Miniatur Robot Stormtrooper Ini Bisa Berjalan dan Mengenali Wajah Orang di Sekitarnya

Tanggal 15 Desember mendatang, Disney dan Lucasfilm bakal kembali mendominasi bioskop lewat Star Wars: The Last Jedi. Seperti biasa, perilisan film Star Wars baru bakal didului oleh pernak-pernik unik bertema Star Wars, seperti contohnya miniatur robot BB-8 buatan Sphero dua tahun silam.

Tahun ini kita bakal kembali berjumpa dengan minatur robot bertema Star Wars, namun kali ini sedikit lebih seram dalam wujud Stormtrooper (versi First Order). Saya bilang “sedikit” karena penampilannya masih tergolong imut-imut berkat tubuhnya yang kerdil.

Namun jangan tertipu oleh gambar di atas, sebab tinggi miniatur Stormtrooper ini masih lumayan di angka 40 cm. Lebih penting lagi, jangan sekali-kali mengiranya action figure biasa, sebab ia dapat berjalan sendiri menggunakan kedua kakinya. Yup, ini merupakan sebuah robot – kalau tidak, kecil peluangnya untuk saya bahas di DailySocial.

UBTECH Stormtrooper

Dikembangkan oleh perusahaan robotik asal Tiongkok, UBTECH, robot ini ternyata juga dapat memahami sejumlah perintah suara sederhana. UBTECH bahkan telah menyematkan teknologi biometrik sehingga ia dapat mengenali dan mengingat-ingat tiga wajah yang berbeda, dan ini dilakukan tanpa sekalipun mengirim data ke cloud.

Untuk apa ia harus mengenali wajah? Supaya tidak ada orang asing yang berani masuk ke kamar tuannya. Yup, UBTECH tidak lupa membekalinya dengan sentry mode: buka aplikasi pendampingnya di ponsel, lalu tetapkan area patroli sang robot yang diinginkan. Selagi berjaga-jaga, ia akan memperingatkan siapapun di luar tiga wajah yang dikenalinya untuk menjauh.

Kalau peringatannya tidak mempan, ia bakal mengeluarkan Blaster. Oke, ini cuma bercanda, tapi toh tidak masalah seandainya sungguhan mengingat hampir setiap tembakan Stormtrooper sudah pasti meleset. Oke, saya sudahi bercandanya.

Tertarik? Saya juga. Sayang harganya cukup mahal, yakni $300, dan baru akan dipasarkan mulai bulan November mendatang. Kendati demikian, setidaknya ia lebih pantas dikategorikan sebagai robot ketimbang Sphero Spider-Man yang tidak bisa melakukan apa-apa kecuali berceloteh.

Sumber: io9 dan Engadget.

Konten Seru yang DICE Siapkan Dalam Open Beta Star Wars Battlefront II

Rencana buat melangsungkan sesi open beta telah DICE ungkap sejak Star Wars Battlefront II diumumkan, bersamaan dengan dibukanya pre-order. Namun baru di bulan Juli kemarin developer menginformasikan jadwal beserta aspek yang akan jadi fokus mereka. Di tahap uji coba terbuka itu, gamer dipersilakan mencicipi potongan konten mode multiplayer.

Menjelang dimulainya open beta yang jatuh pada minggu ini, Digital Illusions CE menyingkap konten-kontennya secara lebih detail beserta daftar kebutuhan hardware versi PC. Lewat beta, Anda bisa menjajal langsung kemampuan PC dalam menangani Star Wars Battlefront II tanpa perlu membeli game. Tentu saja, sesi tes ini juga dapat dinikmati gamer Xbox One dan PlayStation 4 di waktu yang sama.

Open beta Star Wars Battlefront akan menghidangkan empat mode permainan berbeda, yaitu Galactic Assault on Naboo, Starfighter Assault on Fondor, Strike on Takodana, dan Arcade on Naboo. Mungkin sudah bisa Anda terka, masing-masing mode dipasangkan pada map berbeda, dan semuanya menyajikan gameplay multiplayer. Hanya lewat Arcade Anda dapat bermain seorang diri.

Galactic Assault menyuguhkan arena pertandingan 20 versus 20, dengan medan tempur ‘multi-stage‘. Di beta, mode di-setting di map Naboo: Theed, mengadu pasukan Clone dan tentara drone Separatis dalam memperebutkan istana. Di sana, Anda akan mendapatkan poin untuk tiap musuh yang berhasil ditumbangkan, dan jika mencukupi, poin dapat digunakan buat memanggil bantuan atau bermain sebagai karakter-karakter hero dan villain.

Star Wars Battlefront II Beta 1

Starfighter Assault sendiri dititikberatkan pada pertempuran ruang angkasa. Di langit planet Fondor, para Pemberontak mencoba menghancurkan Star Destroyer dan pasukan Imperial harus mempertahankannya. Ada tiga kelas pesawat yang bisa dipilih, dan Anda juga berkesempatan mengendalikan sejumlah Hero Ship legendaris (seperti Millennium Falcon).

Strike on Takodana mengambil latar belakang The Force Awakens, tepatnya saat tentara First Order menyerbu kastil milik Moz Kanata, dan dihadang oleh pasukan Resistance. Gameplay-nya hampir menyerupai Galactic Assault, namun pemain tidak bisa menggunakan tokoh hero. Mereka harus betul-betul mengandalkan kekompakan serta komposisi antara Assault, Heavy, Specialist dan Officer yang seimbang.

Star Wars Battlefront II Beta 2

Dalam Arcade on Naboo, Anda dan seorang teman ditantang untuk menghadapi gelombang serbuan lawan yang dikendalikan komputer. Gamer juga bisa bermain sendiri ditemani AI.

Open beta Star Wars Battlefront II akan dimulai pada hari Jumat 6 Oktober 2017, kecuali Anda telah melakukan pre-order. Jika sudah, akses open beta dibuka lebih cepat, bisa dinikmati besok. Versi retail game ini akan dirilis di tanggal 17 November 2017.

Star Wars Battlefront II Beta 3

Activity Tracker Khusus Anak Garmin Vivofit Jr. 2 Datang Bersama Karakter dari Franchise Disney

Setahun yang lalu, Garmin memperkenalkan sebuah activity tracker yang dirancang khusus untuk anak-anak bernama Vivofit Jr.. Tahun ini, Garmin sudah siap dengan suksesornya. Dalam pengembangan Vivofit Jr. 2, Garmin rupanya meminta bantuan nama yang sudah sangat dikenal oleh anak-anak, yaitu Disney.

Kolaborasinya dengan Disney memungkinkan Garmin untuk menempatkan beragam karakter populer dari sejumlah franchise milik Disney ke Vivofit Jr. 2, mulai dari Minnie Mouse sampai karakter dari Star Wars maupun Marvel. Berbeda dari pendahulunya, Vivofit Jr. 2 tidak hanya datang dengan strap yang bisa melar, tapi juga varian yang dilengkapi gesper standar untuk anak yang lebih tua.

Perubahan terbesar yang dibawa Vivofit Jr. 2 adalah layar yang kini penuh warna ketimbang monokrom. Supaya lebih atraktif lagi di mata anak-anak, karakter yang menjadi motif strap juga akan muncul di layar sekaligus aplikasi pendamping smartphone yang tersambung.

Aplikasi pendampingnya ini juga masih mengemas sejumlah mini game, tapi kali ini yang mengadopsi tema menarik seperti petualangan robot BB-8 dari Star Wars maupun kisah balas dendam Ultron terhadap tim superhero Avengers dari Marvel. Seperti pendahulunya, setiap kali anak-anak menyelesaikan target aktivitas harian selama 60 menit, mereka akan mendapat achievement berupa icon karakter baru.

Mengenai fungsi, Garmin ternyata tidak menyentuhnya sama sekali di sini. Vivofit Jr. 2 masih bisa memonitor jumlah langkah kaki, pola tidur dan waktu aktif mereka. Perangkat siap diajak berbasah-basahan atau bahkan berenang, sedangkan baterainya diperkirakan bisa bertahan selama satu tahun.

Garmin Vivofit Jr. 2 rencananya akan dipasarkan seharga $100, lebih mahal $20 dari versi terdahulunya. Strap ekstra dapat dibeli seharga $30.

Sumber: Business Wire.

AR vs VR: Mana yang Punya Masa Depan Lebih Cerah?

AR dan VR, dua akronim ini banyak menghiasi headline media publikasi dalam dua dua tahun terakhir. Keduanya sebenarnya sudah eksis sejak cukup lama, namun baru belakangan ini kembali menjadi sorotan. Yang mungkin menjadi pertanyaan, manakah dari keduanya yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap pengguna?

Secara umum, keduanya sama-sama memiliki dampak yang cukup besar terhadap cara kita berinteraksi dengan dunia digital. Kendati demikian, AR sepertinya punya masa depan yang lebih cerah jika mengamati tren terkini.

Apa itu AR?

Pokemon Go / Augment
Pokemon Go / Augment

AR atau augmented reality, dapat diterjemahkan secara harfiah menjadi realitas tertambah. Tidak seperti virtual reality yang benar-benar menyuguhkan sebuah realitas baru di hadapan pengguna, augmented reality mencoba meleburkan dunia nyata dengan dunia virtual.

Game Pokemon Go yang dirilis tahun lalu merupakan cara terbaik untuk menjelaskan konsep AR. Dengan mata telanjang, mustahil kita bisa menemukan seekor Pikachu di sebuah taman kota. Namun ketika dilihat melalui kamera smartphone, akan muncul sejumlah Pokemon yang berkeliaran.

Lingkungannya (taman kota) nyata, tapi objeknya (Pokemon) hanyalah ilusi belaka yang cuma bisa dilihat melalui smartphone, kira-kira seperti itu deskripsi sederhana AR. Sejauh ini kesannya AR mungkin hanya bermanfaat di bidang hiburan, tapi kenyataannya tidak demikian.

Manfaat AR

Ilustrasi penggunaan HoloLens dalam proses desain mobil / Ford
Ilustrasi penggunaan HoloLens dalam proses desain mobil / Ford

Selain memunculkan genre baru di bidang gaming, AR menyimpan banyak potensi di dunia pekerjaan. Contoh yang terbaru adalah Ford, yang memanfaatkan HoloLens untuk mempercepat proses desain mobil, memungkinkan tim desainernya untuk bereksperimen dan berkolaborasi dengan mudah dan cepat.

Contoh lain adalah Google Glass, yang belum lama ini dirilis kembali tapi khusus untuk kalangan enterprise saja. Tidak main-main, klien Google Glass mencakup nama-nama besar seperti Boeing, Volkswagen, General Electric dan DHL.

Di tangan para profesional ini, AR memungkinkan mereka untuk, misalnya, memproyeksikan desain baru moncong depan mobil di atas sebuah model fisik, lalu mengamati apa saja kekurangannya dan langsung mengerjakan revisinya tanpa harus membuat ulang model fisiknya.

Dalam konteks lain, pekerja pabrik yang menggunakan Google Glass jadi tidak perlu lagi membawa-bawa buku petunjuk selagi kedua tangannya disibukkan dengan sesuatu, sebab penerapan teknologi AR dalam Glass memungkinkan semua informasi yang dibutuhkan untuk ditampilkan langsung di hadapan mereka.

Google Glass dan kapabilitas AR merupakan pengganti buku manual yang ideal bagi para pekerja pabrik / Google
Google Glass dan kapabilitas AR merupakan pengganti buku manual yang ideal bagi para pekerja pabrik / Google

AR juga perlahan menunjukkan tajinya dalam keperluan marketing. Salah satu yang paling baru adalah Supercell, yang memanfaatkan platform AR milik Facebook untuk mempromosikan salah satu game terlarisnya, Clash of Clans.

Manfaat lain AR yang tidak kalah penting adalah di bidang pendidikan, dan ini sudah mulai meluas perkembangannya di tanah air. Startup asal Bandung, Octagon Studio, sudah cukup lama memasarkan flashcard berbasis AR yang dirancang untuk mengajarkan alfabet, bahasa maupun beragam pengetahuan umum lainnya secara interaktif.

Masih seputar pendidikan, ada aplikasi edukatif bernama Kartu Muslim yang digarap oleh sejumlah karyawan dari studio game lokal Touchten bersama Ustad Wijayanto. Ke depannya tren penerapan AR dalam bidang pendidikan dipastikan bakal terus berkembang, apalagi dengan adanya eksposur dari event seperti Jakarta XR Meetup.

Naik-turunnya tren AR

Osmo Pizza Co. / Osmo
Osmo Pizza Co. / Osmo

Manfaat-manfaat yang telah saya jabarkan di atas sebenarnya sudah bisa menggambarkan masa depan AR yang cukup cerah. Namun demikian, masih ada alasan lain mengapa AR punya peran yang sangat penting terhadap konsumen, bahkan lebih penting ketimbang VR.

Utamanya adalah bagaimana AR dapat mengubah cara kita berinteraksi dengan smartphone atau tablet, dan di saat yang sama masih melibatkan sejumlah objek fisik di sekitar. Saya ambil contoh Osmo Pizza Co., yang pada dasarnya merupakan perpaduan board game dan video game, dengan elemen edukatif yang tersisipkan secara elegan.

Dalam permainan ini, anak-anak berusia 5 – 12 tahun akan diajak belajar untuk menjalankan bisnis pizza-nya sendiri. Namun tidak seperti game simulasi pada umumnya, interaksi dalam Osmo Pizza Co. mengandalkan sejumlah objek fisik, mulai dari uang-uangan sampai adonan pizza palsu beserta topping-nya.

Sistem permainan seperti ini menurut saya dapat menyajikan porsi yang pas antara interaksi digital dan fisik; anak-anak yang bermain tidak hanya menikmati konten yang ditampilkan di layar secara pasif, tapi juga aktif mengutak-atik beragam alat bantu yang ada di sekitarnya tadi.

Nokia City Lens / Wired
Nokia City Lens / Wired

Pertanyaannya, mengapa baru sekarang AR kembali menjadi buah bibir? Padahal kalau Anda ingat, Nokia sempat meluncurkan aplikasi bernama City Lens di tahun 2012, yang memudahkan pengguna mencari lokasi menarik di sekitarnya hanya dengan mengarahkan kamera.

Ok, saya akui Nokia City Lens adalah contoh yang buruk, sebab aplikasi tersebut hanya tersedia untuk platform Windows Phone yang terbukti tidak laku. Namun poin yang ingin saya tekankan adalah, AR sudah menunjukkan potensinya sejak lama, tapi kemudian ia sempat hilang dari pembicaraan dan akhirnya bangkit kembali bersama dengan VR.

Lalu jika melihat perkembangannya, AR bisa dikatakan lebih maju dibanding VR. Kok bisa? Salah satu alasannya merujuk pada keterlibatan Apple dan Google. Dua perusahaan yang bertanggung jawab atas dua sistem operasi mobile terlaris itu belum lama memutuskan untuk serius memaksimalkan potensi AR.

ARKit dan ARCore

Ikea Place / Ikea
Ikea Place / Ikea

Buah pemikiran mereka adalah ARKit dan ARCore, yang sederhananya memungkinkan iOS dan Android untuk mendukung teknologi augmented reality secara native, tanpa memerlukan komponen ekstra maupun perangkat khusus.

Sebelum ARKit dan ARCore, Pokemon Go memang sudah bisa berjalan dengan lancar di iOS dan Android. Namun dengan ARKit dan ARCore, penerapan AR dapat lebih dimaksimalkan karena developer aplikasi dan game dapat mengakses beragam fungsinya secara mendalam.

The Machines / Directive Games
The Machines / Directive Games

ARKit pada dasarnya memungkinkan peningkatan kualitas grafik objek virtual yang ditampilkan. Hal ini dikarenakan hampir semua pemrosesan yang dibutuhkan dilakukan oleh prosesor, sehingga pada akhirnya GPU yang tidak tersentuh tersebut bisa dimaksimalkan oleh developer.

ARKit sejatinya memungkinkan developer untuk berfokus pada penyajian konten tanpa perlu memusingkan aspek krusial lain macam tracking, sebab semuanya sudah ditangani oleh ARKit. Ini juga yang menjadi alasan mengapa kursi dan sofa virtual yang disuguhkan aplikasi Ikea Place tampak cukup mendekati aslinya.

ARKit juga menjadi alasan di balik kemunculan game yang sepenuhnya bergantung pada teknologi augmented reality seperti The Machines, atau menjadi pengganti efek animasi rotoscoping secara instan.

Seperti ARKit, ARCore memungkinkan objek virtual tampil dengan pencahayaan yang cukup realistis / Google
Seperti ARKit, ARCore memungkinkan objek virtual tampil dengan pencahayaan yang cukup realistis / Google

ARCore di sisi lain bisa disebut sebagai ARKit versi Android. Google sebelumnya memang sudah punya inisiatif sendiri untuk AR, yakni melalui Project Tango. Namun karena membutuhkan perangkat yang dilengkapi komponen khusus, Tango belum mampu mengatrol popularitas AR.

Lain halnya dengan ARCore, yang dirancang agar bisa berjalan di banyak smartphone yang menjalankan OS Android versi 7.0 Nougat. Premisnya hampir sama seperti ARKit, dimana kapabilitas tracking akan ditangani oleh sistem, dan developer tinggal berkonsentrasi pada konten.

Banyak yang memprediksi ARKit dan ARCore bakal menggerakkan popularitas tren AR ke depannya. Alasannya sederhana saja: keduanya sudah langsung tersedia di jutaan perangkat, sehingga status mainstream yang bakal melekat pada AR sebenarnya hanya tinggal menunggu waktu sesaat saja. VR di sisi lain sulit mengalami nasib yang sama karena konsumen diharuskan membeli perangkat baru.

Masa depan AR

Mira Prism / Mira
Mira Prism / Mira

Dari segi software, AR sebenarnya sudah tergolong sangat matang berkat kehadiran ARKit dan ARCore. Namun dari segi hardware, AR mungkin masih belum menemukan medium yang tepat; memegang smartphone dan mengarahkan kameranya bukan cara yang praktis untuk menikmati AR.

Kacamata atau headset merupakan salah satu solusi yang tengah dikejar banyak pihak. Salah satunya adalah sebuah startup bernama Mira, yang menawarkan AR headset berbasis mobile – macam Gear VR, tapi untuk AR. Tak hanya startup kecil, nama besar seperti Intel pun juga mulai berfokus ke AR, meski sejauh ini apa yang dikerjakannya masih misteri.

Lenovo Mirage / Lenovo
Lenovo Mirage / Lenovo

Di tempat lain, ada Disney yang percaya AR lebih ideal ketimbang VR dalam konteks taman hiburan. Disney bahkan telah bekerja sama dengan Lenovo untuk mengembangkan AR headset spesial yang dirancang untuk para pencinta Star Wars, lengkap dengan motion controller berwujud Lightsaber.

Semua ini bisa mengindikasikan masa depan AR yang cerah. Saya tidak bilang VR bermasa depan suram, hanya saja perkembangannya mungkin tidak akan secepat AR yang lebih mudah diterima dan diadopsi oleh konsumen secara luas berkat akses yang jauh lebih gampang.

Lenovo Resmi Pamerkan Mirage, Headset AR yang Siap Suguhkan Petualangan Star Wars

Berbeda dari virtual reality, banyak produsen percaya bahwa AR sejatinya adalah tipe immersive reality pendukung kegiatan produktif. Faktanya, lewat sejumlah aplikasi mobile, augmented reality sudah lama dimanfaatkan sebagai medium hiburan ringan dan edutainment. Tapi jika dibandingkan dengan VR, konten AR saat ini memang belum terlalu mengesankan.

Itulah alasannya mengapa pengungkapan head-mounted display baru dari Lenovo sangat menarik. Ketika Acer dan HP fokus pada platform Windows Mixed Reality, perusahaan komputer raksasa asal Tiongkok itu diketahui bekerja sama dengan Disney untuk menggarap headset ‘spesialis’ petualangan Star Wars. Namun waktu itu, kita hanya diberikan sebuah video sneak peek singkat.

Lenovo Mirage 4

Lenovo baru mengumumkan resmi headset tersebut di ajang IFA Berlin 2017 kemarin, bersama dengan penyingkapan Moto X4 dan Tab 4 Home Assistant. Dinamai Lenovo Mirage, ia adalah perangkat augmented reality yang sengaja dirancang buat menghidangkan permainan Jedi Challanges – bundel permainan yang memberikan kita kesempatan bertarung melawan tokoh-tokoh villain Star Wars terkenal, menikmati Holo Chess (dimainkan Chewie dan C-3PO di A New Hope) serta game RTS/tower defense.

Unit headset-nya hampir menyerupai HMD-HMD VR standar, dan seperti device sejenis, Mirage menggunakan smartphone untuk menyajikan kontennya, diposisikan di area depan-atas mata. Headset mengandalkan sepasang lensa fish-eye, dan didominiasi oleh visor transparan berbahan Perspex (akrilik), memungkinkan kita tetap bisa melihat keadaan di sekitar.

Lenovo Mirage 2

Walaupun desainnya terlihat biasa saja, Mirage mempunyai field of view yang mengesankan: 60 derajat horisontal serta 33 derajat vertikal, mengalahkan Microsoft HoloLens di 30 derajat horisontal dan 17 derajat vertikal. Lenovo belum menginformasikan daftar smartphone yang optimal untuk menangani Jedi Challenges, namun sudah pasti varian-varian high-end sangat direkomendasikan.

Lenovo Mirage 3

Unit headset tidak bekerja sendirian. Mirage ditemani controller motion berupa replika lightsaber (mirip punya Luke yang ia pakai untuk bertarung melawan Darth Vader) dan sensor. Ketika controller lightsaber dinyalakan, ia akan mengeluarkan suara yang khas. Lalu, sensor bekerja mirip seperti di PlayStation 4, memanfaatkan cahaya buat melacak keberadaan lightsaber dan HMD Mirage.

Lenovo Mirage 1

Berdasarkan pengakuan Trusted Review yang telah menjajalnya, unit demo yang disediakan oleh Lenovo bekerja dengan sangat baik meskipun hanya dipersenjatai Moto Z2. Karakter dan objek permainan memang tampak pixelated; namun gerakan mereka sangat mulus dan betul-betul ‘terkoneksi’ dengan dunia nyata.

Satu set Lenovo Mirage Jedi Challenges rencananya akan tersedia mulai bulan Oktober 2017 nanti, dan Lenovo telah membuka gerbang pre-order. Bundel tersebut dijajakan seharga US$ 200.

Starfighter Assault di Star Wars Battlefront II Janjikan Pertempuran Ruang Angkasa Super-Seru

Jika semua tersaji sesuai janji DICE, Star Wars Battlefront II berpeluang untuk mengobati kekecewaan pemain terhadap game sebelumnya. Lewat sekuel itu, developer mencoba memperbaiki kekeliruan desain gameplay, juga menyempurnakan permainan dengan campaign single-player. Dan kejutan dari DICE buat fans Star Wars tak berhenti sampai di sana.

Selain pertempuran di darat dan udara, Battlefront II kabarnya juga akan menghidangkan konfrontasi di zona nol gravitasi melalui mode Starfighter Assault. Mode ini sempat disebutkan dalam pengumuman jadwal open beta. Dan sesuai janji sebelumnya, DICE akhirnya mengungkap detail mengenainya lebih jauh di Gamescom 2017 kemarin, sembari mengiringinya dengan pelepasan trailer baru.

Deskripsi Starfighter Assault membuat saya membayangkan kombinasi antara X-Wing versus TIE Fighter dengan aksi menegangkan ala Rogue Squadron, mengadu dua kubu dalam pertempuran ‘multi-stage‘. Developer belum menjelaskan maksud dari multi-stage, tapi saya berasumsi bentrokan tersebut disajikan berbarengan dan dapat memengaruhi hasil pertempuran para prajurit di dalam kapal atau stasiun luar angkasa.

Starfighter Assault 3

Masing-masing tim mempunyai misi berbeda (kemungkinan melindungi atau menyerang area/kapal tertentu), dan Anda disuguhkan berbagai jenis pilihan pesawat tempur ruang angkasa Star Wars. Melengkapi tipe-tipe populer semisal X-Wing, TIE Interceptor hingga Y-Wing, Anda juga diberikan kesempatan untuk mengendarai pesawat-pesawat legendaris milik Han Solo (Millennium Falcon), Boba Fett (Slave I), Darth Maul (Scimitar), serta Poe Dameron (Black One).

Starfighter Assault 4

Tiap pesawat terbagi dalam tiga kelas: model pencegat yang mampu melesat cepat, tipe ‘petarung’ seperti TIE Fighter, serta varian pembom (contohnya Y-Wing) yang bisa memberikan kerusakan terbesar bagi kapal-kapal induk dan pengangkut. Tipe interceptor efektif buat mengejar pesawat pembom, namun mereka dapat mudah ditundukkan oleh fighter. Maka dari itu, komposisi tim dan komunikasi menjadi faktor penting penentu kemenangan.

Starfighter Assault 1

Trailer gameplay Starfighter Assault di atas itu sendiri memperlihatkan skenario konfrontasi berbeda, dari mulai penyerangan pada Resurgent Star Destroyer yang dilakukan Armada pemberontak, pertempuran di langit Endor (Return of the Jedi), penyergapan galangan kapal di Fondor, hingga penyerbuan pada Lucrehulk Battleship di era The Clone Wars. Semuanya ini bisa dinikmati dalam Battlefront II.

Star Wars Battlefront II akan dirilis di PC, Xbox One dan PlayStation 4 di tanggal 17 November 2017. Sebelum meluncur, DICE rencananya akan menggelar sesi open beta, dimulai tanggal 4 November.

Sumber: EA.

Bersama Lenovo, Disney Kembangkan Headset AR Buat Sajikan Pengalaman Petualangan Star Wars

Video game punya peran besar dalam menerjemahkan petualangan seru di jagat Star Wars menjadi pengalaman yang bisa dirasakan fans. Kontennya juga pelan-pelan diadaptasi ke virtual reality seiring bertambah populernya teknologi ini. Anda mungkin sempat menjajal Jakku Spy atau Trials on Tatooine. Disney sendiri punya agenda buat menggarap device dan konten yang ‘lebih serius’.

Di acara D23 Expo Los Angeles minggu lalu, Disney mengumumkan telah memulai pengembangan perangkat head-mounted display augmented reality yang dikhususkan untuk menyajikan pengalaman Star Wars. Mereka tidak melakukannya sendirian, proyek tersebut dikerjakan bersama raksasa teknologi asal Beijing, Lenovo. Informasi dari Disney memang masih sangat minim, namun mereka sempat memamerkan satu konten menarik.

Dalam panel Level Up, Disney mengungkap Star Wars: Jedi Challenges, sebuah koleksi mini-game yang mempersilakan kita bermain holochess serta menggunakan lightsaber. Disney men-tease cara menikmatinya melalui video singkat berdurasi 28 detik, yang diiringi satu kalimat narasi: “Awaken your inner Jedi.” Belum bisa dipastikan apakah mereka juga akan menyediakan lightsaber-nya atau tidak.

Jika produk retail-nya sesuai dengan unit sample di video, maka kita akan memperoleh perangkat augmented reality berbasis mobile dipadu visor transparan. Setidaknya, device ditunjang oleh satu unit kamera buat melacak gerakan lightsaber, lalu ia memanfaatkan layar smartphone dipadu rangkaian lensa. Di sana, Disney juga menyampaikan bahwa headset ini perlu ‘didukung perangkat-perangkat bergerak yang kompatibel’.

Jedi Challenges 1

Demo augmented reality tersebut kabarnya akan dipamerkan di gerai Best Buy dalam waktu dekat, tapi belum diketahui kapan tepatnya Jedi Challenges dapat dijajal dan apakah penampilan headset betul-betul menyerupai unit di teaser.

Jedi Challenges 2

Selain augmented reality, Disney juga punya rencana untuk menghidangkan pengalaman Star Wars yang lebih menyeluruh. Metodenya lebih simpel, meskipun kita bisa membayangkan banyaknya teknologi, aset dan modal yang mesti Disney siapkan. Disney berniat mendirikan hotel Star Wars, di mana tiap pengunjung akan diberikan ‘jalan ceritanya’ sendiri.

Hotel tersebut bukan hanya dirancang dengan latar belakang ala struktur/lokasi di Star Wars saja, namun seluruh staf juga akan mendalami peran mereka sebagai tokoh di sana. Berdasarkan info dari Disney, hotel tersebut di-setting agar menyerupai pesawat luar angkasa; dan jika melihat ke luar jendela, Anda akan melihat angkasa penuh bintang dan planet. Untuk sementara, ‘hotel Star Wars’ baru akan disiapkan di Disney World Florida.

Via Gamespot & TechCrunch.

EA Umumkan Jadwal Dimulainya Open Beta Star Wars Battlefront II

Dengan mengadakan open beta sebelum game dirilis, studio berkesempatan menguji kemampuan server sebelum permainan tersedia untuk publik, sekaligus mengembalikan tren ‘mencoba sebelum membeli’ – sempat populer di tahun 90-an lewat versi demo. Saat ini, DICE merupakan salah satu developer yang setia dalam melangsungkan sesi uji coba terbuka.

Dan seperti pada remake Star Wars Battlefront, kita bisa menjajal potongan konten Star Wars Battlefront II lewat periode open beta, yang rencananya akan dimulai di awal bulan Oktober 2017. Electronic Arts mengundang gamer dari segala platform untuk berpartisipasi, dari mulai PlayStation 4, Xbox One dan PC via Origin. Khusus bagi mereka yang melakukan pre-order, gerbang beta terbuka dua hari lebih cepat.

Open beta Star Wars Battlefront II difokuskan pada aspek multiplayer. Di sana, Anda akan diajak berpetualang mengunjungi planet-planet familier hingga tempat terpencil di Outer Rim. Pemain bisa berpartisipasi dalam perang Naboo di mode Galactic Assault – bergabung bersama pasukan clone Republic atau jadi robot perang Separatist untuk memperebutkan istana. Anda juga berkesempatan bermain sebagai hero di periode Perang Clone.

Selain itu, DICE juga sudah menyiapkan kejutan menarik lainnya. Open beta kabarnya menawarkan mode Starfighter Assault. Developer belum memaparkan detailnya, hanya bilang bahwa mode multiplayer ini memperkenankan Anda mengendarai berbagai macam pesawat ruang angkasa di jagat Star Wars. DICE berjanji untuk mengungkap rinciannya lebih jauh di Gamescom 2017 nanti.

Belum lama, developer sempat menyingkap fitur baru bernama Star Cards. Tersaji berupa kartu, Star Cards memungkinkan kita memodifikasi kemampuan karakter maupun hero – membuatnya jadi lebih kuat atau lebih fleksibel – dan Anda dibebaskan menentukan kombinasinya. Semakin sering suatu kelas (atau hero) Anda mainkan, maka akan terbuka semakin banyak opsi kustomisasi. Kemudian, developer juga mengimplementasikan sistem Battle Points, yakni poin yang berguna buat mengakses hero atau kendaraan favorit, serta memanggil bantuan.

Star Wars Battlefront II akan menyajikan pertempuran di tiga era Star Wars berbeda: trilogi orisinal, Perang Clone dan trilogi baru (termasuk The Last Jedi). DICE berjanji untuk menyajikan segala konten pasca-rilis secara gratis – dari mulai hero, kendaraan, senjata hingga map baru.

Masa open beta Star Wars Battlefront II akan dimulai pada tanggal 6 Oktober – atau 4 Oktober jika Anda pre-order – dan akan ditutup di tanggal 9 Oktober 2017. Versi retail-nya sendiri akan dilepas pada tanggal 17 November 2017.

Rumornya, BioWare Sedang Garap Game Star Wars: Knights of the Old Republic Baru

Dirilis hampir 14 tahun silam, Knights of the Old Republic ialah salah satu mahakarya BioWare dan juga ditunjuk fans sebagai permainan Star Wars terbaik sepanjang masa. Game ini melahirkan satu sekuel,dan mendorong developer buat mengembangkan Star Wars: The Old Republic, di-setting 300 tahun setelah permainan pertamanya usai.

BioWare sempat bilang bahwa MMORPG Star Wars: The Old Republic diramu agar menjadi penerus seri ini, ‘merupakan Knights of the Old Republic 3, 4, 5 dan seterusnya’. Sesudah disajikan dengan metode berlangganan, The Old Republic akhirnya dapat dinikmati sebagai permainan free-to-play mulai bulan November 2012. Meski demikian, ternyata ada indikasi BioWare masih punya keinginan untuk menciptakan game ketiganya.

Berdasarkan laporan jurnalis bernama Liam Robertson, BioWare Austin, studio di belakang terciptanya Star Wars: The Old Republic, saat ini sedang berada di tahap awal pengembangan permainan Knights of the Old Republic baru. Informasi ini Robertson peroleh dari informan anonim – pertama kali diungkap dalam podcast  Patreon yang tayang minggu lalu.

Sang jurnalis menjelaskan bahwa tim BioWare Austin diberi kepercayaan buat mengerjakan beberapa permainan Star Wars secara eksklusif. Untuk sekarang, mereka kabarnya sedang menggarap pelanjut atau remake dari Knights of the Old Republic. Robertson belum mengetahui kapan proyek tersebut rampung, tetapi proses pengerjaannya sudah dimulai cukup lama.

Menariknya lagi, proyek tersebut mengalami perubahan. Dari pengakuan Robertson, game awalnya didesain sebagai remake, namun arahannya berubah. Ada kemungkinan permainan tersebut malah diracik jadi sekuel atau malah game Star Wars yang betul-betul baru.

Pendekatan ini cukup logis terkait keputusan Disney mengubah expanded universe menjadi Legends – dan mengklaim semua cerita (termasuk buku novel, komik, dan game) selain film dan hasil publikasi resmi Lucasfilm sebagai kisah non-canon. Dengan begini, developer mempunyai ruang leluasa dalam menciptakan karya orisinal. Upaya me-remake Knights of the Old Republic sendiri tengah dilakukan tim developer indie.

Satu hal lagi yang memperkuat laporan ini adalah tweet  Drew Karpyshyn di tanggal 29 Maret lalu. Karpyshyn ialah senior writer Star Wars: Knights of the Old Republic dan lead writer dari dua game Mass Effect (juga mempunyai peran dalam pengembangan Neverwinter Nights serta Baldur’s Gate II). Menjawab pertanyaan seorang follower, ia mengonfirmasi sedang mengerjakan permainan baru.

Bos Disney Pilih AR Ketimbang VR untuk Digunakan di Taman Hiburan

Kita sudah melihat bagaimana VR mampu menyuguhkan pengalaman menaiki roller coaster yang cukup immersive. Alhasil, muncul ide akan sebuah taman hiburan berbasis VR. Dan pada kenyataannya, sejumlah taman hiburan sudah memanfaatkan VR sebagai pelengkap wahana dan atraksi yang dimilikinya.

Kendati demikian, CEO Walt Disney, Bob Iger, berpendapat berbeda. Menurut beliau, VR justru menawarkan pengalaman yang lebih inferior ketimbang wahana yang sudah ada di suatu taman hiburan. Sebaliknya, yang justru bisa menyempurnakan pengalaman pengunjung adalah augmented reality alias AR.

Wahana berbasis AR ini masih akan mengandalkan sebuah headset khusus, namun tujuannya adalah untuk meleburkan objek-objek virtual ke dunia nyata. Ini juga bukan sekadar konsep belaka, melainkan sudah didemonstrasikan oleh Iger sendiri setiap minggunya di laboratorium penelitian Disney.

Di situ, menurut pengakuannya, Iger mengenakan sebuah headset yang kemudian memungkinkannya untuk menggenggam sebuah Lightsaber, lalu berduel dengan Stormtrooper. Untuk sekarang headset-nya masih berukuran cukup besar, tapi ke depannya ia berharap timnya bisa membuatnya jadi lebih ringan dan nyaman.

Di titik itu, sangat mungkin Disney akan meluncurkan atraksi atau wahana baru berbasis AR di salah satu taman hiburannya. Namun sejauh ini detail lebih lengkapnya baru sebatas spekulasi.

Satu hal yang bisa dipastikan berdasarkan pernyataan Bob Iger tersebut, Disney sama sekali tidak tertarik untuk mengaplikasikan VR di taman hiburannya. Pun begitu, ini tak bisa diartikan Disney tidak tertarik dengan VR karena konteksnya berbeda.

Sumber: LA Times.