Finfini Tawarkan Solusi Integrasi Data Finansial Berbasis API

Terus menggali apa yang menjadi kebutuhan pengguna, harus selalu menjadi fondasi dasar bagi perusahaan agar terus berinovasi. Kisah ini juga terjadi di dalam tim Finfini. Sejatinya, Finfini lahir hasil dari keputusan pivot dari dua produk sebelumnya yang sudah dirilis ke pasar, yakni DompetSehat dan Veryfund.

Head of Product Rangga WP mengatakan, Finfini menggabungkan engine dari dua produk sebelumnya menjadi tiga sektor, yakni engine data/account aggregation, data analytics, dan data processing. Engine tersebut ternyata paling dibutuhkan pengguna daripada produk yang sudah jadi.

DompetSehat itu sendiri menyediakan jasa layanan pengatur keuangan untuk individu dengan menghubungkan akun banknya. Sementara Veryfund menawarkan kemudahan untuk mengecek saldo dan melacak transaksi keuangan dari berbagai akun bank milik pengguna.

“Ternyata banyak korporasi di luar sana yang lebih membutuhkan engine kami daripada DompetSehat dan Veryfund. Jadi kami putuskan untuk membuat brand sendiri. Pada tahun 2017 kami putuskan untuk pivot [..], kami belajar dari kegagalan sebelumnya dan mengasah diri melihat potensi pasar,” terangnya kepada DailySocial.

Model bisnis

Rangga menerangkan Finfini membagi layanannya ke dalam tiga sektor, yakni data/account aggregation, data analytics, dan data processing. Data aggregation merupakan layanan yang berfungsi untuk mengumpulkan data-data yang tersebar secara publik di internet, atau data privat yang bisa diakses atas seizin pemilik akun. Misalnya, data keuangan di bank atau data investasi.

Data privat ini dapat diperoleh Finfini karena biasanya pemilik akun memiliki kebutuhan untuk mengajukan pinjaman di suatu institusi keuangan tertentu. “Atau ketika pemilik akun ingin mencatat pemasukan atau pengeluaran tiap bulan yang tercatat di masing-masing rekening bank, dan menampilkannya dalam bentuk grafik, sehingga pemilik akun dapat mengatur keuangannya lebih baik.”

“Sehingga kami menempatkan diri di antara dua demand, yakni pemilik rekening, dan/atau perbankan/fintech lain. Perbankan/fintech/pengembang aplikasi adalah klien yang menggunakan jasa kami untuk mempermudah user mereka,” sambungnya.

Dari ketiga sektor tersebut, menghasilkan empat produk yang ditawarkan ke pengguna korporasi Finfini. Yakni, account aggregation yang mengumpulkan data-data keuangan, menghubungkan dengan internet banking untuk mengambil laporan keuangan tiga bulan terakhir, atau lima transaksi terakhir.

Kemudian, document parsers seperti OCR parser untuk KTP, rekening koran, dan dokumen lain, juga PDF parser untuk rekening koran dalam bentuk PDF; Cashflow analytics adalah engine untuk menganalisis hasil parsing rekening koran tersebut apakah ada indikasi fraud, sehingg tim risk/fraud di institusi keuangan dapat menganalisis dan mengambil keputusan layak kredit lebih cepat.

“Terakhir modul e-KYC, untuk validasi KTP, face comparison, phone verification, dan lain sebagainya.”

Solusi end-to-end ini sebenarnya ditujukan untuk melayani institusi keuangan sebagai fokus awal perusahaan. Namun, tidak menutup kemungkinan solusi tersebut bisa digunakan secara modular, misalnya hanya mau pakai modul e-KYC suite saja, tidak masalah.

Hanya saja, dampak dari pandemi Covid-19 yang berdampak pada institusi keuangan, kini Finfini membuat layanannya menjadi modular agar lebih fleksibel untuk menjangkau perusahaan dari sektor lain. “Saat ini kami sedang terlibat dengan Kementerian Keuangan untuk proyek OCR ini.”

Beberapa pengguna Finfini di antaranya adalah Julo, Welbi, dan Ngorder.

Rangga juga mengonfirmasi bahwa saat ini perusahaan masih menggunakan dana sendiri alias bootstrapping untuk operasionalnya. Belum ada rencana untuk melakukan penggalangan dana eksternal.

Masa Depan Perbankan Digital di Indonesia

Inovasi dalam dunia teknologi yang terus tumbuh dengan pesat terbukti telah banyak membawa perubahan di masyarakat. Keuangan adalah salah satu sektor yang merasakan dampak inovasi tersebut dan kini istilah fintech (financial technology) pelan-pelan mulai terdengar lebih luas.  Lalu bagaimana nasib lembaga keuangan yang lebih dahulu hadir seperti bank di tengah-tengah terpaan inovasi ini?

Berbarengan dengan peluncuran Pinjam Indonesia beberapa hari silam, digelar juga sebuah forum yang diinisiasi Pinjam dengan Veryfund bernama Indonesia Fintech Forum. Topik yang dibawakan adalah “The Future of Digital Banking in Indonesia”. Ini menarik, mengingat fintech mulai merangkak ke atas secara perlahan di Indonesia saat ini.

Lanskap perbankan Indonesia saat ini

Indonesia Fintech Forum

Inovasi. Itu adalah elemen terpenting yang dibutuhkan oleh dunia perbankan saat ini di Indonesia, bahkan dunia. Akui saja, produk-produk keuangan yang lahir dari perut perbankan saat ini tidak lah begitu “menarik”.  Ini tak lepas dari kondisi perbankan itu sendiri yang berada dalam posisi sebagai sebuah korporasi.

“Saya percaya sebelum berbicara tentang inovasi Anda harus tahu lansekap dari tempat Anda akan mamainkan inovasi tersebut. [..] Bagaimana kondisi pasarnya saat ini dan bagaimana kondisi pasarnya di masa yang akan datang,” tekan Chief Strategy Offices Maybank Indonesia Charles Budiman di @america.

Secara garis besar, menurut Charles, lansekap perbankan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga hal utama. Dari posisi Indonesia di Asia Tenggara, tantangannya dalam bentuk emerging environment, dan juga bagaimana bank di Indonesia dapat bertumbuh di masa depan, terutama dalam menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Indonesia Fintech Forum

Charles mengatakan, “Saat ini kondisi Net Interset Margin [NIM] bank-bank Indonesia tergolong tinggi bila dibandingkan dengan bank lain di kawasan Asia Tenggara. [..] Tapi tanpa perubahan dari sisi produktivitas, bank di Indonesia akan kehilangan [sisi] kompetitifnya dengan nilai NIM yang semakin berkurang namun [nilai] Cost to Income Ratio meningkat. [..] Ini akan jadi kabar buruk bagi kami [pelaku industri perbankan Indonesia].”

Berkolaborasi bersama dengan inovasi dunia digital di bidang keuangan

Indonesia Fintech Forum

Indonesia sebagai negara berkembang memang memiliki banyak tantangan untuk dipecahkan dalam berbagai sektor, termasuk dalam industri keuangan. Indonesia saat ini juga masih tercatat sebagai negara dengan tingkat literasi keuangan yang cukup rendah, baru 32 persen.

Tahun ini memang bukan menjadi tahun fintech mendapat sorotan seperti industri e-commerce yang sudah mulai matang atau aplikasi karya anak bangsa. Pun demikian, sebenarnya sudah ada beberapa startup digital mulai muncul ke permukaan dalam ekosistem digital Indonesia. Bahkan kemunculan berbagai startup fintech ini bisa membuat perbankan takut kehilangan market share mereka.

Pun demikan, perubahan tak pernah bisa dilakukan sendirian. Perlu peran berbagai pihak pemegang kepentingan untuk berkolaborasi bersama dalam menumbuhkan ekosistemnya. Apalagi di industri keuangan yang sudah mapan dengan segala regulasi yang tak bisa sembarangan digoyahkan.

Deputi Direktur Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif Bank Indonesia Ricky Satria mengatakan, “Kita butuh ‘Fintegration’. Fintech berkolaborasi bersama dengan bank untuk melewati segala tantangan dalam bisnis ini [keuangan dan perbankan].”

“Anda mungkin bisa datang sendirian [bermain di industri sebagai startup fintech]. Tapi, Anda juga butuh [pengetahuan] manajemen yang maedalam, perlindungan konsumen, dan bagaimana menjalankan manajemen [keuangan] untuk menumbuhkan bisnis,” ujar Ricky.

Veryfund Tawarkan Kemudahan Melacak Transaksi Keuangan Bank

press release veryfund-21

Startup teknologi yang menyasar segmen finansial di Indonesia dewasa ini kian menjamur. Kini hadir satu lagi pemain baru yang turut meramaikan ranah layanan finansial melalui aplikasi mobile bernama Veryfund. Veryfund menawarkan kemudahan untuk memeriksa saldo dan juga melacak transaksi keuangan berbagai akun bank yang dimiliki penggunanya.

Continue reading Veryfund Tawarkan Kemudahan Melacak Transaksi Keuangan Bank