Perjalanan Umrah Berhenti Sementara, PergiUmroh Lakukan Penyesuaian Bisnis

Karena penyebaran Covid-19, Kerajaan Saudi Arabia memutuskan untuk menutup sementara kegiatan umrah dari luar Saudi sejak tanggal 27 Februari 2020. Kondisi ini berdampak langsung pada sejumlah agen perjalanan umrah, tak terkecuali PergiUmroh. Untuk tetap mempertahankan bisnis, sejumlah rencana sudah disiapkan.

Co-founder dan CEO PergiUmroh Faried Ismunandar berbagi cerita kepada DailySocial tentang kondisi ini. Menurutnya kondisi ini hadir di tengah industri perjalanan umrah yang sedang dalam tren pertumbuhan yang cukup signifikan. Sejak tahun 2018 jamaah umrah Indonesia disebut sudah mencapai 1 juta untuk tiap tahunnya. Termasuk juga pembelian melalui platform digital seperti PergiUmroh.

Di kuartal keempat tahun 2019, pertumbuhan terus terjadi. Bahkan sampai Januari 2020 pembelian mencapai rekor tertinggi. Namun sayang, setelah itu pembelian berhenti total.

“Industri secara keseluruhan juga mengalami goncangan, mungkin tidak semua travel agents umrah bisa bertahan. Salah satu yang masih kami syukuri adalah cancelation rate di PergiUmroh sendiri masih bisa dibilang manageable, hanya sekitar 30% yang melakukan cancel dan sisanya masih setuju untuk reschedule. Ini menandakan konsumen yang sudah mempersiapkan diri untuk umrah masih mempunyai keinginan untuk tetap menjalankan umrah walaupun harus tertunda,” terang Faried.

Mengantisipasi perubahan yang menerpa industri, pihak PergiUmroh tidak tinggal diam. Beberapa langkah mulai diambil di awali dengan memastikan semua konsumen mendapatkan informasi yang cukup dan memproses keinginan konsumen.

“Secara bisnis, issue terutamanya adalah main revenue source kami masih belum ada indikasi kapan lagi kita bisa dapatkan. Sehingga yang harus kami lakukan adalah revisit roadmap kami, dan hasilnya adalah kami menarik project yang rencananya kami baru lakukan tahun 2021 – yaitu e-commerce muslim –ke sekarang, karena dari analisa kami ini  salah satu yang feasible untuk menggerakkan perusahaan,” papar Faried.

Perubahan industri dan sejumlah layanan baru

Pandemi sudah berjalan lebih dari setengah tahun. Belum ada tanda-tanda penurunan angka penularan di Indonesia. Tentunya ini berakibat pada ketidakpastian industri umrah. Toh jika suatu saat dibuka perjalanan umrah akan terdapat banyak penyesuaian, seperti pembatasan umum, kuota dalam satu rombongan, dan semacamnya. Kondisi ini akan berdampak pada naiknya biaya umrah.

Sadar kondisi tampak belum segera membaik, PergiUmroh gerak cepat untuk mengupayakan dua hal, pertama mencari revenue stream baru dengan cepat, kedua menguatkan fitur dan layanan di platform. Sehingga ketika waktunya sudah tiba, umrah sudah dibuka, pengalaman dan perjalanan pengguna diharapkan bisa lebih baik lagi.

“Untuk revenue stream baru kami meluncurkan PergiBelanja, reward platform for muslim shoppers. Ini adalah cashback platform belanja dengan target produk dan konsumen muslim pertama. Setiap pembelian di brands partner melalui PergiBelanja, konsumen pasti akan mendapatkan ‘bagi hasil’  yang langsung didapatkan dan kemudian bisa dicairkan ke rekening bank, uang digital, ataupun pulsa. Kami bekerja sama tidak hanya dengan brand besar tapi juga penjual barang dan jasa yang selama ini mengoptimalkan melalui media sosial mereka. Harapannya selain konsumen dapat benefit yang lebih, partner kami juga terbantu dalam penjualan,” jelas Faried.

Sedangkan untuk peningkatan fitur dan layanan, ini mencakup produk (travel halal), metode pembayaran, dan perencanaan seperti tabungan, cara pemesanan, kanal penjualan hingga jumlah mitra yang bergabung. Menurut Faried, belum semua fitur di atas diluncurkan. Ada beberapa yang masih dalam proses. Tak hanya itu, PergiUmroh juga sudah memiliki sejumlah rencana untuk pendanaan.

“Jadi setelah tahun lalu kita masuk di Grab Ventures Velocity, tahun ini PergiUmroh juga masuk dalam program akselerasi oleh Telkom melalui Indigo Creative Nation. Kami sedang persiapan untuk melakukan raise fund juga, segera,” kata Faried.

Ambisi Travalal Menjadi Platform Perjalanan Ramah Muslim

Terungkapnya kasus penipuan First Travel dua tahun lalu membuka banyak cerita pahit terutama mereka yang tercatat sebagai calon jemaah umrah. Begitu halnya dengan Alki Adi Joyo Diharjo. Ia menjadikan kisah kegagalan berangkat umrah kerabatnya menjadi bekal bisnis berharga dan mendirikan platform marketplace umrah dan perjalanan ramah muslim, Travalal.

Dari kasus First Travel ia mempelajari bahwa informasi seperti tarif keberangkatan umrah dan edukasi untuk manajemen travel agent sangat minim.

“Selain sebagai marketplace umrah, Travalal juga mengkurasi restoran halal dan hotel ramah muslim di seluruh dunia,” ucap Joyo kepada DailySocial.

Travalal berdiri sejak 2018 namun mulai beroperasi secara komersial sejak tahun lalu melalui situsnya. Produk yang mereka jajakan merentang dari paket perjalanan umrah hingga direktori pemesanan restoran halal dan penginapan ramah muslim.

Untuk saat ini baru marketplace umrah yang sudah bisa diakses secara komersial, sementara direktori restoran dan penginapan segera meluncur dalam waktu dekat. “Akhir Februari ini sudah bisa diakses,” imbuh Joyo.

Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia jelas adalah pasar yang sangat menarik pelaku bisnis umrah dan perjalanan ramah muslim. Pada 2018 saja jumlah jemaah umrah asal Indonesia mencapai 1 juta dengan nilai pasar sekitar Rp20 triliun dan diprediksi akan terus bertambah setiap tahun.

Model bisnis

Sebagai marketplace umrah, Travalal bekerja sama dengan agen perjalanan umrah sebagai penyedia jasanya. Joyo menyebut saat ini sudah ada 85 agen perjalanan yang menawarkan paket umrah dengan kisaran Rp18,5 juta hingga Rp40 juta ke atas. Dari setiap transaksi yang terjadi, Travalal mengambil margin keuntungan.

Di samping itu, Travalal menyediakan platform Software as a Service (SaaS) kepada agen perjalanan untuk Sales Data Management, Data User Management, dan pengolahan data lainnya. Menurut Joyo, produk ini dibuat karena sistem yang dipakai agen perjalanan di Indonesia masih terlampau konvensional.

“SaaS ini untuk mengelevasi bisnis mereka agar sistematis dan lebih efisien.”

Melalui sistem manajemen tersebut, ungkap Joyo, agen perjalanan dapat menyuplai informasi yang dibutuhkan oleh pelancong muslim mulai dari paket umrah terbaik, hotel, restoran halal, wifi portabel, tiket transportasi publik. Travalal mewajibkan mitra agen perjalanan mereka berlangganan sistem tersebut.

Target

Dengan model bisnis yang mengedepankan profit, Travalal tetap mencari jalan untuk meraih pendanaan. Joyo menyebut saat ini pihaknya sudah terlibat pembicaraan dengan sejumlah calon investor untuk fase pendanaan awal mereka.

Di samping soal pendanaan, Joyo menargetkan tahun ini Travalal bermitra dengan total 200 agen perjalanan, 4.000 restoran halal, dan 2.000 hotel ramah muslim.

“Sejauh ini belum ada platform untuk Muslim traveler yang selengkap kita di Indonesia. Lagipula untuk marketplace umrah belum ada market leader dan pasarnya masih sangat besar,” pungkas Joyo.

The Rise of Sharia Market, Startups Need to Buckle-up

Sharia economy becomes a topic in Presidential election debate last April. Aside from the representatives’ answers, to bring the topic is one thing, it marks the sharia economy and its derivatives are already taken place in the country’s economy.

Today, after Joko Widodo and Ma’ruf Amin officially Indonesia’s President and Vice President, sharia economy is emerging. It’s represented by some digital companies which counting their luck in this Islamic-based economy.

First indicator is seen as Tokopedia and Shopee visited the office of Vice President Ma’ruf Amin last November. Tokopedia‘s Chief Commissioner Agus Martowardojo and Vice-Chairman Leontinus Alpha Edison arrived first. After two weeks, Shopee also made a similar move by taking its top officials to meet Ma’ruf as the Chairperson of the Indonesian Ulema Council (MUI) and an important figure in the local Islamic financial industry.

The second visit of the e-commerce giant is said to be a new round of their competition in the Islamic market. Tokopedia with the Tokopedia Salam feature, while Shopee with Shopee Barokah.

Another indicator is the entrance of some conventional investors into sharia-based businesses. It can be traced from the investment of Golden Gate Ventures, Agaeti Ventures, and RHL Ventures to Alami, a local sharia-based fintech company. The emerging new startups that focus on providing sharia products or those expanding its coverage into the sharia market showed a high demand for sharia market in Indonesia, such as Qazwa, Waqara, Investree, LinkAja, and Akulaku.

The keen interest of digital companies to enter the sharia market points out at one thing: a great potential ready to be executed. It is clearly not just pocket-sized money, considering Indonesia as a country with the largest Muslim population in the world.

The State of Global Islamic Economy Report 2019/2020 reported Indonesia’s score at 49, placed at 5th position out of 73 countries. The score was determined from several sectors such as Islamic finance, halal food, Muslim-friendly tourism, fashion, media & recreation, also pharmacy & cosmetics. Halal food and Islamic finance are the two biggest sectors contributing to this assessment.

The report shows Indonesia’s overall sharia market has developed quite significantly, from 10th place last year to the 5th place this year. The biggest factor is said to be the country’s blueprint of Islamic economy development and fresh initiatives such as Halal Park which was launched a few months ago.

Of the six sectors in the report, Indonesia has positioned in the top 10 in 3 sectors, namely 5th in the Islamic financial sector, 4th in Muslim-friendly tourism destinations, and 3rd in the fashion sector. Halal or sharia-based product consumption in Indonesia is the largest in almost every sector, especially for halal food. Indonesia is rated as a country with halal food consumption value at US$ 173 billion (Rp2,400 trillion) or the largest in the entire world.

In terms of Islamic financial institutions, Indonesia is likely to be on the right path. Indonesia’s sharia financial asset is projected at the 7th rank with valuation at US$ 86 billion or Rp1,200 trillion. The number is likely to grow along with the implementation of the Sharia Economic Master Plan 2019-2024.

The Players

Some of Indonesia’s startup players have penetrated the Islamic market and halal products. Primarily, they are categorized in two; those providing Muslims products since the beginning and those who expand their services.

However, the number appeared to be not big enough. Some of the players are Ammana, Alami, Syariah Funds, Qazwa, Duha Syariah, Syarfi, Bsalam, GoHalalGo, Waqara, Umra.id, Hijup, and Hijabenka. It’s to be noticed that almost all of these names are divided only into two types of services: Sharia fintech and Umrah marketplace. As for investors, the Financial Services Authority (OJK) noted per October 2019, there were at least 6 registered venture capital companies operating. Ma’ruf himself has claimed 31 fintech sharia in Indonesia, are a bigger number than any other country.

On the other hand, there are some conventional startups entering the sharia business. A few names, such as Bukalapak, Tokopedia, Shopee, LinkAja, and Investree. As an example, Tokopedia through its Tokopedia Salam. The expansion was quite aggressive. Through this feature, they are transformed into a marketplace for Umrah travel agent services to accommodate Muslims. In addition, Tokopedia claims to provide over 21 million halal products on their platforms.

Opportunity’s Wide Open

Referring to the [still] small numbers of Sharia business players, this type of economic clearly has a large opportunity to grow. Based on the State of Global Islamic Economy report above, Indonesia has the opportunity to expand the sharia business in various sectors.

In terms of halal products, for example, there are some sub-sectors to be focused on by local businesses such as halal-certified e-commerce products, halal-concept retail, or halal food technology. Remember, global’s money circulation in the halal food business is to reach US$ 2 trillion or around 28,000 trillion Rupiah by 2024. Instead of listed as the top 10 halal food producers, Indonesia is said to be the largest market in the world.

The same opportunities count in the halal tourism sector, Islamic finance, Islamic fashion, and media & recreation. Specifically, startups can pay more attention at the tourism and finance sectors. Also, the government has been facilitated tourism through the halal tourist area. Meanwhile, sharia-based finance is considered an alternative way of fueling the country’s economic growth. The sharia-based finance sector’s contribution to the national economy is still at 8.73 percent. It determines a greater opportunity to grow and transform into an alternative engine driving economic growth.

Before moving further, Indonesia still had quite a large amount of homework. STIE SEBI’a sharia economic observer, Azis Setiawan, said the blueprint of the sharia economy and halal industry made by the government has yet to meet its objectives.

“I think the current blueprint still needs sharpening up and to translate it is the relevant government institutions’ job,” Setiawan said to DailySocial.

In fact, digital companies engaged in sharia-based economics, said Setiawan, is yet to penetrate the overall market potential in Indonesia. The lack of public knowledge of sharia products and halal industries is one reason, but he also highlighted the fact that Indonesia is a country with the largest Muslim population in the world.

“Let’s take the example of halal tourism. There are matters like Sharia homestay, halal food, and many others. The perspective must be taken globally because people come from various countries,” he added.

Setiawan believes the government is capable to make the sharia economy an alternative engine to Indonesia’s economic growth. However, he suggested that the government as a full policy-holder must be faster at implementing plans and be responsive to the existing developments like Malaysia if we’re not to be further left behind.

“We might have been left behind with Malaysia for about a decade or two for this Islamic economy,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pasar Syariah Makin Diminati, Waktunya Startup Isi Peluang

Ekonomi syariah adalah salah satu topik dalam debat pilpres terakhir pada April lalu. Terlepas dari jawaban para peserta, dipilihnya topik itu ke dalam debat capres tersebut menandakan ekonomi syariah dan derivasinya makin mendapat tempat di perekonomian negara.

Kini, setelah Joko Widodo dan Ma’ruf Amin dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI, geliat ekonomi syariah kian terlihat. Salah satunya tercermin dari sejumlah perusahaan digital yang menjajal peruntungan di ekonomi berasas nilai-nilai Islam ini.

Indikator pertama dapat dilihat ketika Tokopedia dan Shopee bertandang ke kantor Wapres Ma’ruf Amin pada November lalu. Komisaris Utama Agus Martowardojo dan Vice Chairman Leontinus Alpha Edison yang mewakili Tokopedia ke kantor Ma’ruf datang lebih dulu. Selang dua pekan kemudian, Shopee melakukan kunjungan serupa dengan memboyong petinggi mereka menemui Ma’ruf yang merupakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan figur penting industri keuangan syariah dalam negeri.

Kunjungan kedua raksasa e-commerce itu bisa dikatakan ronde baru kompetisi mereka di pasar syariah. Tokopedia dengan fitur Tokopedia Salam, sementara Shopee dengan Shopee Barokah.

Indikator lain adalah masuknya sejumlah investor konvensional ke dalam bisnis berbasis syariah. Ini dapat dilacak dari investasi Golden Gate Ventures, Agaeti Ventures, dan RHL Ventures kepada Alami, startup fintech lokal bernapas syariah. Kemunculan sejumlah startup baru yang fokus menyediakan layanan produk syariah ataupun startup yang memperluas jangkauannya ke pasar syariah turut menandai ramainya minat terhadap pasar syariah di Indonesia, sebut saja seperti Qazwa, Waqara, Investree, LinkAja, dan Akulaku.

Kian besarnya minat perusahaan digital merambah pasar syariah ini menandakan satu hal yang jelas: ada potensi besar yang menunggu digarap. Jumlahnya pun jelas tak kecil mengingat Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia.

State of Global Islamic Economy Report 2019/2020 mencatat skor Indonesia di angka 49, bertengger di peringkat ke-5 dari 73 negara. Skor itu dihitung dari sejumlah sektor seperti keuangan syariah, makanan halal, wisata ramah muslim, fesyen, media dan rekreasi, serta farmasi & kosmetik. Makanan halal dan keuangan syariah merupakan dua sektor terbesar yang berkontribusi dalam penilaian ini.

Laporan itu menunjukkan secara keseluruhan pasar syariah di Indonesia berkembang cukup signifikan, dari peringkat 10 pada tahun lalu menjadi peringkat 5 tahun ini. Faktor terbesar disebut karena negara kini punya cetak biru pengembangan ekonomi syariah dan sejumlah inisiatif segar seperti Halal Park yang sudah diresmikan sejak beberapa bulan silam.

Dari keenam sektor dalam laporan itu, Indonesia masuk 10 besar di 3 sektor yakni peringkat ke-5 di sektor keuangan syariah, peringkat ke-4 untuk tujuan wisata ramah muslim, dan nomor 3 dalam sektor fesyen. Konsumsi produk halal atau syariah di Indonesia memang begitu besar hampir di segala sektor, terutama di sektor makanan halal. Indonesia tercatat sebagai negara dengan nilai konsumsi makanan halal sebesar US$173 miliar (Rp2.400 triliun) atau yang terbesar di seluruh dunia.

Sementara di institusi keuangan syariah, Indonesia tampak sudah berada di jalan yang tepat. Aset keuangan syariah Indonesia terpantau berada di peringkat ketujuh dengan nilai US$86 miliar atau Rp1.200 triliun. Angka itu diprediksi akan terus tumbuh seiring penerapan Master Plan Ekonomi Syariah 2019-2024.

Para Pelaku

Ada beberapa pemain startup di Indonesia yang merambah pasar syariah dan produk halal. Pada umumnya mereka terbagi dua yakni mereka yang sedari awal berdiri menyediakan produk yang dibutuhkan muslim serta mereka yang memperluas layanannya.

Kendati begitu jumlah mereka ini ternyata tak begitu banyak. Beberapa dari mereka adalah Ammana, Alami, Dana Syariah, Qazwa, Duha Syariah, Syarfi, Bsalam, GoHalalGo, Waqara, Umra.id, Hijup, dan Hijabenka. Patut dicermati hampir semua nama tersebut hanya terbagi ke dua jenis layanan: fintech syariah dan marketplace umrah. Adapun dari sisi investor, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Oktober 2019 setidaknya sudah ada 6 perusahaan modal ventura yang terdaftar beroperasi. Ma’ruf sendiri sempat mengklaim fintech syariah di Indonesia mencapai 31 buah, lebih banyak dari negara mana pun.

Di pihak lain ada beberapa startup konvensional yang mencoba peruntungan ke bisnis syariah. Beberapa dari mereka adalah Bukalapak, Tokopedia, Shopee, LinkAja, hingga Investree. Ambil contoh Tokopedia melalui Tokopedia Salam. Ekspansi yang mereka lakukan cukup agresif. Lewat fitur itu mereka menjelma sebagai marketplace bagi agen travel ibadah umrah hingga perlengkapan penunjang ibadah umat Islam lainnya. Selain itu, Tokopedia mengklaim pihaknya menyediakan sekitar 21 juta lebih produk halal di platform mereka.

Kesempatan Masih Luas

Merujuk pada pelaku bisnis syariah yang relatif masih sedikit tersebut, peluang ekonomi jenis ini untuk tumbuh jelas besar. Dengan menyandarkan laporan State of Global Islamic Economy di atas, Indonesia punya kesempatan untuk memperlebar kapasitas bisnis syariah di berbagai sektor.

Dalam produk halal misalnya, ada sejumlah sub-sektor yang dapat menjadi perhatian pelaku usaha lokal seperti produk e-commerce bersertifikat halal, ritel berkonsep halal, atau teknologi makanan yang halal. Jangan lupa, uang yang beredar secara global dalam bisnis makanan halal ini akan mencapai US$2 triliun atau sekitar Rp28.000 triliun pada 2024 nanti. Dan Indonesia tercatat bukan sebagai 10 besar produsen makanan halal, melainkan sebagai pasar terbesar di dunia.

Peluang yang sama juga ada di sektor pariwisata halal, keuangan syariah, busana islami, dan media & rekreasi. Khusus di pariwisata dan keuangan, pelaku startup dapat melirik ini lebih jauh. Pasalnya pariwista sudah difasilitasi pemeritah lewat kawasan wisata halal. Sedangkan keuangan syariah dapat dibilang pemerintah kini sudah menjadikannya sebagai alternatif untuk menyokong pertumbuhan ekonomi negara. Porsi kontribusi keuangan syariah terhadap keuangan perekonomian nasional sendiri masih di angka 8,73 persen. Itu artinya masih ada ruang besar untuk tumbuh dan menjelma menjadi mesin alternatif pendorong pertumbuhan ekonomi.

Sebelum melangkah ke sana, Indonesia masih punya sejumlah pekerjaan rumah yang cukup besar. Pengamat ekonomi syariah STIE SEBI, Azis Setiawan, mengatakan cetak biru ekonomi syariah dan industri halal yang dibuat oleh pemerintah belum terpenuhi tujuannya.

“Saya kira blueprint yang ada harus dipertajam lagi dan yang dapat menerjemahkan itu para lembaga pemerintah terkait,” ucap Azis kepada DailySocial.

Perusahaan digital yang bergerak di ekonomi syariah pun menurut Azis belum benar-benar mengisi potensi pasar di Indonesia. Minimnya pengetahuan publik terhadap produk syariah dan industri halal menjadi satu alasan, namun ia menggarisbawahi bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

“Ambil contoh pariwisata halal. Di sana kan ada soal penginapan syariah, kuliner halal, kebutuhannya banyak. Perspektifnya juga harus secara global karena yang datang kan dari berbagai negara,” imbuhnya.

Azis yakin pemerintah mampu menjadikan ekonomi syariah sebagai alternatif pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hanya saja, ia menyarankan pemerintah sebagai pemegang penuh kebijakan harus lebih cepat mengimplementasi perencanaan dan responsif terhadap perkembangan yang ada seperti halnya Malaysia jika tak ingin tertinggal lagi.

“Mungkin kita sudah ketinggalan dengan Malaysia sekitar satu atau dua dekade untuk ekonomi syariah ini,” pungkasnya.

Strategi Menjaring Kepercayaan bagi Marketplace Umrah

Banyak industri yang belum terjamah sepenuhnya teknologi, salah satunya adalah umrah. Dia adalah blue ocean yang potensinya sangat besar karena menggarap seluruh umat Islam sebagai target konsumen. Tiap tahunnya Indonesia mengirim kurang lebih 1 juta jamaah umroh. Per April 2019 disebutkan telah tembus di angka 849 ribu jamaah.

Angka ini besar dibandingkan negara tetangga, namun bila melihat jumlah populasi umat Muslim di Indonesia ini belum sebanding. Artinya, masih ada pangsa pasar yang selama ini belum terjamah oleh pemain jasa tur umrah. Potensi tersebut bisa dimanfaatkan oleh pemain teknologi, salah satunya adalah PergiUmroh.

Co-Founder & CEO PergiUmroh M. Faried Ismunandar hadir mengisi sesi #SelasaStartup edisi pekan pertama Oktober 2019. Di sini dia banyak bercerita perjalanan awal PergiUmroh menjaring penyedia tour umrah dan bagaimana meyakinkan mereka untuk bergabung.

Seleksi mitra

Masih ada 1000 penyedia tur umrah beredar di Indonesia. Itu yang berlisensi resmi, belum termasuk hitungan yang tidak punya lisensi. Faried memprediksi jumlahnya lebih dari 3 ribu. Lantas, apakah semua penyedia tour ini harus digaet PergiUmroh? Jawabannya belum tentu.

Faried justru lebih memilih untuk seleksi mitra. Alasannya banyak mitra yang memiliki standar SLA (Service Level Agreement) di bawah kebutuhan konsumen PergiUmroh.

Beberapa SLA tersebut sebelumnya bukan menjadi fokus utama mereka karena selama ini bermain di ranah offline. SLA semacam ini tentunya bisa menguntungkan konsumen dan pemain itu sendiri. Oleh karena itu, untuk bisa bergabung ada beberapa persyaratan yang harus mereka penuhi.

“Misalnya kita dorong mereka untuk berlisensi resmi, punya rekam bisnis yang bersih dan tidak pernah wanprestasi.”

Terhitung PergiUmroh telah menjaring 32 pemain tur umrah dan menyediakan lebih dari 400 jenis produk. Rencananya pada tahun depan akan menambah angkanya jadi 50 pemain, dengan menyasar kota-kota baru.

Beri berbagai nilai tambah

Faried menjelaskan selama bertahun-tahun pemain tur umrah bisa tetap hadir karena mengandalkan agen offline untuk memasarkan produknya. Mereka merasa sudah aman dengan itu, padahal di luar sana makin berkembang platform e-commerce yang lambat laun akan mengurangi bisnis mereka tanpa disadari, bila tidak ikut terjun.

Sebenarnya, mereka sadar dengan itu, tapi kondisi di lapangan sangat berbeda. Entah karena terhalang oleh biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat situs e-commerce atau memang belum ingin terjun ke situ.

Pendekatan yang diambil PergiUmroh dalam menyediakan nilai tambah buat mereka adalah merilis fitur yang bisa meringankan pekerjaan jasa jour umrah yang sifatnya administratif dan permudah sistem pembayaran.

Fitur ini lahir karena sebagian besar travel umrah itu kompetisinya ketat, tapi resource mereka terbatas. Ambil contoh, untuk memberangkatkan ratusan orang dalam setahun itu hanya ada lima sampai enam orang saja.

“Ada beberapa pekerjaan yang bisa kita lakukan untuk permudah mereka, seperti pembayaran dan administrasinya. Tujuannya supaya mereka tetap bisa fokus ke pekerjaan utamanya, melayani pemberangkatan hingga kembali lagi ke Tanah Air,” katanya.

Menarik pemain tur umrah pada tahap awal sangat menantang. Saat PergiUmroh diresmikan, pihaknya telah menggandeng delapan pemain jasa umrah berlisensi resmi dari total 1000 pemain yang ada di Indonesia.

Di samping itu, PergiUmrah juga memberikan insight buat mitra tentang kondisi di industri. Apa saja produk yang sedang dicari konsumen pada saat itu, bagaimana persaingan harga, dan insight lainnya yang bisa mereka pakai untuk berinovasi. Insight seperti ini tidak bisa didapat ketika berjualan secara offline.

“Ujungnya adalah mengenai bisnis, jadi kita perlebar channeling dengan mitra lain dan menggandengnya dengan pemain tour untuk buka peluang bisnis lainnya. Ini cukup diapresiasi dengan bergabung di PergiUmroh, ada benefitnya dari sisi komersial dan bantu bisnisnya.”

Jaga loyalitas mitra dan konsumen

Setelah memiliki jaringan penyedia tur, tantangan berikutnya adalah menjaga loyalitas mereka karena pada akhirnya ini akan sangat penting. Tim PergiUmroh menyiapkan tim account management yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan divisi yang lain.

Tugas berikutnya adalah melakukan banyak aktifitas di sisi permintaan dengan memproduksi konten yang sifatnya lebih soft selling. Perlu disadari, umrah bukanlah kegiatan impulsif. Perlu banyak pertimbangan buat semua orang karena mengingat biayanya yang tidak murah, beda halnya dengan situs e-commerce.

“Umrah sudah jadi kebutuhan orang, tapi cara komunikasinya harus dengan cara yang kasual sesuai target pasarnya. Fokus kita sekarang ada onboarding dalam bentuk konten dan share ke media sosial.”

Faried mengaku 90% pembeli jasa di PergiUmroh adalah mereka yang pertama kali umrah. Dari kebiasaan mereka, jarang sekali konsumen langsung pergi memilih jasa mana yang sesuai kebutuhan. Pasti butuh beberapa kali.

Agar tetap menjaga konsumen kembali ke PergiUmroh, timnya menyediakan fitur komparasi produk tiga sekaligus untuk mempermudah mereka sebelum memutuskan paket mana yang akan dipilih.

Hal terkecil yang juga diberikan PergiUmroh untuk mitra adalah mengubah kurs mata uang dari dollar menjadi Rupiah. Ini berguna untuk tetap menarik loyalitas konsumen dengan penawaran harga jual yang stabil. Beda halnya dengan dollar yang fluktuatif.

Dino Patti Djalal Debuts in the Startup Industry, to Launch Waqara Umrah Marketplace

Dino Patti Djalal marks the new journey in the startup industry with PT Waqara Jasa Bangsa. Waqara is said to provide not only the Umrah service but also the marketplace for its basic needs.

Dino, as Waqara Founder and CEO, said on what’s behind the company as Umrah marketplace, is to help pilgrims to get the reliable service. As the fraud cases increase by Umrah travel agents has encouraged them to create a safe and convenient technology for the pilgrims.

“We want to be the Umrah industry enabler. Not only for the financial aspect, but also its safety and technology,” said the former Ambassador of the Indonesian Republic to the United States.

As a marketplace, Waqara provides various Umrah sets worth of Rp19 million to Rp30 million and above. The number of packages will continue to add up as the increase of travel agents joined the platform.

Currently, there are 25 Umrah travel agents in Waqara. The number will be increased to 50 next month and doubled to 100 by the end of this year. However, Dino confirmed that the company and bank partners are doing a tight curation to avoid poor-quality travel agents.

“The most important one is not quantity. All participants must have integrity and no fraud history, etc. Therefore, the pilgrims won’t be insecure,” he added.

In its launching at Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Waqara offers various features to support the Umrah marketplace, such as tracking order system, bank transfer options, opening the first bank account, various payment options, travel cancellation insurance, and WaqaraMall that sells halal products.

Waqara partners with some firms to support each feature, such as BNI, BNI Syariah, Mandiri, Mandiri Syariah, BCA, BCA Syariah, BRI, BRI Syariah, and BFI Multifinance Syariah in terms of payment, also Blibli for WaqaraMall.

For insurance, Waqara offers the first travel cancellation insurance in Indonesia. They also said the return money could be 95 percent.

In terms of funding, Waqara is still bootstrapping and looking for investors. Their entrance has tightened the Umrah marketplace competition in Indonesia, such as Pergiumroh, Kitaumroh, and Umroh.com.

In Indonesia, Umrah marketplace is not just any marketplace. Last year, Indonesian pilgrims have reached over 1 million worth of Rp20 trillion in the market. It’s the reason why all those travel agents compete in this industry, including Abu Tours and First Travel, both have failed to depart.

Thus, the government through the Ministry of Religion has developed an Online Umrah app to minimize the lousy agents. They’re to involve Traveloka and Tokopedia in this scheme.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

 

Dino Patti Djalal Terjun ke Dunia Startup, Luncurkan Marketplace Umrah Waqara

Dino Patti Djalal menandai petulangan barunya di dunia startup dengan meluncurkan marketplace umrah bernama PT Waqara Jasa Bangsa. Waqara disebut tak hanya menyediakan layanan umrah tapi juga menjadi tempat belanja untuk keperluan umrah.

Dino, selaku Pendiri dan CEO Waqara, menuturkan, alasan kehadiran mereka sebagai marketplace umrah untuk membantu jemaah mendapat layanan umrah yang berkualitas. Sejumlah kasus penipuas oleh agen perjalanan umrah jadi pendorong mereka membuat teknologi yang aman dan nyaman untuk jemaah.

“Kami ingin enable seluruh industri umrah. Tidak hanya dari aspek finansial saja, tapi juga dari keamanan dan teknologinya,” ucap mantan duta besar RI untuk Amerika Serikat tersebut.

Sebagai marketplace, Waqara menjual berbagai jenis paket umrah dengan harga Rp19 juta hingga Rp30 juta ke atas. Jumlah paket yang ditawarkan itu menurut Dino akan terus bertambah seiring makin banyak agen perjalanan yang bergabung dengan mereka.

Saat ini tercatat jumlah agen perjalanan umrah di Waqara mencapai 25 buah. Angka itu dipastikan bertambah menjadi 50 pada bulan depan dan ditargetkan menjadi 100 pada akhir tahun ini.

Kendati begitu Dino menegaskan pihaknya dan bank rekanan mereka melakukan seleksi kriteria agar terbebas dari agen perjalanan yang punya riwayat jelek dalam memberangkatkan jemaahnya.

“Tapi yang terpenting bukan kuantitas. Semua yang ikut terjamin integritasnya, tidak ada kasus dan sebagainya. Jadi ketika orang daftar ke kita merasa aman,” imbuh Dino.

Dalam peluncurannya di Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Waqara memang punya cukup banyak fitur mendukung marketplace umrah mereka. Fitur tersebut di antaranya adalah order tracking system, opsi pembiayaan oleh bank, pembukaan rekening bank pertama, opsi pembayaran yang bervariasi, asuransi gagal berangkat, hingga WaqaraMall yang menjual produk-produk halal.

Waqara menggandeng sejumlah rekanan dalam tiap fiturnya tersebut seperti BNI, BNI Syariah, Mandiri, Mandiri Syariah, BCA, BCA Syariah, BRI, BRI Syariah, dan BFI Multifinance Syariah untuk urusan pembiayaan dan Blibli untuk WaqaraMall.

Dari aspek asuransi, aplikasi Waqara menawarkan asuransi gagal berangkat yang diklaim pertama kali ada di Indonesia. Mereka bahkan berkata uang yang dapat dikembalikan dari asuransi itu dapat mencapai 95 persen.

Status pendanaan Waqara masih di level bootstrap dan masih dalam pencarian investor. Kehadiran Waqara memperketat pelaku marketplace umrah di Indonesia seperti Pergiumroh, Kitaumroh, Umroh.com.

Pasar umrah memang bukan bisnis sembarangan di Indonesia. Jumlah jemaah umrah Indonesia tahun lalu lebih dari 1 juta orang dengan nilai pasar berkisar Rp20 triliun. Tak heran pelaku usaha agen perjalanan umrah mengerubuti bisnis ini termasuk Abu Tours dan First Travel, dua perusahaan yang gagal memberangkatkan umrah jemaahnya.

Terakhir, pemerintah melalui Kementerian Agama mengembangkan aplikasi Umrah Online untuk meminimalisasi penyelenggara jemaah umrah yang nakal. Rencananya pemerintah berniat melibatkan Traveloka dan Tokopedia.

Application Information Will Show Up Here

Targetkan Milenial dan Keluarga, Umroh.com Hadirkan Marketplace Travel Umroh Terpercaya

Besarnya minat masyarakat melakukan perjalanan umroh menjadi salah satu alasan Umroh.com didirikan. Platform marketplace yang secara khusus menghadirkan berbagai pilihan paket umroh dari 100 perusahaan travel tersebut resmi meluncur tahun 2018 lalu. Kepada DailySocial, Commercial Manager Umroh.com Lia Firdausy mengungkapkan, Indonesia merupakan negara penyumbang jamaah umroh kedua terbesar setelah Pakistan.

Umroh.com juga hadir untuk memberikan jaminan travel yang terpercaya, setelah kasus penipuan yang merugikan banyak masyarakat Indonesia beberapa waktu lalu. Berkaca dari pengalaman pribadi dan keluarga dekat yang menjadi korban penipuan travel umroh, para pendiri yaitu Ridho Irawan dan Lia Firdausy mulai membangun platform. Mereka juga mendapat dukungan dari founding team yang telah berpengalaman membangun online marketplace dan memiliki expertise di sektor teknologi yakni Arthur Pello dan Riyanto Wibowo.

“Jamaah umroh harus dilayani dan dilindungi hak-haknya. Masih melekat trauma masyarakat atas maraknya kasus penipuan oleh travel umroh yang tidak bertanggung jawab, bahkan total mencapai ratusan ribu jamaah yang gagal berangkat, meskipun telah membayar lunas biaya umroh-nya,” kata Lia.

Secara khusus Umroh.com menyediakan 3 kategori paket umroh, antara lain paket umroh reguler yang berangkat setiap bulannya. Paket umroh plus wisata ke negara Islam lainnya seperti Turki, Mesir, Palestina, India. Serta paket umroh spesial bersama ustadz atau selebriti pilihan.

“Dan kami menargetkan keluarga dan millenials sebagai potential customers sehingga mereka bisa dengan mudah mencari paket umroh sesuai waktu dan budget yang dimiliki,” kata Lia.

Menambah kemitraan

Sebagai marketplace, Umroh.com tidak berperan sebagai penyelenggara, mereka juga mengklaim bisa memberikan jaminan kepada pelanggan kepastian transaksi, dana jamaah hanya akan dicairkan kepada travel umroh apabila sudah ada kepastian tanggal keberangkatan berupa kode booking pesawat.

Apabila travel umroh tidak memberikan kode booking tersebut dalam kurun waktu tertentu, maka jamaah dapat menarik kembali 100% biaya umroh yang telah dibayarkan atau memilih paket dari travel umroh lainnya.

“Kami terus fokus mengembangkan produk dan teknologi kami. Ke depannya kami berharap segala persiapan dan transaksi ibadah umroh dapat dilakukan dari genggaman smartphone seluruh masyarakat muslim Indonesia,” kata Lia.

Saat ini Umroh.com sudah bisa diakses di situs dan aplikasi versi Android. Untuk versi iOS rencananya akan diluncurkan akhir tahun 2019 mendatang. Di tahun 2019 ini, perusahaan juga akan meluncurkan fitur-fitur terkait persiapan dan transaksi ibadah umroh sehingga memudahkan masyarakat muslim di Indonesia dalam memilih paket umroh yang terbaik sesuai kebutuhan. Dari 100 mitra travel yang sudah bergabung, sekitar 40 sudah live di situs statusnya, sisanya masih dalam proses administratif.

Salah satu kemitraan yang baru-baru ini diumumkan Umroh.com adalah bersama dengan platform OTA Tiket. Melalui kampanye ramadan Tiket, Umroh.com menyediakan hadirah berupa paket umroh untuk pemenang yang beruntung. Disebutkan pula Umroh.com sebelumnya telah mendapatkan mentoring dari para founder Tiket.

“Ke depannya kami juga ingin sekali bekerja sama dengan berbagai perusahaan hingga brand untuk mengadakan kontes serupa berhadiah paket umroh. Atau bisa juga untuk kebutuhan internal umroh karyawannya,” kata Lia.

Selain Umroh.com, ada juga layanan PergiUmroh yang menghadirkan platform dan jasa sejenis.

Application Information Will Show Up Here

Safar Perkenalkan Aplikasi Marketplace Perjalanan Umrah

PT Safar Anugerah Indonesia (Safar) meresmikan aplikasi online marketplace untuk perjalanan umrah yang dinamai Safar. Aplikasi ini dikembangkan untuk memudahkan pengguna mencari paket perjalanan umrah. Peluncuran aplikasi ini berkat kerja sama dengan salah satu anak perusahaan Telkom Group, PT Metranet.

Disampaikan Digital Consumer Director PT Metranet Setyo Budianto, pihaknya melihat Safar memiliki potensi yang tinggi untuk berkembang. Dalam kemitraan ini Mitranet akan berperan sebagai partner untuk pengembangan strategi pemasaran dan sosialiasi produk ke calon mitra dan konsumen.

“Kami optimis melalui platform digital advertising andalan kami, pendistribusian iklan digital Safar dapat menyasar ke target audiens yang tepat sesuai dengan profil Safar,” jelas Setyo.

Sebagai layanan marketplace umrah, Safar menekankan dua hal, yakni gampang dan aman. Dua hal penting karena menyangkut kepercayaan pelanggan.

“Gampang, yakni pengguna dapat mencari perjalanan umrah melalui langkah yang mudah serta proses pembelian yang ringkas dan cepat. Aman, di mana dana dari jemaah akan tersimpan dengan aman di joint account dan hanya bisa dicairkan ketika mitra travel telah menyelesaikan tanggung jawabnya pada jemaah,” jelas CEO Safar Andang Sentanu.

Komitmen Safar adalah memberikan pengalaman dan nilai tambah bagi calon jemaah umrah. Ada tiga layanan yang ditawarkan, yakni online marketplace yang menyediakan berbagai macam biro perjalanan umrah, travel management system yang mengelola data ketersediaan paket umrah, dan travel assistance yang merupakan pendampingan selama proses perjalanan umrah.

“Sebagai penghubung antara mitra travel umrah dengan publik, kami ingin terus menjaga kualitas dan kontrol layanan agar benar-benar menghadirkan nilai tambah dari segi kemudahan dan keamanan bagi para peminat umrah. Terlebih umrah adalah perjalanan religius di mana kami ingin pengguna Safar bisa fokus beribadah tanpa memikirkan hal-hal teknis selama perjalanannya. Karenanya kami memiliki tiga fase pendampingan dan monitoring selama umrah,” imbuh Andang.

Sebagai bentuk pelayanan kepada pelanggan, Safar akan membantu mulai dari proses persiapan hingga kedatangan. Pada fase persiapan Safar dan mitra travel umrah yang dipilih akan mendata kelengkapan berkas jemaah seperti tiket, paspor, visa, vaksinasi dan lainnya. Selanjutnya pada fase keberangkatan jemaah bisa memanfaatkan aplikasi Safar untuk memantau jarak masjid, penginapan, dan tempat perbelanjaan. Yang terakhir, pada fase kedatangan Safar akan membantu menyediakan opsi dokumentasi, memorabilia, bahkan pencatatan alumni perjalanan untuk menjaga silaturahmi.

Untuk menampilkan mitra travel berkualitas dalam sistemnya Safar melakukan screening secara internal, mulai dari pengecekan data di Kementerian Agama, penetapan kandidat, dan pendekatan langsung ke mitra potensial.

Sejauh ini Safar sudah memiliki 11 mitra travel dan menargetkan 50 mitra travel di seluruh Indonesia. Secara bisnis, layanan ini memiliki kemiripan model bisnis dengan PergiUmroh.

“Kami menyadari industri ini sangat mengutamakan kepercayaan. Sebagai middle man kami perlu menjaga kepercayaan dari sisi jemaah dan mitra travel. Karenanya fokus kami saat ini adalah menjalin komunikasi personal kepada calon mitra-mitra travel dan masyarakat tentang layanan kami. Ke depan Safar akan mengadakan roadshow ke kota-kota lain, baik dalam usaha untuk menjalin hubungan kerja sama dengan calon-calon mitra travel, dan sekaligus juga untuk memperkenalkan Safar secara langsung kepada pasar dan calon-calon jemaah,” tutup Andang.

Application Information Will Show Up Here