Oculus Rift S Resmi Di-discontinue

Dibandingkan HTC Vive, lineup produk virtual reality yang Oculus tawarkan terkesan sangat sederhana. Dalam waktu dekat, portofolio produknya bahkan bakal jauh lebih simpel lagi dengan dihentikannya produksi Oculus Rift S, penerus Oculus Rift orisinal yang diperkenalkan di tahun 2019.

Kalau kita cek di situs resmi Oculus, terpampang status Rift S yang sedang kosong. Kepada UploadVR, Oculus sendiri juga telah mengonfirmasi bahwa mereka tidak berniat menambah stok Rift S, dan ini sejalan dengan rencana awal mereka ketika meluncurkan VR headset baru tahun lalu, yakni Oculus Quest 2. Kala itu, Oculus sempat bilang bahwa Rift S bakal segera di-discontinue.

Keputusan Oculus untuk berfokus pada Quest 2 saja sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Dibanding Rift S, headset tersebut memang menawarkan banyak kelebihan, utamanya adalah kemudahan penggunaan tanpa harus tersambung ke PC. Di saat yang sama, Quest 2 tetap dapat dihubungkan ke PC via kabel seandainya diperlukan (untuk memainkan gamegame yang lebih berat, yang membutuhkan kinerja kartu grafis milik PC).

Oculus Quest 2 / Oculus
Oculus Quest 2 / Oculus

Tidak heran apabila Quest 2 pada akhirnya menjadi produk terlaris Oculus meski baru dipasarkan selama kurang dari enam bulan. Jumlah persis unit yang terjual memang tidak disebutkan, tapi yang pasti lebih banyak ketimbang penjualan headsetheadset lain Oculus digabungkan (Rift, Go, Rift S, dan Quest generasi pertama). Harga yang cukup terjangkau — $299 — tentu turut berkontribusi terhadap kesuksesan Quest 2 di pasaran.

Yang mungkin menjadi pertanyaan adalah, apakah ke depannya Oculus masih akan melanjutkan seri Rift? Pertanyaan ini cukup tricky karena Oculus sendiri sebenarnya sudah pernah mengembangkan Rift 2. Sayangnya produk tersebut tidak pernah terealisasi karena Oculus membatalkan pengembangannya di tahun 2018, padahal tahap produksinya tinggal selangkah lagi kalau kata Palmer Luckey, founder Oculus sekaligus inventor Rift orisinal.

Sebagai gantinya, di tahun 2019 diluncurkanlah Rift S yang merupakan hasil kolaborasi Oculus bersama Lenovo. Dibanding pendahulunya, Rift S menghadirkan penyempurnaan dalam bentuk peningkatan resolusi sekaligus implementasi inside-out tracking, tidak ketinggalan pula banderol harga yang lebih terjangkau di angka $399.

Sumber: UploadVR.

HTC Luncurkan Vive Facial Tracker, Aksesori VR Opsional yang Mampu Mengenali Beragam Ekskpresi Wajah

Virtual reality tidak melulu soal display. Aspek tracking juga sangat penting dalam hal memindahkan pengguna ke sebuah realita buatan, dan itulah mengapa produsen VR headset seperti HTC terus bereksperimen dengan teknologi-teknologi tracking yang inovatif.

Buah pemikiran terbaru mereka adalah Vive Facial Tracker. Sesuai namanya, perangkat ini diciptakan untuk mengenali ekspresi wajah pengguna dengan memperhatikan pergerakan di bagian-bagian seperti bibir, gigi, lidah, rahang, pipi, maupun dagu. Menurut klaim HTC, total ada 38 jenis pergerakan wajah yang dapat diidentifikasi.

Jadi ketika pengguna tersenyum, maka avatar-nya (karakter yang diperankan di dalam VR) juga akan ikut tersenyum, demikian pula ketika pengguna cemberut. HTC mengklaim latency serendah 10 milidetik, yang berarti hampir tidak ada jeda antara pergerakan wajah pengguna dengan pergerakan wajah sang avatar.

Vive Facial Tracker

HTC tidak lupa melengkapi sepasang kamera milik Vive Facial Tracker dengan sebuah infrared illuminator sehingga tracking tetap bisa dilangsungkan meski kondisi pencahayaan di dalam ruangan tergolong minim. Dipadukan dengan headset Vive Pro Eye yang mengemas teknologi eye tracking, aksesori ini pastinya mampu menerjemahkan ekspresi wajah pengguna secara lebih akurat lagi.

Satu hal yang terdengar agak mengecewakan adalah perihal kompatibilitas. Aksesori ini hanya dapat digunakan bersama Vive Pro atau Vive Pro Eye. Lini Vive Cosmos yang bersifat standalone sama sekali tidak didukung, dan Valve Index pun juga tidak kompatibel meski sama-sama merupakan bagian dari ekosistem SteamVR. Di Amerika Serikat, Vive Facial Tracker kabarnya akan segera dipasarkan dengan harga $130.

Dalam kesempatan yang sama, HTC turut memperkenalkan Vive Tracker 3.0, aksesori opsional lain yang pada dasarnya mampu mengubah objek apapun di dunia nyata menjadi sebuah controller VR. Meski desainnya tidak banyak berubah, ukurannya sekarang cuma sepertiga dari ukuran generasi sebelumnya, dan bobotnya pun turun sekitar 15%.

Terlepas dari wujudnya yang lebih ringkas, daya tahan baterainya justru naik sekitar 75%. Dalam sekali pengecasan, Vive Tracker generasi ketiga ini bisa digunakan selama sekitar 7 jam nonstop. Sama seperti Vive Facial Tracker, Vive Tracker 3.0 juga akan dipasarkan dengan banderol $130 per unit.

Sumber: VR Focus dan The Verge.

Sony Umumkan Generasi Baru PS VR untuk PS5

Eksistensi PlayStation 5 mungkin membuat kita lupa akan keberadaan PlayStation VR. Namun ternyata Sony sama sekali belum lupa dengan sistem virtual reality besutannya tersebut. Malahan, Sony sedang sibuk mengembangkan sistem VR baru untuk menemani PS5 nantinya.

Sony memang belum punya banyak detail mengenainya, dan seperti apa wujudnya juga belum ada yang tahu. Terlepas dari itu, Sony mengklaim bahwa PS VR generasi baru ini bakal menghadirkan lompatan yang signifikan dari segi performa maupun elemen-elemen interaktifnya.

Lewat sebuah blog post, Sony juga sempat menyinggung soal peningkatan resolusi maupun field of view. Kinerja tracking dan kontrol yang lebih baik juga menjadi prioritas. Singkat cerita, yang bakal dirombak bukan hanya unit headset-nya saja, tapi juga unit controller-nya, yang disebut bakal meminjam sejumlah fitur unggulan milik controller DualSense. Semoga saja yang dimaksud adalah adaptive trigger dan haptic feedback.

Aspek kenyamanan dan kemudahan penggunaan pun turut mendapat perhatian khusus. Menurut Sony, headset PS VR baru ini hanya membutuhkan satu kabel saja untuk menyambung ke PS5, dan mereka memastikan bahwa ini tidak akan berdampak buruk pada kualitas visual yang disajikan.

Untuk jadwal rilisnya, Sony memastikan bahwa PS VR generasi baru ini tidak akan hadir di tahun 2021. Kendati demikian, CEO Sony Interactive Entertainment, Jim Ryan, sempat bilang bahwa mereka akan segera merilis development kit dalam waktu dekat. Harapannya mungkin supaya ketika perangkatnya telah siap untuk diungkap ke publik, Sony sudah punya beberapa game VR untuk didemonstrasikan bersamanya.

Bakal ada lebih banyak lagi game PS yang dirilis di PC

Days Gone / Sony Interactive Entertainment
Days Gone / Sony Interactive Entertainment

Dalam wawancaranya bersama GQ, Jim Ryan juga sempat membeberkan sejumlah detail lain yang tidak kalah menarik. Utamanya adalah rencana Sony untuk merilis lebih banyak lagi judul game eksklusif mereka di PC. Seperti yang kita tahu, tahun lalu Sony sudah membuat kejutan dengan merilis Horizon Zero Dawn di PC.

Judul eksklusif berikutnya yang akan menyusul jejak Horizon Zero Dawn adalah Days Gone, dengan estimasi jadwal rilis di musim semi. Ketika ditanya apa alasan Sony menerapkan strategi baru ini, Jim bilang bahwa mereka ingin meraup untung lebih banyak dari penjualan game, terlebih karena ongkos pembuatan game itu sendiri terus naik dari waktu ke waktu.

Days Gone baru satu dari beberapa game yang sudah direncanakan, dan mudah sekali bagi para gamer PC seperti saya untuk membayangkan judul-judul macam Marvel’s Spider-Man, God of War, The Last of Us, maupun seri Uncharted sebagai kandidat-kandidat selanjutnya yang bakal hadir di PC. Kalaupun masih harus menunggu lebih lama lagi, saya bersedia.

Sumber: PlayStation Blog. Gambar header: Depositphotos.com.

Program VR Ambassador Siap Cetak 5.000 Pionir Media Pembelajaran Berbasis Virtual Reality

Pandemi COVID-19 di tahun 2020 memaksa kita untuk menghadapi perubahan yang besar secara mendadak. Sektor pendidikan pun tidak luput dari itu. Kegiatan belajar mengajar yang umumnya dilakukan secara tatap muka kini harus dilangsungkan secara daring. Ketidaksiapan pun banyak terjadi karena dalam waktu yang singkat, para pendidik harus bisa menyesuaikan diri dengan teknologi yang tersedia.

Di sisi lain, peserta didik juga mengalami kebosanan karena metode pembelajaran daring yang kurang efektif. Mereka mendambakan metode baru yang dapat memberikan kesenangan belajar, dan di sinilah teknologi virtual reality (VR) hadir sebagai salah satu solusi.

Relevansi VR di sektor pendidikan bisa kita tinjau lebih jauh pada laporan World Economic Forum yang diterbitkan di bulan Oktober 2020. Data dalam laporan tersebut menunjukkan bahwa penyerapan teknologi VR di dunia pendidikan mencapai 70% hingga tahun 2025.

Kebutuhan yang tinggi akan teknologi VR ini tentunya bukan tanpa alasan. VR terbukti mampu meningkatkan pencapaian siswa dalam hal pemahaman materi, peningkatan emosi positif, hingga kemampuan berpikir kritis. Pembuktiannya telah dilakukan di banyak negara dalam bentuk penelitian ilmiah universitas maupun penelitian independen.

Di Indonesia, dampak positif implementasi VR di bidang pendidikan ini bisa kita lihat dari uji coba yang dilakukan di 10 provinsi oleh penyedia platform pendidikan berbasis VR asal tanah air, MilleaLab. Dalam uji coba tersebut, MilleaLab bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang direkomendasikan oleh jaringan Ikatan Guru Indonesia.

“Uji coba yang melibatkan 1.800 peserta didik dari jenjang dasar dan menengah ini memberikan hasil yang sangat positif,” jelas Andes Rizky, Managing Director MilleaLab. “Dari data uji coba yang dilakukan, penggunaan VR dapat meningkatkan emosi positif siswa hingga 90%, meningkatkan daya ingat dan pemahaman siswa pada konteks pembelajaran hingga 80%, dan juga mampu meningkatkan nilai rata-rata kelas hingga 53%,” imbuhnya.

LenteraEdu, platform pendidikan yang diinisiasi oleh Putera Sampoerna Foundation, meyakini bahwa teknologi VR dapat menjadi solusi bagi penyesuaian kegiatan belajar mengajar di era pandemi, sekaligus menjadi gerbang untuk menyatukan teknologi yang bersahabat bagi tenaga dan peserta didik secara bersamaan.

Program VR Ambassador untuk mempercepat transformasi digital pendidikan tanah air

VR Ambassador

Berpegang pada prinsip tersebut, LenteraEdu menginisiasi program VR Ambassador yang bertujuan untuk mencetak tenaga pendidik yang bisa menjadi pionir teknologi immersive dalam dunia pendidikan Indonesia. Dalam melangsungkan programnya, LenteraEdu menggandeng MilleaLab yang sejak tahun 2019 telah aktif memberikan program pelatihan VR.

Kombinasi antara pengalaman pendidik dan fasilitator dari LenteraEdu dengan teknologi bersahabat yang MilleaLab ciptakan tentu dapat bersinergi dan membuka gerbang pendidikan Indonesia ke langkah yang lebih baik lagi. Hal ini pun dibuktikan dengan tingginya antusiasme terhadap program VR Ambassador. Hinggai hari terakhir, jumlah data yang masuk sebagai pendaftar tercatat 3x lipat lebih banyak daripada jumlah yang ditargetkan.

Dari sekian banyak pendaftar, LenteraEdu dan MilleaLab telah melakukan seleksi hingga mendapatkan 100 calon ambassador terbaik. Beberapa di antaranya juga merupakan guru-guru SMK, dan harapannya tentu supaya mereka dapat membantu meningkatkan kualitas lulusan di bidang vokasi, yang pada akhirnya akan berdampak pada meningkatnya jumlah pelaku usaha kecil dan menengah yang lebih kompeten.

Secara total, program VR Ambassador ini akan berlangsung selama enam bulan. Proses seleksinya telah selesai pada bulan Desember kemarin, dan program pelatihannya sendiri akan dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret ini. Selama pelatihan berlangsung, para guru akan diasah pengetahuan sekaligus keterampilannya dalam menyusun materi pembelajaran alternatif yang inovatif dengan memanfaatkan teknologi VR.

Tujuan akhirnya tentu supaya hasil belajar siswa dapat ditingkatkan, sekaligus memberikan pengalaman belajar yang autentik dan tanpa batas bagi mereka. Namun bukan cuma itu saja, masing-masing dari 100 VR Ambassador ini juga diwajibkan untuk melakukan diseminasi kepada 50 tenaga pendidik di tempat mereka berada, sehingga dapat memperluas praktik baik dan dampak positif yang diberikan. Program diseminasi ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2021.

Program VR Ambassador ini telah menerima dukungan penuh dari Kementerian Perindustrian maupun Kementerian Riset dan Teknologi. Kendati demikian, LenteraEdu dan MilleaLab masih membuka pintu kerja sama dengan instansi lain yang tertarik untuk berkontribusi langsung terhadap pergerakan transformasi digital pendidikan di tanah air, entah itu dalam bentuk sponsorship maupun bentuk dukungan lainnya.

Disclosure: DailySocial adalah media partner program ShintaVR/MilleLab.

VR Headset Pimax 5K Super Unggulkan Refresh Rate Setinggi 180 Hz

Di industri virtual reality (VR), nama Pimax memang tidak sepopuler Oculus maupun HTC Vive. Kendati demikian, perusahaan asal Tiongkok tersebut cukup dikenal sebagai yang paling berani mengaplikasikan inovasi terkini di bidang VR, seperti ketika mereka merilis VR headset 4K pertama di tahun 2016.

Sekarang, portofolio produk Pimax tentu sudah bertambah lengkap. Yang terbaru, mereka baru saja memperkenalkan Pimax 5K Super. Namanya itu berasal dari total resolusi display yang diusung, yakni sepasang display yang masing-masing memiliki resolusi 2560 x 1440 pixel.

Label “Super” sendiri menandakan satu fitur unggulannya, yakni refresh rate hingga setinggi 180 Hz dalam mode eksperimental, atau hingga 160 Hz dalam mode standar. Sebagai perbandingan, Valve Index yang bisa dibilang memimpin soal ini hanya mampu menyuguhkan refresh rate maksimum 144 Hz.

Ilustrasi perbandingan efek ghosting pada refresh rate 90 Hz dan 180 Hz / Pimax
Ilustrasi perbandingan efek ghosting pada refresh rate 90 Hz dan 180 Hz / Pimax

Di titik ini, sebagian besar dari kita semestinya sudah paham betul bahwa refresh rate yang tinggi selalu diasosiasikan dengan kinerja yang lebih mulus. Dalam kasus VR headset, semakin tinggi refresh rate, semakin minimal efek ghosting yang dihasilkan oleh display-nya. Dipadukan dengan resolusi yang tinggi, hasil akhirnya adalah pengalaman keseluruhan yang lebih immersive lagi.

Juga tidak kalah penting adalah perihal field of view. Display milik Pimax 5K Super tercatat memiliki sudut pandang diagonal seluas 170°, atau malah bisa dibuat lebih lebar lagi (200°) jika memilih opsi refresh rate di bawah 160 Hz. Tentu saja Pimax juga tidak lupa melengkapinya dengan tuas pengaturan IPD (interpupillary distance), alias jarak antara kedua mata pengguna.

Bundel Pimax 5K Super bersama controller dan base station Valve Index / Pimax
Bundel Pimax 5K Super bersama controller dan base station Valve Index / Pimax

Perbandingannya dengan Valve Index bukan semata soal refresh rate, tapi juga karena Pimax 5K Super kompatibel dengan platform SteamVR. Itu artinya pengguna wajib memiliki base station SteamVR versi 2.0 agar tracking posisi bisa berjalan, serta controller yang memang kompatibel dengan platform tersebut.

Seandainya Anda belum bisa menebak, Pimax 5K Super bukanlah barang yang murah. Unit headset-nya saja dibanderol $749, atau $1.299 jika dibundel bersama sepasang controller dan base station milik Valve Index, jauh lebih mahal daripada harga Valve Index itu sendiri. Itu semua juga belum termasuk PC berspesifikasi high-end yang mampu mengatasi refresh rate setinggi 160 atau 180 Hz.

Sumber: VR Focus.

Microsoft Flight Simulator Dapat Dimainkan Menggunakan VR Headset dalam Waktu Dekat

Dengan game serealistis Microsoft Flight Simulator, memainkannya menggunakan mouse dan keyboard mungkin bakal terasa aneh dan kurang nyaman. Idealnya, permainan simulasi penerbangan seperti ini harus dinikmati dengan menggunakan periferal khusus supaya pengalaman yang didapat secara keseluruhan bisa terasa lebih immersive.

Bicara soal faktor immersive, tentu saja kita otomatis bakal teringat dengan virtual reality (VR). Pertanyaannya, apakah Microsoft Flight Simulator juga dapat dimainkan dalam medium VR? Bisa, per 22 Desember nanti. Berdasarkan keterangan langsung dari pengembangnya, Asobo Studio, dukungan VR untuk Microsoft Flight Simulator bakal hadir secara resmi menjelang hari Natal nanti usai menjalani fase beta sejak Oktober.

Menariknya, Asobo tidak mau pilih-pilih soal platform VR-nya. Sebelum ini Asobo sempat bilang bahwa dukungan VR hanya akan tersedia untuk headset HP Reverb G2, namun sekarang mereka memastikan bahwa keluarga headset Oculus dan HTC Vive pun juga akan kebagian jatah yang sama.

Asobo juga tidak akan menarik biaya tambahan. Dukungan VR ini bisa dinikmati secara cuma-cuma oleh semua pemain Microsoft Flight Simulator. Sebuah kabar yang menggembirakan mengingat dukungan VR sudah menjadi salah satu request terbanyak yang dilontarkan para pemain semenjak game ini dirilis pada bulan Agustus lalu.

Microsoft Flight Simulator

Asobo menjanjikan pengalaman VR yang seamless buat seluruh pemain. Seamless dalam artian tampilan menu sebelum lepas landas pun juga dapat dinavigasikan melalui VR. Dengan kata lain, usai mengklik icon Microsoft Flight Simulator di tampilan desktop, pemain sama sekali tidak perlu melepaskan VR headset-nya.

Dukungan VR ini akan hadir sebagai bagian dari Sim Update 2 untuk Microsoft Flight Simulator. Setelahnya, Asobo bakal merilis World Update 3 pada tanggal 28 Januari 2021 yang membawa segudang update terhadap lokasi-lokasi di dataran Inggris Raya.

Lebih jauh lagi, Asobo juga telah merencanakan sejumlah fitur baru yang akan hadir pada Microsoft Flight Simulator, seperti misalnya fitur replay. Buat yang lebih nyaman menggunakan setup multi-monitor ketimbang VR, Asobo bilang dukungannya akan hadir suatu waktu dalam dua tahun ke depan. Memasuki 2022, Microsoft Flight Simulator kabarnya juga bakal kedatangan jenis kendaraan baru, yakni helikopter.

Sumber: PC Gamer dan Polygon.

Virtuix Omni One Adalah Omnidirectional Treadmill untuk Konsumen Rumahan

Seumpama ada hal positif yang bisa kita pelajari dari film “Ready Player One”, mungkin yang paling menarik adalah fakta bahwa konsumen umum bisa mempunyai omnidirectional treadmill-nya sendiri di samping sebuah VR headset.

Di dunia nyata, perangkat semacam ini sebenarnya sudah eksis, tapi implementasinya baru sebatas di segmen komersial dan juga belum secanggih seperti yang di film. Tahun depan mungkin bisa berbeda ceritanya, sebab perusahaan yang menjadi pionir di ranah ini, Virtuix, sedang menyiapkan omnidirectional treadmill baru yang ditujukan untuk konsumen rumahan.

Dijuluki Omni One, ia menawarkan sederet peningkatan jika dibandingkan dengan omnidirectional treadmill generasi pertama Virtuix. Yang paling utama adalah, tidak ada lagi harness berbentuk cincin yang mengitari pinggang pengguna, yang tersambung ke porsi dasarnya oleh tiga buah lengan.

Harness barunya kini berwujud rompi, dengan bagian punggung yang terhubung ke satu lengan adjustable yang bisa bergerak memutari porsi dasarnya. Hasilnya adalah, pengguna tak hanya bisa berjalan atau berlari di tempat, tapi juga menunduk dan melompat, sehingga akhirnya pengalaman yang didapat bisa lebih immersive lagi ketimbang sebelumnya.

Virtuix Omni One

Berhubung ditujukan untuk konsumen rumahan, dimensi Omni One juga tergolong ringkas, dengan diameter tidak lebih dari 1,2 meter. Lengannya pun dapat dilipat sehingga perangkat bisa lebih mudah disimpan atau dipindahkan.

Rencananya, Virtuix Omni One bakal dipasarkan mulai tahun 2021 dengan harga $1.995. Paket penjualannya sudah termasuk sebuah standalone VR headset. Prototipenya sekarang memanfaatkan headset Pico Neo 2, akan tetapi Virtuix belum bisa memastikan headset apa yang diikutkan bersama versi finalnya nanti.

Alternatifnya, Virtuix juga bakal menawarkan bundel developer kit yang cuma meliputi treadmill-nya saja seharga $995. Dev kit ini penting mengingat Omni One bakal hadir bersama app store-nya sendiri, dan Virtuix sudah merencanakan setidaknya 30 judul game yang akan tersedia di hari peluncurannya.

Juga menarik adalah bagaimana Virtuix menawarkan Omni One melalui mekanisme crowdfunding-nya sendiri sekaligus membuka peluang bagi konsumen untuk menjadi investor di Virtuix. Sederhananya, konsumen yang berminat diminta untuk membayar $1.000 di muka, dan mereka berhak menerima potongan harga sebesar 20%, atau 40% kalau membayar di pekan pertama. Kalau mau, potongan harganya ini juga bisa dijadikan gift card untuk teman atau keluarga yang juga tertarik dengan Omni One.

Sumber: VR Focus.

Oculus Quest 2 Disingkap, Bawa Display 90 Hz dan Performa yang Lebih Kencang

Setelah beberapa kali dirumorkan, virtual reality headset Oculus Quest 2 akhirnya resmi menyapa dunia. Melanjutkan jejak pendahulunya sebagai VR headset bertipe standalone, Quest 2 hadir dengan sederet pembaruan yang cukup signifikan.

Kita mulai dari display-nya, yang kini menawarkan resolusi 1832 x 1920 pixel per mata, atau sekitar 50% lebih tinggi daripada milik Quest generasi pertama. Tidak kalah penting dari resolusi adalah refresh rate, dan di sini lagi-lagi Quest 2 juga membawa peningkatan, dari 72 Hz menjadi 90 Hz.

Guna mengakomodasi hardware yang semakin canggih, tentunya dibutuhkan otak yang lebih cerdas lagi. Quest 2 mengandalkan Snapdragon XR2, chipset anyar yang baru Qualcomm perkenalkan menjelang akhir tahun lalu, yang memang dirancang secara khusus untuk VR headset maupun AR headset. Melengkapi spesifikasinya adalah RAM 6 GB dan pilihan storage internal antara 64 GB atau 256 GB.

Komponen-komponen tersebut dikemas dalam rangka baru yang sedikit lebih kecil sekaligus lebih ringan (503 gram). Seperti yang sudah kita pelajari dari bocoran gambarnya, desainnya sepintas kelihatan kalah premium dari pendahulunya karena tidak ada lagi bahan kain yang melapisi panel plastiknya. Namun itu semestinya tidak perlu menjadi masalah seandainya perangkat bisa terasa lebih nyaman di kepala.

Sebelum ini, sempat muncul kekhawatiran bahwa Quest 2 tidak dilengkapi kenop untuk mengatur jarak fisik antara lensa kiri dan kanan alias IPD (interpupillary distance). Memang benar kenopnya sirna, tapi untungnya Quest 2 masih menawarkan mekanisme untuk menyesuaikan IPD, yakni dengan menggeser kedua lensanya secara manual. Jeleknya, ini berarti pengguna harus melepas perangkat dulu agar bisa melakukan pengaturan.

Oculus tidak lupa menawarkan sejumlah aksesori opsional untuk Quest 2. Jadi seandainya pengguna tidak suka dengan strap yang luwes seperti yang terdapat dalam paket penjualan aslinya, mereka bisa membeli strap model lain yang kaku, atau yang di belakangnya dilengkapi modul baterai tambahan, yang juga berguna untuk semakin menyeimbangkan distribusi berat.

Juga ikut direvisi desainnya adalah controller Oculus Touch, yang diyakini lebih nyaman dalam genggaman ketimbang versi sebelumnya. Kinerja tracking-nya pun telah dioptimalkan agar lebih irit daya – sampai 4x lebih irit kalau kata Oculus sendiri. Bicara soal baterai, Quest 2 sendiri diklaim punya daya tahan yang sama seperti pendahulunya, yakni sekitar 2 – 3 jam dalam sekali charge.

Satu hal yang cukup menarik adalah bagaimana kehadiran Quest 2 memicu Oculus untuk menyetop pengembangan seri Rift. Mereka berdalih Quest 2 lebih superior ketimbang Rift S di segala aspek, dan seandainya pengguna ingin memakai Quest 2 untuk bermain game VR di PC macam Half-Life: Alyx, mereka bisa menyambungkan Quest 2 ke PC menggunakan kabel Oculus Link – yang sayangnya harus ditebus secara terpisah.

Kabar baiknya, Oculus Quest 2 dibanderol cukup terjangkau: mulai $299, alias lebih murah $100 daripada harga pendahulunya saat diluncurkan. Pemasarannya dijadwalkan akan berlangsung mulai 13 Oktober mendatang.

Sumber: Oculus.

Bocoran Gambar Tunjukkan Perubahan Desain yang Diusung Penerus Oculus Quest

Kehadiran virtual reality headset baru dari Oculus sepertinya sudah semakin dekat. Setelah rumor mengenai penerus Oculus Quest mulai beredar pada bulan Mei lalu, Oculus belum lama ini juga dikabarkan bakal memproduksinya secara massal mulai akhir Juli ini – plus mereka pun juga sudah menghentikan produksi Oculus Go.

Sekarang, bocoran gambar suksesor Quest itu juga sudah mulai bermunculan di jagat maya. Semuanya berawal dari unggahan seorang pengguna Twitter bernama WalkingCat (@h0x0d), yang sendirinya merupakan sosok leaker yang cukup terkenal dan punya reputasi yang bagus, hingga akhirnya foto unitnya disebar di Reddit.

Meski sepintas perangkat ini tampak identik seperti Oculus Quest generasi pertama, ada beberapa poin yang bisa kita pelajari yang ternyata sesuai dengan rumor sebelumnya. Yang pertama, kalau melihat foto tampak atasnya, kelihatan bahwa perangkat ini sedikit lebih tipis dibanding Quest generasi pertama, dan ini tentu saja berpengaruh langsung terhadap bobot perangkat secara keseluruhan.

Oculus juga tidak sebatas mengganti warnanya saja. Sejalan dengan rumornya, bagian samping yang tadinya berlapis kain sekarang cuma plastik. Kesan premiumnya jelas berkurang, akan tetapi perubahan material ini semestinya dapat menekan harga jualnya, serta memangkas bobotnya lebih signifikan lagi.

Perubahan lain yang mungkin bakal kurang disukai konsumen adalah hilangnya kenop IPD (interpupillary distance), alias kenop untuk mengatur jarak fisik antara lensa kiri dan kanan supaya bisa disesuaikan dengan posisi mata masing-masing pengguna yang tentu berbeda satu sama lain. Pada Quest generasi pertama, kenop ini diposisikan di sisi bawah, sedangkan di bocoran gambar suksesornya ini kenopnya sama sekali tidak kelihatan di sisi manapun.

Ini bukan pertama kalinya Oculus mengeliminasi kenop IPD dari perangkat buatannya. Sebelum ini, Oculus Rift S sudah lebih dulu hadir tanpa kenop IPD, dan penyesuainnya cuma bisa dilakukan via software. Mungkin saja ini juga berkaitan dengan misi Oculus untuk mengurangi bobot perangkat sekaligus menjadikan penerus Quest lebih nyaman digunakan dalam jangka waktu yang lama.

Andai sang leaker bisa kembali dipercaya kali ini, kita bakal melihat penerus Oculus Quest ini diluncurkan pada tanggal 15 September mendatang.

Sumber: The Verge.