakukan pembayaran, untuk kemudian diambil secara kolektif oleh layanan logistik yang dipilih. Metode ini baru berjalan di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.