Singtel dan SK Telecom Kerjasama Untuk Kembangkan Esports di Asia

Kembangkan sayap lebih lebar, Singtel dan SK Telecom kerjasama tandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk mengembangkan industri gaming dan esports di Asia.

Nama SK Telecom terbilang sudah tidak asing lagi, apalagi bagi Anda penggemar jagat kompetisi League of Legend. Selain perusahaan telekomunikasi paling besar di Korea Selatan, SK Telecom juga memiliki sebuah tim kuat di liga LoL Korea Selatan. Tim yang diberi nama SKT T1 sempat mendominasi jagat kompetitif LoL internasional beberapa tahun belakangan, serta merupakan tim bagi sang dewa League of Legends, Lee “Faker” Sang-hyeok.

Sumber:
Faker, dewa di jagat kompetitif LoL, midlaner tim SK Telecom T1. Sumber: Dexerto

Walau kerjasama ini terjadi dengan perusahaan telekomunikasi asal Singapura, tapi bukan berarti kerjasama ini tidak ada hubungannya dengan industri gaming maupun esports di Indonesia.

Selain merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Singapura, Singtel juga merupakan perusahaan induk dari beberapa perusahaan telekomunikasi Asia Tenggara. Salah satu perusahaan yang juga termasuk dalam naungan Singtel Group adalah perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, Telkomsel.

Janji Singtel untuk kembangkan industri gaming dan esports di Asia sebenarnya sudah sempat terjadi sebelumnya. Ketika itu dalam gelaran event esporst PVP Esports Championship, Singtel menandatangani sebuah nota kesepahaman dengan para rekanannya yang berasal berbagai regional yaitu Optus (Australia), Airtel (India), AIS (Thailand), Globe (Filipina), dan tentunya Telkomsel (Indonesia).

Mengutip Esports Insider, Singtel dan SK Telecom akan berkolaborasi untuk saling berbagi, menggunakan platform serta channel yang mereka miliki untuk meningkatkan kualitas event esports serta liga regional, dan menyediakan konten orisinil dan/atau pihak ketiga yang sudah dikurasi untuk portal lokal masing-masing.

Mengingat adanya keterkaitan antara Singtel dengan Telkomsel, saya mencoba mewawancara Rezaly Surya Afhany, selaku Manager Local Developer, Games and Apps Division, Telkomsel

Menurut Rezaly, kerjasama ini kemungkinan bakal mengarah ke dalam penguatan, serta sharing experience gaming business platform pada 2 perusahaan tersebut seperti: direct carrier billing, special data package, media and esports.

“Ini masih baru dalam tahap nota kesepahaman, intinya adalah Singtel Ingin melebarkan sayap lebih besar di Asia. Kami sendiri dalam internal Telkomsel belum menerima informasi lebih lanjut, jadi saya juga belum bisa berkomentar lebih banyak.” Rezaly menambahkan.

Sumber:
Rezaly Surya Afhany (Paling kanan), Manager Local Developer divisi Games and Apps dari Telkomsel, saat menghadiri konfrensi pers Mineski Event Team. Sumber: Duniagames

Sejauh ini Telkomsel, lewat branding Dunia Games, punya andil cukup besar dalam mengembangkan ekosistem esports di Indonesia. Bentuk andil Telkomsel dalam ekosistem esports Indonesia di antaranya adalah: helatan Indonesia Games Championship, membuat tim esports AOV bertajuk DG Esports, serta menggelar sebuah liga amatir bertajuk DG League dan DG Campus League.

Kalau benar nantinya kerjasama antara SK Telecom dengan Singtel juga berdampak kepada ekosistem esports Indonesia, ini tentu akan menjadi sebuah berita baik. Saya pribadi mengharapkan hal ini bisa mendorong kemajuan esports di tanah air Indonesia lebih cepat lagi, jika benar terjadi.

Empat Perwakilan Liga1PES Bertanding di SEA Finals 2019 Akhir Pekan Ini

Final dari kompetisi kasta tertinggi jagat kompetitif Pro Evoulution Soccer Indonesia, Liga1PES, baru saja berakhir. Setelah perjalanan panjang, akhirnya terpilih empat pemain yang akan mewakili Indonesia di ajang PES South East Asia Finals (SEA Finals), yang akan diadakan di Bangkok, Thailand.

Memasuki musim keempat, SEA Finals tampil beda tahun ini. Salah satu penyebabnya adalah karena bertambahnya jumlah negara partisipan SEA Finals, dari enam menjadi delapan negara se-Asia Tenggara. Delapan negara peserta SEA Finals tersebut adalah: Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura, Myanmar, Laos, dan Kamboja.

Sumber: Facebook @Liga1PES
Sumber: Facebook @Liga1PES

Event kompetisi SEA Finals terbilang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dalam dua tahun terakhir, kompetisi ini berhasil menambah empat negara partisipan, yaitu Singapura dan Myanmar yang bergabung tahun 2018, serta Laos dan Kamboja yang bergabung dalam SEA Finals mulai tahun 2019 ini.

Selama 3 tahun belakangan, jagat kompetitif PES di Asia Tenggara bisa dibilang masih dikuasai oleh Vietnam. Hal ini terbukti dari keberhasilan Vietnam memenangkan SEA Finals 3 kali berturut-turut dengan 2 pemain mereka: Duy Map di tahun 2016, 2017, dan Le Tam di tahun 2018.

Sementara kalau dari Indonesia sendiri, salah satu fakta menariknya adalah, perwakilan Indonesia untuk SEA Finals yang selalu berubah setiap tahun. Ada Rizky Fadian di SEA Finals 2016, lalu Ady Qwa di SEA Finals 2017, dan terakhir ada Akbar Paudie dari Gorontalo yang dapat runner-up di SEA Finals 2018.

Dengan semakin berkembangnya komunitas SEA PES di Asia Tenggara, kini semakin banyak pihak yang melirik jagat kompetitif PES. Setelah kemarin game PES bisa masuk cabang demonstrasi esports di Asian Games, kini SEA Finals di Thailand juga didukung penuh oleh Thailand E-Sports Federation (TESF) dan Siamsport.

PES SEA Finals 2019 akan diadakan pada 3 Maret 2019 mendatang, di Thailand Esports Arena. Kompetisi ini memperebutkan total hadiah sebesar US$1800 (Sekitar Rp25 juta) dan juga satu slot untuk bertanding di kejuaraan tingkat Asia.

Sumber: Facebook @Liga1PES
Empat wakil SEA Finals yang merupakan empat besar dari kompetisi Liga1PES. Sumber: Facebook @Liga1PES

Melihat geliat esports PES di tanah air serta Asia Tenggara yang begitu aktif, hal ini tentu bisa menjadi peluang bagi para sponsor nantinya. Apalagi gelaran SEA Finals yang kini punya jenjang ke tingkat Asia dan sampai ke Internasional, tentu membuat jagat kompetitif PES, termasuk Liga1PES jadi semakin menjanjikan bagi ekosistem esports Indonesia.

Ingin Jangkau Lebih Banyak Khalayak Muda, Pop Mie Sponsori RRQ dan EVOS

Hingar bingar esports di Indonesia kini sepertinya sedang berada di puncaknya. Ragam dukungan datang dari beragam instansi secara bertubi-tubi, baik itu swasta maupun pemerintahan. Dukungan tersebut datang dengan embel-embel sesuatu yang selalu disebut sebagai “usaha untuk mengembangkan ekosistem esports“.

Pemerintahan datang membawa ragam kompetisi yang disponsori mereka sendiri. Lalu dari sisi swasta ada ragam brand non-endemik yang berbondong-bondong datang mensponsori tim esports. Salah satu contoh terbaru ada Pop Mie, yang tak mau kalah dengan Dua Kelinci, turut sponsori RRQ dan EVOS.

Suasana konfrensi pers yang diadakan di Indofood Tower, Sudirman Plaza. Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Suasana konfrensi pers yang diadakan di Indofood Tower, Sudirman Plaza. Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Memang, esports belakangan terlihat semakin seksi di mata para sponsor. Hal tersebut bisa Anda simpulkan dari beberapa peristiwa seperti: proyeksi Newzoo terhadap bisnis esports yang dikatakan mencapai valuasi sebesar US$1,1 Milliar di tahun 2019 dan meningkatnya jumlah penonton tayangan esports, terutama prediksi yang mengatakan bahwa penonton perempuan akan meningkat signifikan dalam 2 tahun.

Dalam konteks Indonesia, lembaga riset konsumen Newzoo mengungkap sebuah data menarik. Menurut data tersebut, Indonesia menduduki peringkat ke-17 dari 100 daftar negara dengan pendapatan sektor gaming terbesar. Jumlah kontribusi pendapatan sektor gaming Indonesia sendiri adalah US$1,084 juta, kalau mengutip dari data tersebut.

Ternyata alasan investasi Pop Mie di dunia esports senada dengan Dua Kelinci, yaitu karena segmentasi produk mereka yang mirip dengan demografi penonton program esports. Vemri Veradi Junaidi selaku Senior Brand Manager Pop Mie mengatakan bahwa target market Pop Mie adalah mereka yang berusia 18-35 tahun yang, menurutnya, kurang lebih mirip dengan demografi khalayak esports.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Lucunya, ada keadaan menarik seputar investasi terhadap ekosistem esports selama beberapa pekan belakangan. Pop Mie yang notabene bersaing dengan Dua Kelinci, sama-sama brand Food & Beverages, ternyata sama-sama mensponsori esports, bahkan sama-sama mensponsori organisasi EVOS dan RRQ.

Terkait hal tersebut Vemri ternyata bersedia untuk memberikan komentar saat saya wawancara dalam gelaran konferensi pers tersebut. “Kami justru senang melihat banyaknya ada rekan sejawat kami sesama brand food & beverages yang turut investasi di ekosistem esports. Kami jadi merasa punya kawan dalam mencapai sebuah tujuan besar yaitu memajukan esports di Indonesia,” jawab Vemri.

EVOS adalah bagian dari ekosistem esports, tapi ekosistem esports bukan hanya organisasi klub seperti EVOS. Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
EVOS adalah bagian dari ekosistem esports, tapi isi ekosistem esports bukan hanya organisasi klub seperti EVOS. Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Lagi-lagi RRQ dan EVOS jadi tujuan sponsorship brand non-endemik kelas berat. Senada dengan Dua Kelinci, alasan Popmie mensponsori mereka adalah karena RRQ dan EVOS merupakan top brand dalam industri esports. Apakah akan ada tim lain yang juga disponsori Pop Mie? Vemri sayangnya tidak bisa memberi informasi lebih lanjut.

Tahan Gempuran Tim Asia, Team Liquid Juara MDL Macau 2019

Kembalinya Amer “Miracle-” Al-Barkawi ternyata memberi hasil yang manis kepada skuad Dota asal Eropa, Team Liquid. Dengan performa dominan selama 4 hari kompetisi LAN berlangsung, mereka akhirnya keluar sebagai juara dari kompetisi Mars Dota 2 League Macau 2019.

Kemenangan ini berhasil didapatkan oleh Miracle dan kawan-kawan, setelah kalahkan jagoan Dota dari Amerika Serikat, Evil Geniuses, 3-1 dalam seri pertandingan best-of-5.

Skuad Dota Eropa tersebut tampil sangat percaya diri dalam babak grand finals. Dari empat pertandingan yang mereka jalani, Team Liquid berhasil setidaknya dua kali selesaikan permainan di bawah 25 menit.

Sumber: Facebook @MarsMedia.Esports
EG, lawan Team Liquid di final MDL Macau 2019, sayangnya tidak bisa berbuat banyak menghadapi permainan apik dari Miracle- dan kawan-kawan. Sumber: Facebook @MarsMedia.Esports

Kemenangan Team Liquid pada MDL Macau 2019 ini bisa jadi adalah tanda comeback dari sang juara The International 2017. Pasalnya setelah The International 2017 selesai, performa Team Liquid beranjak menurun bahkan jarang berada di dalam pertandingan final sebuah kompetisi.

Jika melihat apa yang sudah terjadi, hal tersebut seperti sudah menjadi pola yang berulang, sehingga keadaan ini bisa saya sebut sebagai sindrom juara TI. Hampir kebanyakan performa tim juara Dota 2 The International berubah 180 derajat, setelah kompetisi Dota 2 terbesar tersebut selesai.

Contoh nyata hal ini adalah tim OG. Setelah secara dramatis memenangkan The International 2018, performa OG kini berangsur menurun. Tercatat mereka berkali-kali tumbang sebelum mencapai final dari sebuah kompetisi. Bahkan baru-baru ini mereka tumbang melawan Gambit Esports saat gelaran ESL One Katowice 2019.

Sumber:
Sumber: Twitter @MarsMedia

Selain jadi momentum comeback permainan Team Liquid, MDL Macau 2019 juga jadi ajang bangkit kembali dari midlaner mega bintang, Miracle-. Sebelumnya midlaner asal Yordania tersebut sempat vakum sesaat. Ia tidak bisa mengikuti Major DPC pertama di tahun 2019 ini, gara-gara apa yang disebut oleh manajemen Team Liquid sebagai “masalah personal”.

Kemenangan ini memberikan Team Liquid hadiah uang sebesar US$135.000 atau sekitar Rp1,8 miliar. Miracle- yang terpilih sebagai MVP MDL Macau 2019 mengatakan “Saya senang sekali bisa menjadi MVP, tapi yang terutama saya senang sekali bisa kembali bermain bersama rekan satu tim saya”.

Seperti Team Secret yang kembali memenangkan ESL One untuk kedua kalinya, MDL Macau 2019 adalah Battle Fury kedua bagi sang legenda jagat kompetitif Dota, Kuro “Kuroky” Salehi. Sebelumnya Kuroky juga pernah memenangkan gelaran MDL pada tahun 2015 lalu bersama Team Secret. Kuro jadi juara dan mengangkat trofi MDL yang berbentuk item Dota, Battle Fury, setelah mengalahkan Team Empire 3-1.

Sumber: Twitter @MarsMedia
Battle Fury, trofi yang sejak lama jadi ikon dari rangkaian kompetisi MDL. Sumber: Twitter @MarsMedia

Kalau bicara soal Dota Pro Circuit, keadaan Team Liquid terbilang cukup mengenaskan musim ini. Baru memperoleh 450 poin saja sampai saat ini, Team Liquid kini terjebak di posisi 10 klasemen DPC 2018-2019. Mereka butuh setidaknya menang satu kali Major, untuk bisa mengamankan slot dalam gelaran The International 2019 yang akan diadakan di Shanghai.

Apakah Miracle- yang kini semakin matang bisa mengalahkan bakat-bakat muda seperti Topson atau bahkan Nisha yang sedang naik daun? Akankah Kuroky bisa mengambil titel sebagai pemain profesional Dota 2 satu-satunya yang dua kali mengangkat Aegis of Champion? Semoga saja kemenangan MDL Macau 2019 ini bisa memberi momentum besar kepada Team Liquid untuk kompetisi-kompetisi selanjutnya.

Tampil Sempurna, Team Secret Juara ESL One Katowice 2019

Selain dari MDL Macau 2019, ESL One Katowice juga menjadi esports Dota lain yang berjalan beriringan akhir pekan kemarin. Setelah lima hari kompetisi berjalan, Team Secret keluar sebagai juara setelah berhasil sapu bersih Gambit Esports 3-0 dari seri pertandingan best of 5.

Belakangan, Team Secret memang sedang on-fire sepanjang awal musim kompetisi Dota 2 tahun 2018-2019. Kemenangan ini menjadi kemenangan berentet kedua, setelah sebelumnya mereka juga berhasil memenangkan Chongqing Major 2019.

Sumber:
Sumber: Twitter @ESLDota2

Sepanjang musim ini, Team Secret tercatat sudah memenangkan 4 kompetisi LAN yang mereka ikuti, yaitu PVP Esports Championship 2018, ESL One Hamburg 2018, Chongqing Major 2019, dan ESL One Katowice 2019. Mereka hanya gagal di Kuala Lumpur Major 2019, itupun mereka mendapat posisi runner-up setelah kalah oleh Virtus Pro.

Salah satu faktor kemenangan ini bisa dibilang adalah berkat midlaner muda dan berbakat dari Team Secret, Michat “Nisha” Jankowski. Nisha merupakan wonderkid asal Polandia yang sebelumnya sempat bermain untuk Team Kinguin. Bermain Dota sejak dari tahun 2017, potensi besar pemain berusia 18 tahun muncul setelah bergabung dengan Team Secret pada September 2018 lalu.

juara esl one katowice 2019 2
Nisha, pemain muda berbakat asal Polandia yang belakangan jadi buah bibir setelah rentetan kemenangan Team Secret belakangan. Sumber: Twitter @ESLDota2

Karena usia dan juga kemampuan bermainnya, Nisha bahkan disebut sebagai salah satu dari tujuh pemain yang bakal jadi the next Topson oleh joinDOTA. Selain tim OG yang mengejutkan jagat kompetitif Dota tahun 2018 lalu, Topias “Topson” Taavitsainen adalah fenomena lain yang terjadi saat Dota 2 The International 2018.

Topson segera menjadi buah bibir berkat permainan yang sangat brilian serta kesuksesannya memenangkan The International di usia yang sangat muda. Apalagi ditambah juga dengan fakta menarik bahwa The International adalah kompetisi besar pertama yang Topson ikuti.

Walau bukan bagian dari DPC, kemenangan Team Secret di ESL One Katowice menjadi momen yang indah bagi Nisha. Alasan hal ini adalah karena kemenangan ini ia dapatkan pada sebuah kompetisi yang diadakan di tanah kelahirannya, Polandia.

Sumber:
Yazied “Yapzor” Jaradat. Sumber: Twitter @ESLDota2

Dalam sebuah wawancara dengan VPEsports, Yazied “Yapzor” Jaradat mengatakan “Kami ingin dia (Nisha) menikmati karirnya di Dota semaksimal mungkin. Saya sendiri bakal sangat senang misal bisa memenangkan kompetisi di tanah kelahiran sendiri. Saya tahu perasaannya pasti akan sangat menyenangkan meski saya sendiri belum pernah merasakan hal tersebut. Jadi karena hal tersebut kami pun memutuskan datang ke Katowice demi Nisha” jawab Yapzor kepada VPEsports saat event Chongqing Major.

ESL One Katowice 2019 menjadi perjalanan kompetisi yang sangat solid bagi Team Secret. Dari 21 pertandingan yang seharusnya ia jalani, tercatat Team Secret hanya kalah satu kali saja, yaitu saat melawan tim OG pada fase grup.

Sepanjang fase bracket, semua musuhnya mereka sapu bersih 2-0, termasuk tim PPD dan kawan-kawan, Ninja in Pyjamas, serta Gambit Esports saat fase upper bracket finals. Sayang Gambit Esports yang dapat kesempatan balas dendam, masuk grand finals dari lower bracket, hanya menjadi seperti kerikil kecil yang dilibas dengan mudahnya oleh Team Secret.

Sumber:
Sumber: Twitter @ESLDota2

Kemenangan ini memberikan Team Secret hadiah sebesar US$ 125.000 atau sekitar Rp1.7 Miliar. Ludwig “Zai” Wahlberg terpilih sebagai MVP, berhak mendapatkan satu unit mobil Mercedes-Benz

Pada rangkaian sirkuit DPC, Team Secret saat ini sudah memiliki 7950 poin. Dengan poin yang mereka miliki tersebut, mereka bisa dibilang hampir dipastikan lolos ke The International 2019. Kini tersisa 3 Major dan 3 Minor untuk musim DPC 2018-2019, dengan 46.500 total poin tersisa untuk diperebutkan.

Major berikutnya adalah Dream League Season 11 yang akan diadakan pada Maret 2019 di Stockholm, Swedia. Dengan performa yang seperti ini, akankah Team Secret kembali keluar sebagai juara pada Major berikutnya?

Epic Umumkan Rincian Fortnite World Cup dengan Total Hadiah US$100 juta

Sampai saat ini genre battle royale sudah berhasil buktikan diri menjadi genre game yang bisa diterima oleh kebanyakan gamers. Contoh nyata pernyataan di atas adalah Apex Legends, yang bisa tembus 10 juta player cuma dalam kurun waktu 3 hari saja. Walau demikian, satu hal yang masih belum bisa dibuktikan oleh genre Battle Royale, adalah nilai layak jual genre ini untuk esports.

Terlepas dari hal tersebut, Epic Games melakukan langkah berani dan tetap selenggarakan Fortnite World Cup sesuai rencana awal. Epic Games sudah mempersiapkan total hadiah sebesar US$100 juta (sekitar Rp1,4 triliun) yang nantinya akan dibagi ke dalam beberapa bagian kompetisi pada tahun 2019 ini. Lewat laman resmi Epic Games, mereka mengatakan perjalanan menuju Fortnite World Cup akan dimulai dengan sepuluh kompetisi mingguan yang digelar secara online.

Sumber:
Sumber: Laman Resmi Epic Games

Kualifikasi online terbuka akan diadakan mulai dari 13 April sampai 16 Juni 2019, dengan hadiah sebesar US$1 juta (Sekitar Rp14 milyar) setiap pekan. Nantinya 100 pemain solo dan 50 pasukan duo terbaik dari seluruh dunia yang terpilih akan dikumpulkan dalam gelaran Fortnite World Cup Finals, yang digelar di kota New York, memperebutkan total hadiah US$30 juta (sekitar Rp420 milyar), pada 26-28 Juli 2019 mendatang, .

Format permainan Battle Royale yang berbeda dari kebanyakan game kompetitif tradisional, membuat eksekusi esports Fortnite jadi lebih menantang untuk dilakukan. Eksperimen pertama Epic Games dalam melakukan hal ini adalah lewat gelaran kompetisi Fortnite Celebrity Pro-AM, yang diikuti oleh DJ ternama Marshmello.

Fortnite Pro-AM sukses besar secara angka. Mengutip Esports Charts kompetisi ini sudah ditonton oleh sebanyak 5.301.306 kali di Twitch, dengan jumlah penonton terbanyak pada saat bersamaan adalah 2.174.818 penonton. Sayangnya kesuksesan angka tersebut tidak diiringi dengan kesuksesan eksekusi program esports Fortnite.

Sumber:
Duet Ninja dan Marshmello, juara kompetisi Fortnite Pro-AM yang berhasil menarik perhatian para gamers dari seluruh dunia. Sumber: The Verge – Nick Statt

Setelah Fortnite Pro-AM, rangkaian kompetisi Fortnite dilanjutkan dengan turnamen online bernama skirmish. Mengutip artikel The Verge, eksekusi Skirmish sebagai salah satu bagian dari rencana besar esports Fortnite ini ternyata mengalami banyak masalah.

Beberapa di antaranya seperti jadwal kompetisi yang bertabrakan dengan kompetisi yang sudah ada, kualitas tayangan Epic Games yang terkesan amatir, kamera spectator in-game yang buruk, sampai kontroversi juara Skrimish yang dituduh sebagai cheater.

Dengan Fortnite World Cup di depan mata, serta liga esports PUBG Amerika Serikat yang sedang berjalan, sejujurnya saya sedikit pesimis dengan esports Battle Royale. Alasannya adalah soal format kompetisi Battle Royale dirasa kurang baik dalam membangun hype dari sebuah rangkaian acara esports.

Selama ini kita sudah terbiasa melihat ada dua entitas tim berhadapan dalam satu pertandingan, baik itu dalam kompetisi esports atau olahraga tradisional. Keseruan pertandingan dua tim tersebut terus meningkat seiring fase kompetisi berlanjut, dengan kedua tim mempertaruhkan hal yang besar dalam pertarungan mereka; entah itu kebanggaan jadi juara dunia atau kesuksesan mendapat hadiah uang yang besar.

Sumber:
Kemenangan OMG di PUBG Global Invitational 2018 kemarin salah satu contoh ketika esports Battle Royale jadi tidak menghibur ketika sudah ada satu tim yang cukup mendominasi dan konsisten. Sumber: Twitter @PUBG

Sementara format kompetisi Battle Royale, berbeda dari MOBA ataupun FPS. Bukan dua tim berhadapan dalam satu pertandingan, melainkan 80 sampai 100 orang yang dibagi menjadi 16 sampai 20 tim, bertanding ronde demi ronde, mengumpulkan poin untuk mencapai peringkat pertama.

Format tersebut tidak menciptakan konsep pertarungan dengan pertaruhan yang tinggi. Satu tim bisa saja kumpulkan banyak poin di awal sampai tengah fase kompetisi. Dengan banyaknya poin yang dikumpulkan, harapannya adalah tim tersebut bisa main santai di fase terakhir tanpa perlu khawatir poinnya dikejar tim lain.

Pada akhirnya, penonton bisa saja menyimpulkan siapa pemenang kompetisi esports Battle Royale tanpa harus menunggu rangkaian acara mencapai hari terakhir. Tetapi itu hanya sedikit opini dari saya saja. Siapa yang tahu kalau ternyata Fortnite World Cup berhasil menyajikan format hiburan yang lebih menarik dan berhasil membuktikan nilai jual game Battle Royale sebagai industri esports.

2 Organisasi Esports Indonesia Bubarkan Divisi CS:GO, Bagaimana Peluangnya di 2019?

Game first-person shooter terbilang punya kelebihannya tersendiri untuk jadi esports. Mengapa? Salah satunya, karena jenis game ini yang bisa dikatakan mudah untuk dipahami bahkan oleh orang awam sekalipun. Hal tersebut mungkin bisa dibilang jadi alasan kenapa esports CS:GO bisa bertahan lama menjadi tayangan esports.

Sayangnya, di Indonesia, hal ini mungkin tidak berlaku. Setelah Team Capcorn bubarkan divisi CS:GO mereka, belakangan The Prime juga turut melepas divisi esports FPS tertua ini.

Kehadiran IESPL yang membawa CS:GO sebagai salah satu cabang kompetisi, sayangnya kurang berhasil kembali meningkatkan popularitas esports ini di Indonesia. Saat pertama kali CS:GO diumumkan sebagai salah satu cabang yang diperlombakan di IESPL Battle of Friday, banyak tim memang beramai-ramai membuat tim CS:GO baru. Namun, melihat perkembangan esports CS:GO di Indonesia sendiri, beberapa pemerhatinya pun memang memiliki kekhawatiran bahwa hal tersebut hanya tren sesaat – yang akan dibubarkan selepas liganya selesai.

Menariknya, CS:GO sendiri sebenarnya masih cukup ramai di tingkatan internasional. Berhubung kompetisi IEM Katowice Major sedang masuk dalam fase Legends Stage serta jelang major CS:GO selanjutnya yaitu StarLadder Berlin Major, mari kita telisik kabar esports CS:GO dengan melihat jumlah penonton Major sebelumnya.

Sumber:
Sumber: Twitter @IEM

Menurut catatan Esports Charts ternyata FaceIT Major: London 2018 sudah ditonton 57.903.514 kali, dengan jumlah penonton terbanyak pada saat bersamaan adalah 1.084.126 penonton. Namun mengutip data rangkuman esports CSGO di tahun 2018, FaceIT Major: London ternyata bukan merupakan Major tersukses sepanjang tahun 2018.

Tahta tersebut dipegang oleh ELEAGUE Boston Major 2018, yang sudah ditonton 64.891.532 kali, dengan jumlah penonton terbanyak pada saat bersamaan adalah 1.847.542 penonton

Ketika itu Hansel “BnTeT” Ferdinand dan Kevin “Xccurate” Sutanto berhasil menjadi orang Indonesia pertama yang sampai ke fase Major. Sayang Team Tyloo gagal lolos ke fase berikutnya dan harus berhenti di peringkat 12. Kompetisi ini pada akhirnya dimenangkan oleh salah satu tim yang memang terkenal kuat di jagat kompetitif CS:GO, Astralis.

Sumber:
Hansel “BnTeT” Ferdinand, pemain kebanggan Indonesia yang go internasional bermain bersama tim Tyloo. Sumber: HLTV

Dari data-data tersebut ada satu hal yang bisa kita simpulkan, yaitu industri esports CS:GO masih cukup menjanjikan secara global. Lalu bagaimana untuk di Indonesia? Jawabannya sudah bisa Anda tebak, yaitu kenyataan pahit bahwa esports PC, terutama CS:GO yang bisa dibilang sedang dalam keadaan setengah mati.

Menariknya, dalam perbincangan kami bersama perwakilan ESL Asia Pacific, mereka mengatakan akan menggarap CS:GO di Indonesia di waktu mendatang. ESL sendiri memang boleh dibilang sebagai salah satu penggiat esports CS:GO yang paling aktif di dunia. Meski begitu, ada sebuah kekhawatiran bahwa ESL akan mengurungkan minat tersebut di Indonesia mengingat CS:GO penuh dengan ‘kekerasan’ soal tembak menembak dan senjata api.

Belum lagi, ada juga kekhawatiran bahwa game ini bisa jadi tak mampu mendatangkan sponsor karena melihat kondisinya sekarang. Satu hal yang pasti, jika berbicara soal angka, sebenarnya pemain CS:GO di Indonesia juga tidak bisa dibilang sedikit. Namun demikian, jumlah penonton yang mau menonton pertandingan lokal (streaming) hingga datang ke venue kompetisi memang mungkin perlu dikaji ulang.

Akhirnya, apakah akan lebih banyak lagi organisasi esports Indonesia yang akan membubarkan divisi CS:GO mereka? Apakah ESL jadi menggarap CS:GO di waktu mendatang jika melihat kenyataan tadi?

Menolak Mati, Liga Esports Starcraft Kembali Hadir di Korea Selatan

Walau fenomena esports terbilang baru mulai booming belakangan, nyatanya fenomena ini sudah terjadi sejak lama di Korea Selatan sana. Salah satu yang jadi bibit fenomena ini adalah ketika jagat kompetitif game RTS StarCraft diubah menjadi sebuah industri hiburan yang disebut esports pada sekitar tahun 2002.

Alhasil, StarCraft mengakar di industri esports Korea Selatan sehingga Blizzard berani untuk kembali menghadirkan kelanjutan dari Korea StarCraft League (KSL) di tahun 2019 ini. KSL adalah liga StarCraft lokal Korea yang dijalankan oleh Blizzard sendiri selaku pengembang dan penerbit dari salah satu franchise RTS tertua tersebut.

Walau lawas, StarCraft: Remastered sebagai esports terbukti masih menjadi tontonan favorit para gamers di Korea sana. Sumber:
Walau lawas, StarCraft: Remastered sebagai esports terbukti masih menjadi tontonan favorit para gamers di Korea sana. Sumber: Youtube StarCraft Esports

Menariknya liga StarCraft ini justru membawa nostalgia tersendiri bagi para penontonnya karena mempertandingkan StarCraft: Remastered. Game tersebut merupakan versi yang sudah diperbaharui dari game StarCraft yang rilis pertama tahun 1998 lalu. Dengan gameplay serta mekanik yang sama persis dengan versi aslinya, StarCraft: Remastered menawarkan pembaruan dari segi grafis, sehingga bisa dimainkan dalam resolusi 4k, dan suara yang direkam ulang agar jadi lebih jernih serta berkualitas tinggi.

KSL musim pertama diadakan pada Juli 2018 dan berhasil sukses keras sampai ke musim kedua. Mengutip data ESC, KSL musim kedua sudah ditonton oleh 3.963.825 penonton, ditonton selama 703.558 jam, dengan jumlah penonton terbanyak pada saat bersamaan sebanyak 40.137 penonton.

Kompetisi StarCraft yang akan diadakan pada April 2019 ini merupakan musim ketiga dari seri KSL yang sudah diadakan. Masuk musim ketiga, KSL hadir menggunakan venue VSG Arena. Menurut rilisan resmi Blizzard, VSG Arena merupakan esports cultural complex serba guna yang menawarkan teknologi audio-visual state-of-the-art.

SoulKey, jagoan StarCraft Korea Selatan yang jadi juara KSL musim kedua. Sumber:
SoulKey, jagoan StarCraft Korea Selatan yang jadi juara KSL musim kedua. Sumber: Red Bull Esports

Walau menyandang nama Korea, namun kompetisi ini terbuka bagi para penantang dari berbagai belahan dunia. Nantinya KSL akan melalui beberapa tahap, pertama adalah tahap qualifier yang dibuka mulai Maret 2019 mendatang. Dari qualifier pertandingan berlanjut ke regular season dengan mengambil 16 pemain terbaik dari tahap sebelumnya.

Musim lalu, KSL dimenangkan oleh Kim “Soulkey” Min Chul, pemain Zerg yang sudah bermain secara kompetitif sejak tahun 2010. Tahun ini, Korea StarCraft League hadir dengan memperebutkan total hadiah sebesar 80 Juta Won Korea atau hampir Rp1 Milyar.

Tanpa Sumail, Evil Geniuses Tampil Mengesankan di MDL Macau 2019

Sampai artikel ini ditulis, sudah sekitar delapan belas pertandingan berlangsung pada gelaran MDL Macau 2019 ini. Masing-masing tim sudah bertanding sekitar 4 sampai 5 pertandingan. Bagaimana keadaan para tim sampai saat ini? Mari kita simak lewat salah satu tim yang bisa dibilang sebagai rajanya jagat kompetitif Dota Amerika Serikat, Evil Geniuses.

Tim yang dimotori Artour “Arteezy” Babaev dan kawan-kawan ternyata memberi hasil yang baik, walau tanpa kehadiran sang wonderkid Sumail “SumaiL” Hassan. Sejauh ini dari 5 match yang sudah diikuti, Evil Geniuses berhasil mencatatkan 3 kali kemenangan dan 3 kali kekalahan di babak grup. Mereka hanya kalah dari 2 tim Tiongkok yaitu Vici Gaming serta Invictus Gaming. Sampai saat tulisan ini dibuat, Evil Geniuses berada di posisi kedua, dengan Team Liquid menguasai klasemen, namun baru bertanding sebanyak 4 kali.

Sumber:
CnCC, pemain yang menggantikan SumaiL pada MDL Macau 2019. Sumber:  ESL Official Media

MDL Macau 2019 ini diikuti oleh Evil Geniuses dengan memainkan Quinn “CCnC” Calahan sebagai pemain pengganti. MDL Macau 2019 menjadi kompetisi tanpa status DPC kedua yang diikuti oleh EG, juga jadi turnamen kedua yang tidak diikuti oleh SumaiL. Sebelum MDL Macau 2019, SumaiL juga tidak mengikuti ESL One Hamburg 2018. Ketika itu, penyebabnya adalah karena masalah visa dan ia juga digantikan oleh CnCC.

Sementara untuk saat ini, SumaiL tidak mengikuti MDL Macau 2019 karena ia sedang liburan. Lewat sebuah rilis, EG mengatakan bahwa seiring meningkatnya jadwal DPC, qualifier, bootcamps, serta LAN Event, maka pemain semakin kehilangan waktu istirahatnya. Maka dari itu, sebagai cara EG untuk menjaga kesehatan mental para pemain, manajemen memberikan SumaiL waktu untuk beristirahat dan liburan sejenak.

Walau CnCC hanya berstatus sebagai cadangan, namun terlihat tidak banyak masalah dalam kekompakan tim EG. Permainan tim EG terlihat mengalir dan mereka tetap bisa bekerja sama dengan baik. Salah satu contohnya bisa Anda lihat lewat cuplikan permainan kombinasi antara Arteezy dengan CnCC, yang diposting oleh akun Twitter resmi Evil Geniuses.

Pertandingan MDL Macau 2019 masih berlanjut sampai akhir pekan ini. Bagi Anda yang ingin tahu bagaimana format pertandingan MDL Macau 2019, berikut penjelasan singkatnya.

MDL Macau 2019

BO 1 Round Robin Group Stage

    • 4 Teratas menuju ke upper bracket playoff
    • 4 Terbawah menuju ke lower bracket playoff

Double Elimination Playoff

    • Ronde 1 lower bracket BO 1, Grand Final BO 5
    • Pertandingan sisanya adalah BO 3

Akhir Dari Sebuah Era, Heroes of Newerth Umumkan Patch Besar Terakhir

Ada masanya League of Legends tidak bersaing dengan Dota 2. Saat itu Valve belum merilis Dota 2, dan mod Defense of the Ancient di Warcraft III (alias DotA atau Dota 1) masih dikembangkan dan di-update secara aktif oleh Icefrog. Melihat ada celah, ada satu developer yang mencoba membuat game standalone dari Defense of the Ancient. Mereka adalah S2 Games, yang menciptakan MOBA bernama Heroes of Newerth.

Rilis tahun 2010, Heroes of Newerth ternyata akan menemui ajalnya dalam waktu dekat. Pada forum resmi Heroes of Newerth, sang pengembang mengumumkan sebuah patch besar terakhir yang akan rilis 26 Februari 2019 mendatang. Dengan ini, maka tidak akan ada lagi konten baru untuk Heroes of Newerth.

Sumber: Alpha Coders
Penampakan gameplay dari Heroes of Newerth. Sumber: GeForce Gaming

Masih dari forum resmi tersebut, sang pengembang meyakinkan bahwa Heroes of Newerth tidak ditinggalkan sepenuhnya. Butir kedua dari informasi tersebut mengatakan bahwa patch HoN di masa depan hanya akan berisi perubahan kecil yang sifatnya adalah balancing dan/atau perbaikan bug, dan hanya dilakukan jika hal tersebut benar-benar dibutuhkan.

Sejak kehadiran Dota 2, game Heroes of Newerth terbilang seperti kehilangan identitasnya karena dulu HoN adalah versi standalone dengan grafis apik dari DotA Warcraft. Apalagi pada tahun 2011 ketika Valve mempromosikan Dota 2 lewat kompetisi The International, membuat Heroes of Newerth sedikit demi sedikit semakin tenggelam.

Sumber:
Sumber: JoinDOTA

Mengapa demikian? Salah satu alasannya adalah karena banyaknya pemain profesional Heroes of Newerth yang migrasi ke Dota 2, pada saat The International diumumkan. HoN merupakan salah satu saksi bisu atas terciptanya pemain bintang di kancah kompetitif Dota 2. Johan “N0tail” Sundstein, Tal “Fly” Aizik, Peter “PPD” Dager, dan Ludwig “zai” Wahlberg, adalah jajaran pemain yang sempat mencicipi panasnya jagat kompetitif Heroes of Newerth; sebelum akhirnya pindah ke Dota 2.

Heroes of Newerth telah menjadi salah satu evolusi dari era mod Warcraft, Defense of the Ancient. Pada zamannya, Heroes of Newerth jadi pilihan bagi pemain yang menikmati kedalaman mekanik DotA Warcraft, namun tidak suka dengan League of Legends yang membuat DotA jadi lebih “nyantai”.

Sayang sepanjang pengembangannya, Heroes of Newerth, terbilang tidak pernah punya identitas pembeda dari DotA, entah itu hero atau mekanik gameplay. Alhasil setelah Valve resmi merilis Dota 2, yang dikembangkan langsung oleh Icefrog, pemain pun jadi tak punya alasan lagi untuk tetap main Heroes of Newerth.