Bermesin Elektrik, Navya Autonom Cab Adalah Taksi Tanpa Sopir dengan Layanan Mirip Uber

Ada sebuah minivan unik yang lalu-lalang di jalanan kota Paris pada tanggal 7 November kemarin. Unik karena minivan tersebut hanya diisi oleh penumpang saja. Jangankan sopir, kokpit berisikan lingkar kemudi serta pedal gas dan rem pun sama sekali tidak kelihatan di minivan tersebut.

Minivan yang dimaksud adalah Autonom Cab hasil karya spesialis teknologi kemudi otomatis asal Perancis bernama Navya. Mereka melihat kendaraan bermesin elektrik murni ini sebagai solusi atas berbagai tantangan yang muncul terkait mobilitas urban di era modern.

Navya Autonom Cab

Kabinnya sanggup mengakomodasi hingga enam penumpang yang duduk saling berhadapan, dan seperti yang saya bilang, Navya tidak menyisakan ruang di depan untuk ditempati oleh pengemudi. Deretan sensor – 10 Lidar, 6 kamera, 4 radar, 2 antena GNSS dan 1 inertial measurement unit (IMU) – memungkinkan Autonom Cab untuk bernavigasi di kawasan urban dengan sendirinya.

Navya memutuskan untuk mengembangkan sistem pemetaannya sendiri yang komprehensif sekaligus presisi untuk digunakan pada Autonom Cab. Kecepatan maksimumnya diklaim mampu mencapai angka nyaris 90 km/jam, namun kecepatan rata-ratanya hanya berkisar 50 km/jam ketika berada di kawasan padat penduduk.

Navya Autonom Cab

Label “Cab” pada namanya sendiri mengindikasikan penggunaannya sebagai transportasi umum, atau lebih tepatnya taksi. Di sini Navya memilih cara kerja yang serupa dengan Uber maupun transportasi online lainnya: pengguna tinggal membuka aplikasi dan memesan Autonom Cab, hanya saja di sini tidak akan ada seorang sopir yang menyambut pengguna layanan.

Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, Navya Autonom Cab beserta layanan on-demand-nya bakal mulai beroperasi pada kuartal kedua tahun 2018. Tentu saja keberadaannya juga sangat bergantung pada lampu hijau regulasi setempat.

Sumber: Business Wire.

Sistem Audio Ini Tidak Melibatkan Speaker Sama Sekali Guna Memangkas Bobot Mobil

Penggunaan material seperti serat karbon selama ini menjadi salah satu solusi andalan pabrikan otomotif untuk memangkas bobot mobil yang dikembangkannya. Namun menurut pemasok komponen otomotif asal Jerman, Continental, cara lain bisa dengan merombak sistem audio dalam mobil.

Buah pemikiran mereka adalah sistem audio bernama Ac2ated Sound. Tidak seperti sistem audio pada umumnya, Ac2ated sama sekali tidak melibatkan speaker. Sebagai gantinya, suara justru disalurkan melalui permukaan interior, kurang lebih dengan cara kerja yang sama seperti biola.

Kunci dari sistem rancangan Continental ini adalah beberapa actuator yang disembunyikan di balik panel interior. Komponen berukuran kecil ini pada dasarnya mirip seperti inti dari sebuah speaker, dan tugasnya adalah menghasilkan getaran kecil untuk kemudian disebarkan lewat permukaan interior.

Ac2ated Sound

Continental bilang kalau sistem ini bisa bekerja tanpa perlu mengganti panel interior dengan material khusus. Yang paling krusial justru adalah penempatannya. Sebagai contoh, actuator yang disembunyikan di balik pilar A diyakini ideal untuk menghasilkan frekuensi tinggi, sedangkan panel instrumen dan pintu untuk frekuensi sedang, lalu langit-langit kabin untuk frekuensi rendah.

Continental juga bilang pengalaman yang disuguhkan cukup mirip dengan berada di ruangan besar. Kendati demikian, sistem ini tidak luput dari potensi masalah, seperti misalnya ketika penumpang menyandar ke pintu, yang bisa berakibat pada suara yang teredam.

Namun manfaat utama dari Ac2ated Sound adalah bagaimana sistem ini dapat memangkas sekitar 90% bobot sistem audio tradisional. Hal ini dinilai penting buat pabrikan yang menggarap mobil elektrik, yang umumnya harus mengalokasikan cukup banyak porsi bobot mobil untuk modul baterai.

Continental memang masih memerlukan beberapa tahun lagi untuk mematangkan teknologi ini. Namun mereka berencana untuk mendemonstrasikannya di ajang CES pada awal tahun depan.

Sumber: Wards Auto dan Continental.

Tesla Model 3 Murni Andalkan Layar Sentuh untuk Mengendalikan Beragam Fungsinya

Tesla Model 3 bisa jadi merupakan mobil elektrik paling minimalis yang pernah dibuat Elon Musk dkk. Bukan karena harganya lebih murah dan fitur-fiturnya lebih terbatas dibanding Model S, tapi karena hampir semua fungsinya dikendalikan secara digital.

Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas, dashboard Model 3 benar-benar cuma dihuni oleh layar sentuh 15 inci. Model S dan Model X memang juga dilengkapi layar sentuh besar, tapi setidaknya kedua mobil itu masih punya panel instrumen di balik setir.

Tombol dan tuas merupakan pemandangan langka di kabin Model 3. Bahkan untuk membuka laci dashboard-nya saja pengemudi harus melakukannya lewat layar sentuh tersebut. Hal yang sama juga berlaku untuk mengaktifkan wiper, sistem pendingin dan masih banyak lagi.

Tentunya Tesla harus menciptakan user interface yang intuitif untuk bisa menggantikan peran tombol dan tuas konvensional. Dalam video di bawah yang diambil di salah satu showroom Tesla, kita bisa melihat seperti apa cara kerja layar sentuh masif milik Model 3.

Tampilannya dibagi menjadi dua: sebelah kiri yang lebih kecil menampilkan indikator gigi, baterai, serta tombol untuk mengaktifkan wiper di bawah; sedangkan sebelah kanannya bersifat dinamis dan berubah-ubah mulai dari panduan navigasi, pemutar musik sampai menu pengaturan, sesuai dengan tab yang aktif di bagian bawah layar.

Karena berbasis software, ke depannya fungsionalitasnya dapat ditambah atau ditingkatkan dengan mudah melalui update. Di sisi lain, karena berbasis software, pengguna mungkin butuh waktu lebih lama untuk beradaptasi – bahkan karyawan Tesla sendiri yang ada dalam video di atas mengaku butuh waktu untuk mempelajarinya.

Sumber: The Verge dan Jalopnik.

Jaguar Ungkap Konsep Setir Mobil Pintar Bertenaga AI

Fokus industri otomotif pada pengembangan mobil tanpa sopir membuat kita berasumsi bahwa mobil di masa yang akan datang tak akan dilengkapi setir karena sudah bisa mengemudikan dirinya sendiri. Namun Jaguar Land Rover berpendapat berbeda. Pabrikan asal Inggris itu malah mengimajinasikan skenario masa depan dimana setir adalah satu-satunya bagian mobil yang dimiliki konsumen.

Visi yang agak nyeleneh itu coba mereka wujudkan lewat sebuah konsep lingkar kemudi bernama Sayer. JLR mendeskripsikan Sayer sebagai sebuah “setir bertenaga artificial intelligence (AI) yang dapat mengerjakan ratusan tugas,” dan kegunaannya tidak lepas dari tren ride sharing di masa mendatang.

Anggap saja Sayer ini seperti smart speaker, tapi tanpa menitikberatkan pada elemen speaker-nya. Anda tinggal bilang pada Sayer dari dalam rumah bahwa Anda hendak bertemu seseorang besok pukul 8 pagi di lokasi yang terletak sekitar dua jam dari kediaman, maka Sayer akan mengerjakan sisanya.

Keesokan harinya, sebuah mobil akan meluncur dengan sendirinya ke kediaman Anda, siap untuk dijadikan tunggangan menuju lokasi. Seperti yang sudah bisa ditebak, Sayer-lah yang bertanggung jawab memesan mobil kemudi otomatis yang merupakan bagian dari sebuah layanan ride sharing ini.

JLR bilang kalau Sayer akan menjadi bagian penting dari mobil konsep Jaguar ke depannya, tapi realisasinya mungkin masih harus menunggu sampai setidaknya tahun 2040.

Sumber: Jaguar Land Rover.

Tesla Sedang Siapkan Fitur Profil Pengemudi Berbasis Cloud

14 tahun berkiprah, Tesla belum mau berhenti membuat gebrakan di industri otomotif. Selagi sibuk memenuhi pesanan Model 3 yang menumpuk, Elon Musk dkk rupanya juga sudah menyiapkan rencana untuk memperkenalkan fitur profil pengemudi berbasis cloud.

Profil pengemudi sebenarnya sudah bisa dinikmati oleh pemilik Tesla saat ini, yang fungsinya adalah untuk menyimpan informasi seputar pengaturan yang dilakukan pengemudi; mulai dari posisi jok dan lingkar kemudi, sampai ke yang lebih mendetail seperti pengaturan peta digital dan sebagainya.

Elon Musk mengumumkan rencana ini lewat Twitter sebagai jawaban kepada seorang konsumen yang sebenarnya hanya meminta supaya informasi lokasi dapat disimpan ke dalam profil pengemudi. Penerapan profil berbasis cloud tentunya bisa mengatasi masalah ini, plus menawarkan sejumlah kemudahan lainnya.

Bayangkan jika nanti Anda menyewa sebuah Tesla selama kunjungan kerja ke luar kota. Anda bisa mengunduh profil pengemudi milik Anda sendiri, dan dalam sekejap semua opsi pengaturan di Tesla sewaan itu akan sama persis seperti yang Anda tinggal di garasi kediaman Anda.

Profil pengemudi berbasis cloud ini juga bisa diibaratkan seperti akun Google. Jadi ketika Anda membuka browser Chrome di laptop orang lain, semua bookmark dan extension yang Anda gunakan selama ini akan muncul sesaat setelah Anda login menggunakan akun Google.

Meski kedengarannya sepele, menurut saya fitur-fitur seperti ini sanggup mengubah cara pandang kita terhadap industri otomotif di masa yang akan datang. Kita sudah melihat bagaimana Model S bisa semakin ngebut berkat software update, dan ke depannya profil pengemudi pun bisa diperlakukan layaknya akun Google, menghadirkan informasi-informasi penting di mana pun Anda berada.

Sumber: TechCrunch.

Versi Modern dan Elektrik VW Kombi Dijadwalkan Mengaspal Tahun 2022

Volkswagen memeriahkan awal tahun 2017 ini dengan sebuah mobil konsep yang sangat mengundang perhatian. Mobil itu adalah VW I.D. Buzz, yang tidak lain dari reinkarnasi VW Kombi, van antik dariK tahun 60-an yang menjadi salah satu andalan kaum hipster.

Kekaguman kita sejenak terhenti setelah menyadari kalau mobil ini cuma sebatas konsep, dan sejarah menunjukkan jarang sekali suatu mobil konsep bisa terus direalisasikan sampai ke tahap produksi massal. Kalaupun ada, hanya sedikit yang bisa mempertahankan berbagai kelebihan yang dibawa oleh versi konsepnya, terutama soal desainnya.

VW I.D. Buzz

Semoga saja VW punya pandangan yang berbeda, sebab baru-baru ini mereka mengumumkan kalau konsep Kombi futuristis ini bakal melenggang ke showroom di tahun 2022. Mengingat desain merupakan daya tarik utamanya, kemungkinan besar versi produksi I.D. Buzz akan mempertahankan penampilan versi konsepnya semaksimal mungkin.

VW juga berencana menawarkan mobil ini dalam dua konfigurasi: untuk mengangkut penumpang atau barang. Pabrikan asal Jerman itu cukup percaya diri kalau I.D. Buzz bisa mengemas interior selapang SUV meskipun dimensi keseluruhannya lebih ringkas.

VW I.D. Buzz

Terkait spesifikasi, ada kemungkinan beberapa bagian bakal diubah dari apa yang ada di versi konsepnya ini. Saya pribadi berharap bagian itu bukanlah baterai, sebab saat diumumkan kemarin I.D. Buzz diklaim mengusung baterai 111 kWh yang mampu membawa mobil menempuh jarak 430 km sebelum perlu diisi ulang.

Satu hal yang hampir pasti absen dari versi produksinya nanti adalah setir yang dapat ditarik masuk ke dashboard ketika sistem kemudi otomatisnya diaktifkan. Tahun 2022 dunia sepertinya masih belum bisa sepenuhnya menerima kehadiran mobil tanpa sopir, meski tentu saja elemen kemudi otomatis bakal tetap ada dan bakal cukup komprehensif kalau menurut VW sendiri.

Sumber: Digital Trends dan Volkswagen.

Usai Akuisisi Mobileye, Intel Bersiap Menguji 100 Mobil Kemudi Otomatis

Dana sebesar $15,3 miliar telah Intel kerahkan untuk mengakuisisi Mobileye. Proses akuisisinya sudah terselesaikan belum lama ini, dan sekarang kita bisa melihat rencana ke depan Intel di industri otomotif, lebih tepatnya di bidang mobil kemudi otomatis.

Tidak tanggung-tanggung, Mobileye yang bertanggung jawab atas iterasi awal Tesla Autopilot itu berencana untuk mengerjakan teknologi kemudi otomatis Level 4 – bisa mengatasi berbagai situasi tanpa campur tangan manusia – untuk diuji di lebih dari 100 unit mobil di Amerika Serikat, Eropa dan Israel yang merupakan kampung halaman Mobileye.

Pengujian ini dinilai penting karena Mobileye berniat untuk mengembangkan teknologi yang bisa diterapkan di mana saja dan diadaptasikan dengan kebutuhan konsumen yang beragam. Sistemnya sendiri memadukan teknologi computer vision, computer sensing maupun pemetaan digital garapan Mobileye dengan teknologi komunikasi berbasis jaringan 5G yang Intel kembangkan.

Tidak kalah penting adalah armada mobil yang mencakup berbagai tipe dan merek mobil. Di sini Mobileye sejatinya ingin menekankan bahwa teknologi rancangannya tidak harus bergantung atau terbatas pada platform tertentu. Langkah ini bisa dibilang cukup mirip dengan yang diambil Baidu.

Di samping itu, Intel baru-baru ini juga mengumumkan kemitraan dengan Toyota dan sejumlah perusahaan lain dalam membentuk Automotive Edge Computing Consortium, yang sejatinya bertujuan untuk mengembangkan ekosistem mobil pintar. Contoh kegiatan yang akan mereka lakukan adalah berbagi data mobil kemudi otomatis, yang bisa dimanfaatkan untuk menyempurnakan sistem pemetaan dan driver assistance.

Ini bukan pertama kalinya sebuah pabrikan otomotif menggandeng perusahaan yang benar-benar mendedikasikan waktunya ke pengembangan teknologi kemudi otomatis. Sebelumnya, Waymo sudah lebih dulu menguji armada mobil tanpa sopir bersama Chrysler (General Motors).

Sumber: Intel dan Engadget.

Tesla Model S Berhasil Tempuh Jarak 1.000 Kilometer dalam Satu Kali Charge

Selain tidak berpengaruh buruk terhadap lingkungan, kelebihan lain mobil elektrik dibanding mobil tradisional adalah efisiensi dan biaya jangka panjang yang lebih irit. Hal ini terbukti dari pencapaian yang belum lama ini dibukukan oleh komunitas Tesla Owners Club Italia.

Menggunakan Tesla Model S 100D, mereka berhasil menempuh jarak sejauh 1.078 kilometer sebelum sedan itu akhirnya perlu di-charge kembali. Ini merupakan rekor tertinggi setelah sebelumnya ada yang mencatatkan angka 900 km lebih sedikit.

Di situs resmi Tesla, Model S P100D tercatat sanggup menempuh jarak 565 kilometer dalam satu kali charge. Lalu bagaimana komunitas pemilik Tesla di Itali ini bisa mencatatkan angka hampir dua kali lipatnya? Well, mereka memang menetapkan sejumlah batasan dalam menjalankan eksperimennya.

1.078 km, tapi cuma mengonsumsi 98,4 kW/h listrik / Tesla Owners Club Italia
1.078 km, tapi cuma mengonsumsi 98,4 kW/h listrik / Tesla Owners Club Italia

Yang pertama, sepanjang perjalanan di pinggiran kota Salerno di bagian selatan Itali, mobil cuma melaju dengan kecepatan rata-rata 40 km/jam. Alhasil, total perjalanannya harus ditempuh selama 29 jam.

Namun yang lebih menarik untuk diperhatikan, ternyata sistem semi-autonomous yang ditawarkan Tesla berperan besar dalam membantu mobil melaju dalam kecepatan yang konstan. Singkat cerita, sistem kemudi otomatis tidak hanya dimaksudkan untuk memberi kenyamanan ekstra, tapi ternyata juga bisa membantu menghemat konsumsi energi.

Batasan yang kedua, sistem pendingin alias AC mobil benar-benar dimatikan selama perjalanan. Seperti yang kita tahu, AC pada mobil elektrik menyedot energi dari sumber yang sama seperti motor elektrik yang menyambung ke roda-rodanya.

Merujuk kembali pada gagasan di awal artikel, eksperimen yang telah diverifikasi oleh Elon Musk sendiri ini berhasil membuktikan bahwa mobil elektrik memang lebih sustainable ketimbang mobil bensin. Untuk menempuh jarak 1.078 km tersebut, mobil yang dipakai ternyata hanya mengonsumsi energi listrik sebesar 98,4 kW/h, atau kurang lebih setara dengan 8 liter bensin.

Sumber: Digital Trends.

Porsche Singkap Charger Mobil Elektrik Super-cepatnya

Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, kita bakal melihat mobil elektrik perdana Porsche, Mission E, di jalanan pada tahun 2019 nanti. Mission E patut disorot bukan hanya karena ia mengusung logo Porsche saja, tetapi karena ia juga menjanjikan sistem charging yang lebih superior ketimbang yang Tesla tawarkan sekarang.

Teknologi rancangan Porsche ini diyakini sanggup mengisi ulang baterai Mission E hingga mencapai 80 persen kapasitas maksimumnya dalam waktu 15 menit saja. Semuanya berkat infrastruktur charger yang beroperasi pada tegangan 800 volt dan sanggup meneruskan daya sebesar 350 kW.

Pabrikan asal Jerman itu tidak sekadar membual. Belum lama ini, mereka membuka kantor baru di Berlin, dan di sana publik bisa melihat sepasang charger 350 kW yang telah dijanjikan ini berdiri untuk pertama kalinya. Wujudnya memang tidak sekeren gambar konsep yang dirilis sebelumnya, tapi yang lebih penting adalah kinerjanya.

Charger 350 kW (kanan) bersebelahan dengan charger standar Porsche (kiri) / kfz-betrieb
Charger 350 kW (kanan) bersebelahan dengan charger standar Porsche (kiri) / kfz-betrieb

Sayangnya untuk sekarang kita masih belum bisa membuktikan klaim Porsche. Kedua charger itu baru bisa mengisi ulang dengan daya sebesar 50 – 150 kW. Kesalahannya bukan pada charger-nya, melainkan karena belum ada mobil elektrik yang mampu menerima daya listrik sebesar dan secepat itu.

Andai kendala itu sudah teratasi, bahkan pemilik mobil merek lain pun juga bisa menikmati charging super-cepat ini, tidak terkecuali Tesla dengan bantuan adapter. Di luar Jerman, Porsche sedang membangun charging station kedua di markasnya di Atlanta, Amerika Serikat.

Porsche EV 350 kw charger

Penantian panjang Mission E sampai dua tahun lagi sebenarnya bertujuan supaya Porsche bisa mengebut pembangunan dan penyebaran infrastruktur charging ini di berbagai kawasan. Jaringan charging station ini juga yang menjadi salah satu alasan mengapa Tesla masih berstatus rajanya mobil elektrik hingga kini.

Sumber: Elektrek.

Tesla Model 3 Mulai Diproduksi, Begini Penampilan Finalnya

Sudah setahun lebih semenjak Tesla mengumumkan Model 3. Dibanding Model S atau Model X, Model 3 jauh lebih menarik bagi sebagian besar konsumen karena harganya yang sangat terjangkau – terutama untuk kategori mobil elektrik – yakni $35.000 untuk konfigurasi paling mendasarnya yang sudah bisa menempuh jarak 346 kilometer dalam satu kali charge.

Model 3 dijadwalkan bakal masuk tahap produksi mulai tahun ini, dan Tesla rupanya sudah mulai mengerjakan 30 unit pertamanya sampai selesai. Foto di atas adalah Model 3 versi final pertama yang keluar dari pabrik. Mobil tersebut beserta 29 lainnya akan tiba di tangan konsumen pada tanggal 28 Juli mendatang.

Tesla Model 3 / Elon Musk

30 hanyalah awal, karena jumlahnya akan terus naik secara eksponensial: 100 unit di bulan Agustus, di atas 1.500 unit di bulan September, dan pada bulan Desember Tesla menargetkan bisa memproduksi sebanyak 20.000 Model 3 per bulannya.

Masuk tahun 2018, Tesla berharap bisa memproduksi 10.000 unit Model 3 setiap minggu. Ini penting karena jumlah konsumen yang memesan Model diperkirakan sudah mencapai hitungan ratusan ribu.

Dari kedua foto Model 3 yang diunggah Musk ke Twitter, bisa kita lihat kalau versi produksinya memang tidak jauh berbeda dari yang mereka pamerkan di panggung tahun lalu. Secara keseluruhan, Tesla Model 3 tampak elegan dengan sedikit sentuhan sporty. Performanya pun sekelas mobil sport, dengan akselerasi 0 – 100 km/jam dalam waktu 5,6 detik – meski masih kalah jauh dari Model S.

Sumber: Engadget dan Elon Musk (Twitter).