Belajar dari Cara Facebook Menjaga Karyawannya

Sebagai salah satu bisnis teknologi yang berhasil dan berkembang sangat pesat, pesona Facebook tidak hanya soal layanan yang mereka kembangkan. Hal-hal lain yang perlu dikagumi adalah bagaimana mereka mengelola tim. Pertumbuhan Facebook yang terbilang sangat pesat tentu ditopang dengan manajerial yang baik, tak terkecuali dalam hal menjaga karyawannya untuk tetap bersama tim.

Dalam sebuah artikel oleh Head of People Facebook Lori Goler dan HR Business Facebook Janelle Gale diungkapkan bahwa Facebook mempelajari alasan-alasan karyawan keluar, kemudian mendesain sebuah budaya untuk tetap mempertahankan mereka.

Facebook percaya bahwa alasan keluarnya karyawan didasari karena pekerjaan mereka, bukan karena atasan atau manajer mereka. Untuk itulah Facebook berusaha mendesain pekerjaan untuk terlalu baik untuk ditinggalkan, atau dengan kata lain Facebook menumbuhkan rasa nyaman dalam lingkungan kerjanya. Selain itu mereka juga memberikan kesempatan karyawan mereka untuk mengeksplorasi minat dari karyawan mereka.

Merancang pekerjaan jadi menyenangkan

Banyak anggapan bahwa pekerjaan yang baik adalah pekerjaan yang sesuai passion, atau mereka yang menemukan passion di dalam kerjanya. Facebook tampak sadar betul mengenai hal ini. Facebook berusaha menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat. Menempatkan orang-orang sesuai dengan passion mereka.

Salah satu yang dilakukan biasanya dengan mencari tahu ketertarikan karyawan. Mencari tahu di saat, di posisi atau di pekerjaan seperti apa seorang calon karyawan merasa berdaya dan bergairah. Kemudian membantu mereka menempati posisi atau melakukan pekerjaan yang mereka inginkan. Membantu mereka menemukan gairah dan menyimpulkan perasaan bersinergi di tempat kerja yang berujung pada terciptanya sebuah pekerjaan yang terlalu bagus untuk ditinggalkan.

Membuka kesempatan memaksimalkan kemampuan

Facebook mengalami perkembangan cukup pesat sebelum mencapai posisinya sekarang. Kemudian “keluarga” Facebook tumbuh besar, termasuk Instagram dan WhatsApp di dalamnya. Salah satu untuk bisa terus mengupayakan pertumbuhan adalah terus mencoba mencari dan memanfaatkan keterampilan untuk bisa memberikan manfaat bagi bisnis.

Salah satu yang coba dilakukan Facebook adalah mempermudah karyawan mengaplikasikan kemampuan mereka. Jika sementara ini banyak yang terjebak pada aturan yang mengekang pada sebuah posisi, tidak dengan Facebook. Facebook disebutkan bisa dengan luas menciptakan posisi-posisi baru yang mengakomodasi keahlian dari karyawannya, tapi tentu dengan tujuan yang jelas dan bisa membantu perusahaan tumbuh.

Keseimbangan dalam pekerjaan

Tidak bisa dipungkiri dalam mengembangkan karier profesional biasanya mengorbankan kehidupan pribadi. Hal ini yang sebenarnya paling ditekankan. Memberikan kesempatan bagi karyawan untuk bisa tetap memperhatikan kehidupan pribadinya. Hal ini juga yang biasanya dicari dari para profesional, work-life balance.

Di Facebook para manajer memberikan kesempatan itu. Mereka terbiasa mengatur jadwal sedemikian rupa untuk memberikan kesempatan bagi karyawan untuk membagikan waktu dan pikiran untuk kehidupan pribadi mereka.

Gambaran tentang Lingkungan Kerja yang Baik

Membicarakan tentang lingkungan kerja menjadi materi yang selalu menarik. Pasalnya bekerja sendiri menjadi sebuah aktivitas dominan dalam kehidupan kita. Bayangkan, dalam satu hari kita memiliki waktu 24 jam, berapa lama waktu yang kita gunakan untuk bekerja, dan perbandingannya dengan aktivitas lain? Belum lagi aktivitas bekerja juga dilakukan rutin hampir setiap hari, setidaknya lima hari dalam satu Minggu.

Perangai seseorang umumnya akan mengikuti tempat di mana ia sehari-hari berada. Jika berada di tempat yang mengasah, maka ia akan terus mengalami peningkatan, pun sebaliknya. Dengan demikian lamanya kita berada di lingkungan kerja, sudah selayaknya disiasati dengan ragam hal yang mampu membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik, secara kompetensi diri maupun tingkah laku.

Sayangnya tidak semua lingkungan kerja memberikan kesempatan kepada kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Banyak faktor yang kerap ditemui, beberapa di antaranya:

  1. Faktor kepemimpinan; keseharian di lingkungan kerja sangat bergantung bagaimana pemimpin di sana membangun kultur kerja. Jika pemimpin mengunggulkan sisi profesional, disiplin dan memiliki wawasan yang luas, dampak positif pada pengembangan rekan-rekan di bawahnya akan sangat terdukung. Sebaliknya, jika pemimpin bisnis lebih sering mencamur-adukkan berbagai kepentingan dan terkesan membatasi, maka jangan harap orang-orang di bawahnya akan terus berkembang.
  2. Faktor akuntabilitas; salah satu hal yang penting ditekankan dalam kultur bisnis adalah keterbukaan. Namun bukan berarti semua hal harus diketahui semua orang, akuntabilitas juga menempatkan informasi pada orang yang tepat. Kejujuran menjadi faktor pendukung dalam hal ini. Beberapa cerita yang pernah kami dengar, isu internal sering terjadi karena adanya tindakan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Misal ada penjualan yang nilainya lebih tinggi, tapi dilaporkannya dengan nilai yang biasa saja. Percayalah pada sebuah prinsip hidup ini: sepandai-pandainya tupai meloncat pasti akan jatuh juga.
  3. Faktor kepercayaan; bagaimana mau berkembang, jika seseorang hanya dikurung di tempat yang sama dalam lingkungan kerja. Tidak boleh mengenal orang baru, tidak boleh mencoba hal baru. Dengan tidak adanya kepercayaan, artinya tidak ada kesempatan bagi orang lain untuk melakukan hal baru. Sementara masing-masing dari pekerja mutlak memerlukan tantangan baru untuk senantiasa mempelajari banyak hal baru, tak lain untuk kebaikan bisnis itu sendiri dan kebaikan si pekerja secara personal.

Cool workspace gives you a playground, ordinary workspace gives you space to work

Sebuah keuntungan mana kala kita berada di lingkungan kerja yang membangun diri kita secara pribadi, dalam hal ini disebut sebagai playground. Ada sebuah pilihan dalam melakukan pekerjaan, dengan workflow rutin yang sehari-hari dilakukan, atau dengan terus mengeksplorasi cara-cara baru untuk meningkatkan kualitas pekerjaan. KPI atau semacamnya tetap menjadi tujuan akhir, namun proses tersebut yang akan banyak mendidik kualitas seseorang.

Layaknya ruang bermain, kita diberikan kebebasan untuk melakukan banyak hal, dengan cara-cara yang kita temui dan dengan hal-hal yang kita sukai. Kendati diberikan kebebasan ada hal-hal yang bersifat prinsip yang harus menjadi fondasi, yakni tetap fokus pada tujuan dan mampu mengomunikasikan dengan baik. Fokus pada tujuan penting, agar tidak salah arah dalam melaju. Walaupun diberikan keleluasaan, tujuan utama bekerja adalah mencapai target yang diinginkan bisnis.

Selain dukungan lingkungan kerja, sejatinya faktor kemauan yang ada pada diri sendiri juga sangat signifikan dampaknya. Sebesar apa pun kesempatan pengembangan karier yang diberikan perusahaan, jika pekerja secara personal tidak memiliki kemauan untuk belajar akhirnya akan sama saja. Sehingga sinergi baik antara seseorang sebagai pribadi yang bekerja, dengan lingkungan kerja sebagai fasilitator harus mampu berjalan beriringan, sehingga memberikan value untuk keduanya.

Menjadi Diri Sendiri Saat di Lingkungan Kerja

Banyak orang sering menggunakan “fashion” yang berbeda, tatkala mereka sedang berada di kehidupan personal dan profesional. Mungkin menurut beberapa orang ketika datang bekerja harus menampakkan wajah serius, agar dihormati rekan lainnya. Bagi pekerja perempuan, banyak yang mencoba menghilangkan sifat yang terlalu feminin dalam lingkungan kantor, karena takut tidak dianggap serius. Dan masih banyak lagi hal serupa.

Lalu sebenarnya apakah hal tersebut baik untuk dilakukan? Tidak ada yang mengatakan bahwa seseorang harus bertindak sama ketika sedang ada dalam pekerjaan dan kehidupan lainnya. Namun bertindak apa adanya “sebagai diri sendiri” berarti bertindak dengan cara mewakili diri sendiri secara seutuhnya. Termasuk hal-hal terkait keyakinan dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

Kadang orang tidak nyaman menjadi diri sendiri ketika berada di tempat kerja. Alasan yang paling mendasar karena ia tidak mengetahui secara pasti siapa dirinya dan apa ambisinya. Sederhananya ketika mereka tidak bisa menjawab beberapa pertanyaan ini: Anda siapa? Apa tujuan Anda berada di sini? Mengapa Anda memilih bekerja di tempat ini?

[Baca juga: Membangun Budaya Tempat Kerja yang Harmonis]

Jika beberapa pertanyaan di atas bisa dijawab dengan baik, artinya seseorang telah merasa nyaman menjadi diri sendiri di lingkungan kerja. Begitu seseorang merasa nyaman dengan diri sendiri, maka dampaknya pada banyak hal. Mulai dari kepercayaan diri di tempat kerja sampai semangat kreativitas yang terus bermunculan.

Takut menjadi diri sendiri

Namun kadang terbentur pada sifat ingin menjadi seperti orang lain, terutama orang yang dikagumi dalam tempat kerja. Mengagumi cara berbicaranya, cara bernegosiasi hingga pada tingkah laku mereka secara umum. Namun nyatanya sesuatu yang bersifat tiruan tidak akan pernah lebih kuat dari yang asli. Pun begitu untuk meningkatkan pesona diri, tidak ada yang lebih baik dari pada menjadi diri sendiri.

Dalam pergaulan di tempat kerja, ketika seseorang jujur kepada diri sendiri dan orang lain, makan orang di sekitar akan terdorong untuk terbuka. Kejujuran itu menular dan melahirkan kebaikan di lingkungannya, termasuk pemahaman dan toleransi. Keterbukaan ini akan membuat tempat kerja terasa lebih efektif dan jauh lebih menyenangkan.

[Baca juga: Pentingnya Mengenal Anggota Tim Lebih Jauh]

Orang takut menjadi diri sendiri karena takut dinilai salah. Terkait dengan rasa salah ini, kepemimpinan dapat bertindak sebagai contoh. Pemimpin yang bijak dan jujur mau mengakui saat mereka melakukan kesalahan. Mereka akan meminta maaf dan mencoba memperbaiki situasi yang diricuhkan. Mereka tahu bahwa setiap orang membuat kesalahan dan pelajaran itu berharga. Ketika para pemimpin mengakui kesalahan mereka, itu memberi contoh yang baik bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama.

BRI Inisiasi Pendirian Co-Working Space di Bandung

Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk pertama kalinya meresmikan co-working space bersama dengan Co&Co dengan nama “Co&Co Workshare Supported by Bank BRI” yang berlokasi di Bandung. Tempat ini diharapkan menjadi fasilitas pendorong para pelaku ekonomi kreatif untuk mengembangkan ide-idenya, berkolaborasi dengan sesama startup dari berbagai industri dan latar belakang, serta menciptakan sinergi antara BRI dengan komunitas kreatif dan ekosistem digital.

Tempat ini didesain oleh BRI dan Co&Co dengan fungsi dan fasilitas yang cukup memadai, layaknya sebuah tempat kerja bagi para penggiat startup yang sudah banyak ada sebelumnya. Di bagian depan, terdapat fasilitas BRIDIGITAL yakni produk layanan perbankan terkini BRI yang terkait dengan layanan digital, antara lain Cash Recycling Machine (CRM), perangkat Electronic Data Capture (EDC), Smart PC, dan Smart TV.

Sedangkan untuk fasilitas co-working space dilengkapi dengan berbagai fungsi ruang, antara lain ruang publik, ruang pertemuan, ruang ide, ruang privat, dapur, dan kantin.

“Ini adalah pertama kalinya BRI mendirikan working space. Kami akan berikan fasilitas akses wifi, ruang meeting, ruang ide, ruang koloni bersama, dan ruang e-banking BRI,” terang Direktur Konsumer BRI Sis Apik Wijayanto kepada DailySocial, Jumat (11/11).

Menurutnya, Bandung dipilih oleh perusahaan lantaran kota kembang tersebut telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai kota kreatif, di sana banyak rintisan usaha ekonomi kreatif terlahir dan bertumbuh besar. Sis menuturkan tidak menutup kemungkinan BRI akan membuka co-working space lainnya di berbagai kota di Indonesia.

Sis melanjutkan, BRI akan memantau dan mengevaluasi seluruh kegiatan bisnis dari seluruh pelaku usaha yang berkecimpung di dalam co-working space tersebut. Sebab mereka berpeluang besar untuk diajak kolaborasi dan menguji produknya di jaringan yang dimiliki BRI.

Menurutnya, banyak sisi positif yang bisa ditimbulkan lewat hadirnya co-working space. Salah satunya, dari suatu riset menyatakan bahwa generasi muda lebih menyukai budaya dan lingkungan kerja yang menekankan kerja sama tim, transparansi, dan kebersamaan dalam komunitas.

Terlebih, mengutip dari The Global Coworking Survey 2015-2016, diperoleh fakta bahwa pertumbuhan co-working space selama 12 bulan terakhir mencapai 36%, jumlah anggota 30% lebih banyak dari dua tahun yang lalu, dan rata-rata anggota di Asia adalah terbanyak dibandingkan dengan benua lainnya.

“Banyak sisi positif yang dapat diperoleh dari bekerja di co-working space. Hal inilah yang mendorong kami untuk meresmikan Co&Co Workshare Supported by Bank BRI,” pungkas Sis.

Membangun Budaya Tempat Kerja yang Harmonis

Salah satu kunci sukses sebuah bisnis berawal dari suasana tempat kerja. Energi positif yang ada di tempat kerja bisa memberikan dampak positif bagi karyawan yang akhirnya memberikan efek domino bagi produktivitas, hubungan internal, dan bisnis secara keseluruhan. Founder dan CEO O2E Brands, Brian Scudamore dalam akun Mediumnya menuliskan beberapa hal tentang bagaimana membangun kultur tempat kerja yang harmonis. Continue reading Membangun Budaya Tempat Kerja yang Harmonis