Merek Sportswear Kini Semakin Minati Esports

Rudolf Dassler dan Adolf Dassler adalah dua bersaudara asal Jerman yang mendirikan pabrik sepatu bersama. Sayangnya, pada 1948, keduanya memutuskan untuk berpisah dan mendirikan perusahaan masing-masing. Rudolf Dassler membuat Puma dan Adolf Dassler Adidas. Meskipun Adidas dan Puma tak lagi dipimpin oleh seorang Dassler, persaingan kedua perusahaan sportswear tersebut masih kental. Pada 1964, Nike didirikan dan menjadi pesaing baru dari Adidas dan Puma.

Merek sportswear biasanya mengajak kerja sama atlet olahraga ternama. Misalnya, Nike dengan Cristiano Ronaldo. Seiring dengan berkembangnya esports, merek-merek sportswear seperti Adidas, Nike, dan Puma juga mulai tertarik untuk berkolaborasi dengan organisasi esports. Pada 2019, Adidas membuat sneaker khusus untuk Team Vitality. Sementara Nike menjadi sponsor dari liga League of Legends di Tiongkok. Tak mau kalah, Puma bekerja sama dengan Cloud9 untuk membuat koleksi pakaian bagi gamer.

“Bukan hal yang aneh jika kami memasuki ranah esports,” kaat Matt Shaw, Team Head of Digital Marketing and Esports, Puma, seperti dikutip dari Esports Insider. “Kami memang perusahaan olahraga, tapi kami juga peduli pada tren budaya di masyarakat. Karena itu, kami memerhatikan apa yang konsumen kami sukai. Salah satu hal yang konsumen kami paling skai adalah bermain game.”

Pandemi pada 2020 tidak menghentikan Adidas, Nike, maupun Puma untuk menyelami dunia esports lebih dalam. Pada tahun ini, Nike menandatangani kerja sama dengan T1 Sports & Entertainment serta SK Gaming. Sementara Puma menggandeng Gen.G, yang merupakan rival lama dari T1 di liga League of Legends Korea Selatan.

“Definisi dari kata ‘olahraga’ terus berubah,” ujar Shaw. “Merek olahraga tidak lagi harus membatasi diri mereka ke olahraga tradisional. Kelebihan Puma sebagai merek adalah karena kami juga terlibat dalam budaya musik, hiburan, dan internet.”

Merek sportswear biasanya peduli akan tren budaya di masyarakat. Sekarang, semakin banyak atlet dan organisasi olahraga yang terjun ke dunia esports, seperti Gareth Bale yang membentuk organisasi esports Ellevens Esports atau Juventus yang bekerja sama dengan Astralis Group. Jadi, tidak heran jika merek-merek sportswear seperti Adidas, Nike, dan Puma juga serius dalam memasuki ranah esports.

sportswear esports
Puma bekerja sama dengan Cloud9 untuk membuat koleksi pakaian.

“Saat ini, industri esports punya ruang yang cukup besar sehingga merek-merek sportswear besar tidak saling bertabrakan dengan satu sama lain,” kata Shaw. Dia merasa, esports masih memerlukan investasi dari semua merek sportswear untuk dapat berkembang. “Salah satu tantangan terbesar bagi merek sportswear adalah untuk meyakinkan masyarakat awam bahwa esports merupakan olahraga.”

Untungnya, esports memang semakin diakui sebagai olahraga. Tak hanya itu, esports juga semakin dikenal oleh masyarakat umum. Pasalnya, selama pandemi, banyak kompetisi olahraga yang dibatalkan dan digantikan oleh pertandingan esports.

“Sejak pandemi, masyarakat semakin menerima esports dan gaming,” kata Gina Chung Lee, VP of Brand, Gen.G. “Tren yang muncul akan tumbuh semakin cepat karena semua orang harus tetap di rumah akibat pandemi. Dan banyak dari tren itu yang akan bertahan, termasuk kolaborasi antara industri gaming, esports, musik, dan fashion. Akan semakin banyak kerja sama tak terduga yang muncul antara pelaku keempat industri itu saat orang-orang menyadari kesamaan antara industri-industri tersebut.”

Chiefs Esports Club Kerja Sama dengan L’Oreal

Organisasi esports asal Australia, Chiefs Esports Club baru saja menandatangani kontrak kerja sama dengan merek skincare L’Oréal Paris Men Expert. Melalui kerja sama ini, L’Oréal akan menyediakan berbagai produk grooming untuk para pemain Chiefs. Selain itu, Chiefs dan L’Oréal juga akan mengadakan program giveaway.

Untuk mengumumkan kerja sama ini, Chiefs mengunggah video iklan L’Oréal di channel media sosial mereka. Video tersebut menampilkan sejumlah pemain Chiefs. Hal ini menunjukkan bahwa tidak tertutup kemungkinan, kerja sama antara Chiefs dan L’Oréal juga akan melibatkan pembuatan konten. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai kolaborasi tersebut.

“Kita semua pernah berlatih hingga larut malam dan merasa tidak segar pada keesokan harinya. L’Oréal Paris Men Expert akan membantu para atlet esports dan gamer untuk tetap merasa segar,” kata Nick Bobir, CEO Chiefs Esports Club, seperti dikutip dari Esports Insider. “Kami tidak sabar untuk memperkenalkan merek ternama seperti L’Oréal ke industri esports dan melihat dampak positif bagi semua fans kami.”

Seiring dengan semakin populernya esports, semakin banyak merek non-endemik yang tertarik untuk mendukung para pelaku esports. Dan walaupun jumlah fans esports perempuan terus bertambah, kebanyakan fans esports tetaplah laki-laki. Jadi, tidak heran jika merek grooming pria seperti L’Oréal Paris Men Expert memutuskan untuk memasuki industri esports. Faktanya, Chiefs bukanlah rekan pertama L’Oréal di esports. Sebelum ini, L’Oréal juga pernah menjadi sponsor dari liga League of Legends di Tiongkok. Selain itu, mereka juga menjadi sponsor dari organisasi esports Spanyol, Vodafone Giants, menurut Esports Observer.

“Kami sangat senang karena kami bisa menjalin kerja sama dengan Chiefs pada 2020 dan memperkenalkan produk-produk kami pada para fans mereka,” kata Raagjeet Garg, Marketing Director, L’Oréal Paris Australia. Dia mengatakan, melalui kerja sama ini, baik L’Oréal maupun Chiefs akan dapat memberikan nilai lebih pada para fans dan konsumen mereka.

Salah satu turnamen yang Chiefs Esports Club ikuti adalah Oceanic Pro League, liga League of Legends di kawasan ANZ (Australia dan Selandia Baru). Selain itu, mereka juga memiliki tim yang bertanding di Rocket League dan Counter-Strike: Global Offensive. Selain L’Oréal, Chiefts juga memiliki beberapa rekan lain, seperti merek monitor AOC, Red Bull, perusahaan pengantar makanan asal Australia Menulog, dan Marvel.

Sumber header: The Esports Observer

Twitch dan Bud Light Dukung Tekken World Tour, Raynor Gaming Jadi Sponsor Bucks Gaming

Twitch dan Anheuser-Busch InBev mengumumkan kerja sama untuk mengembangkan ekosistem esports, khususnya Tekken 7. Anheuser-Busch InBev adalah perushaaan minuman asal Belgia dengan Bud Light sebagai salah satu mereknya.

Melalui kerja sama ini, kedua perusahaan itu akan mengadakan turnamen Tekken 7 amatir yang dinamakan Bud Light Beer League: Tuesday Throwdown. Seperti namanya, turnamen tersebut merupakan turnamen mingguan dengan total hadiah dari kompetisi tersebut adalah US$15 ribu. Turnamen itu memiliki batasan umur. Hanya peserta berumur 21 tahun ke atas yang bisa ikut serta. Pemenang dari kompetisi tersebut juga berhak untuk ikut dalam Last Chance Qualifier untuk Tekken World Tour yang diadakan di Bangkok, Thailand.

Tidak berhenti sampai di situ, dengan kerja sama ini, dua perusahaan tersebut juga menjadi sponsor Gold dari Tekken World Tour yang akan dimulai pada akhir pekan ini dalam acara Summer Jam yang diadakan di Essington, Pennsylvania, Amerika Serikat. Baik Twitch dan Bud Light akan menjadi sponsor dari turnamen itu hingga babak akhir, yang diadakan pada 7 dan 8 Desember di Bangkok, Thailand. Selain turnamen Tekken, kerja sama antara perusahaan Belgia itu dengan Twitch menyertakan media placement di siaran Overwatch League.

Sumber: Twitch via Esports Observer
Sumber: Twitch via Esports Observer

“Bekerja sama kembali dengan Bud Light di gaming dan esports adalah kesempatan fantastis,” kata Senior Director of Global Sponsorships, Twitch, Nathan Lindberg, menurut laporan The Esports Observer. “Sebagai salah satu investor awal di bidang ini, merek tersebut telah memiliki presence yang kuat dan dengan kerja sama baru ini, mereka tentu akan kembali menjadi merek yang populer di channel di Twitch.”

Bud Light adalah salah satu dari banyak merek non-endemik yang tertarik untuk jadi sponsor esports. Memang, sekarang semakin banyak merek non-endemik yang mau jadi sponsor tim esports. Biasanya, merek non-endemik menjadi sponsor untuk menjangkau fans esports yang biasanya merupakan milenial dan generasi Z yang sulit dijangkau dengan media tradisional. Tapi, itu bukan berarti merek-merek endemik berhenti menjadi sponsor. Dari segi eksposur, merek endemik masih di depan dari merek non-endemik.

Raynor Gaming Jadi Sponsor Tim Esports

Raynor Gaming yang merupakan salah satu contoh merek endemik baru saja menjadi sponsor tim esports. Mereka baru mengumumkan kerja sama dengan Bucks Gaming, salah satu tim yang bertanding dalam NBA 2K League. Sebagai penyedia kursi gaming, tidak heran jika kerja sama antara Raynor Gaming dan Bucks Gaming melibatkan pembuatan kursi gaming khusus. Dengan kerja sama ini, Raynor Gaming akan menyuplai kursi gaming dengan logo Bucks Gaming ke Bucks Gaming Performance Center.

Kursi khusus Bucks Gaming buatan Raynor Gaming | Sumber: Esports Observer
Kursi khusus Bucks Gaming buatan Raynor Gaming | Sumber: Esports Observer

Bucks Gaming bukanlah satu-satunya tim yang didukung oleh Raynor Gaming. Perusahaan asal New York itu resmi menjadi sponsor untuk kursi gaming NBA 2K League pada Maret lalu. Itu berarti, mereka juga menyediakan kursi untuk beberapa tim lain dalam liga tersebut, seperti Celtics Crossover Gaming, T-Wolves Gaming, Cavs Legion GC, Nets GC, 76ers GC, dan Hawks Talon GC.

Saat ini, dari total pendapatan esports US$1,1 miliar di industri esports, 41,5 persen berasal dari sponsorship. Kontributor terbesar kedua adalah hak siar media, dengan kontribusi 22,8 persen. Namun, hak siar media merupakan sumber pendapatan yang tumbuh paling besar. Di masa depan, penjualan hak siar media adalah salah satu sumber pemasukan potensial untuk esports, terutama karena kini, esports semakin menyerupai olahraga konvensional. Hal ini terlihat dari Overwatch League yang akan menetapkan sistem kandang-tandang layaknya sepakbola. Potensi pemasukan lainnya adalah dari franchise yang digunakan oleh Activision Blizzard dalam Overwatch League dan liga Call of Duty yang dimulai tahun depan.

Sumber header: situs resmi Tekken World Tour

Jadi Sponsor Sejak 2016, Kerja Sama Antara LG Australia dan Dire Wolves Berlanjut

Perkembangan terbaru hadir dari skena esports Australia. Perkembangan ini terkait dengan pembaruan kerja sama bisnis antara LG Australia dengan organisasi esports Dire Wolves

Pertama kali bekerja sama pada tahun 2016, LG Australia melanjutkan dukungannya sebagai sponsor pada Dire Wolves. Dengan pembaruan kerja sama ini, LG akan memberikan dukungan pada Dire Wolves sampai setidaknya tahun depan.

Sebagai perusahaan elektronik, LG memberikan dukungan berupa monitor untuk digunakan oleh tim esports tersebut dalam turnamen. Dire Wolves ikut serta dalam Oceanic Pro League (OPL). Tahun lalu, mereka berhasil mendapatkan gelar juara di turnamen League of Legends untuk kawasan Oceania tersebut.

“LG adalah sponsor pertama Dire Wolves, mendukung kami sejak 2016,” kata Founder & Managing Director of LG Dire Wolves, Nathan Mott, menurut laporan Esports Insider. “Monitor high-end mereka merupakan perangkat penting dalam latihan kami di Esports High-Performance Centre di Sydney Cricket Ground. Kami senang untuk melanjutkan kerja sama kami dengan LG seiring dengan usaha kami untuk mengembangkan esports di kawasan Oceania.”

Ini adalah kabar baik bagi Dire Wolves yang sempat mengalami masalah pada Juli lalu. Ketika itu, Guinevere Capital, pemegang saham mayoritas Dire Wolves, mengumumkan bahwa mereka mencari investor untuk mengambil alih saham mereka di tim esports itu. Alasannya adalah karena perusahaan pemodalan itu juga memiliki saham mayoritas di Excel Esports. Riot memberitahu Guinevere Capital bahwa mereka dilarang memiliki dua tim esports yang bertanding dalam League of Legends European Championships (LEC) ketika Excel mendaftarkan diri di turnamen itu. Ditakutkan, akan terjadi konflik kepentingan ketika dua tim tersebut bertanding. Dengan ini, dua per tiga dari saham di Dire Wolves harus dipindahtangankan.

Logo LG Dire Wolves | Sumber: Riot Games
Logo LG Dire Wolves | Sumber: Riot Games

“Saya sangat suka dan keras kepala dalam mengembangkan industri esports Australia dan saya akan terus terlibat di dalamnya dalam berbagai kapasitas,” kata Manager Guinevere Capital, Dave Harris pada Esports Insider ketika itu. “Saya harap, ini akan mendorong investor-investor lain untuk masuk ke ekosistem esports, yang terus tumbuh dan menunjukkan road map untuk pihak lain tentang siklus investasi kami selama tiga tahun terakhir.”

Jika dibandingkan dengan Indonesia, penduduk Australia memang jauh lebih sedikit. Namun, menurut laporan Digital Australia 2020, dua dari tiga warga Australia bermain game. Tidak hanya itu, 90 persen rumah di Australia memiliki perangkat untuk bermain game. Sementara jumlah penonton esports mencapai 41 persen dari total populasi. Dengan asumsi jumlah penduduk Australia adalah 25 juta orang, sebanyak lebih dari 10,5 juta orang menonton esports. Sebanyak 31 persen (7,75 juta orang) mengaku mengunjungi acara gaming dan 28 persen (9,5 juta orang) menikmati budaya esports.

Berita buruk memang sempat menerpa industri esports di Australia pada minggu lalu dengan tutupnya Gfinity Australia, operator esports lokal. Meskipun begitu, laporan PwC menyebutkan bahwa industri esports di Australia telah mengalami pertumbuhan besar dalam beberapa tahun belakangan. Hal ini terbukti dari mulai bermunculannya turnamen esports besar, seperti Intel Extreme Masters dan Melbourne E-sports Open. Dalam laporan itu, juga disebutkan bahwa untuk memastikan agar industri esports di Australia bisa bertahan, maka para pelaku esports harus meningkatkan pendapatan dari hak siar media. Menurut GEO Gfinitiy Australia, Dominic Remond, saat ini, industri esports di Australia masih terlalu menggantungkan diri pada sponsorship.

Menurut PwC, perusahaan yang cocok untuk berinvestasi di esports adalah perusahaan yang menawarkan barang dan layanan yang sejalan dengan budaya gaming. Sebaliknya, perusahaan yang hanya berusaha untuk menjangkau audiens dalam jumlah banyak dengan ongkos relatif rendah, mereka tidak disarankan untuk masuk ke industri esports. Beberapa industri yang juga bisa mendapatkan untung dari pertumbuhan esports antara lain industri film, makanan, dan minuman.

Sumber: Esports Insider, Ministry of Sport.

Mastercard Jadi Sponsor LCS dan Buat Konten Tentang Komunitas Esports LoL

Mastercard kini menjadi rekan finansial eksklusif untuk League of Legends Chamionship Series, liga LoL tahunan untuk kawasan Amerika Utara. Ini bukan kerja sama pertama yang Mastercard buat dengan Riot. Sebelum ini, perusahaan kartu kredit itu juga telah menjadi sponsor dari beberapa turnamen LoL lain, seperti Mid-Season Invitational, All-Star Event, dan World Championship.

“Kami senang untuk masuk ke ranah esports,” kata Executive Vice President of Marketing and Communications for North America, Mastercard, Cheryl Guerin, seperti dikutip dari The Esports Observer. “Selama ini, Mastercard ikut masuk ke berbagai jenis olahraga karena kami ingin para pemegang kartu kami bisa mengejar hobi mreeka. Kami sadar, apa yang terjadi di esports sangat penting, baik tentang pertumbuhan industri dan kesenangan fans. Kami ingin berinteraksi dengan para penggemar esports  dan itulah awal dari msauknya kami ke ranah ini. Kami melihat interaksi yang sangat aktif , dan kami harap, itu juga akan terjadi kali ini. Kami menghubungkan diri dengan audiens baru dan esports adalah platform yang fantastis.”

Menurut Nielsen, tahun ini, jumlah nilai sponsorship yang diberikan oleh merek non-endemik — mulai dari merek makanan, mobil, hingga layanan finansial — naik 13 persen dari tahun lalu.

Sebagai sponsor, hal paling mendasar yang bisa sebuah perusahaan lakukan adalah memasang logo pada seragam pemain esports atau pada panggung. Namun, Mastercard tidak puas dengan hanya melakukan itu. Dalam kerja sama terbaru ini, Mastercard akan menawarkan layanan ekstra untuk para pemegang kartu, seperti tur backstage, tempat menonton khusus, dan kesempatan bertemu dengan para pemain profesional.

Tidak berhenti sampai di situ, Mastercard bersama Riot juga akan membuat konten eksklusif. Seri yang diberi judul “Together Start Something Priceless” itu akan membahas tentang pemain yang memberikan dampak positif pada komunitas. Orang pertama yang akan dibahas adalah Stephen “Snoopeh” Ellis. Dia adalah mantan pemain profesional yang kini mendukung para pemain profesional lainnya. Pada awalnya, seri ini akan tersedia secara eksklusif untuk kawasan Amerika Utara. Namun, nantinya, video tersebut juga akan tersedia di kawasan lain.

Sumber: Young-Wolff/Riot Games via The Esports Observer
Sumber: Young-Wolff/Riot Games via The Esports Observer

“Mastercard adalah merek yang dikenal di dunia, dan kami jelas ingin ada merek yang dikenal audiens kami. Namun, satu yang paling penting, kami  ingin mendekatkan diri dengan penonton dengan cara yang orisinal dan interaktif,” kata Guerin.

“Dengan membuat konten, yang memang dibuat khusus untuk komunitas esports itu sendiri — konten ini menampilkan berbagai cerita berharga yang kita dengar selama kerja sama kami, dari fans yang memang sangat cinta dengan esports. Menampilkan konten-konten jauh lebih otentik daripada sekadar menampilkan logo kami. Penting bagi kami untuk melakukan ini: kami membuat cerita menggugah tentang esports, dan menginspirasi orang lain yang juga senang dengan esports.”

North American Head of Partnerships and Business Development, Riot Games, Matt Archambault mengatakan bahwa membuat seri video tentang esports akan membantu Mastercard untuk berinteraksi dengan para penggemar esports. Dia menyebutkan, menampilkan logo memang awal yang baik untuk merek non-endemik yang ingin masuk ke ranah esports. Namun, menyajikan konten memungkinkan sponsor untuk dapat memperkenalkan merek mereka pada audiens esports dengan lebih baik.

“Mengembangkan sebuah cerita dan menceritakannya pada komunitas — dua hal itulah yang memberikan nilai lebih pada komunitas,” kata Archambault. “Pada akhirnya, itulah yang coba kami lakukan: memberikan pengalaman dan membuat kerja sama untuk memberikan nilai lebih tidak hanya pada merek itu, tapi juga pada komunitas, dan melakukan sesuatu yang mungkin belum pernah dicoba sebelumnya.”

Merek non-endemik memang kini mulai memasuki ranah esports. Jika melihat ke ranah lokal, di Indonesia pun trennya demikian, salah satunya adalah Go-Pay yang menjadi sponsor dari RRQ.

Waktunya Sponsor Esports Mulai Pertimbangkan Return of Investment

Menurut laporan bertajuk Global Esports Economy Will Top $1 Billion for the First Time in 2019 dari Newzoo, penonton esports pada tahun ini mencapai 454 juta, naik 15 persen dari tahun sebelumnya. Mereka memperkirakan, pada 2022, jumlah penonton esports akan naik menjadi 645 juta. Menariknya, menurut laporan dari Goldman Sachs, yang juga mengutip laporan dari Newzoo — berjudul 2018 Global Esports Market Report — jumlah penonton esports pada 2019 hanya mencapai 194 juta orang. Angka ini akan naik menjadi 276 juta pada 2022.

Pertumbuhan penonton esports. | Sumber: Goldman Sachs
Pertumbuhan penonton esports. | Sumber: Goldman Sachs

Ini menunjukkan salah satu masalah dalam dunia esports, yaitu data yang tidak akurat. Masalah inilah yang ingin StreamMetrics coba pecahkan. Perusahaan yang mengklaim ingin menjadi “Nielsen dari esports dan streaming” ini ingin membantu para pelaku industri esports — baik dari tim esports maupun sponsor — untuk memahami para penonton dengan mengumpulkan data penonton. Salah satu investor StreamMetrics adalah HBSE, yang memiliki tim esports seperti Dignitas, tim asal Inggris yang berkompetisi di game-game seperti GS:GO, Rocket League, Smite, dan Super Smash Bros. Melee.

“Satu masalah yang dihadapi oleh Dignitas dan tim-tim esports lainnya sama, yaitu metrik data yang tidak konsisten dan membingungkan sehingga tidak ada yang bisa menjelaskan data itu pada para pengiklan,” kata Co-founder dan COO StreamMetrics, Dan Nemo, seperti yang dikutip dari AdWeek. Padahal, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk menjadi sponsor esports.

Merek-merek non-endemik sekalipun, seperti Pizza Hut dan Starbucks, Honda, dan aplikasi kencan Bumble, rela menggelontorkan uang untuk mendukung tim esports. Di Indonesia, hal serupa juga terjadi. Merek makanan dan minuman, seperti Kacang Dua Kelinci, Fore Coffee, dan Ternakopi juga menjadi sponsor dari tim esports. Ini sesuai dengan laporan Nielsen yang menyebutkan bahwa nilai sponsorship dari merek non-endemik naik 13 persen dari tahun lalu. Banyaknya merek yang mendukung esports dengan uang yang tidak sedikit memunculkan pertanyaan tentang Return of Investment (ROI) dari sponsorship pada tim esports.

Sumber: Flickr
Sumber: Flickr / Ruth Bannon

Pada akhir Juli lalu, Riot bekerja sama dengan Nielsen. Tujuannya adalah untuk mengetahui nilai dari sponsorship sebuah tim esports. “Kami melihat banyak edukasi terkait esports,” kata Managing Director, Nielsen Esports, Nicole Pike, dikutip dari AdWeek. “Saya rasa, salah satu masalah yang dihadapi para merek adalah pihak manajemen yang tidak paham tentang kesempatan yang ada di industri esports.”

Biasanya, perusahaan menjadi sponsor tim esports dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran penonton esports akan merek mereka. Namun, bagi sponsor yang tak hanya ingin meningkatkan brand awareness, menyediakan fitur baru. Startup yang baru mendapatkan pendanaan itu menawarkan apa yang disebut “SponsorQuest”. Di sini, sponsor dapat mendorong penonton esports untuk mengunduh aplikasi atau mencoba layanan mereka agar sponsor memberikan uang pada penyelenggara esports atau menambahkan total hadiah pada turnamen esports.

Salah satu klien Matcherino yang telah mencoba layanan baru ini adalah 24 Hour Fitness. Dengan bantuan Matherino, 24 Hour Fitness berusaha untuk tahu akan dampak dari sponsorship yang telah mereka lakukan pada lebih dari 400 turnamen. Senior Director 24 Hour Fitness, Brendan Egan mengatakan bahwa kampanye mereka ini terbukti lebih sukses dari harapan. “Masalah terbesar saat ini adalah mengetahui cara berinvestasi dan cara bersaing dengan Gillette dan Pepsi dan perusahaan-perusahaan lain yang rela mengeluarkan uang untuk mendukung esports,” kata Egan.

Tidak berhenti sampai di situ, ada juga startup yang berusaha untuk mencari tahu dampak dari iklan di esports pada penjualan di dunia nyata. Ialah FanAI, platform analisa penonton yang mengumpulkan data berupa pengaruh menonton pertandingan esports di platform seperti Twitch pada pembelian di dunia nyata. Untuk mengumpulkan data penonton, mereka bekerja sama dengan beberapa rekan seperti First Data dan Mastercard. Mereka melacak durasi logo sponsor tampil di siaran esports menggunakan kecerdasan buatan, yang sulit dilakukan oleh manusia.

Sumber: Newzoo
Sumber: Newzoo

Saat ini, sebagian besar penghasilan dari esports masih datang dari sponsorship. Menurut Newzoo, sponsorship menyumbangkan US$456,7 juta dari total US$1,1 miliar pendapatan esports. Agar para pelaku esports — baik tim profesional dan penyelenggara — bisa terus mendapatkan dukungan dari sponsor, maka mereka juga harus dapat memastikan bahwa investasi yang diberikan oleh sponsor memang berguna bagi sang sponsor.

Sumber gambar header: Wikipedia

Simbiosis Mutualisme Aerowolf, Genflix, dan Ternakopi

Pada Jumat, 16 Agustus lalu, Genflix Aerowolf menyatakan kerja samanya dengan Ternakopi. Aerowolf adalah sebuah tim esports, Genflix adalah layanan video-on-demand yang menjadi sponsor dari tim tersebut, dan Ternakopi adalah merek kopi buatan Kaesang Pangarepan, anak bungsu Presiden Joko Widodo yang kini juga menjadi sponsor Aerowolf. Ketiganya ada di industri yang berbeda, tapi itu tidak menghentikan ketiganya untuk bekerja sama. Ada dua kesamaan di antara ketiganya, yaitu keinginan untuk tumbuh dan milenial sebagai target pasar.

Head of Esports Development Genflix Hutama Pastika alias Tommy mengatakan bahwa Genflix telah menjadi sponsor dari Aerowolf sejak lebih dari satu tahun lalu. Namun, satu bulan lalu, mereka memutuskan untuk menjalin hubungan kerja sama yang lebih erat.

“Awalnya, kita cuma sponsor saja. Sekitar satu bulan lalu, kita setuju untuk berkolaborasi dan tidak sekedar sebagai sponsor,” kata Tommy saat ditemui di Multivision Tower. “Dari segi penonton, ada sekitar 45 juta orang Indonesia yang suka menonton video. Dari riset kita sendiri, sebanyak 66 persen menonton video terkait game, seperti esports, highlights, dan turnamen,” ujarnya. “Kami pikir, ini cara yang pas. Genflix ingin menambah jumlah subscriber. Paling bagus lewat esports.”

Tommy mengatakan, salah satu alasan Genflix memutuskan untuk bekerja sama dengan Aerowolf adalah karena tim dengan ikon serigala itu berhasil menjadi juara dua di Mobile Legends: Bang Bang Professional League (MPL) Season 3 tahun lalu. Prestasi memang jadi salah satu karakteristik Genflix dalam memilih rekan kerja sama, mirip dengan apa yang GoPay lakukan dengan RRQ. Namun, kemenangan bukanlah satu-satunya hal yang diharapkan oleh Genflix.

“Kami ingin bangun komunitas, mau komunikasi dengan lebih banyak orang dan bersama-sama membangun esports,” ujar Tommy. Ke depan, dia ingin mengajak bekerja sama tim esports yang juga ingin mengembangkan ekosistem esports.

Sumber; Twitter Aerowolf
Sumber: Twitter Aerowolf

Genflix bukanlah satu-satunya penyedia layanan video-on-demand di Indonesia. Mereka harus bersaing dengan layanan lain seperti iflix dari Malaysia, Netflix dan Amerika Serikat, dan HOOQ dari Singapura. Tommy mengatakan, dengan menyediakan konten esports, Genflix ingin membuat platform-nya tampil berbeda. Sejak awal, Genflix memang ingin fokus untuk menayangkan konten olahraga. Namun, konten olahraga tradisional, seperti sepak bola, bisa didapatkan oleh platform manapun. Itulah alasan Genflix untuk memuat konten esports.

Sayangnya, dalam menyediakan konten esports, Genflix juga harus bersaing dengan layanan streaming seperti Twitch, Facebook Gaming, dan NimoTV. Terkait hal ini, Tommy mengatakan bahwa Genflix akan tampil beda dengan memberikan konten ekstra dan tidak sekadar menyiarkan siaran langsung dari turnamen esports. “Konten kita lebih ke arah yang on-demand. Misalnya, kita punya highlight turnamen tahun lalu. Kami mau membantu orang-orang yang dibikin cerita,” ungkapnya. Contoh yang dia berikan adalah perjuangan Aerowolf dalam memenangkan MPL.

Genflix Aerowolf dan Ternakopi

Selain kerja sama dengan Ternakopi, Genflix Aerowolf juga mengumumkan bahwa mereka menjadikan Kaesang sebagai “pemain ke-10”. Urungkan harapan Anda untuk melihat Kaesang untuk bertanding. Ketika ditanya apakah dia akan turun ke arena pertandingan, Kaesang berseloroh, “Posisi saya sebagai pemain ke-10 untuk menjadi beban Aerowolf. Kalau mereka mau kalah, saya maju. Biasanya, mau menang kan. Jadi, saya nggak maju dulu.”

Bagi Ternakopi, keputusan mereka untuk bekerja sama dengan Genflix Aerowolf adalah untuk tumbuh bersama. CEO Ternakopi, Anshari Kadir mengatakan, makanan dan game itu memiliki satu kesamaan, yaitu keduanya merupakan bagian dari gaya hidup seseorang. “Harapan ke depan, kita mau setiap ada aktivitas Genflix Aerowolf, ada Ternakopi, dan sebaliknya,” ujarnya. “Kami mau tumbuh bersama, karena target pasar kita sama.”

Sebagai sponsor, nama Ternakopi akan tampil di jersey Aerowolf. Selain itu, Ari menjelaskan bahwa Aerowolf, Genflix, dan Ternakopi akan mengadakan sebuah kampanye berupa roadshow ke 20 kota. Tujuannya adalah menyediakan wadah untuk pemain esports lokal untuk unjuk gigi. “Rencananya, kita akan buat liga. Pertandingan finalnya akan diadakan di Jakarta tahun depan,” katanya. Menurut Ari, ini tidak hanya akan membesarkan pihak-pihak yang terlibat dalam kampanye itu sendiri, tapi juga industri gaming.

Kaesang | Sumber: Instagram Aerowolf
Kaesang | Sumber: Instagram Aerowolf

Menumbuhkan industri gaming, inilah yang menjadi target dari Kaesang. Dalam wawancara setelah acara, Kaesang mengatakan bahwa developer dan publisher game di Indonesia masih kalah jauh jika dibandingkan dengan perusahaan Tiongkok, seperti MoonToon, developer dan publisher Mobile Legends dan Tencent, konglomerasi yang bergerak di banyak layanan digital, termasuk game. Agar bisa mengembangkan industri game Indonesia, Kaesang merasa dia perlu mengerti seluk-beluk industri gaming itu sendiri.

“Untuk mengembangkan industri game di Indonesia, tahap awalnya adalah tahu industri game itu seperti apa, menjadi pro player itu seperti apa,” kata Kaesang. “Selama ini, saya kan di industri F&B (Food & Beverage), mau nggak mau, saya pelajari dulu.” Kaesang mungkin memang tidak turun sebagai pemain untuk membantu Aerowolf di MPL. Tapi mungkin, itu karena dia memiliki tujuan lain yang lebih besar. Tak sekadar memenangkan sebuah turnamen esports, tapi mengembangkan industri gaming dan esports itu sendiri.

Sumber header: Instagram Aerowolf.

Agaeti Venture Sponsori ONIC Esports Karena Dampak Sosial ke Milenial

Dalam industri esports, para pemain tentunya menjadi bintang utama. Tidak jarang, nama mereka masuk dalam berita setelah mereka memenangkan turnamen, baik tingkat nasional atau internasional. Di balik tim atau pemain esports yang sukses, ada tim manajemen yang baik. Pada awal Agustus lalu, dalam sebuah acara konferensi pers, Managing Director ONIC Esports, Chandra Wijaya pernah menekankan pentingnya chemistry antara investor dan tim esports yang didukung.

Ketika itu, Chandra juga menjelaskan bahwa ONIC tidak hanya mengejar menang, tapi juga menjadi aspirasi bagi anak muda. Dan inilah yang membuat Agaeti Venture Capital tertarik untuk menanamkan investasi di tim esports tersebut. “Sebagai venture capital, sebelum kami menanamkan investasi, baik ke startup atau tim esports, kami mempertimbangkan apa dampak sosialnya,” kata venture partner, Agaeti Venture Carey Ticoalu di depan awak media. Dia mencontohkan GoJek. Startup ride-hailing itu tidak hanya sukses untuk menjadi unicorn tapi juga membantu para tukang ojek untuk mendapatkan penghasilan lebih.

“Begitu melihat ONIC, kami melihat mereka membawa social impact pada anak muda yang punya bakat,” kata Ticoalu. “Kemenangan itu penting, tapi ONIC juga bisa membimbing anak muda generasi milenial.” Dia menyebutkan, “generasi senior” masih sulit untuk menerima industri esports dan gaming. “Masih dianggap hanya main-main saja,” ujarnya. “Kami melihat ONIC bisa jadi platform yang tepat untuk mendukung kemajuan anak-anak ini secara profesional dan membuat mereka mengerti apa itu sukses sebagai anak muda.”

Venture capital biasanya identik dengan startup. Namun, Agaeti kini juga mulai mendukung tim esporst. Ticoalu mengatakan bahwa Agaeti mulai tertarik dengan esports karena mereka merasa, industri ini akan menjadi besar dalam waktu beberapa tahun ke depan. Dia menyebutkan, penonton esports telah bertumbuh 15 persen dalam waktu tiga tahun terakhir. Memang, menurut laporan Kepios bersama We Are Social dan HootSuite, 40 persen netizen Indonesia menonton esports. APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) menyebutkan, sekarang, ada 171 juta pengguna internet di Indonesia. Itu artinya, jumlah penduduk Indonesia yang menonton esports mencapai 68,4 juta orang.

Jumlah penonton turnamen esports | Sumber: Kepios
Jumlah penonton turnamen esports |
Sumber: Kepios

Esports bisa ditonton oleh semua orang secara global jika dibandingkan dengan olahraga tradisional, karena penyebaran penonton esports lebih merata jika dibandingkan dengan olahraga seperti NFL (liga nasional american football Amerika Serikat) yang biasanya hanya ditonton oleh penonton di Amerika Utara,” kata Ticoalu pada Hybrid ketika dihubungi melalui pesan singkat.

Dia juga menyebutkan bahwa kini, esports mulai diakui sebagai olahraga profesional. Menurutnya, ada tiga alasan yang menyebabkan hal itu terjadi. Pertama adalah semakin populernya game mobile dalam beberapa tahun belakangan. Selain itu, jumlah penonton esports juga terus bertambah. Terakhir, para pemain profesional juga aktif untuk berinteraksi dengan penonton, baik melalui media sosial atau ketika mereka melakukan siaran langsung.

ONIC Esports saat memenangkan MSC 2019. Sumber: Mobile Legends: Bang Bang
ONIC Esports saat memenangkan MSC 2019. Sumber: Mobile Legends: Bang Bang

Ticoalu mengatakan, Agaeti selalu berusaha untuk melihat dampak sebuah industri dalam lima sampai tujuh tahun ke depan. Dia merasa, esports akan menjadi industri yang besar. Memang, menurut Newzoo, nilai industri esports mencapai US$1,1 miliar pada 2019. “Transisi telah mulai terjadi. Dulu, bermain game hanya merupakan gerakan kultural, untuk melepas stres. Sekarang, esports sudah diakui sebagai ajang untuk mengadu talenta,” katanya. Ini juga didukung oleh pengakuan dari media mainstream akan esports. 

Selain Agaeti Venture, sponsor ONIC lainnya adalah Fore Coffee. Sedikit berbeda dengan Agaeti Venture, tujuan utama Fore menjadi sponsor dari ONIC adalah karena mereka memiliki target konsumen yang sama, yaitu milenial. Keputusan venture capital dan startup seperti Fore untuk menjadi sponsor dari tim esports menunjukkan bahwa semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk masuk ke industri ini.

Tim Esports Mulai Kerja Sama dengan Perusahaan Media Analitik

Generasi milenial dan generasi Z adalah konsumen yang sulit dijangkau. Mereka jarang menonton TV. Seolah itu tidak cukup buruk, mereka menggunakan pemblokir iklan ketika menjelajah internet.

Salah satu cara untuk menjangkau generasi milenial dan generasi Z adalah melalui esports. Karena itulah, semakin banyak merek non-endemik yang menjadi sponsor turnamen atau tim profesional. Misalnya, Honda yang menjadi sponsor dari League of Legends Championship Series (LCS) setelah menyatakan dukungannya untuk Team Liquid pada Januari lalu.

Ke depan, tampaknya akan semakin banyak merek non-endemik yang mendukung perkembangan esports sebagai ekosistem. Menurut Nielsen, nilai sponsorship dari merek non-endemik naik 13 persen pada tahun ini jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Untuk mendapatkan insight tentang para sponsornya, Pittsburgh Knights menjalin kerja sama dengan perusahaan media analitik Zoomph. Layanan dari Zoomp memungkinkan Knights untuk tahu penempatan logo sponsor di foto dan video mereka. Tidak hanya itu, mereka bahkan akan bisa melakukan ini saat mereka tengah melakukan siaran langsung.

Menurut CrunchBase, Pittsburgh Knights didirikan pada 2017. Sama seperti kebanyakan tim profesional esports lainnya, tujuan mereka adalah untuk bisa bertanding di kelas internasional. Namun, mereka juga ingin dapat dekat dengan komunitas lokal mereka.

“Kerja sama ini akan membantu semua aspek bisnis kami — secara internal, ini akan membantu tim kami untuk menjawab berbagai pertanyaan dan menjadi lebih proaktif dalam mengantisipasi apa yang fans kami inginkan,” kata President of Pittsburgh Knights, James O’Connor, seperti dikutip dari Esports Insider.

“Untuk rekan perusahaan kami, kami akan dapat menggunakan kecerdasan buatan yang digabungkan dengan media digital modern sehingga kami bisa membawa merek mereka melalui digital transformasi,” ujarnya. Dia juga mengaku senang karena industri esports tak lagi dipandang sebelah mata.

Kerja sama antara Pittsburgh Knights dan Zoomph adalah simbiosis mutualisme. Memang, layanan Zoomph akan membantu Knights untuk memahami sponsor dan fans-nya dengan lebih baik. Di sisi lain, Knights memungkinkan Zoomph untuk menyediakan produk yang lebih sesuai dengan kebutuhan di industri esports. Karena, melalui kerja sama ini, Zoomph bisa meminta masukan langsung dari Knights tentang produk yang mereka buat. Dan belakangan, solusi analitik data memang mulai banyak diminati oleh tim esports.

“Para pelanggan meminta kami untuk menyediakan layanan kami ke esports dan sekarang, dengan kerja sama kami dengan Pittsburgh Knights, pelanggan esports kami akan bisa menggunakan platform Zoomph untuk menghitung biaya sponsorship, prospek kantor, dan valuasi tim,” kata Chief Revenue Officer, Zoomph, Mike Pycha, seperti yang disebutkan oleh Yahoo Finance.

Di tengah booming-nya esports, jumlah tim esports masih terus bertambah dan begitu juga dengan merek endemik serta non-endemik yang ingin masuk ke industri esports. Keputusan Pittsburgh untuk bekerja sama dengan Zoomph menarik karena kerja sama ini bisa membantu mereka untuk dapat menawarkan informasi yang lebih akurat tentang keuntungan yang didapatkan oleh sponsor.

Sumber: Yahoo Finance, Esports Insider

Overwatch League Cari Pendapatan Ekstra dari Sponsorship

Sponsorship adalah sumber pendapatan terbesar dalam industri esports. Menurut Newzoo, sponsorship menyumbangkan 41,5 persen dari total pendapatan US$1,1 miliar industri esports pada tahun ini.

Tidak heran jika sponsorship masih menjadi sumber utama pendapatan industri esports. Studi dari Nielsen menunjukkan bahwa esports tidak hanya diminati oleh merek-merek endemik seperti perusahaan pembuat prosesor, komputer, dan aksesori, tapi juga oleh merek non-endemik.

Di Overwatch League, sponsorship juga merupakan sumber pendapatan penting, baik dalam penyelenggaraan turnamen atau untuk tim esports yang bermain dalam kompetisi tersebut. Belakangan, tim peserta dalam Overwatch League juga mulai memikirkan cara mendapatkan keuntungan dan tidak sekadar menjadi pemenang.

Inilah alasan mengapa Overwatch League akan mulai membantu tim-tim yang bertanding dalam turnamen itu untuk meningkatkan pendapatan dari sponsorship. Hal ini dikonfirmasi oleh CEO Activision Blizzard, Pete Vlastelica pada Sports Business Journal.

“Ini penting — kami terus mencari cara untuk memperbanyak properti yang bisa dijual ke pasar oleh para tim profesional,” kata Vlastelica, seperti yang dikutip dari Esports Observer. “Kami juga terus mencari cara untuk mendekatkan rekan dalam liga untuk dengan para tim profesional.”

Saat ini, Overwatch League hanyalah salah satu dari banyak turnamen esports yang ada. Salah satu hal yang membuat kompetisi tersebut menjadi unik adalah karena tim-tim yang bertanding menjadi perwakilan dari sebuah kota atau kawasan. Sistem ini serupa dengan sistem yang digunakan oleh pertandingan olahraga tradisional.

Biasanya, turnamen esports mengadu tim-tim profesional tak peduli darimana mereka berasal. Di Indonesia, kebanyakan tim esports profesional masih berasal dari Jakarta, meski mereka merekrut pemain dari berbagai daerah.

Kemiripan Overwatch League dengan turnamen olahraga konvensional tak berhenti sampai di situ. Mulai tahun depan, Overwatch League juga akan menggunakan sistem kandang-tandang, mengharuskan semua tim yang ikut serta memiliki stadion markas sendiri.

Dari segi monetisasi, Overwatch League juga mirip dengan turnamen olahraga tradisional. Selain sponsorship, Overwatch League mendapatkan uang dari menjual hak siar pada media, penjualan tiket, serta merchandise.

Sekarang, Overwatch League ingin membantu para tim untuk mendapatkan sumber pendapatan ekstra dari sponsor. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan eksposur sponsor saat pertandingan disiarkan.

Menurut Esports Observer, beberapa narasumber yang tahu tentang hal ini menyebutkan bahwa salah satu cara yang tengah dipertimbangkan adalah membuat agar logo para sponsor tampil lebih lama dalam siaran. Dengan begitu, tim di Overwatch League akan dapat mencari sponsor lokal.

Cara lain yang dipertimbangkan oleh Overwatch League adalah berhenti menawarkan eksklusivitas di salah satu kategori sponsorship. Menurut BizFluent, ada empat jenis sponsorship: sponsor finansial, sponsor media, rekan promosi, dan sponsor yang menyediakan layanan saat sebuah acara berlangsung.

Overwatch League tidak menjelaskan kategori apa yang akan mereka buka. Sejauh ini, beberapa rekan mereka adalah Bud Light, Coca-Cola, Intel, Omen by HP, T-Mobile, Toyota, dan State Farm.

Meski sering disebut sebagai industri besar yang tengah berkembang pesat, masih belum ada cara pasti bagi pelaku esports untuk mendapatkan keuntungan yang sustainable. Menarik untuk melihat bagaimana turnamen esports menggunakan cara yang berbeda-beda untuk mendapatkan pendapatan.

Sumber: Esports Observer, Fortune