Virtuix Omni One Adalah Omnidirectional Treadmill untuk Konsumen Rumahan

Seumpama ada hal positif yang bisa kita pelajari dari film “Ready Player One”, mungkin yang paling menarik adalah fakta bahwa konsumen umum bisa mempunyai omnidirectional treadmill-nya sendiri di samping sebuah VR headset.

Di dunia nyata, perangkat semacam ini sebenarnya sudah eksis, tapi implementasinya baru sebatas di segmen komersial dan juga belum secanggih seperti yang di film. Tahun depan mungkin bisa berbeda ceritanya, sebab perusahaan yang menjadi pionir di ranah ini, Virtuix, sedang menyiapkan omnidirectional treadmill baru yang ditujukan untuk konsumen rumahan.

Dijuluki Omni One, ia menawarkan sederet peningkatan jika dibandingkan dengan omnidirectional treadmill generasi pertama Virtuix. Yang paling utama adalah, tidak ada lagi harness berbentuk cincin yang mengitari pinggang pengguna, yang tersambung ke porsi dasarnya oleh tiga buah lengan.

Harness barunya kini berwujud rompi, dengan bagian punggung yang terhubung ke satu lengan adjustable yang bisa bergerak memutari porsi dasarnya. Hasilnya adalah, pengguna tak hanya bisa berjalan atau berlari di tempat, tapi juga menunduk dan melompat, sehingga akhirnya pengalaman yang didapat bisa lebih immersive lagi ketimbang sebelumnya.

Virtuix Omni One

Berhubung ditujukan untuk konsumen rumahan, dimensi Omni One juga tergolong ringkas, dengan diameter tidak lebih dari 1,2 meter. Lengannya pun dapat dilipat sehingga perangkat bisa lebih mudah disimpan atau dipindahkan.

Rencananya, Virtuix Omni One bakal dipasarkan mulai tahun 2021 dengan harga $1.995. Paket penjualannya sudah termasuk sebuah standalone VR headset. Prototipenya sekarang memanfaatkan headset Pico Neo 2, akan tetapi Virtuix belum bisa memastikan headset apa yang diikutkan bersama versi finalnya nanti.

Alternatifnya, Virtuix juga bakal menawarkan bundel developer kit yang cuma meliputi treadmill-nya saja seharga $995. Dev kit ini penting mengingat Omni One bakal hadir bersama app store-nya sendiri, dan Virtuix sudah merencanakan setidaknya 30 judul game yang akan tersedia di hari peluncurannya.

Juga menarik adalah bagaimana Virtuix menawarkan Omni One melalui mekanisme crowdfunding-nya sendiri sekaligus membuka peluang bagi konsumen untuk menjadi investor di Virtuix. Sederhananya, konsumen yang berminat diminta untuk membayar $1.000 di muka, dan mereka berhak menerima potongan harga sebesar 20%, atau 40% kalau membayar di pekan pertama. Kalau mau, potongan harganya ini juga bisa dijadikan gift card untuk teman atau keluarga yang juga tertarik dengan Omni One.

Sumber: VR Focus.

Oculus Quest 2 Disingkap, Bawa Display 90 Hz dan Performa yang Lebih Kencang

Setelah beberapa kali dirumorkan, virtual reality headset Oculus Quest 2 akhirnya resmi menyapa dunia. Melanjutkan jejak pendahulunya sebagai VR headset bertipe standalone, Quest 2 hadir dengan sederet pembaruan yang cukup signifikan.

Kita mulai dari display-nya, yang kini menawarkan resolusi 1832 x 1920 pixel per mata, atau sekitar 50% lebih tinggi daripada milik Quest generasi pertama. Tidak kalah penting dari resolusi adalah refresh rate, dan di sini lagi-lagi Quest 2 juga membawa peningkatan, dari 72 Hz menjadi 90 Hz.

Guna mengakomodasi hardware yang semakin canggih, tentunya dibutuhkan otak yang lebih cerdas lagi. Quest 2 mengandalkan Snapdragon XR2, chipset anyar yang baru Qualcomm perkenalkan menjelang akhir tahun lalu, yang memang dirancang secara khusus untuk VR headset maupun AR headset. Melengkapi spesifikasinya adalah RAM 6 GB dan pilihan storage internal antara 64 GB atau 256 GB.

Komponen-komponen tersebut dikemas dalam rangka baru yang sedikit lebih kecil sekaligus lebih ringan (503 gram). Seperti yang sudah kita pelajari dari bocoran gambarnya, desainnya sepintas kelihatan kalah premium dari pendahulunya karena tidak ada lagi bahan kain yang melapisi panel plastiknya. Namun itu semestinya tidak perlu menjadi masalah seandainya perangkat bisa terasa lebih nyaman di kepala.

Sebelum ini, sempat muncul kekhawatiran bahwa Quest 2 tidak dilengkapi kenop untuk mengatur jarak fisik antara lensa kiri dan kanan alias IPD (interpupillary distance). Memang benar kenopnya sirna, tapi untungnya Quest 2 masih menawarkan mekanisme untuk menyesuaikan IPD, yakni dengan menggeser kedua lensanya secara manual. Jeleknya, ini berarti pengguna harus melepas perangkat dulu agar bisa melakukan pengaturan.

Oculus tidak lupa menawarkan sejumlah aksesori opsional untuk Quest 2. Jadi seandainya pengguna tidak suka dengan strap yang luwes seperti yang terdapat dalam paket penjualan aslinya, mereka bisa membeli strap model lain yang kaku, atau yang di belakangnya dilengkapi modul baterai tambahan, yang juga berguna untuk semakin menyeimbangkan distribusi berat.

Juga ikut direvisi desainnya adalah controller Oculus Touch, yang diyakini lebih nyaman dalam genggaman ketimbang versi sebelumnya. Kinerja tracking-nya pun telah dioptimalkan agar lebih irit daya – sampai 4x lebih irit kalau kata Oculus sendiri. Bicara soal baterai, Quest 2 sendiri diklaim punya daya tahan yang sama seperti pendahulunya, yakni sekitar 2 – 3 jam dalam sekali charge.

Satu hal yang cukup menarik adalah bagaimana kehadiran Quest 2 memicu Oculus untuk menyetop pengembangan seri Rift. Mereka berdalih Quest 2 lebih superior ketimbang Rift S di segala aspek, dan seandainya pengguna ingin memakai Quest 2 untuk bermain game VR di PC macam Half-Life: Alyx, mereka bisa menyambungkan Quest 2 ke PC menggunakan kabel Oculus Link – yang sayangnya harus ditebus secara terpisah.

Kabar baiknya, Oculus Quest 2 dibanderol cukup terjangkau: mulai $299, alias lebih murah $100 daripada harga pendahulunya saat diluncurkan. Pemasarannya dijadwalkan akan berlangsung mulai 13 Oktober mendatang.

Sumber: Oculus.

Teknologi VR untuk Pendidikan Melalui Program 100 Sekolah Pionir VR Millealab

Pandemi COVID19 telah berdampak di seluruh sektor aktifitas termasuk pendidikan. Di Indonesia, 94% sekolah-sekolah yang berada di Zona Merah sampai Zona Kuning tidak diperbolehkan untuk melakukan kegiatan belajar-mengajar secara tatap muka.

Hal ini sebenarnya sudah terjadi di beberapa daerah sejak pandemic COVID19 mulai muncul di bulan Maret 2020. Siswa-siswa secara serentak “dipaksa” untuk melakukan kegiatan belajar dari rumah. Para tenaga pendidik pun tak luput dari perubahan cepat ini. Mereka diharuskan untuk menggunakan teknologi secara kreatif agar murid tidak merasa bosan dengan sistem pembelajaran daring.

Beberapa Lembaga melakukan survei tingkat kebosanan siswa dan kebutuhan mereka akan metode pembelajaran daring yang menyenangkan. Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Jawa Timur , 92,29 % pelajar Jawa Timur yang menjadi responden survei, menginginkan metode belajar daring yang lebih kreatif dan inovatif. Dan 88,75 % responden yang menganggap sistem kegiatan belajar mengajar (KBM) saat ini menjenuhkan, membosankan dan membuat stress.

Sedangkan di Yogyakarta Survey yang dilakukan Direktur Pusat Kajian Manajemen dan Kebijakan Publik (MKP), Universitas Gadjah Mada (UGM), terhadap 385 siswa di Yogyakarta, dari tingkat SD hingga SMA. Sebanyak 72% siswa di antaranya menyatakan, sulit memahami materi yang disajikan melalui metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).  Selain itu, penggunaan video conference untuk pembelajaran daring sangat memakan biaya kuota internet.

Sebagai contoh, satu jam belajar menggunakan aplikasi video conference dengan jumlah peserta 20 orang menghabiskan kuota sebanyak 1,5 Gb hingga 1,98 Gb, jika dikalikan dengan 4 jam belajar menggunakan video conference, maka satu hari dapat menghabiskan 6Gb hingga 10 Gb kuota internet. Tentunya hal ini sangat memberatkan bagi orang tua. Penggunaan VR Platform Millealab sebagai aplikasi pembelajaran berbasis VR, hanya membutuhkan maksimal kuota sebanyak 150 Mb saja” pungkas Andes, Managing Director Millealab.

Millealab sebagai satu-satunya produk cloud based platform VR untuk pendidikan di Indonesia, yang dikembangkan oleh anak bangsa dari SHINTA VR. Dengan menggunakan Millealab, para guru dapat membuat konten pembelajaran berbasis VR mereka sendiri tanpa harus menggunakan bahasa programming dan tanpa harus menggunakan computer yang mahal.

Selain itu, Millealab mempunyai fungsi classroom di mana para guru dapat berbagi konten pembelajaran VR beserta kuis-kuis didalamnya dengan sangat cepat dan mudah. Millealab yakin bahwa salah satu solusi efektif bagi sekolah-sekolah saat ini adalah penggunaan massif teknologi VR dan 3D interaktif. Dengan berbekal pengalaman melatih ribuan guru di Indonesia untuk membuat konten VR Pendidikan, Millealab bekerjasama dengan Ikatan Guru Indonesia DKI Jakarta, SEAMEO SEAMOLEC, Pigijo, dan DailySocial meluncurkan program “100 Sekolah Pionir VR Indonesia”.

Program ini bertujuan untuk memberikan akses dan pembimbingan jangka panjang secara gratis kepada 100 sekolah terpilih di 34 provinsi Indonesia untuk menggunakan teknologi VR melalui platform Millelab. Rekomendasi pemilihan sekolah dikoordinasi oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) DKI JAKARTA.

Setelah sekolah-sekolah terpilih, para guru perwakilan harus mengikuti pelatihan dan pembimbingan yang dilakukan guru-guru trainer dari IGI DKI JAKARTA untuk membuat konten pembelajaran VR sesuai dengan identifikasi pedagogi dan non-pedagogi sehingga setiap sekolah akan menemukan formulasi yang tepat dan optimal bagi siswa-siswi mereka.

Setelah para guru dapat membuat konten VR mereka sendiri menggunakan Millealab, mereka akan dibimbing untuk mengujicobakan dengan metode blended learning yang mereka pilih sesuai hasil identifikasi. Setelah itu program akan terus berlanjut untuk mendapatkan evaluasi perbandingan pembelajaran menggunakan VR untuk peningkatan emosi positif siswa, skill kognitif, skill literasi, dan skill problem solving yang kompleks.

Selain itu, program ini menggandeng partner-partner industri terkait bagi praktik baik pendidikan dengan memasukan subprogram-subprogram yang dapat meningkatkan kapasitas kualitas siswa. Subprogram yang meliputi pengetahuan potensi pariwisata daerah, UMKM dan entrepreneurship, dan literasi pengetahuan finansial bagi remaja diharapkan akan mampu membangun semangat berkarya bagi siswa-siswi dari sekolah terpilih.

Program Pionir VR ini adalah suatu revolusi bagi dunia pendidikan. Revolusi tentunya bergerak cepat dan dapat menjadi hal yang fundamental, terutama untuk memunculkan kembali nilai kreatifitas siswa dan inspirasi baik bagi mereka.” Tutur Bapak Iwan Ridwan selaku ketua IGI DKI JAKARTA dalam sambutannya di acara Grand Launching 100 Sekolah Pionir VR Indonesia.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner program Millealab “100 Sekolah Pionir VR Indonesia”.

Bocoran Gambar Tunjukkan Perubahan Desain yang Diusung Penerus Oculus Quest

Kehadiran virtual reality headset baru dari Oculus sepertinya sudah semakin dekat. Setelah rumor mengenai penerus Oculus Quest mulai beredar pada bulan Mei lalu, Oculus belum lama ini juga dikabarkan bakal memproduksinya secara massal mulai akhir Juli ini – plus mereka pun juga sudah menghentikan produksi Oculus Go.

Sekarang, bocoran gambar suksesor Quest itu juga sudah mulai bermunculan di jagat maya. Semuanya berawal dari unggahan seorang pengguna Twitter bernama WalkingCat (@h0x0d), yang sendirinya merupakan sosok leaker yang cukup terkenal dan punya reputasi yang bagus, hingga akhirnya foto unitnya disebar di Reddit.

Meski sepintas perangkat ini tampak identik seperti Oculus Quest generasi pertama, ada beberapa poin yang bisa kita pelajari yang ternyata sesuai dengan rumor sebelumnya. Yang pertama, kalau melihat foto tampak atasnya, kelihatan bahwa perangkat ini sedikit lebih tipis dibanding Quest generasi pertama, dan ini tentu saja berpengaruh langsung terhadap bobot perangkat secara keseluruhan.

Oculus juga tidak sebatas mengganti warnanya saja. Sejalan dengan rumornya, bagian samping yang tadinya berlapis kain sekarang cuma plastik. Kesan premiumnya jelas berkurang, akan tetapi perubahan material ini semestinya dapat menekan harga jualnya, serta memangkas bobotnya lebih signifikan lagi.

Perubahan lain yang mungkin bakal kurang disukai konsumen adalah hilangnya kenop IPD (interpupillary distance), alias kenop untuk mengatur jarak fisik antara lensa kiri dan kanan supaya bisa disesuaikan dengan posisi mata masing-masing pengguna yang tentu berbeda satu sama lain. Pada Quest generasi pertama, kenop ini diposisikan di sisi bawah, sedangkan di bocoran gambar suksesornya ini kenopnya sama sekali tidak kelihatan di sisi manapun.

Ini bukan pertama kalinya Oculus mengeliminasi kenop IPD dari perangkat buatannya. Sebelum ini, Oculus Rift S sudah lebih dulu hadir tanpa kenop IPD, dan penyesuainnya cuma bisa dilakukan via software. Mungkin saja ini juga berkaitan dengan misi Oculus untuk mengurangi bobot perangkat sekaligus menjadikan penerus Quest lebih nyaman digunakan dalam jangka waktu yang lama.

Andai sang leaker bisa kembali dipercaya kali ini, kita bakal melihat penerus Oculus Quest ini diluncurkan pada tanggal 15 September mendatang.

Sumber: The Verge.

Facebook Andalkan Teknologi Hologram untuk Ciptakan Prototipe VR Glasses yang Amat Ringkas

Sebagai salah satu pemimpin industri virtual reality, Facebook dan Oculus tentu punya ambisi menciptakan VR headset yang jauh lebih ringkas ketimbang yang sudah ada sekarang. Mereka tidak segan memamerkan sejauh apa progres mereka di bidang miniaturisasi teknologi VR ini, dan rumor yang beredar mengindikasikan eksistensi penerus Oculus Quest yang berukuran lebih kecil.

Sekarang, lewat sebuah publikasi ilmiah berjudul “Holographic Optics for Thin and Lightweight Virtual Reality”, divisi Facebook Reality Labs ingin menjabarkan pencapaian terbaru mereka, yakni struktur optik baru yang dapat disematkan ke perangkat sekecil kacamata biasa. Ketimbang memakai lensa refraktif seperti pada VR headset tradisional, struktur optik baru ini melibatkan lensa hologram dan teknologi optical folding berbasis polarisasi sehingga tebal keseluruhannya bahkan bisa kurang dari 9 mm.

Bukan cuma lebih tipis, komponen optik baru ini turut menjanjikan spektrum warna yang lebih luas berkat penerapan teknologi iluminasi LCD berbasis laser. Pun begitu, klaim tersebut belum bisa sepenuhnya dibuktikan, sebab prototipenya sejauh ini hanya bisa menampilkan satu warna (hijau) saja – Facebook punya prototipe lain yang dapat menampilkan warna, tapi bentuknya bukan kacamata.

Facebook holographic optics for VR headset

Prototipe kacamatanya sendiri disebut mempunyai resolusi 1200 x 1600 pixel per mata, dengan field-of-view seluas 93 derajat – setara Oculus Quest dan lebih luas daripada Microsoft HoloLens 2 maupun Magic Leap One yang juga sama-sama memanfaatkan teknologi hologram. Bobot prototipenya disebut berkisar 10 gram, tapi ini dengan satu panel display saja, dan itu juga belum termasuk komponen-komponen esensial lain macam sistem tracking, baterai maupun elektronik lainnya.

Facebook tidak lupa menekankan bahwa semua ini baru sebatas riset dan realisasinya masih cukup jauh. Facebook juga bukan satu-satunya pihak yang ingin mewujudkan visinya perihal miniaturisasi VR. Beberapa bulan lalu, Panasonic sempat memamerkan prototipe VR glasses besutannya, meski teknologi yang digunakan berbeda (micro OLED, bukan hologram). Huawei malah sudah memasarkan perangkat serupa di Tiongkok.

Sumber: 1, 2, 3.

VR Headset Oculus Go Resmi Dipensiunkan

Diumumkan sekitar tiga tahun lalu, Oculus Go merupakan salah satu pelopor kategori virtual reality headset bertipe standalone atau all-in-one. Harganya memang lebih mahal daripada VR headset macam Samsung Gear VR, akan tetapi penggunaannya jelas lebih praktis karena perangkat dapat beroperasi tanpa perlu diselipi smartphone atau tersambung ke komputer.

Namun kalau dibandingkan dengan headset non-portable macam Oculus Rift, Oculus Go jelas terkesan amat terbatas kemampuannya. Yang paling utama, Go cuma mendukung tracking 3DoF, bukan 6DoF. Ini berarti Go tidak bisa memonitor pergerakan kepala secara menyeluruh; perangkat tidak akan mengenali perpindahan posisi kepala (naik-turun, maju-mundur, kiri-kanan).

Maka dari itu ketika Oculus Quest diperkenalkan setahun setelahnya, pamor Go pun langsung redup. Quest sama-sama berwujud standalone dan dapat beroperasi secara mandiri, tapi di saat yang sama ia menawarkan kapabilitas tracking 6DoF sehingga menjadikannya sangat cocok untuk keperluan gaming.

Singkat cerita, tracking 6DoF ibarat syarat wajib yang harus dipenuhi VR headset, terutama jika gaming merupakan ranah yang dituju, dan Oculus beserta Facebook menyadari hal itu. Mereka memutuskan untuk berhenti menjual Go tahun ini juga, dan mereka memastikan bahwa ke depannya tidak akan ada lagi VR headset baru dari mereka yang cuma menawarkan tracking 3DoF seperti Go.

Fokus Oculus kini dialihkan ke Quest yang jauh lebih kapabel / Oculus
Fokus Oculus kini dialihkan ke Quest yang jauh lebih kapabel / Oculus

Meski sudah di-discontinue, Oculus Go dipastikan tetap bisa dipakai seperti biasa. Oculus tetap akan merilis sejumlah perbaikan via software sampai tahun 2022, namun jangan mengharapkan adanya fitur baru buat Go. Menjelang akhir tahun nanti, Oculus Go juga tidak akan lagi kedatangan aplikasi baru maupun update terhadap yang sudah ada.

Dipensiunkannya Go ini berarti Oculus bisa mengerahkan waktu dan tenaga lebih banyak untuk mengembangkan Quest beserta Rift. Belum lama ini, beredar rumor bahwa Oculus sedang mengerjakan suksesor Quest yang lebih ergonomis sekaligus lebih canggih. Namun sebelum itu terealisasi, Oculus akan lebih dulu menyempurnakan Quest yang ada sekarang.

Caranya adalah dengan mempermudah proses distribusi konten. Memasuki awal tahun depan, aplikasi untuk Quest tak hanya bisa didapat dari Oculus Store saja, tapi bisa juga dari developer-nya langsung dan tanpa melibatkan proses sideloading yang rumit. Mekanisme baru ini tentunya lebih memudahkan pihak developer mengingat mereka tak lagi perlu menunggu aplikasinya disetujui di Oculus Store, dan Oculus berharap ini bisa memicu gelombang baru konten berkualitas buat seluruh konsumen Quest.

Sumber: Upload VR dan Oculus.

XRSpace Mova Adalah Standalone VR Headset Persembahan Eks CEO HTC

Belum lama ini, beredar rumor bahwa Oculus sedang mengerjakan standalone VR headset baru yang diperkirakan bakal dirilis tahun depan. Namun sebelum itu terwujud, ada perangkat lain yang ingin mencuri panggung. Namanya XRSpace Mova.

Sebagian besar dari kita pasti baru pertama kali ini mendengar nama XRSpace. Namun ternyata startup asal Taiwan ini punya pengalaman yang cukup panjang di industri VR. Itu dikarenakan pendirinya adalah eks CEO HTC, Peter Chou, dan XRSpace memastikan perangkat bikinannya lebih superior daripada yang sudah ada sekarang.

XRSpace Mova

Benar saja, dari segi spesifikasi, Mova selangkah lebih unggul ketimbang Oculus Quest maupun HTC Vive Focus. Chipset yang digunakan adalah Snapdragon 845 (bukan 835 seperti di Quest dan Vive Focus), RAM-nya berkapasitas 6 GB (bukan 4 GB), dan baterainya punya kapasitas 4.600 mAh (Quest cuma 3.648 mAh).

Istimewanya, semua itu dikemas dalam perangkat berdimensi hanya sekitar separuh Vive Focus. Bobotnya juga cuma berkisar 470 gram, jauh lebih ringan daripada Quest (571 gram) maupun Vive Focus (695 gram). Mova juga dipastikan kompatibel dengan jaringan 5G.

XRSpace Mova

Terkait display, Mova memakai panel beresolusi 2880 x 1440 pixel dengan refresh rate 90 Hz. Ukuran layarnya belum dirincikan, demikian pula luas sudut pandangnya, tapi semestinya lebih kecil dari biasanya mengingat kepadatan pixel-nya cukup tinggi di angka 702 ppi.

Juga menarik adalah bagaimana Mova dapat memonitor pergerakan kaki. Tracking-nya mungkin tidak sekomprehensif jika dibantu sensor eksternal, akan tetapi sudah cukup untuk memungkinkan penggunanya bermain sepak bola di dalam VR. Lebih lanjut, kemampuan tracking kaki ini juga mewujudkan pembuatan avatar digital berukuran satu badan penuh.

XRSpace Manova

XRSpace percaya avatar mereka jauh lebih immersive ketimbang milik platform social VR lain yang sering kali hanya menampilkan separuh tubuh ke atas. Avatar ini krusial untuk interaksi sosial antar sesama pengguna Mova, namun itu baru sebagian dari cerita lengkapnya.

Hal lain yang tak kalah penting adalah soal kemudahan. Setiap paket penjualan Mova dilengkapi satu unit controller untuk sesi gaming, akan tetapi metode navigasi utamanya mengandalkan hand tracking.

XRSpace Manova

Gesture yang dapat dikenali begitu beragam. Dari yang simpel seperti berjabat tangan antar avatar, sampai yang kompleks seperti mengambil objek dan melemparkannya. XRSpace menjanjikan banyak aktivitas yang dapat dilakukan di platform social VR-nya, Manova. Ya, XRSpace tidak bergantung pada platform seperti Viveport atau Steam. Mereka sudah menyiapkan sendiri platform konten untuk Mova.

Sepintas XRSpace Mova memang terkesan agak kelewat ambisius, apalagi mengingat harganya dipatok cukup mahal di angka $599. Untuk sekarang, perangkat ini baru dipasarkan di Taiwan, sebelum menyusul ke dataran Eropa dalam waktu dekat.

Sumber: Engadget.

Penerus Oculus Quest Rumornya Lebih Ringkas dan Punya Display Lebih Mumpuni

Oculus sedang mengerjakan standalone VR headset baru, demikian laporan yang diberitakan Bloomberg berdasarkan informasi dari sejumlah sumber internal. Perangkat ini dimaksudkan menjadi penerus Oculus Quest, VR headset yang dapat beroperasi secara mandiri, tanpa harus tersambung ke PC maupun smartphone.

Beberapa prototipe standalone VR headset yang tengah diuji disebut 10% – 15% lebih ringkas ketimbang Quest. Bobotnya pun juga lebih ringan di kisaran 450 gram. Bandingkan dengan Oculus Quest yang berbobot sekitar 566 gram, yang mungkin terlalu berat untuk sejumlah orang, apalagi setelah digunakan cukup lama.

Salah satu cara yang sedang dipertimbangkan untuk memangkas bobot perangkat adalah dengan mengganti bahan kain di bagian samping menjadi plastik. Lebih lanjut, Oculus juga berniat mengganti material karet dan velcro pada bagian strap dengan bahan yang lebih elastis. Harapannya tentu supaya perangkat jadi lebih nyaman digunakan dalam jangka waktu yang lama.

Selain lebih ringkas dan lebih ergonomis, VR headset baru ini juga bakal menawarkan display dengan refresh rate 90 Hz agar konten bisa tersaji secara lebih mulus. Mengapa tidak 120 Hz sekalian? Oculus juga sedang sibuk mengujinya, namun 90 Hz sepertinya bakal menjadi pilihan demi memperpanjang daya tahan baterai.

Sebagai perbandingan, display Oculus Quest memiliki refresh rate 72 Hz, sedangkan Oculus Rift S yang lebih powerful menawarkan refresh rate 80 Hz. Belum diketahui seberapa tinggi resolusinya maupun jenis panelnya, namun semestinya tidak mungkin lebih rendah dari 1440 x 1600 pixel (resolusi display OLED milik Oculus Quest).

Oculus Quest

Pembaruan lain yang Oculus terapkan ada pada controller-nya. Berkat rancangan baru, controller-nya jadi lebih nyaman digunakan sekaligus tidak lagi terkendala penutup baterai yang mudah lepas. Kabar baiknya, controller anyar ini juga akan kompatibel dengan Oculus Quest.

Perihal tracking, perangkat ini masih akan menawarkan tracking 6DoF seperti Oculus Quest. Jadi menggunakan empat kamera bawaannya, perangkat bisa memonitor pergerakan kepala sekaligus tubuh pengguna tanpa harus dibantu oleh sensor eksternal.

Fitur-fitur lain yang masih akan dipertahankan mencakup tuas fisik untuk mengatur jarak antar display supaya pas dengan posisi mata, serta dukungan terhadap Oculus Link, yang memungkinkan perangkat untuk disambungkan ke PC (via kabel) demi meningkatkan performa secara signifikan.

Awalnya Oculus berniat meluncurkan perangkat ini menjelang akhir tahun 2020. Namun berhubung pandemi melanda, perilisannya tak akan berlangsung hingga setidaknya tahun depan. Belum diketahui pula apakah perangkat ini bakal menggantikan Oculus Quest sepenuhnya, atau malah dijual sebagai model yang berbeda.

Sumber: Bloomberg.

Berkat Bantuan Mod, Half-Life: Alyx Dapat Dimainkan Sampai Tamat Tanpa VR Headset

Half-Life: Alyx sudah resmi dirilis, dan lagi-lagi Valve berhasil menciptakan sebuah game yang fenomenal kalau melihat kumpulan review-nya. Kalau ditanya apa yang kurang dari Half-Life: Alyx, saya mungkin bakal menjawab “kurang versi non-VR”, tapi jawaban itu semata karena saya tidak punya VR headset untuk memainkannya.

Kalau Anda seperti saya, Anda mungkin bertanya-tanya kenapa Half-Life: Alyx cuma bisa dinikmati lewat VR. Singkat cerita, Valve melihat ada banyak ide brilian yang bisa mereka terapkan hanya melalui VR. Sebagai bonus, tentu saja game ini bisa membantu Valve menjual VR headset bikinan mereka sendiri.

Pantaskah membeli Valve Index hanya untuk memainkan Half-Life: Alyx? Kalau ada budget, kenapa tidak? Kalau budget terbatas, alternatifnya mungkin adalah memainkannya tanpa VR headset dengan bantuan sebuah mod.

Ya, menggunakan mod yang bisa diunduh dari GitHub ini, kita dapat memainkan Half-Life: Alyx di PC menggunakan keyboard dan mouse sampai tamat. Pengalamannya jelas jauh dari kata ideal. Yang paling utama, pergerakan karakter hanya bisa menggunakan tombol arah panah, bukan tombol WASD seperti biasanya.

Sejumlah adegan dalam game bahkan harus dijalani sesuai dengan panduan yang diberikan di laman GitHub-nya. Lebih lanjut, proses instalasi mod-nya tidak mudah dan memerlukan video penjelasan yang agak panjang. Terlepas dari itu, mod ini setidaknya patut dicoba buat yang benar-benar penasaran dengan Half-Life: Alyx tapi tak punya akses ke VR headset.

Pertanyaannya, apakah ini legal? Tentu saja, toh game-nya masih kita beli secara resmi lewat Steam. Bahkan Valve sendiri sudah memprediksi bakal ada seseorang yang menciptakan mod semacam ini. Menurut mereka, pemain pada akhirnya akan menyadari sendiri mengapa Valve mengambil jalur VR setelah menjajalnya via mod.

Sumber: PC Gamer.

Valve, HP dan Microsoft Sedang Mengembangkan Headset VR Next-Gen

Berbekal pengalaman serta pendekatan dari sisi software, upaya Valve melebarkan sayapnya ke ranah virtual reality terbilang sukses. Headset Index laris dan penjualannya melambung lebih tinggi lagi setelah diumumkannya Half-Life: Alyxgame yang hanya bisa dinikmati lewat VR. Begitu besarnya permintaan terhadap Index menyebabkan stoknya habis di mana-mana, dan kini Valve masih terus berupaya mengatasi masalah kelangkaan tersebut.

Ketika proyek Index telah mencapai ujungnya, Valve dikabarkan sudah memulai pekerjaan baru. Bersama dengan HP dan Microsoft, ketiga raksasa teknologi itu tengah mengembangkan head-mounted display virtual reality ‘generasi selanjutnya’. Produk sepertinya belum mempunyai nama resmi, hanya disebut Next Gen HP VR Headset baik di page Steam maupun di situs Hewlett-Packard.

Walaupun sudah muncul di dua situs, para produsen masih belum mengungkap detail mengenai perangkat ini. Mereka cuma menjelaskan bahwa headset dirancang untuk menyuguhkan konsen secara lebih immersive, lebih nyaman dikenakan, serta ditunjang aspek kompatibilitas yang lebih baik dibanding produk yang ada sebelumnya.

Produsen juga masih enggan memperlihatkan wujudnya. Foto headset di website sengaja digelapkan, namun secara garis besar penampilannya tak jauh berbeda dari HMD sejenis. Bagian visor tersambung ke strap vertikal dan horisontal, dan jika dugaan saya benar dan perangkat ini mempunyai poros di sisi samping yang memungkinkan layar dimiringkan ke atas (seperti PSVR), maka headset lebih mudah dikenakan sendiri tanpa bantuan.

Satu hal yang jelas ialah produk tampaknya akan mengusung branding HP. Microsoft kemungkinan akan mendukung dari sisi kompatibilitas ke platform dan ekosistem Windows, lalu Valve berpartipasi dari sisi teknologi. Sebagai contohnya, Index Controllers racikan Valve merupakan salah satu sistem input motion paling intuitif, memungkinkan kita melakukan aktivitas alami seperti lempar-tangkap, serta mampu mendeteksi gerakan dan arah jari.

Saat ini, satu-satunya cara untuk mendapatkan update info mengenai Next Gen HP VR Headset adalah dengan mendaftarkan email Anda. Belum diketahui spesifikasi dan fitur unik apa yang produsen bubuhkan di sana, begitu pula kapan perangkat akan dirilis serta berapa harganya.

Buat sekarang, membahas teknologi virtual reality dari Valve akan selalu dikaitkan dengan Half-Life: Alyx. Ia adalah game Half-Life pertama yang dirilis dalam periode 12 tahun, namun agar dapat menikmatinya, gamer mesti mempunyai headset VR. Meski awalnya banyak orang mengeluhkan keputusan itu, Alyx ternyata memang se-revolusioner janji Valve. Respons media terbukti sangat positif, dan Half-Life: Alyx merupakan salah satu game terbaik di tahun ini.

Via GameSpot.