The Outer Worlds Tunjukkan Bahwa Tidak Semua Game Harus Di-port ke Nintendo Switch

Dilihat dari sisi teknis, Nintendo Switch memang lebih inferior ketimbang Xbox One maupun PlayStation 4. Namun popularitas dan keunikannya (bisa dimainkan secara handheld atau terhubung ke TV seperti console biasa) pada akhirnya memicu perhatian khusus dari kalangan developer.

Satu demi satu game AAA mulai di-port ke Switch. Dari The Witcher 3, Overwatch sampai Crysis, semuanya ada di Switch terlepas dari performanya yang sebenarnya tidak jauh lebih superior ketimbang smartphone. Berhubung performa Switch terbilang lemah, developer sering kali harus mengoptimalkan game-nya, dan tidak jarang hasil akhirnya adalah kualitas grafik yang cukup buruk pada versi Switch-nya.

Kalau perlu bukti, silakan baca laporan mendetail tim Digital Foundry terkait performa Overwatch di Nintendo Switch. Entah dalam posisi docked atau tidak, performa Overwatch di console handheld itu terbilang buruk. Grafiknya terlihat kabur dan kehilangan banyak detail, dan di saat yang sama, frame rate-nya juga mentok di 30 fps.

Lalu yang menjadi pertanyaan, apakah semua game harus di-port ke Switch? Kalau melihat salah satu game blockbuster terbaru yang berhasil di-port ke Switch, yakni The Outer Worlds, saya rasa jawabannya tidak.

Tampilan The Outer Worlds di Nintendo Switch / Digital Foundry
Tampilan The Outer Worlds di Nintendo Switch / Digital Foundry

Analisis yang dilakukan Digital Foundry menunjukkan bahwa game yang digarap menggunakan Unreal Engine 4 itu berjalan jauh dari kata optimal di Switch. Resolusinya rendah, tekstur terlihat sama sekali tidak tajam, detail grafik sangat minim, dan yang paling parah, permainan terkadang akan terhenti karena aset-aset grafiknya belum selesai dimuat (ibarat menonton YouTube dengan koneksi internet yang lambat).

Saya pribadi sudah menamatkan The Outer Worlds sebanyak dua kali di PC, dan jujur kualitas visual memang bukan aspek terpenting dalam game ini. Yang juara sebenarnya adalah narasi sekaligus cerita di balik masing-masing karakternya, jadi sebenarnya saya tidak terlalu masalah seandainya harus memainkan game ini dengan kualitas grafik yang rendah di Switch dan terkunci di 30 fps, apalagi mengingat permainan RPG seperti ini (atau The Witcher 3) memang cocok dibawa santai.

Namun kalau harus melihat game terhenti demi memuat aset grafik dari waktu ke waktu, mungkin saya akan berhenti bermain dalam tempo dua jam pertama. Lebih parah lagi, waktu loading saat berpindah map-nya juga luar biasa lama (bisa sampai 30 detik sendiri), padahal di game ini kita akan banyak berpindah dari satu planet ke yang lainnya.

Nintendo boleh berbangga banyak developer yang berminat menghadirkan game-nya di Switch. Namun kalau versi porting-nya sejelek ini, saya sebagai konsumen mungkin akan memilih untuk melewatkannya daripada memaksa membeli dan berujung frustrasi.

Via: TweakTown.

Game-Game yang Peluncurannya Tertunda Akibat Pandemi Corona

Karena wabah COVID-19, pemerintah di sejumlah negara telah menurunkan larangan bagi warganya untuk keluar rumah. Dan demi membantu menyetop penyebaran virus, sejumlah layanan hiburan digital seperti Steam dan Epic Store sudah melepas sejumlah game secara gratis. Namun meski hal ini terdengar menyenangkan, pandemi corona tentu memberi dampak negatif terhadap semua hal – termasuk jadwal rilis permainan.

Anda mungkin sudah mendengar soal deretan game yang peluncurannya terpaksa harus diundur akibat kendala logistik – beberapa di antara mereka sangat dinanti. Lewat artikel ini, saya bermaksud untuk merangkum semua judul yang tanggal rilisnya dipastikan tertunda. Saya menduga, jika wabah corona tak juga mereda, daftar ini akan jadi bertambah panjang.

Berdasarkan pengamatan sementara ini, ada (sekitar) tujuh permainan yang telah dikonfirmasi mengalami penundaan. Ini dia:

 

Final Fantasy VII Remake

Sebagai respons tak terkendalinya penyebaran COVID-19, Square Enix melakukan penyesuaian di sisi distribusi agar remake Final Fantasy VII bisa tetap meluncur di tanggal 10 April 2020 – setidaknya untuk edisi digitalnya. Lewat Twitter, developer mengabarkan bahwa akan ada perubahan di segmen retail yang menyebabkan ketersediaan versi fisik permainan di sejumlah negara jadi terlambat.

 

The Last of Us Part II

Sekuel The Last of Us ini boleh dibilang sebagai game yang terkena dampak pandemi corona terparah. Karena Sony dan Naughty Dog bersikeras untuk merilis game di semua wilayah secara berbarengan, The Last of Us Part II akhirnya ditunda hingga waktu yang belum ditentukan. Kabarnya, status pengerjaan permainan saat ini sudah hampir rampung dan developer sedang memperbaiki bug.

 

Marvel’s Iron Man VR

Pengunduran Iron Man VR diumumkan berbarengan dengan The Last of Us Part II. Awalnya, game dijadwalkan buat dilepas pada tanggal 15 Mei, tapi sekarang tidak diketahui kapan ia akan tersedia. Iron Man VR merupakan judul mandiri, seperti Marvel’s Spider-Man, dengan twist virtual reality. Jagatnya terpisah dari permainan Avengers yang sedang digodok Crystal Dynamics dan Eidos Montreal.

 

Minecraft Dungeons

Spin-off game sandbox dan survival populer ini tadinya akan meluncur di bulan April, namun kemudian dimundurkan ke tanggal 26 Mei 2020. Permainan menyajikan gameplay dungeon crawler dengan konten berkonsep randomly-generated, sehingga pengalaman bermain tiap orang akan berbeda. Anda dapat menikmati Minecraft Dungeons bersama tiga orang kawan via mode multiplayer co-op.

 

The Outer Worlds (Switch)

The Outer Worlds ialah salah satu game role-playing terunik di tahun 2019. Setelah tersedia di PC, PS4 dan Xbox One, Obsidian Entertainment membutuhkan waktu beberapa bulan buat mem-porting game ke Nintendo Switch. Dan karena wabah virus corona, developer memilih untuk mengundur waktu pelepasannya dari tanggal 6 Maret ke 5 Juni 2020.

 

Super Smash Bros. Ultimate DLC

Ada beberapa karakter yang rencananya akan Bandai Namco hadirkan di Super Smash Bros. Ultimate lewat downloadable content, tapi penyediaannya terpaksa ditunda. Developer berjanji untuk merilis para fighter baru itu selambat-lambatnya di bulan Desember 2021 – semuanya tergantung situasi.

 

Wasteland 3

Karena COVID-19, penggarapan sekuel dari sekuel RPG taktis legendaris ini mesti dilakukan secara remote, dan kondisi tersebut tentu berdampak pada efektivitas kerja. Dengan anggaran tiga kali lipat dibanding modal pengembangan Wasteland 2, tim inXile berkomitmen untuk menghidangkan konten game sebaik mungkin, dan menarik waktu rilisnya dari 19 Mei ke 28 Agustus 2020.

 

Xbox Series X & Halo Infinite (?)

Microsoft sejauh ini belum mengabarkan perubahan agenda peluncuran Xbox Series X. Console masih dijadwalkan untuk tersedia di ‘musim libur’, dekat penghujung tahun 2020. Tetapi ada indikasi 343 Industries tidak bisa menyelesaikan Halo Infinite sebelum Xbox Series X dilepas, walaupun pengerjaannya turut dibantu oleh studio independen SkyBox Labs.

Via Metacritic.

8 Game Terbaik di Tahun 2019 Versi Yoga Wisesa – Senior Writer DS/Hybrid

Nikmati game-game berkualitas yang Anda sukai, dan waktu akan berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemarin remake Resident Evil 2 meluncur, lalu dunia dikejutkan oleh Apex Legends. Kemudian tak terasa Death Stranding dan Star Wars Jedi: Fallen Order dilepas. Nyatata, momen ini berjarak kurang lebih sembilan bulan. Dan dalam beberapa hari lagi, kita akan mengucapkan selamat tinggal pada 2019.

2019 kembali menjadi tahun istimewa bagi gamer. Selama 12 bulan ini, sejumlah developer menetapkan standar baru penggarapan remake (Resident Evil 2, Crash Team Racing Nitro-Fueled, The Legend of Zelda: Link’s Awakening), studio-studio indie kembali menunjukkan taringnya (Disco Elysium, Manifold Garden), dan kita juga menjadi saksi lahirnya layanan cloud gaming yang ditujukan untuk pasar mainstream (Google Stadia).

Tentu saja, tiap gamer punya pendapat berbeda mengenai 2019 serta permainan-permainan favoritnya sendiri. Perbedaan inilah yang membuat gaming jadi begitu berwarna. Ada cukup banyak game yang sempat saya mainkan di tahun ini, namun delapan judul ini berhasil mencuri perhatian dan waktu saya.

 

8. Gears 5

Saya memang bukanlah penggemar berat seri Gears of War, tapi kehadiran game third-person shooter blockbuster Microsoft ini di Steam sangat saya apresiasi. Di Indonesia, Xbox Game Studios membanderol Gears 5 di harga terjangkau dan mereka yang membelinya akan memperoleh game berkonten lengkap serta pengalaman multiplayer kooperatif split-screen seru – cukup jarang ditemui di platform PC.

 

7. Tom Clancy’s The Division 2

Meski didesain sebagai game co-op, The Division 2 tetap mengesankan ketika dinikmati seorang diri. Massive Entertainment berhasil menciptakan dunia pasca-bencana artistik berlatar belakang kota Washington DC, menyuguhkan aksi baku tembak sengit yang diselingi momen-momen eksplorasi adiktif. Sistem loot dan kustomisasi menjadi kekuatan utama The Division 2 dan hingga kini developer terus meng-update kontennya.

 

6. Star Wars Jedi: Fallen Order

Jedi: Fallen Order mungkin bukanlah penerus seri Jedi Knight seperti yang diharapkan para veteran, namun ia merupakan game single-player Star Wars murni terbaik yang dirilis dalam lima tahun terakhir. Dalam membuatnya, Respawn Entertainment menggabungkan sejumlah elemen permainan populer: desain level khas Metroidvania, sistem pertempuran ala Soulsborne (tepatnya Sekiro), dan eksplorasi mirip Tomb Raider atau Uncharted.

 

5. Metro Exodus

Lewat Exodus, 4A Games mencoba meneruskan kisah petualangan Artyom dengan sedikit berbeda. Developer tetap mempertahankan elemen horor, survival, stealth, dan sistem karma; tapi kali ini, dunia permainan terbuka lebih luas dan pemain dibebaskan untuk menyelesaikan tugas dengan metode yang mereka mau. Metro Exodus juga merupakan salah satu game pertama yang mengadopsi teknologi real-time ray tracing Nvidia.

 

4. The Outer Worlds

Dibanding karya Obsidian sebelumnya, The Outer Worlds terasa lebih ringan dan jenaka. Walaupun demikian, jagatnya merefleksikan banyak hal di dunia nyata: bagaimana jika nasib banyak orang berada di genggaman perusahaan korporat? Developer mengangkat tema ini ke dunia berlatar sci-fi, memperkenankan pemain menjelajahi beragam planet dan stasiun luar angkasa, sembari menciptakan karakter unik sesuai keinginan Anda.

 

3. Control

Selalu ada hal unik yang Remedy Entertainment suguhkan di karya digitalnya, dan Control tak kalah istimewa dari Max Payne dan Quantum Break. Permainan action ini mengombinasikan aksi tembak-menembak menegangkan dengan elemen misteri dan superhero. Control juga menyajikan kejutan menyenangkan: game memberikan penjelasan sekaligus konklusi mengenai kejadian di Alan Wake. Kedua game ternyata di-setting di dunia yang sama.

 

2. Sekiro: Shadows Die Twice

Sekiro membuktikan bahwa formula Soulsborne masih bisa diulik lagi. Game ini meneruskan semangat Dark Souls, namun kita dihidangkan latar belakang fantasi Jepang. Selanjutnya, FromSoftware mengedepankan sistem parry (tangkis) dalam pertarungan, menuntut pemain untuk selalu sigap saat menghadapi lawan. Sekiro memang tak mudah ditaklukkan, tetapi ia adalah salah satu game dengan aksi pertempuran paling memuaskan.

 

1. Resident Evil 2

Remake dari game survival horror yang Capcom luncurkan lebih dari dua dekade silam ini berhasil mengembalikan kengerian teror zombi ke era kejayaannya. Capcom merancang peta secara teliti dan memanfaatkan pencahayaan untuk mengejutkan dan menjaga ketegangan, lalu menyempurnakan pengalaman horor itu dengan desain suara super-apik.

Sukses secara komersial dan mampu mengesankan gamer, Resident Evil 2 membuka jalan bagi pengembangan remake Resident Evil 3. Dari penilaian saya secara pribadi, Resident Evil 2 ialah game terbaik di 2019.

Game-game lain di tahun 2019 yang saya mainkan dan saya saranan agar Anda juga mencobanya: Devil May Cry 5, Total War: Three Kingdoms, Apex Legends, Red Dead Redemption 2 (PC).

Ini Dia Permainan-Permainan Finalis The Game Awards 2019

Jurnalis Geoff Keighley memutuskan untuk menciptakan The Game Awards karena acaranya yang sebelumnya ia tangani – Spike Video Game Awards – lama-lama lebih bersifat komersial. The Game Awards dilangsungkan sejak 2014, dan jumlah pemirsanya terus bertambah di tahun-tahun berikutnya. Dan sesuai tradisi, seremoni The Game Awards tahun ini akan digelar di bulan Desember besok.

Menjelang momen seremoni, sudah jadi kebiasaan bagi penyelenggara untuk mengumumkan daftar permainan yang berpeluang merebut gelar-gelar paling bergengsi. Namun tak cuma game, The Game Awards juga menganugerahkan penghargaan pada sosok-sosok yang berkontribusi besar bagi industri. Pemenang nantinya dipilih oleh komite juri, tapi The Game Awards juga mempersilakan para gamer buat memilih langsung permainan-permainan favorit mereka.

The Game Awards 2019 1

Nominasi The Game Awards 2019 terbagi dalam 29 kategori, tapi seperti yang saya bilang sebelumnya, tak semuanya merupakan judul permainan. Ada juga aktor/aktris, kreator konten, tim, hingga pemain esports dengan prestasi yang istimewa. Daftar lengkapnya bisa Anda simak di bawah:

 

Game of the Year

  • Control
  • Death Stranding
  • Resident Evil 2
  • Sekiro: Shadows Die Twice
  • Super Smash Bros. Ultimate
  • The Outer Worlds

 

Action Game

  • Apex Legends
  • Astral Chain
  • Call of Duty: Modern Warfare
  • Devil May Cry 5
  • Gears 5
  • Metro Exodus

 

Action/Adventure Game

  • Borderlands 3
  • Control
  • Death Stranding
  • Resident Evil 2
  • The Legend of Zelda: Link’s Awakening
  • Sekiro: Shadows Die Twice

 

Art Direction

  • Control
  • Death Stranding
  • Gris
  • Sayonara Wild Hearts
  • Sekiro: Shadows Die Twice
  • The Legend of Zelda: Link’s Awakening

 

Audio Design

  • Call of Duty: Modern Warfare
  • Control
  • Death Stranding
  • Gears 5
  • Resident Evil 2
  • Sekiro: Shadows Die Twice

 

Community Support

  • Apex Legends
  • Destiny 2
  • Final Fantasy XIV
  • Fortnite
  • Tom Clancy’s Rainbow Six Siege

 

Family Game

  • Luigi’s Mansion 3
  • Ring Fit Adventure
  • Super Mario Maker 2
  • Super Smash Bros. Ultimate
  • Yoshi’s Crafted World

 

Fighting Game

  • Dead or Alive 6
  • Jump Force
  • Mortal Kombat 11
  • Samurai Shodown
  • Super Smash Bros. Ultimate

 

Fresh Indie Game

  • ZA/UM
  • Nomada Studio
  • Deadtoast Entertainment
  • Mobius Digital
  • Mega Crit
  • House House

 

Game Direction

  • Control
  • Death Stranding
  • Resident Evil 2
  • Sekiro: Shadows Die Twice
  • Outer Wilds

 

Games For Impact

  • Concrete Genie
  • Gris
  • Kind Words
  • Life Is Strange 2
  • Sea of Solitude

 

Independent Game

  • Baba Is You
  • Disco Elysium
  • Katana Zero
  • Outer Wilds
  • Untitled Goose Game

 

Mobile Game

  • Call of Duty: Mobile
  • Grindstone
  • Sayonara Wild Hearts
  • Sky: Children of Light
  • What the Golf?

 

Multiplayer Game

  • Apex Legends
  • Borderlands 3
  • Call of Duty: Modern Warfare
  • Tetris 99
  • Tom Clancy’s The Division 2

 

Narrative

  • A Plague Tale: Innocence
  • Control
  • Death Stranding
  • Disco Elysium
  • The Outer Worlds

 

Ongoing Game

  • Apex Legends
  • Destiny 2
  • Final Fantasy XIV
  • Fortnite
  • Tom Clancy’s Rainbow Six Siege

 

Performance

  • Ashly Burch (The Outer Worlds)
  • Courtney Hope (Control)
  • Laura Bailey (Gears 5)
  • Mads Mikkelsen (Death Stranding)
  • Matthew Porretta (Control)
  • Norman Reedus (Death Stranding)

 

Role-Playing Game

  • Disco Elysium
  • Final Fantasy XIV
  • Kingdom Hearts III
  • Monster Hunter World: Iceborne
  • The Outer Worlds

 

Score & Music

  • Cadence of Hyrule
  • Death Stranding
  • Devil May Cry 5
  • Kingdom Hearts III
  • Sayonara Wild Hearts

 

Sports/Racing Game

  • Crash Team Racing Nitro-Fueled
  • Dirt Rally 2.0
  • Efootball Pro Evolution Soccer 2020
  • F1 2019
  • FIFA 20

 

Strategy Game

  • Age of Wonders: Planetfall
  • ANNO 1800
  • Fire Emblem: Three Houses
  • Total War: Three Kingdoms
  • Tropico 6
  • Wargroove

 

VR/AR Game

  • Asgard’s Wrath
  • Blood & Truth
  • Beat Saber
  • No Man’s Sky
  • Trover Saves the Universe

 

Esports Game of the Year

  • Counter-Strike: Global Offensive
  • Dota 2
  • Fortnite
  • League of Legends
  • Overwatch

 

Content Creator of the Year

  • Jack ‘Courage’ Dunlop
  • Benjamin ‘ Dr. Lupo’ Lupo
  • Soleil ‘Ewok’ Wheeler
  • David ‘Grefg’ Martinez
  • Michael ‘Shroud’ Grzesiek

 

Esports Coach

  • Eric ‘Arden’ Hoag
  • Nu-Ri ‘Cain’ Jang
  • Fabian ‘Grabbz’ Lohmann
  • Kim ‘Kkoma’ Jeong-Gyun
  • Titouan ‘Sockshka’ Merloz
  • Danny ‘Zonic’ Sorensen

 

Esports Host

  • Eefje ‘Sjokz’ Depoortere
  • Alex ‘Machine’ Richardson
  • Paul ‘ Redeye’ Chaloner
  • Alex ‘Goldenboy’ Mendez
  • Duan ‘Candice’ Yu-Shuang

 

Esports Player

  • Kyle ‘Bugha’ Giersdorf
  • Lee ‘Faker’ Sang-Hyeok
  • Luka ‘Perkz’ Perkovic
  • Oleksandr ‘S1mple’ Kostyliev
  • Jay ‘Sinatraa’ Won

 

Esports Team

  • Astralis
  • G2 Esports
  • OG
  • San Francisco Shock
  • Team Liquid

 

Esports Event

  • 2019 Overwatch League Grand Finals
  • EVO 2019
  • Fortnite World Cup
  • IEM Katowice 2019
  • League of Legends World Championship 2019
  • The International 2019

The Game Awards 2019 2

Ada 107 permainan yang ada di daftar finalis The Game Awards 2019, dan jika diteliti lebih jauh, Death Stranding tampak mendominasi dengan masuk ke delapan kategori nominasi berbeda, disusul oleh Control (tujuh nominasi), lalu diikuti oleh Sekiro: Shadows Die Twice (lima nominasi), serta Resident Evil 2 dan The Outer Worlds (masing-masing empat nominasi). Untuk Game of the Year, saya pribadi menjagokan remake Resident Evil 2 dan Sekiro. Dua game tersebut merupakan favorit saya di tahun ini.

Para pemenang rencananya akan diumumkan di tanggal 12 Desember 2019 melalui acara seremoni yang dilangsungkan di Microsoft Theater, Los Angeles.

The Game Awards 2019 3

Trailer Terbaru The Outer Worlds Semakin Tonjolkan Prinsip Kebebasan dalam Bermain

Fallout: New Vegas punya tempat spesial di hati para penggemar seri Fallout. Selain memperbaiki sejumlah mekanisme buruk Fallout 3 (utamanya mekanisme dalam membidikkan senjata), New Vegas juga menunjukkan bahwa keputusan yang diambil masing-masing pemain bisa banyak berpengaruh terhadap progress permainan, dan ini juga yang pada akhirnya menjadi salah satu elemen unggulan Fallout 4.

New Vegas merupakan karya Obsidian Entertainment, perusahaan yang didirikan oleh eks tim Black Isle Studios, yang sendirinya merupakan pencipta Fallout dan Fallout 2, sebelum franchise tersebut akhirnya dibeli oleh Bethesda. Itulah mengapa ketika Obsidian mengumumkan sebuah RPG baru berdasarkan IP (intellectual property) yang benar-benar gres di akhir tahun kemarin, banyak gamer yang melompat kegirangan.

The Outer Worlds

RPG yang dimaksud adalah The Outer Worlds, yang kalau dilihat dari announcement trailer-nya, terkesan seperti Fallout: New Vegas dengan engine baru (Unreal 4) dan setting antariksa. Juga ditonjolkan pada trailer-nya adalah bagaimana pemain bakal dibebaskan untuk menentukan arah permainannya sendiri.

Prinsip kebebasan ini semakin menguat setelah menonton trailer terbarunya di bawah. Pemain pada dasarnya diberi kebebasan untuk menentukan peran karakternya di dunia The Outer Worlds. Peran baik atau jahat semuanya tergantung masing-masing pemain, dan game ini akan berusaha sebisa mungkin untuk tidak menilai kita benar atau salah.

The Outer Worlds

The Outer Worlds pada dasarnya bisa kita anggap sebagai hasil kawin silang antara Fallout dan Mass Effect. Mereka yang pernah memainkan seri Mass Effect pasti tahu bagaimana game tersebut banyak bergantung pada pilihan para pemain berikut konsekuensinya, dan di game ini pun juga bakal demikian. Di sisi lain, banyaknya unsur komedi di setting luar angkasa juga mengingatkan saya terhadap seri Borderlands.

Game ini akan dirilis tidak lama lagi, 25 Oktober 2019 di platform PlayStation 4, Xbox One, dan PC, kemudian menyusul ke Nintendo Switch pada tanggal yang belum ditentukan. Di PC, spesifikasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.

Minimum

  • CPU: Intel Core i3-3225 atau AMD Phenom II X6 1100T
  • RAM: 4 GB
  • GPU: Nvidia GeForce GTX 650 Ti atau AMD Radeon HD 7850
  • HDD: 40 GB
  • OS: Windows 7 (SP1) 64-bit

Recommended

  • CPU: Intel Core i7-7700K atau AMD Ryzen 5 1600
  • RAM: 8 GB
  • GPU: Nvidia GeForce GTX 1060 6 GB atau AMD Radeon RX 470
  • HDD: 40 GB
  • OS: Windows 10 64-bit

Sumber: GamesRadar.

Sederet Game Blockbuster dan PlayStation Kini Jadi Judul Eksklusif Epic Games Store

Di momen peluncuran Epic Games Store, CEO Tim Sweeney sempat menyampaikan bahwa platform distribusi mereka itu tidak diciptakan untuk menyaingi Steam. Tapi kenyataannya, kompetisi tak bisa dihindari. Porsi pembagian keuntungan yang menggiurkan pertama-tama mendorong developer indie untuk bermigrasi. Lalu tak lama, studio-studio besar tergoda buat melakukan kesepakatan eksklusif dengan Epic.

Alhasil, game-game kelas berat seperti Metro Exodus dan The Division 2      sementara ini cuma bisa dibeli di Epic Games Store. Dan dalam waktu dekat Jumlahnya dipastikan akan bertambah banyak setelah perusahaan melakukan pengumuman besar di Game Developers Conference minggu ini. Epic mengabarkan bahwa ada sederet judul blockbuster lain yang dijadwalkan buat meluncur di layanan mereka, termasuk sejumlah permainan buatan Quantic Dream yang dahulu cuma tersedia di PlayStation.

Jangan tanya bagaimana mereka bisa merayu studio asal Perancis itu, namun hal ini merupakan kabar gembira bagi gamer PC dan – dilihat dari perspektif lebih luas – sebuah langkah strategis brilian Epic Games untuk menghimpun lebih banyak konsumen. Ada tiga game Quantic Dream yang nantinya bisa dinikmati via Epic Games Store, dua di antaranya adalah judul console last-gen Sony, yaitu Beyond: Two Souls, Heavy Rain, dan Detroit: Become Human. Betul sekali, Anda tak perlu membeli PS4 untuk memainkan Detroit.

Selain kreasi Quantic Dream, setidaknya ada dua permainan ‘most wanted‘ di 2019 yang rencananya hanya bisa diakses dari Epic Store, yakni game action-adventure baru karya tim pencipta Max Payne, Control; dan RPG fiksi ilmiah first-person buatan Obsidian, The Outer Worlds. Daftarnya tidak berhenti sampai di sana. Akan ada Afterparty (buatan talenta di belakang Oxenfree), Ancestors: The Human Odyssey, The Cycle, Industries of Titan, Kine, Journey to the Savage Planet dan Trover Saves di Universe.

Kejutan masih belum berhenti. The Sinking City dan Dangerous Driving turut bergabung di Epic Games Store dan bisa di-pre-order. Selanjutnya, sang penyedia layanan telah resmi meluncurkaan Roller Coaster Tycoon Adventures dan Satisfactory.

Kita tahu bahwa Epic Games melalui tahun 2018 dengan sangat sukses. Di tahun itu, mereka kabarnya meraup keuntungan sebesar US$ 3 miliar, dan perusahaan diestimasi memiliki nilai US$ 15 miliar. Tak sulit ditebak, keberhasilan Epic mendorong mereka untuk melakukan manuver-manuver agresif, seperti melakukan perjanjian dengan publisher/developer third-party serta menerapkan program bagi-bagi game gratis secara konsisten.

Saya sempat mendengar keluhan sejumlah rekan gamer pengguna Steam terkait kehadiran game secara eksklusif di Epic Store. Namun saya pribadi berpendapat, kompetisi ialah hal positif buat konsumen. Dengan munculnya penantang, Steam akan terdorong untuk terus menyempurnakan plaform-nya dan cara mereka ‘melayani’ developer.

Sumber: Epic Games.