Fortnite dan TikTok Gelar #EmoteRoyaleContest

Fortnite dan TikTok mengumumkan kerja sama mereka untuk menjalankan event #EmoteRoyaleContest. Sebelumnya, Fortnite sudah beberapa kali membuat hal serupa seperti #BoogieDown Contest. #BoogieDown mempersilakan para peserta untuk mendaftarkan video mereka ke Facebook, Instagram dan Twitter. Melihat antusiasme penggemar Fortnite, TikTok berusaha untuk memanfaatkan hal tersebut dengan memindahkan kontes tersebut ke platform mereka. Kerja sama ini memang tidak mengherankan, mengingat baik TikTok dan Fortnite punya pasar yang sama-sama besar.

Peserta #EmoteRoyaleContent diharuskan untuk membuat akun TikTok dan mengunggah video tarian mereka ke TikTok. Jangan lupa juga untuk menyertakan #EmoteRoyaleContent di judul videonya. Ada beberapa peraturan yang dibuat oleh Epic Games untuk peserta yang ingin mengikuti kontes ini. Beberapa di antaranya adalah, peserta harus berumur di atas 13 tahun. Peserta juga diwajibkan untuk menggunakan lagu-lagu yang sudah disediakan oleh Epic Games. Pendaftaran peserta akan ditutup pada tanggal 24 Januari 2020. Yang spektakuler adalah, pemenang kontes tersebut berhak mengabadikan tariannya menjadi salah satu emote di game Fortnite.

Melalui website Fortnite, Streamer Imane “Pokimane” Anys dan Jordan Fisher memberikan contoh video yang harus diunggah oleh para peserta. Di video tersebut, tarian Pokimane dan Jordan sudah dijadikan emote oleh Fortnite. Sehingga para peserta mendapat gambaran seperti apa nantinya apabila tarian mereka dijadikan sebuah emote di Fortnite.

Fortnite memang dekat sekali dengan tarian. Fortnite membuat Floss Dance populer di tahun 2018 kemarin. Floss Dance awalnya adalah tarian yang dibuat oleh seorang anak laki-laki di panggung saat Katy Perry melakukan konser pada acara Saturday Night Life. Floss Dance bisa seterkenal ini karena viral di kalangan anak sekolah yang bermain Fortnite.

Perusahaan Induk TikTok Mau Buat Divisi Gaming, Siap Saingi Tencent?

Total pendapatan industri mobile game di Tiongkok akan mencapai hampir US$20 miliar pada 2020, menurut laporan Statista. Sementara menurut App Annie, pada tahun lalu, mobile game berkontribusi 72 persen dari total belanja konsumen di perangkat mobile. Ini menunjukkan betapa menggiurkannya pasar mobile game. Tidak heran jika ByteDance, perusahaan induk TikTok, dilaporkan berencana untuk membuat divisi game agar bisa masuk ke pasar mobile game.

Selama ini, pasar mobile game di Tiongkok dikuasai oleh Tencent, yang memiliki tiga game mobile multiplayer paling populer di dunia yaitu PUBG Mobile, Call of Duty: Mobile, dan Arena of Valor, yang di Tiongkok dikenal dengan nama Honour of Kings. Ketiga game ini memiliki model bisnis yang sama: game bisa dimainkan dengan gratis, tapi pemain juga bisa melakukan pembelian dalam game, yang terbukti memberikan pendapatan yang tidak kecil. ByteDance ingin melakukan hal yang sama.

Beberapa tahun belakangan, ByteDance memang telah mengeluarkan game-game kasual yang dipopulerkan melalui TikTok. Biasanya, pendapatan dari game kasual tersebut berasal dari iklan. Sekarang, ByteDance ingin menyelam lebih dalam ke pasar mobile game. Mereka tak lagi menargetkan gamer kasual, tapi hardcore gamer yang rela menghabiskan uang demi mendapatkan senjata, karakter, atau item kosmetik dalam game.

Selama ini, Tencent mendominasi pasar mobile gaming di Tiongkok. Namun, ByteDance berpotensi menggoyahkan status quo tersebut. Selain TikTok — yang di Tiongkok memiliki nama Douyin — ByteDance juga memiliki aplikasi agregator berita, Toutiao. Aplikasi tersebut merupakan salah satu channel utama yang digunakan oleh game publisher Tiongkok untuk mendapatkan pemain baru. Sebanyak 63 persen game publisher memasang iklan di aplikasi aggregator berita tersebut, menurut perusahaan riset asal Guangzhou, App Growing.

Pertumbuhan durasi waktu penggunaan TikTok. | Sumber: App Annie via Bloomberg
Pertumbuhan durasi waktu penggunaan TikTok. | Sumber: App Annie via Bloomberg

Popularitas TikTok juga terus naik. Pada 2019, total durasi waktu yang dihabiskan di TikTok naik tiga kali lipat menjadi 8,8 miliar jam. Indonesia menjadi salah satu negara yang mendorong pertumbuhan durasi menonton di TikTok. Pertumbuhan durasi penggunaan TikTok di Indonesia mencapai lebih dari 500 persen. Selain itu, selama ini, ByteDance sukses untuk bertahan, mandiri dari pengaruh dua konglomerasi Tiongkok, Tencent dan Alibaba Group.

“ByteDance telah mendominasi pasar aplikasi video pendek dengan total pengguna lebih dari satu miliar orang. Sekarang, ByteDance berencana membuat studio game dengan mengakusisi talenta dan developer game berpengalaman,” kata Daniel Ahmad, analis dari perusahaan riset gaming yang fokus di Asia, Niko Partners, menurut laporan Bloomberg. “ByteDance memiliki audiens yang banyak di dunia dan mereka juga telah berinvestasi di industri gaming, dua hal ini memungkinkan ByteDance untuk mendisrupsi pasar gaming pada tahun ini.”

ByteDance memang tidak memiliki pengalaman dalam industri game. Karena itu, mereka membajak staf veteran dari pesaing mereka, ungkap narasumber Bloomberg yang tak mau disebutkan namanya karena rencana ini bersifat rahasia. Salah satu tim dari divisi gaming ByteDance dipimpin oleh Wang Kuiwu, yang pernah bekerja di Perfect World, developer game besar dan juga penyelenggara turnamen esports di Tiongkok. Sementara divisi gaming ini akan dibawahi oleh Chief Strategy and Investment ByteDance, Yan Shou. Divisi tersebut terpisah dari divisi yang membuat game kasual.

TikTok bisa jadi alat bagi ByteDance untuk mempromosikan game mereka. | Sumber: Hindustan Times
TikTok bisa jadi alat bagi ByteDance untuk mempromosikan game mereka. | Sumber: Hindustan Times

Selain menarik staf veteran dari para pesaingnya, ByteDance juga membuka lowongan pekerjaan untuk staf marketing dan publishing di luar Tiongkok. Dalam salah satu lowongan pekerjaan yang dibuat oleh ByteDance, mereka menyebutkan bahwa mereka mencari orang-orang yang dapat bekerja dengan influencer dan menggunakan platform internal untuk mempromosikan game. Mereka juga membuka belasan lowongan pekerjaan terkait game, mulai dari manajer produk sampai desainer karakter 3D dengan lokasi di Beijing, Shanghai, dan Shenzhen.

Tak berhenti sampai di situ, ByteDance juga mengakuisisi game studio secara langsung. Dalam satu tahun belakangan, dua studio yang telah mereka beli adalah Mokun Digital Technology dan Levelup.ai. Mereka juga berhasil menarik tim utama dari Pangu Game, yang ada di bawah NetEase, perusahaan gaming terbesar kedua di Tiongkok. Mereka melakukan itu setelah NetEase membatalkan proyek-proyek yang tengah dikembangkan Pangu Game.

Rencananya, dua game pertama dari ByteDance akan dirilis pada musim semi ini. Mereka tidak hanya menargetkan para pemain di Tiongkok, tapi juga di seluruh dunia. Game pertama ByteDance akan menjadi game multiplayer dengan genre fantasi khas Tiongkok. Memang, Pangu memiliki pengalaman dalam membuat game seperti itu. Pada 2017, Pangu merilis game RPG untuk PC bernama Revelation Online. Dalam game itu, pemain bermain harus mengalahkan berbagai hewan mitologi Tiongkok.

Revelation Online dari Pangu Games. | Sumber: Duniaku
Revelation Online dari Pangu Games. | Sumber: Duniaku

 

Gaming adalah industri strategis bagi perusahaan teknologi di Tiongkok karena game bisa memberikan pendapatan besar berkat pemain yang banyak,” kata Ahmad. “Namun, walau ByteDance mungkin dapat membuat game-game populer untuk pasar Tiongkok, kami percaya, mereka akan tetap kesulitan untuk menantang Tencent.”

Tencent tidak hanya memiliki tiga game mobile populer, mereka juga memiliki lebih dari satu miliar pengguna pada aplikasi WeChat mereka. Dalam aplikasi itu, mereka juga menyediakan alat pembayaran. Tak hanya itu, Tencent juga memiliki hubungan dekat dengan regulator di Tiongkok, yang pada 2018 mulai membatasi jumlah dan jenis game yang dirilis di negara tersebut dalam rangka untuk mengatasi kecanduan game.

Hanya saja, melalui TikTok/Douyin, ByteDance telah memenangkan hati para remaja. Mereka bisa menggunakan platform video pendek mereka untuk mendorong penggunanya memainkan game buatan mereka. Strategi ini serupa dengan yang Tencent lakukan belasan tahun lalu. Ketika itu, Tencent memanfaatkan luasnya jangkauan platform media sosial mereka untuk masuk ke pasar gaming. Namun, ByteDance masih harus membuktikan bahwa mereka bisa mengeksekusi strategi ini dengan sukses.

Sumber header: ByteDance via TechInAsia

Strategi TikTok Mengembangkan Ekosistem dan Bisnis di Indonesia

Memasuki akhir tahun 2019, platform distributor konten asal Tiongkok TikTok menjabarkan sejumlah pencapaian di Indonesia. Platform yang enggan disebut sebagai media sosial ini, hingga akhir tahun 2019 mengklaim telah banyak digunakan oleh kreator konten dari gen-z, milenial, hingga pemerintahan. TikTok telah tersedia di lebih dari 150 negara dalam 75 bahasa.

Kepada media Head of Content & User Operations TikTok Indonesia Angga Anugrah Putra mengungkapkan, platformnya sudah mulai banyak dilirik oleh Kementrian hingga dinas pariwisata di Indonesia untuk mempromosikan kegiatan hingga melakukan interaksi dengan masyarakat umum.

“Saat ini kami melihat kreator konten bukan hanya dari gen-z dan milenial saja, namun media hingga pemerintahan sudah mulai banyak menggunakan TikTok. Kami melihat ke depannya akan lebih banyak lagi pihak terkait yang bakal memanfaatkan TikTok.”

Meskipun di awal peluncuran di Indonesia TikTok lebih banyak menghadirkan konten hiburan dan permainan saja, namun saat ini sudah mulai digunakan oleh kreator konten untuk membagikan ilmu atau pengetahuan seperti belajar bahasa asing, kelas khusus hingga tips dan tata cara yang dibagikan oleh pakarnya yang tergabung dalam kanal TikTok for Good.

Tren ini menurut Angga cukup meningkat, menjadikan TikTok sebagai platform “Go-To” untuk belajar online. Dengan durasi singkat 15-60 detik, mampu menarik perhatian pengguna untuk melihat konten edukasi, fesyen, travel dan gaya hidup.

“Sudah banyak konten kreator yang membuka kelas melalui platform TikTok. Mulai dari cara tepat olah raga hingga belajar bahasa Jepang. Kami harapkan ke depannya akan makin banyak lagi konten kreator yang fokus kepada edukasi untuk pengguna,” kata Angga.

Strategi komersial

Ilustrasi kreator konten Tik Tok / Pexels
Ilustrasi kreator konten TikTok / Pexels

Sebagai platform yang menerapkan teknologi artificial inteligence (AI), TikTok memiliki beberapa filter hingga kurasi lagu pilihan yang statusnya legal dan bisa digunakan oleh pengguna secara bebas. Sepanjang tahun 2019, TikTok mencatat beberapa efek popular pengguna, di antaranya adalah TikTok Moji dan Anti Lemes adalah efek yang paling populer di Indonesia.

Disinggung berapa jumlah kreator konten dan pengguna TikTok hingga saat ini di Indonesia, Angga enggan menyebutkan lebih lanjut. Namun bisa dipastikan jumlahnya terus bertambah di seluruh Indonesia.

“Fokus kami adalah mengembangkan ekosistem dan menghadirkan konten yang beragam. Kami juga ingin memperluas kemitraan dengan pihak terkait untuk bisa menggunakan TikTok sebagai platform promosi hingga kreator konten untuk kepentingan pemasaran,” kata Angga.

TBeberapa layanan e-commerce hingga korporasi besar juga terlihat sudah melakukan kegiatan pemasaran dan memasang iklan di platform TikTok yang akan langsung terlihat di feed pengguna.

Model bisnis yang diterapkan oleh TikTok tidak melakukan monetisasi dari kreator konten. Untuk iklan juga tidak ditempatkan panjang di awal konten video, karena akan merusak pengalaman pengguna.

Dijelaskan lebih lanjut, jika brand tertarik untuk melakukan kegiatan pemasaran bisa mengajak kreator konten pilihan yang direkomendasikan oleh TikTok atau pihak pengiklan untuk membuat konten yang menarik.

Konsep ini tentunya berbeda dengan YouTube yang mengandalkan jumlah view agar kreator konten bisa menghasilkan uang dari konten yang mereka ciptakan. Sementara di TikTok, jumlah pengikut dari kreator konten tidak akan mempengaruhi jumlah video konten yang mereka ciptakan.

“Salah satu cara agar proses tersebut dapat tercipta adalah dengan algoritma yang kami terapkan. Sehingga pengguna tidak akan terganggu dengan iklan, dan semua view tidak mempengaruhi profil dari kreator konten tersebut,” kata Angga.

Disinggung apakah tahun 2020 mendatang TikTok akan semakin agresif melancarkan monetisasi, Angga enggan untuk menyebutkan lebih lanjut. Namun dengan ditempatkannya tim lokal di Indonesia dan mengklaim terus bertambah jumlahnya, rencana tersebut tentunya sudah menjadi bagian dari perusahaan.

“Kami optimis dengan pertumbuhan tren video singkat di pasar, dan semakin banyak orang Indonesia yang bukan hanya bisa mengekspresikan diri mereka, tapi juga terinspirasi dari komunitas kreator TikTok di seluruh dunia,” kata Angga.

Rencana meluncurkan aplikasi streaming musik “Resso”

Beberapa waktu yang lalu TikTok dikabarkan segera merilis aplikasi streaming musik. Menurut laporan dari Financial Times, aplikasi tersebut akan dirilis pada bulan Desember. Indonesia, India, dan Brazil menjadi tiga negara pertama yang bakal menjajalnya.

Disinggung apakah aplikasi tersebut sudah siap diluncurkan di Indonesia dalam waktu dekat, Angga enggan untuk menjawab lebih lanjut. Aplikasi bernama Resso tersebut nantinya tidak hanya sekadar berfungsi sebagai aplikasi streaming musik. ByteDance akan menambah unsur video yang terdiri dari klip video pendek, mungkin bersumber dari TikTok. Pengguna dapat menyinkronkan ke lagu ke klip tersebut saat mendengarkan lagu.

Application Information Will Show Up Here

Induk Usaha TikTok Dikabarkan Buat Aplikasi Streaming Musik, Bakal Rilis Perdana di Indonesia

ByteDance, induk usaha aplikasi video pendek TikTok, dikabarkan akan segera merilis aplikasi streaming musik. Menurut laporan dari Financial Times, aplikasi tersebut dikabarkan akan dirilis pada bulan depan. Indonesia, India, dan Brazil menjadi tiga negara pertama yang bakal menjajalnya.

Pada saat yang bersamaan, pihak ByteDance disebutkan sedang dalam pembicaraan dengan label musik besar seperti Universal Music, Sony Music, dan Warner Music; untuk kesepakatan lisensi global memasukkan lagu-lagu mereka pada aplikasi yang bakal dirilis tersebut.

Menurut Techradar, tidak hanya sekadar berfungsi sebagai aplikasi streaming musik, ByteDance akan menambah unsur video yang terdiri dari klip video pendek, mungkin bersumber dari TikTok. Pengguna dapat menyinkronkan ke lagu ke klip tersebut saat mendengarkan lagu.

Fitur ini bisa menjadi indikasi bahwa ada unsur TikTok yang bakal dibawa ke dalam aplikasi teranyar tersebut. TikTok juga memiliki fitur yang memungkinkan pengguna untuk merekam video lip-sync.

Aplikasi ini belum memiliki nama. Namun dipastikan harga berlangganan yang ditawarkan bakal di bawah $10 (sekitar Rp140 ribu) per bulan, lebih murah dari harga Spotify dan Apple Music di Amerika Serikat.

TikTok bukan nama asing buat pengguna internet milenial Indonesia. Platform ini dapat diakses di 150 negara, didukung oleh 75 bahasa dan kantor cabangnya tersebar di 50 lokasi di seluruh dunia.

Aplikasi ini sudah diunduh lebih dari 1 miliar kali di seluruh dunia. Rekor unduhannya berhasil mengalahkan PUBG Mobile, WhatsApp, hingga Instagram. Diklaim pengguna terbesar TikTok ada di India, mencapai lebih dari 180 juta pengguna.

Makanya, wajar bila India termasuk ke dalam urutan pertama yang bakal menjajal lebih dulu. Sementara, Indonesia juga termasuk pasar potensial karena memiliki penduduk terpadat keempat di dunia dan pengguna internet tercepat di Asia Tenggara.

Baru-baru ini, YouTube Music meresmikan kehadirannya di Indonesia, setelah tersedia di lebih dari 50 negara sedunia. Sebenarnya aplikasi ini bisa diakses secara gratis, namun disediakan versi berlangganan dengan berbagai fitur tambahan.

Biayanya mulai dari Rp49 ribu per bulan. YouTube menyebut ada lebih dari 1 miliar pencinta musik yang mengakses platformnya tiap bulan. Ada lebih dari 2 juta artis di dunia yang memasarkan karyanya lewat YouTube.

Kehadiran YouTube Musik, lalu ByteDance, tentunya akan membuat persaingan aplikasi streaming musik di Indonesia makin ketat ke depannya. Tahun lalu, DailySocial pernah membuat riset terkait hal ini. Disebutkan aplikasi berbayar yang paling populer dipakai adalah Joox, disusul Spotify, LangitMusik, SoundCloud, dan Apple Music.

Application Information Will Show Up Here

Instagram Siap Saingi TikTok Lewat Fitur Reels

Tiga tahun lalu, Instagram ‘mencuri’ fitur andalan Snapchat dan menyulapnya menjadi Stories. Stories terbukti merupakan salah satu keberhasilan terbesar Instagram; per Januari 2019 kemarin, tercatat ada sekitar 500 juta pengguna aktif Instagram Stories setiap harinya.

Kesimpulan yang bisa diambil dari kisah sukses Instagram Stories pada dasarnya adalah, mencomot keunggulan kompetitor bukanlah hal yang buruk asalkan dieksekusi secara tepat. Instagram pun tampaknya ingin mengulang keberhasilan tersebut, akan tetapi target yang diincar kali ini adalah TikTok.

Mereka baru saja meluncurkan fitur bernama Reels, yang memungkinkan pengguna untuk membuat video musik berdurasi 15 detik dan membagikannya ke Stories (atau Close Friends bagi yang masih malu-malu). Video yang dibagikan ke publik punya potensi untuk menjadi viral berkat segmen baru berlabel “Top Reels” di Explore.

Instagram Reels

Seperti di TikTok, musik latar di Reels tidak terbatas pada katalog yang sudah Instagram sediakan saja, tetapi juga audio yang berasal dari Reels lain. Format seperti inilah yang pada akhirnya menjadikan TikTok sedemikian sukses di kalangan konsumen yang terlahir di generasi pencinta meme, dan Instagram tampaknya tidak ingin kehilangan momentum.

Reels dilengkapi editing tool yang cukup lengkap, meski beberapa tool yang populer di TikTok masih belum ada sejauh ini, spesifiknya filter dan sederet efek visual lainnya untuk disematkan ke video. Tentu saja Instagram bakal menambahkannya seiring berjalannya waktu, dan janji tersebut sejatinya sudah tidak perlu kita ragukan lagi apabila membandingkan fitur Stories yang ada sekarang dengan tiga tahun lalu.

Instagram Reels

Hal lain yang cukup menarik adalah lokasi pertama yang dipilih Instagram untuk meluncurkan Reels, yaitu Brasil. Kenapa Brasil? Selain tentu karena jumlah pengguna Instagram di sana tergolong banyak, Brasil rupanya belum terlalu ‘terjangkiti’ demam TikTok.

Ya, setidaknya dalam beberapa bulan pertama ini, Instagram hanya akan merilis Reels di negara-negara yang populasi pengguna TikTok-nya belum begitu besar. Strategi seperti ini sudah terbukti efektif; saat meluncurkan Stories tiga tahun silam, Instagram juga memilih negara-negara yang belum terjamah oleh Snapchat.

Belum diketahui kapan pastinya Reels bakal berekspansi ke negara-negara lain. Namun seandainya pertumbuhannya di Brasil cukup pesat, saya yakin Instagram tidak akan menunggu lama untuk membawanya ke skala global.

Sumber: TechCrunch.

Inilah Smartphone Pertama dari Pembuat TikTok, Smartisan Jianguo Pro 3

Smartphone TikTok bukan lagi sebatas wacana. Bulan Juli kemarin, ByteDance selaku pembuat TikTok sempat mengumumkan rencananya untuk meluncurkan smartphone, dan sekarang ponsel tersebut sudah resmi diperkenalkan dengan nama Smartisan Jianguo Pro 3.

Ya, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ponsel ini merupakan hasil kolaborasi antara ByteDance dan pabrikan asal Tiongkok bernama Smartisan. Menariknya, Jianguo Pro 3 mengemas spesifikasi kelas flagship terlepas dari gelarnya sebagai “smartphone TikTok”.

Smartisan Jianguo Pro 3

Kita mulai dari layarnya, yang menggunakan panel AMOLED 6,39 inci dengan resolusi 2340 x 1080 pixel. Status flagship-nya sendiri datang dari penggunaan chipset Qualcomm Snapdragon 855+. Untuk RAM dan storage, varian termahalnya hadir mengusung kapasitas masing-masing 12 GB LPDDR4x dan 256 GB UFS3.0.

Sebagai ponsel yang diciptakan untuk kalangan Gen Z, Jianguo Pro 3 jelas tampil memikat di sektor kamera. Total ada empat kamera di belakangnya: kamera utama 48 megapixel (Sony IMX586) f/1.75, kamera wide-angle 13 megapixel, kamera telephoto (2x optical zoom) 8 megapixel, dan kamera macro 5 megapixel. Kamera depannya pun juga menarik, 20 megapixel dengan dukungan fitur pixel binning.

Smartisan Jianguo Pro 3

Lalu apa yang membuat ponsel ini unik untuk platform TikTok? Integrasi penuh jawabannya. Cukup dengan satu swipe ke atas dari lock screen, pengguna langsung bisa membuka aplikasi TikTok. Lebih lanjut, pengguna juga dapat menyematkan filter maupun efek lainnya ke video dengan durasi berapapun.

Selebihnya, Jianguo Pro 3 tidak jauh berbeda dari ponsel flagship Tiongkok lain yang berharga terjangkau. Namun buat para pengguna loyal TikTok, dua kelebihan di atas tentu bisa sangat menarik perhatian, dan ini turut didukung oleh baterai Jianguo Pro 3 yang berkapasitas cukup oke di angka 4.000 mAh, lengkap beserta dukungan fast charging 18 W.

Smartisan Jianguo Pro 3

Di Tiongkok, Smartisan Jianguo Pro 3 bakal dipasarkan dalam tiga varian dengan kapasitas RAM dan storage yang berbeda. Rincian dan harganya adalah sebagai berikut:

  • RAM 8 GB dan storage 128 GB seharga 2.899 yuan (± Rp 5,8 juta)
  • RAM 8 GB dan storage 256 GB seharga 3.199 yuan (± Rp 6,4 juta)
  • RAM 12 GB dan storage 256 GB seharga 3.599 yuan (± Rp 7,2 juta)

Sumber: BGR dan Engadget.

 

Ekspansi Bisnis, Developer TikTok Turut Garap Smartphone

Populer berkat minat tinggi Gen Z terhadap video singkat, tim developer TikTok paham betul bagaimana perangkat bergerak sangat sulit dilepaskan dari keseharian mereka. Di konferensi Creators & Content Marketing beberapa minggu lalu, ByteDance mengungkapkan bahwa 98 persen kalangan generasi Z punya smartphone dan mereka tersambung ke internet selama 10 jam dalam sehari.

Boleh jadi, kondisi ini memberikan ByteDance sebuah ide: bagaimana jika mereka turut menyediakan ponsel pintar dengan milik sendiri demi memenuhi permintaan generasi Z? Tak lagi sekadar keinginan, langkah itu betul-betul ByteDance eksekusi. Di hari Senin kemarin, ByteDance mengumumkan kolaborasinya bersama Smartisan Technology untuk menggarap smartphone sebagai langkah mengekspansi bisnis ke luar ranah app dan video.

Buat sekarang, penampakan, spesifikasi serta harga ‘smartphone TikTok’ masih belum diketahui. Kita hanya dapat berasumsi bahwa produk ini ditujukan bagi konsumen berusia muda dan mungkin dibanderol di harga yang terjangkau. Meski demikian, ada sejumlah informasi yang bisa kita ekstrak dari penyingkapan ini, salah satunya: pengembangan smartphone tidak dilakukan ByteDance dari nol.

Dikonfirmasi oleh juru bicara ByteDance, penggarapan smartphone telah lebih dulu dimulai oleh Smartisan sebelum adanya perjanjian antar kedua perusahaan. Mereka setuju untuk bermitra demi melanjutkan agenda Smartisan dalam rangka memuaskan konsumen setianya. Di awal tahun ini, ByteDance sempat mengambil alih sejumlah paten milih Smartisan, bahkan beberapa staf mereka juga ditransfer ke tim TikTok.

Namanya memang kurang familier di Indonesia, tapi menurut keterangan Reuters, Smartisan ialah produsen produk yang tergolong niche di Tiongkok. Perusahaan didirikan oleh pesohor internet Luo Yonghao di tahun 2012, dan seperti brand lain asal negara itu, Smartisan turut mengembangkan OS-nya sendiri yang merupakan modifikasi dari Android. Melengkapi platform mereka, perusahaan juga menyediakan layanan online semisal Smiling Cloud, Store dan App Store.

TikTok sendiri bukanlah nama asing di telinga pengguna smartphone tanah air. Platform khusus video singkat tersebut kini bisa diakses di 150 negara, didukung oleh 75 bahasa dan kantor cabangnya tersebar di 50 lokasi di dunia. Rekor unduhnya berhasil mengalahkan PUBG Mobile, WhatsApp hingga Instagram. Kepopuleran TikTok mendongkrak nama ByteDance sebagai pemain atas di ranah teknologi, pelan-pelan menyusul Baidu serta Tencent.

Beberapa pertanyaan terakhir saya terkait smartphone TikTok: Seperti apa optimalisasi yang diterapkan ByteDance? Apakah perangkat dibekali OS berbasis Android? Lalu apakah implementasinya mirip konsep HTC First dengan Facebook Home-nya?

Sumber: Reuters.

Facebook Dikabarkan Sedang Merancang Aplikasi TikTok “Killer”

Popularitas TikTok rupanya membuat raksasa jejaring sosial Facebook merasa gerah. Menurut kabar yang dilansir oleh Techcrunch, jejaring sosial besutan Mark Zuckerberg itu sedang menggarap aplikasi serupa yang memungkinkan pengguna membagikan video lipsync sambil beraksi dengan gerakan versi masing-masing.

Seperti halnya TikTok, aplikasi bernama Lasso itu akan mengedepankan sisi fun, sesuatu yang diburu oleh anak muda hampir di seluruh dunia. Jadi, selain pilihan musiknya yang hits, kemungkinan bakal ada beberapa fitur yang dirancang untuk membuat video yang dibagikan terlihat keren. Semua anak muda ingin tampil keren, dan TikTok berhasil memanfaatkannya dengan baik.

Produk baru ini sedang dibuat oleh anggota tim video dan Facebook Watch yang dipandu oleh desainer produk perusahaan, Brady Voss. Voss sebelumnya berada di bawah divisi Facebook TV dan aplikasi Hello yang baru saja ditutup.

Ketertarikan Facebook akan ceruk remaja dan musik disebut bukan muncul ketika TikTok meraih kesuksesan, tetapi sudah dimulai sejak tahuna 2016 lalu. Hanya saja keinginan itu belum diwujudkan dalam bentuk aplikasi nyata. Namun di industri musik, rekam jejak Facebook cukup mudah ditemukan.

Sebagai bentuk keseriusannya, Facebook disebut sudah menyepakati perjanjikan lisensi yang melibatkan sejumlah label rekaman ternama dunia. Tujuannya, untuk mengamankan konten-konten yang dipakai oleh penggunanya. Salah satu kegunaannya adalah memungkinkan peluncuran fitur stiker musik di Instagram yang akan bebas dari tuntutan hak cipta. Facebook juga dikabarkan melakukan eksperimen fitur Lip Sync Live untuk live streaming karaoke.

Sumber berita Techcrunch dan gambar header Techdipper.