Samsung Jual Empat Kali Lebih Banyak Ponsel Foldable di Tahun 2021

Meski belum sepenuhnya bisa disebut mainstream, ponsel foldable sudah jauh lebih banyak diadopsi di tahun 2021 kemarin. Indikasinya, Samsung mengumumkan bahwa di tahun 2021, mereka berhasil mengirimkan empat kali lebih banyak ponsel foldable ke konsumen ketimbang di tahun 2020.

Samsung cukup berbangga karena ini melebihi ekspektasi analis, yang memprediksi bahwa pasar ponsel foldable bakal bertumbuh tiga kali lipat di tahun 2021, dan Samsung sendiri memang merupakan pemain terbesar di segmen ini. Sayang memang tidak ada angka penjualan pasti yang diungkap, namun setidaknya ini bisa memberikan gambaran mengenai progres segmen foldable.

Sebagai pengingat, Samsung meluncurkan dua ponsel foldable di tahun 2021 kemarin, yakni Z Fold3 dan Z Flip3. Keduanya membawa seabrek penyempurnaan dibanding generasi sebelumnya, tapi di saat yang sama harganya malah lebih terjangkau. Memang belum bisa dibilang murah, tapi setidaknya sudah sangat mendekati harga smartphone tradisional yang masuk kategori flagship — Rp25 juta untuk Z Fold3, dan Rp15 juta untuk Z Flip3.

Samsung Galaxy Z Fold3 dan Z Flip3 / Samsung

Tidak kalah penting adalah sejumlah pembaruan yang membuat kedua ponsel foldable ini terasa semakin ‘normal’, mulai dari layar 120 Hz sampai bodi tahan air dengan sertifikasi IPX8. Di Indonesia sendiri, Samsung sempat bilang bahwa jumlah pemesanan Z Fold3 dan Z Flip3 yang mereka terima selama sebulan periode pre-order naik hingga delapan kali lebih banyak daripada di generasi sebelumnya.

Tahun depan, pasar ponsel foldable malah diperkirakan bisa bertumbuh hingga sepuluh kali lipat seiring bertambah banyaknya produsen yang ikut bermain di segmen ini. Di bulan Desember 2021 saja, ada dua ponsel foldable baru yang bukan buatan Samsung, yaitu OPPO Find N dan Huawei P50 Pocket.

Kendati demikian, upaya Samsung untuk menjadi salah satu pionir di segmen foldable rupanya tidak sia-sia, sebab banyak konsumen yang rela berganti brand demi bisa menikmati keunggulan yang dibawa form factor baru ini. Berdasarkan data internal Samsung sendiri, tercatat ada 150% lebih banyak konsumen yang berganti brand karena Z Flip3 ketimbang Galaxy Note20, atau 140% lebih banyak jika dibandingkan dengan Galaxy S21.

Sumber: The Verge dan Samsung.

CES 2022: Samsung Umumkan Trio Monitor Premium Baru, Masing-Masing dengan Target Pasar Berbeda

Ajang CES yang digelar setiap tahun di kota Las Vegas kerap menjadi panggung demonstrasi teknologi display terbaru, dan tradisi tersebut terus dipertahankan hingga tahun ini. Dari kubu Samsung, mereka menyingkap tiga monitor premium baru, masing-masing dengan target pasar yang berbeda.

Samsung Odyssey Neo G8 32″ (G85NB)

Menurut Samsung, ini merupakan monitor pertama yang mengemas panel 4K dengan kurvatur 1000R, refresh rate 240 Hz, dan waktu respon 1 milidetik (GtG). Seperti yang sudah bisa ditebak dari spesifikasi panelnya tersebut, monitor ini ditujukan untuk gamer yang memiliki PC berspesifikasi sultan.

Kata “Neo” pada namanya menandakan bahwa jenis panel yang digunakan adalah Quantum Mini LED. Jenis panel ini menjanjikan tingkat kontras dan reproduksi warna yang jauh lebih superior ketimbang panel LED tradisional. Pasalnya, ukuran LED backlight individualnya jauh lebih kecil, sehingga pada akhirnya bisa dikelompokkan menjadi lebih banyak local dimming zone.

Dengan layar 32 inci dan aspect ratio standar 16:9, Odyssey Neo G8 bisa menjadi alternatif yang lebih ‘normal’ ketimbang Odyssey Neo G9 yang masuk kategori ultrawide. Secara estetika, kedua monitor mengadopsi gaya desain yang cukup mirip, mengindikasikan kalau keduanya memang duduk di kelas yang sama tingginya. Sejauh ini belum ada informasi mengenai harga jual Odyssey Neo G8. Namun sebagai referensi, Odyssey Neo G9 dibanderol $2.500.

Samsung Smart Monitor M8 32″ (M80B)

Meneruskan jejak Smart Monitor M7, monitor ini hadir dengan sejumlah pembaruan yang menjadikannya jauh lebih cerdas ketimbang pendahulunya, salah satunya integrasi fungsionalitas IoT. Jadi selain mengusung karakteristik smart TV, Smart Monitor M8 juga bisa berperan sebagai smart home hub untuk perangkat-perangkat IoT yang tergabung dalam ekosistem SmartThings.

Tidak kalah menarik adalah aksesori berupa webcam yang dapat dilepas-pasang secara magnetis, sehingga pengguna juga bisa memakai Smart Monitor M8 untuk video call, lagi-lagi tanpa harus terhubung ke PC. Kepada The Verge, Samsung juga mengklaim bahwa monitor ini bisa dipakai untuk cloud gaming, meski sejauh ini belum ada kejelasan soal platform cloud gaming yang didukung.

Lebih jelasnya akan diungkap mendekati hari peluncurannya nanti, demikian pula info soal harga jual resminya.

Samsung High Resolution Monitor S8 (S80PB)

Tersedia dalam ukuran 27 inci dan 32 inci, model yang satu ini ditujukan bagi para profesional dan kreator yang benar-benar membutuhkan display dengan akurasi warna terbaik. Selain menawarkan color gamut 98% DCI-P3 dan sertifikasi DisplayHDR 600, monitor ini juga sudah memenuhi standar verifikasi Glare Free yang ditetapkan oleh Underwriter Laboratories. Dengan kata lain, meski tidak dilengkapi monitor hood, refleksi yang tampak di layar dipastikan bakal tetap minimal.

Samsung tidak lupa menyematkan port USB-C yang mendukung charging 90 W beserta port LAN sehingga pengguna bisa mewujudkan setup bekerja yang minimalis, tanpa harus banyak bergantung dengan aksesori docking station dan sejenisnya.

Sumber: Samsung.

Rekap Sim Racing 2021: Melejit Menuju Standar Baru

Tahun 2021 telah menjadi saksi atas kembalinya olahraga otomotif seiring dunia mulai pulih secara perlahan dan hidup berdampingan dengan pandemi yang masih berkelanjutan, namun ini sama sekali bukan berarti minat terhadap sim racing jadi menurun. Pada kenyataannya, minat terhadap sim racing terus meningkat seiring dengan semakin banyaknya event dunia nyata yang menggelar versi virtualnya demi membantu menyempitkan celah antara realita dan virtual lebih lagi. Selain meningkatnya popularitas kompetisi dan cabang-cabang baru, 2021 juga menandai awal dari sebuah standar baru di sim racing dengan teknologi yang di tahun-tahun sebelumnya pernah dianggap tidak aksesibel dan tidak praktis.

Pertumbuhan dalam keberagaman

Ada banyak sekali liga/kompetisi balap virtual tahun ini. Hampir semua seri global di dunia nyata kini punya salinan virtualnya, di antaranya F1 Esports, Le Mans Virtual, GT World Challenge eSports. Pabrikan mobil seperti Toyota, Porsche, Lamborghini dan BMW, dan merek-merek seperti Michelin (ban) dan Logitech (periferal gaming) menggelar kompetisinya sendiri-sendiri yang dapat diikuti oleh semua orang dari seluruh dunia.

Namun salah satu kejutan terbesar adalah pertumbuhan dari kompetisi-kompetisi di cabang Drifting. Tidak seperti kebanyakan cabang balap mobil lainnya, Drifting tidak dinilai berdasarkan waktu lap ataupun posisi. Sebagai gantinya, ada tim juri yang mengevaluasi para partisipan berdasarkan garis-garis, sudut, dan sedekat apa mereka dengan mobil lain sebagai pengejar.

Aksi Andika Rama Maulana di IDDS 2021 / Sumber: Andika Rama Maulana

IDDS (Indonesian Digital Drift Series) mengadakan seri terbesarnya tahun ini dengan diikuti oleh partisipan-partisipan internasional, dan dengan Andika Rama Maulana sebagai juara kelas PRO2 tahun ini. Berkat kesuksesan IDDS, harapannya adalah kita bisa melihat lebih banyak ajang drift digital yang digelar di region Asia, bersamaan dengan kawasan-kawasan lain yang mungkin ikut membuka pintu buat partisipan internasional.

Di tempat lain, Assetto Corsa Competizione tampaknya menjadi judul favorit baru bagi banyak kompetisi dan liga. Di samping balap sprint biasa, semakin banyak penyelenggara yang melirik aspek endurance dari judul tersebut. SRO Motorsports Group (yang bertanggung jawab atas GT World Challenge Esports) mengadakan kompetisi untuk seri Sprint dan Endurance. Dengan update konten yang ditambahkan ke game secara berkala tahun ini dan penyempurnaan yang terus diterapkan pada aspek handling dan performa mobil, ACC sepertinya bakal terus melanjutkan momentumnya di tahun 2022, dengan kabar seputar kemungkinan adanya kelas baru mobil-mobil GT yang mendapat izin dari SRO.

Sim racing di Olimpiade

Ajang balapan virtual resmi di Olimpiade menggunakan game Gran Turismo Sport / Sumber: Olympics

Tahun ini juga menandai pertama kalinya sim racing muncul di sebuah event resmi di Olimpiade. Sebagai bagian dari Olympic Virtual Series, e-racer dari berbagai penjuru dunia diberi kesempatan untuk bertanding dalam event bergengsi ini melalui platform Gran Turismo Sport.

Kompetisi berlangsung sengit seiring para partisipan mencoba menyelesaikan satu lap sempurna di Tokyo Expressway South Inner Loop menggunakan mobil GR Supra Gr.3 demi memenuhi kualifikasi untuk Olympic Virtual Series, dengan hanya beberapa posisi yang tersedia untuk Asia. Empat pembalap dari Asia berhasil lolos kualifikasi, yakni Takuma Miyazono (JPN), Stanford Chau (HKG), Nathayos Sirigaya (THA) dan Taj Aiman (MYS). Pada akhirnya, Valerio Gallo (ITA) muncul sebagai pemenang kompetisi.

Dengan munculnya olahraga otomotif virtual di Olimpiade, tidak diragukan lagi ini juga bisa tampil di kompetisi olahraga regional di masa yang akan datang macam SEA Games.

Standar baru — Direct Drive terjangkau

Fanatec CSL DD / Sumber: Fanatec

Kemajuan terbesar di sim racing tahun ini mungkin bisa ditinjau dari kian terjangkaunya harga setir berteknologi direct drive. Pada tahun-tahun sebelumnya, setir direct drive dibanderol di kisaran $1.000 hanya untuk wheel base-nya saja. Harga ini dinilai tidak praktis buat rata-rata sim racer ataupun mereka yang kompetitif namun tidak mampu membeli peralatan semacam itu.

Yang tadinya sebatas candaan April Mop rupanya menjadi sebuah konsepsi yang nyata, dengan pengumuman CSL DD baru dari Fanatec yang wheel base-nya dihargai cuma $349,95. Setir baru ini dirancang untuk menggantikan CSL Elite yang menggunakan sistem belt drive. CSL DD awalnya kompatibel dengan PC dan Xbox, menjadikan para pengguna PlayStation bertanya-tanya apakah mereka juga bakal kebagian jatah. Bocoran foto tersebar tidak lama setelah perilisan CSL DD, akan tetapi para pembalap PlayStation rupanya tidak perlu menunggu terlalu lama mengingat GT DD PRO diluncurkan pada Desember 2021, dengan desain wheel base yang hampir identik seperti milik CSL DD, namun dengan dukungan PlayStation dan PC. Kedua wheel base menerima respons yang sangat positif dari para pengguna sekaligus ulasan-ulasan.

Merek terkemuka lain juga ikut menyusul jejak Fanatec dengan menyediakan lebih banyak setir direct drive yang lebih terjangkau, Thrustmaster akan membuat pengumuman sebelum akhir tahun, sementara bocoran foto mengindikasikan kemungkinan adanya penawaran dari Logitech. Pemain baru seperti Moza dan merek familier seperti Simagic mulai menawarkan setir direct drive di harga yang lebih terjangkau. Cuma perkara waktu sebelum setir direct drive menjadi standar baru buat sebagian besar, atau malah semua setir balap bertipe force feedback. Mungkin dalam 2-3 tahun, setir berbasis belt drive bakal berada di tingkatan termurah dari setir force feedback.

Prediksi tahun 2022 (dan seterusnya)?

Seri terbaru Forza Motorsport jadi salah satu judul game sim racing yang paling ditunggu / Xbox Game Studios

Saat artikel ini ditulis, masih terlalu dini untuk menyebutkan apa yang bisa kita harapkan tidak hanya di 2022, tapi juga di tahun-tahun berikutnya, terlepas dari game-game yang diumumkan untuk tahun depan.

Gran Turismo 7 dijadwalkan rilis pada Maret 2022, sementara seri terbaru Forza Motorsport diharapkan nantinya dengan detail baru mengenai model handling yang diungkap dalam sebuah wawancara baru-baru ini. Kedua game ditujukan untuk pasar gamer konsol, yang diperkirakan bakal memiliki audiens besar dengan banyak event dan kompetisi yang menyusul pasca peluncuran keduanya.

Assetto Corsa 2 diduga tidak akan muncul sebelum 2024 seperti yang diumumkan pada tahun ini, akan tetapi Assetto Corsa Competizione diperkirakan bakal mendapat lebih banyak pembaruan dalam waktu dekat, yang akan semakin menambah variasi balapan dalam game ini terlepas dari absennya dukungan modding. Iracing juga memamerkan sistem cuaca dinamis baru mereka tahun ini dan diperkirakan bakal siap pada 2022.

Seri IndyCar juga akan memiliki judul game-nya sendiri di tahun 2023 dari Motorsport Games, akan tetapi jika melihat respons buruk yang diterima NASCAR 21: Ignition pasca perilisannya, pengembangnya akan memerlukan semua waktu dari sekarang untuk membuat game mereka berikutnya jadi lebih baik.

Setir ini bisa dipasangkan ke wheel base besutan Fanatec maupun mobil BMW M4 GT3 yang sesungguhnya / Sumber: Fanatec

Sementara untuk perlengkapan sim racing, sulit menebak kejutan apa yang bakal hadir di tahun 2022. Perilisan setir BMW M4 GT3 besutan Fanatec menampilkan setir yang dapat dipakai di wheel base Fanatec sekaligus di mobil BMW M4 GT3 yang sesungguhnya. Mungkin di masa yang akan datang, kita bakal memiliki teknologi yang memungkinkan sim racer untuk memakai setir standar dari toko variasi mobil tanpa harus membongkar sejumlah komponen dari wheel base-nya.

2021 telah menjadi tahun yang sangat menyenangkan buat sim racing, dan kita hanya bisa menantikan lebih banyak kejutan di tahun 2022!

Artikel ini ditulis oleh tim konten dari Legion of Racers. Publikasi di Hybrid.co.id telah dengan izin, dan kami bekerja sama dengan Legion of Racers untuk menghadirkan berbagai artikel terkait Sim Racing. 

Gadget Champions 2021: WD Black SN850 Raih Gelar Best SSD for Gaming

Seperti biasa setiap tahunnya, tim DailySocial.id/Gadget bersama dengan dua media tekno lain menggelar kegiatan rutin Gadget Champions untuk mengapresiasi produk-produk teknologi terbaik yang hadir di tanah air. Untuk edisi tahun ini, kami bekerja sama dengan dua media teknologi lokal lain, yakni Yangcanggih.com dan Gizmologi.id.

Ada empat kategori utama yang diangkat pada Gadget Champions 2021: Best for Work, Best for School, Best for Content Creation, dan Best for Gaming. Di artikel ini, kami ingin membahas yang lebih spesifik, yakni Best SSD for Gaming.

Pilihannya jatuh pada WD Black SN850, sebuah SSD NVMe PCIe 4.0 dengan salah satu performa yang paling top di pasaran saat ini. Tidak tanggung-tanggung, variannya yang berkapasitas 1 TB menawarkan kecepatan baca hingga 7.000 MB per detik dan kecepatan tulis hingga 5.300 MB per detik, serta mendukung hingga 1.000.000 IOPS (input/output operations per second).

Dengan performa sekencang itu, tidak ada lagi yang namanya bosan menunggu proses loading game, entah Anda memasangkannya di PC ataupun laptop. Selain varian 1 TB, WD turut menawarkan varian dengan kapasitas 500 GB dan 2 TB.

Istimewanya, kinerja yang sangat mumpuni ini tak hanya dapat dinikmati oleh para gamer PC saja, melainkan juga kalangan gamer konsol, spesifiknya PlayStation 5. Seperti yang kita tahu, konsol terbaru Sony tersebut hadir membawa satu slot M.2 ekstra yang bisa dipakai untuk memperluas penyimpanannya. Masalahnya, kita tidak bisa sembarangan menyelipkan SSD karena ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar perangkat bisa berfungsi tanpa kendala.

Salah satu syarat yang agak menyulitkan adalah terkait bentuk dan dimensi heatsink milik SSD. Kalau heatsink-nya kelewat tebal, maka SSD-nya tidak akan muat di PS5. Tanpa heatsink, maka SSD bakal kepanasan dan menurun drastis kinerjanya.

Kabar baiknya, heatsink bawaan WD Black SN850 telah memenuhi spesifikasi dari Sony, dan pengguna bisa langsung memasang SSD ini ke PS5 tanpa harus khawatir mengenai isu kompatibilitas. Sebagai bonus, kinerjanya pun lebih gegas ketimbang SSD internal PS5 (yang sendirinya sebenarnya sudah sangat kapabel).

Bonus tambahan lainnya, heatsink low-profile tersebut juga dilengkapi pencahayaan RGB sehingga bisa membantu mempercantik tampilan PC. Urusan reliabilitas, WD Black SN850 didukung oleh garansi resmi selama 5 tahun.

Performa yang unggul dan konsisten, ditambah kompatibilitasnya dengan PC sekaligus PS5, membuat WD Black SN850 layak mendapat gelar Best SSD for Gaming. Buat yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai WD Black SN850, Anda bisa langsung berkunjung ke official store WD.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh WD.

Fractal Adalah Marketplace NFT Khusus Gaming Ciptaan Pendiri Twitch

Dengan total volume transaksi melebihi $10 miliar, OpenSea pantas mendapat gelar sebagai marketplace NFT terbesar di dunia saat ini. Namun hal itu rupanya tidak mencegah lahirnya sejumlah marketplace baru, termasuk yang spesifik menyasar vertikal gaming. Salah satunya adalah Fractal, sebuah marketplace NFT khusus gaming besutan Justin Kan.

Nama tersebut terdengar familier? Wajar, mengingat Justin adalah salah satu pendiri Twitch. Justin sudah mendalami dunia crypto sejak tahun 2013, bahkan semenjak Twitch belum menjadi milik Amazon, dan sekarang ia ingin mewujudkan obsesinya terkait crypto sekaligus gaming melalui Fractal.

Eksistensi Fractal dipicu oleh meningkatnya popularitas game play-to-earn (P2E) belakangan ini. NFT memang merupakan komponen kunci yang menjadi fondasi utama ekonomi dalam game P2E, dan Fractal ingin ikut ambil bagian dengan bekerja sama langsung dengan pihak developer/publisher game.

Nantinya, NFT yang ada di Fractal bisa dibagi menjadi dua kategori: yang dijual langsung oleh developer/publisher (primary market), dan yang diperjualbelikan antar pengguna (secondary market). Lebih jauh lagi ke depannya, Fractal juga tertarik menciptakan infrastruktur untuk mengakomodasi skenario-skenario penggunaan NFT lainnya, seperti misalnya untuk sistem scholarship yang ada dalam game P2E macam Axie Infinity.

Untuk sekarang, Fractal sepenuhnya menggunakan blockchain Solana, namun sudah ada rencana mengenai integrasi blockchain lain ke depannya. Solana sendiri dipilih berkat ongkosnya yang rendah dan kecepatan transaksinya, yang menurut Justin krusial buat developer/publisher game yang ingin menawarkan aset in-game dalam jumlah besar.

Justin melihat game P2E dan NFT sebagai evolusi alami dari tren jual-beli item dalam game online di era 90-an. Dalam beberapa tahun terakhir ini, kita sudah semakin terbiasa membeli skin atau berbagai macam item lain di game seperti Fortnite atau PUBG. Justin percaya NFT dan prinsip kepemilikan yang diterapkan pada dasarnya bisa semakin meningkatkan nilai dari benda-benda digital tersebut secara signifikan.

Rencananya, Fractal akan resmi meluncur pada 30 Desember 2021, bersamaan dengan koleksi NFT-nya sendiri.

Sumber: VentureBeat.

Samsung Umumkan SSD PCIe 5.0 dengan Kecepatan Baca Hingga 13.000 MB per Detik

Di saat sebagian besar konsumen baru saja mengenal SSD PCIe 4.0, industrinya justru telah bersiap untuk menyingkap generasi berikutnya. Samsung misalnya, baru saja mengumumkan bahwa mereka telah rampung mengembangkan SSD PCIe 5.0 untuk server, dan siap memproduksinya secara massal mulai kuartal pertama 2022.

Ya, SSD bernama Samsung PM1743 ini memang dirancang secara spesifik untuk kebutuhan kalangan enterprise, akan tetapi ini tentu bakal membuka jalan buat implementasinya di ranah konsumen umum. Pada kenyataannya, kita sekarang sudah bisa membeli prosesor yang mendukung teknologi PCIe generasi kelima ini.

Secara teoretis, PCIe 5.0 menawarkan total bandwith sebesar 32 giga transfer per detik (GT/s), alias dua kali lipat PCIe 4.0. Pada praktiknya, PM1743 menjanjikan kecepatan baca hingga 13.000 MB per detik dan kecepatan tulis hingga 6.600 MB per detik. Sebagai perbandingan, SSD PCIe 4.0 Samsung 980 Pro memiliki kecepatan baca 7.000 MB per detik dan tulis 5.100 MB per detik.

Selain lebih kencang, SSD PCIe 5.0 besutan Samsung ini turut menjanjikan konsumsi daya yang lebih irit. Persisnya 608 MB/s per watt, atau sekitar 30% lebih efisien daripada sebelumnya. Untuk konteks server yang secara konstan mengolah data dalam jumlah masif, efisiensi daya jelas merupakan salah satu faktor yang amat krusial.

Juga disesuaikan untuk kebutuhan server adalah kapasitasnya, dengan opsi kapasitas dari 1,92 TB hingga 15,36 TB. Perihal reliabilitas, PM1743 diklaim sebagai SSD PCIe 5.0 pertama yang mengemas teknologi port ganda, yang berarti perangkat maish dapat beroperasi secara normal meski koneksi salah satu port-nya bermasalah.

Samsung bukan satu-satunya produsen yang tengah mempersiapkan SSD PCIe 5.0. Di tempat lain, ada Adata yang juga akan menyingkap prototipe SSD NVMe PCIe 5.0 pada CES 2022. Pun begitu, Samsung patut mendapat sorotan khusus karena mereka memproduksi semua komponen di dalam SSD secara mandiri ketimbang mengandalkan pasokan dari produsen lain.

Sumber: Samsung.

Adata XPG Vault Adalah Konsep Mouse Gaming Siluman dengan SSD 1 TB Terintegrasi

Mouse gaming dengan onboard memory sudah eksis sejak lama. Namun bagaimana seandainya memory yang disematkan memiliki kapasitas yang jauh lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk sebatas menyimpan informasi pengaturan DPI, polling rate serta konfigurasi macro?

Itulah gagasan utama di balik konsep mouse rancangan Adata berikut ini. Dijuluki XPG Vault, sepintas ia kelihatan seperti mouse gaming standar dengan rancangan semi-ambidextrous. Namun keistimewaannya baru bisa kita temukan di dalamnya, yakni modul SSD dengan kapasitas 1 TB, cukup untuk menyimpan beberapa judul game AAA sekaligus.

Ya, mouse sekaligus SSD eksternal, kira-kira seperti itu deskripsi sederhananya. Dengan kecepatan transfer data hingga 985 MB per detik, performanya bisa dibilang cukup mumpuni. Memang masih belum bisa menyaingi performa SSD NVMe, namun tetap lebih kencang ketimbang SSD SATA tradisional yang kecepatan transfernya mentok di angka 550 MB per detik.

Agar dapat beroperasi sebagai dua macam perangkat sekaligus, XPG Vault harus selalu terhubung via kabel USB-C. Supaya pengalaman yang didapat pengguna bisa seamless, Adata turut merancang semacam custom launcher software sehingga pengguna dapat menyimpan dan langsung menjalankan game dari mouse ini.

XPG Vault di samping mouse normal yang bakal Adata perkenalkan di CES 2022 / Adata

Berhubung produk ini masih konsep, Adata pun belum berani memastikan apa-apa terkait realisasinya. Yang mungkin jadi pertanyaan adalah, siapa kira-kira yang bakal membutuhkan produk siluman seperti ini? Yang perangkatnya tidak punya cukup port USB buat mouse dan SSD eksternal sekaligus mungkin? Entahlah, namun yang pasti, ide akan sebuah periferal yang juga bisa merangkap peran sebagai media penyimpanan sebenarnya sudah ada sejak lama.

Di tahun 2007 misalnya, pernah ada produk bernama Mini-Memory Mouse yang punya peran kedua sebagai USB flash drive berkapasitas 1 GB. Lalu saat saya telusuri Google sejenak, rupanya pernah ada paten terkait teknologi semacam ini yang diajukan oleh sebuah perusahaan asal Taiwan di tahun 2002, meski status legalnya saat ini sudah tidak berlaku lagi.

Terlepas dari itu, produk nyeleneh seperti XPG Vault ini adalah produk yang sangat pas dipamerkan di event teknologi seperti CES tidak lama lagi. Berdasarkan informasi yang tertera di siaran persnya, Adata bakal memperkenalkan sejumlah produk baru di CES 2022, termasuk salah satunya SSD PCIe Gen 5.

Sumber: Digital Trends.

Huawei P50 Pocket Benahi Dua Kekurangan Utama Samsung Galaxy Z Flip 3

Di antara beberapa ponsel foldable yang tersedia di pasaran, Samsung Galaxy Z Flip 3 mungkin bisa dianggap sebagai yang paling normal. Dalam posisi terbuka, ia tidak berbeda jauh dibanding smartphone pada umumnya. Namun berhubung layarnya bisa dilipat, ia jauh lebih mudah disimpan di dalam saku, bahkan saku kemeja sekalipun.

Terlepas dari itu, Z Flip 3 masih punya sejumlah kekurangan. Dua yang paling utama adalah kapasitas baterainya yang kecil (3.300 mAh), dan desain yang tidak benar-benar tertutup rapat saat layarnya dilipat. Lain ceritanya dengan Huawei P50 Pocket. Ponsel foldable terbaru Huawei yang juga mengadopsi desain clamshell itu rupanya tidak terkendala dua isu tersebut.

Saat dilipat, layar P50 Pocket benar-benar tertutup dengan rapat, tidak seperti Z Flip 3 yang masih menyisakan sedikit celah. Ini menunjukkan adanya perbedaan rancangan engsel pada kedua smartphone. Dalam posisi terlipat, tebal P50 Pocket cuma 15,2 mm, lebih tipis daripada Z Flip 3. Namun saat dibuka, P50 Pocket sedikit lebih tebal di 7,2 mm.

Kabar baiknya, Huawei benar-benar memaksimalkan ruang ekstra tersebut. P50 Pocket dibekali baterai berkapasitas 4.000 mAh, cukup signifikan selisihnya dibanding milik Z Flip 3. Huawei pun tidak lupa menyematkan dukungan fast charging 40 W pada P50 Pocket.

Seperti Z Flip 3, ponsel ini turut mengemas dua layar; satu di luar, satu di dalam. Di bagian luar, ada layar membulat dengan diameter 1,04 inci dan resolusi 340 x 340 piksel. Layar ini bisa menampilkan sejumlah informasi, termasuk halnya menjadi viewfinder kamera sehingga pengguna bisa mengambil selfie menggunakan kamera utamanya. Meski sepintas kelihatan lebih estetis, layar membulat ini masih kalah fungsional dibanding layar luar Z Flip 3 yang berukuran lebih besar.

Untuk layar bagian dalamnya, P50 Pocket mengemas panel OLED 6,9 inci dengan resolusi 2790 x 1188 piksel dan refresh rate 120 Hz. Di sisi atasnya, ada lubang kecil yang dihuni oleh kamera 10,7 megapiksel. Kamera yang satu ini lebih ideal digunakan untuk video call, sebab kalau untuk mengambil selfie, hasil tangkapannya jelas kalah bagus dibanding kamera utamanya di sisi luar.

Kamera utamanya ini menggunakan sensor 40 megapiksel dan lensa f/1.8. Mendampingi kamera tersebut adalah kamera ultra-wide 13 megapiksel yang juga bisa dipakai untuk fotografi makro, serta kamera “super-spectrum” 32 megapiksel yang bertugas untuk membantu memperkaya warna pada hasil tangkapan P50 Pocket.

Urusan performa, ponsel ini mengandalkan chipset Snapdragon 888, tapi yang cuma kompatibel dengan jaringan 4G saja. Huawei menawarkan dua varian RAM dan storage: 8 GB/256 GB seharga 8.988 yuan (± 20 jutaan rupiah), dan 12 GB/512 GB seharga 10.988 yuan (± 24,5 jutaan rupiah).

Varian 12 GB/512 GB ini turut mengusung embel-embel “Premium Edition”, serta hadir dalam balutan warna silver atau emas yang memiliki motif unik karya desainer asal Belanda, Iris van Herpen. Sejauh ini belum ada informasi apakah Huawei P50 Pocket nantinya juga akan tersedia di luar Tiongkok.

Sumber: The Verge dan Huawei.

Gadget Champions 2021: Acer Swift 3 Infinity 4 Gaet Gelar Best for Work

Menjelang pergantian tahun, DailySocial.id/Gadget kembali menggelar kegiatan rutin Gadget Champions, kali ini bekerja sama dengan Yangcanggih.com dan Gizmologi.id.

Untuk edisi tahun ini, ada empat kategori utama pada Gadget Champions 2021, yakni Best for Work, Best for School, Best for Content Creation, dan Best for Gaming.

Kategori Best for Work kami hadirkan untuk menyoroti perangkat canggih pendukung produktivitas yang siap membantu pengguna menghadapi rutinitas modern yang semakin menantang.

Salah satu laptop yang pantas menerima gelar Best for Work adalah Acer Swift 3 Infinity 4. Perangkat ini bukan cuma mengandalkan desain yang ringkas sekaligus trendi, melainkan juga performa yang mumpuni untuk berbagai kegiatan produktivitas — dua aspek yang esensial buat laptop yang sehari-harinya rutin dipakai bekerja.

Secara fisik, Acer Swift 3 Infinity 4 hadir membawa sasis serba logam dengan tebal cuma 15,9 mm dan bobot sekitar 1,2 kg. Kombinasi tersebut sangat ideal buat para pekerja milenial yang memiliki gaya hidup mobile. Saat perangkat dibuka, bagian keyboard-nya akan sedikit terangkat dan menumpu pada engsel layarnya, memberikan kenyamanan ekstra selagi bekerja.

Layarnya sendiri menggunakan panel IPS 14 inci dengan resolusi FHD (1920 x 1080) yang dikemas dalam bingkai tipis dengan rasio layar ke bodi sebesar 85,73%. Akurasi warnanya pun cukup bisa diandalkan berkat color gamut 100% sRGB, ditambah tingkat kecerahan maksimum 300 nit.

Performa mumpuni dan sertifikasi Intel EVO

Meski tipis dan ringan, performa Acer Swift 3 Infinity 4 sama sekali tidak boleh diremehkan. Ia datang mengusung prosesor Intel generasi ke-11, spesifiknya Core i7-1165G7 dengan 4-core dan 8-thread, yang menjanjikan peningkatan performa 20% lebih baik dibanding generasi sebelumnya.

Bukan cuma itu, perangkat juga siap mendukung kegiatan berkreasi berkat dukungan chip grafis terintegrasi Intel Iris Xe dengan 96 Execution Unit (EU). Saat diperlukan, laptop ini bahkan sanggup menjalankan beberapa game modern secara lancar, sehingga prinsip work-life balance pun dapat terwujud dengan baik. Melengkapi spesifikasinya adalah RAM LPDDR4 16 GB dan SSD NVMe PCIe Gen 4 berkapasitas 512 GB.

Performa yang mumpuni ini juga didukung oleh sistem manajemen panas yang efektif. Ruang ventilasi ekstra yang tercipta berkat desain keyboard yang terangkat itu tadi juga berkontribusi terhadap sirkulasi udara yang lebih baik. Kecepatan kipasnya pun dapat diatur berdasarkan tiga mode yang berbeda — Silent, Balance, dan Performance — cukup dengan menekan kombinasi tombol Fn + F.

Acer Swift 3 Infinity 4 juga sudah lolos sertifikasi Intel EVO, dan itu berarti ia telah memenuhi sejumlah persyaratan yang Intel tetapkan, di antaranya daya tahan baterai hingga 14 jam dan disertai dukungan fast charging, serta kecepatan menyala dari mode Sleep di bawah 1 detik.

Sertifikasi ini pada dasarnya merupakan jaminan akan sebuah laptop yang bisa diandalkan kapan saja dan di mana saja, baik dari segi kinerja, daya tahan baterai, audio, layar, portabilitas, maupun konektivitas.

Bicara soal konektivitas, Acer Swift 3 Infinity 4 telah dibekali chip Wi-Fi 6 terbaru beserta Bluetooth 5.1. Port di sekitaran bodinya mencakup dua port USB 3.2 Gen 1, Thunderbolt 4 (USB-C), dan HDMI.

Guna semakin memudahkan dalam penggunaan sehari-hari, Acer tak lupa menyematkan sensor sidik jari yang kompatibel dengan fitur Windows Hello, tidak ketinggalan pula fitur Modern Standy dan Wake on Voice.

Menimbang segala keunggulannya itu, Acer Swift 3 Infinity 4 sangat layak untuk menjadi laptop penunjang kegiatan bekerja, produktivitas dan bisnis.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Acer.

Weird West, Immersive Sim Baru Ciptaan Kreator Dishonored, Ditunda Perilisannya Hingga Maret 2022

2022 punya banyak game yang sangat layak untuk dinantikan, belum lagi yang diumumkan di ajang The Game Awards 2021 kemarin. Salah satu yang paling saya tunggu-tunggu adalah Weird West, sebuah immersive sim karya WolfEye Studios. Awalnya dijadwalkan hadir di bulan Januari, sayang perilisannya terpaksa diundur sampai 31 Maret 2022.

Lewat Twitter, Devolver Digital selaku publisher-nya mengumumkan bahwa berdasarkan masukan dari para beta tester, Weird West masih perlu dipoles lebih lanjut agar bisa menjadi sesuatu yang benar-benar spesial untuk dimainkan. Pengumuman ini menerima banyak sambutan positif, menunjukkan bahwa gamer sebetulnya tidak keberatan menunggu lebih lama ketimbang disuguhi game yang belum matang seperti Cyberpunk 2077 maupun remaster GTA Trilogy.

Game development bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi kalau yang digarap adalah immersive sim yang terkenal sangat kompleks. Pendiri WolfEye Studios sekaligus creative director Weird West, Raphaël Colantonio, menjelaskan bahwa ada banyak sekali yang bisa terjadi dalam sebuah immersive sim, dan terkadang itu bisa menimbulkan sejumlah problem.

WolfEye memang baru berdiri sejak tahun 2019, namun Raphaël dan timnya sudah tidak asing lagi dengan genre immersive sim. Buat yang tidak tahu, Raphaël merupakan pendiri sekaligus pimpinan Arkane Studios selama 18 tahun. Selama di Arkane, Raphaël memimpin pengembangan game-game seperti Arx Fatalis, Dark Messiah, Dishonored, dan Prey, yang semuanya merupakan immersive sim.

Pada umumnya, immersive sim disajikan dalam perspektif orang pertama (first-person). Namun Weird West rupanya tidak demikian dan justru mengadopsi tampilan isometrik, membuatnya kelihatan mirip seperti RPG klasik macam Fallout. Namanya immersive sim, Weird West bakal membebaskan pemain melakukan apa saja dalam menjalankan misinya, sebab memang hampir tidak ada yang benar atau salah di kategori game semacam ini.

Juga unik adalah adanya lima playable character di Weird West, masing-masing dengan jalan ceritanya sendiri, akan tetapi konsekuensinya berkesinambungan. Buat yang penasaran dengan gameplay-nya, silakan tonton trailer-nya di bawah ini.

Sumber: PC Gamer.