WhatsApp Integrasikan Keamanan Biometrik, Lebih Aman Login ke WhatsApp Web dan Dekstop

WhatsApp telah menjadi aplikasi berkirim pesan utama di smartphone, termasuk untuk panggilan telepon dan video call. Bagi yang bekerja di depan laptop sepanjang hari, WhatsApp juga dapat diakses lewat aplikasi berbasis web dan juga desktop client, meskipun fitur yang tersedia terbatas hanya untuk berkirim pesan.

Baru-baru ini, WhatsApp telah mengumumkan fitur keamanan baru dengan menambahkan lapisan keamanan lain ke akun Anda dengan meminta otorisasi biometrik saat hendak login ke WhatsApp web atau dekstop client. Fungsionalitas baru tersebut telah diluncurkan untuk pengguna smartphone Android dan iOS.

Cara kerjanya sebelum Anda memberi otorisasi saat ingin menghubungkan akun ke WhatsApp web atau desktop client, aplikasi WhatsApp di smartphone akan mengeluarkan permintaan otentikasi biometrik, baik berupa fingerprint ataupun face unlock yang Anda gunakan. Hanya setelah Anda mengidentifikasi diri Anda sendiri, pemindai kode QR akan muncul di layar dan bisa melanjutkan proses masuk.

Perlu dicatat, penggunaan sistem keamanan biometrik baru ini tidak berarti WhatsApp dapat mengakses atau mengumpulkan sidik jari atau pindaian wajah Anda. WhatsApp hanya mengakses sistem keamanan di perangkat sebagai otentikasi tambahan sebelum pengguna menghubungkan akun.

Fitur baru ini mungkin terkesan sepele, namun WhatsApp mengatakan bahwa hal ini dimaksudkan untuk memastikan jika orang lain mendapatkan akses ke smartphone Anda, mereka tidak akan dapat menautkan akun WhatsApp Anda ke browser web mereka. Di mana pada akhirnya akan memungkinkan mereka untuk melihat pesan apa pun yang Anda kirim dan terima.

Masuk akal untuk mencegah skenario buruk tersebut terjadi, meski di aplikasi WhatsApp smartphone kita bisa melihat akun yang terhubung dengan WhatsApp web tetapi belum tentu kita akan memperhatikannya. Pembaruan ini akan diluncurkan untuk perangkat yang kompatibel dalam beberapa mendatang.

Sumber: TheVerge

Otter.ai Sajikan Transkrip Audio Real-Time untuk Google Meet

Pandemi yang tak kunjung berakhir berarti kita masih harus berkutat dengan Zoom, Google Meet, maupun layanan video conference lain untuk bekerja maupun belajar setiap harinya. Itulah mengapa tool seperti Otter.ai jadi terasa semakin esensial setiap harinya.

Buat yang tidak tahu, Otter.ai merupakan tool berbasis kecerdasan buatan yang fungsinya adalah untuk membuatkan transkrip dari sebuah sesi video conference secara real-time. Anggap saja seperti menonton film dengan subtitle, hanya saja ini untuk video conference. Sejauh ini yang didukung memang baru bahasa Inggris, akan tetapi AI-nya cukup pintar untuk mengenali aksen dari negara-negara yang berbeda.

Otter.ai sudah lama menawarkan integrasi dengan Zoom. Jadi cukup dengan mengklik satu tombol saja, transkrip percakapan akan langsung muncul di layar dengan sendirinya. Kabar baiknya, Otter.ai sekarang juga sudah punya integrasi dengan Google Meet.

Bukannya Google Meet sendiri sudah punya fitur live caption? Benar, akan tetapi Otter.ai yakin mereka bisa memberikan nilai lebih karena transkrip yang dihasilkannya bersifat interaktif, alias dapat diedit dan dijadikan medium berkolaborasi ketika sesi rapat sudah selesai. Isi transkripnya juga dapat dicari berdasarkan kata kunci sehingga pengguna bisa langsung lompat ke bagian-bagian tertentu dengan mudah.

Juga unik adalah bagaimana pengguna dapat mencantumkan sejumlah kata kunci yang spesifik sehingga AI milik Otter.ai bisa bekerja dengan lebih optimal, menghasilkan transkrip yang lebih akurat dan tidak dibuat bingung oleh istilah-istilah khusus yang umumnya dipakai di bidang pekerjaan tertentu.

Untuk menggunakan Otter.ai di Google Meet, Anda perlu terlebih dulu mengunduh extension Chrome-nya (juga kompatibel buat Microsoft Edge). Setelah login menggunakan akun Otter.ai, pengguna bisa mengklik tombol record pada extension-nya setiap kali sesi Google Meet berlangsung, lalu klik tombol berlabel “CC” untuk menampilkan teksnya secara langsung.

Pada versi gratisannya, Otter.ai hanya bisa dipakai untuk membuat transkrip audio dengan durasi total 600 menit per bulan (maksimum 40 menit per sesi). Ke depannya, integrasi dengan Google Meet ini bakal dijadikan salah satu fitur untuk paket berlangganannya yang dipatok seharga $20 per bulan.

Sumber: Engadget dan Forbes.

Versi Anyar Microsoft Edge Hadirkan Sinkronisasi Tab dan History Beserta Password Manager

Tidak terasa sudah satu tahun berlalu semenjak Microsoft merombak total browser-nya, Edge, menggunakan teknologi yang sama seperti Chrome. Dalam kurun waktu tersebut, Microsoft tidak hentinya menghadirkan fitur-fitur baru buat Edge, dan tren itu masih mereka pertahankan di tahun 2021 ini.

Versi terbaru Microsoft Edge datang membawa seabrek fitur anyar, akan tetapi satu yang paling krusial adalah fitur sinkronisasi tab dan history. Sebelum ini, Microsoft Edge hanya bisa menyinkronisasikan bookmark, password, dan informasi autofill. Sekarang, tab dan history di Microsoft Edge versi desktop maupun mobile akan selalu tersinkronisasi satu sama lain, dengan catatan Anda login menggunakan satu akun yang sama.

Bicara soal password, versi anyar Edge nantinya juga akan dibekali fitur password generator, yang akan merekomendasikan kata sandi yang aman setiap kali Anda mendaftarkan akun online baru, atau setiap Anda mengganti password dari suatu akun yang Anda punyai. Tentu saja semua informasi tersebut juga akan disimpan dan disinkronisasikan secara otomatis.

Juga menarik adalah fitur sidebar search, yang memungkinkan kita untuk menyeleksi teks, lalu melakukan pencarian dengan teks yang diseleksi sebagai kata kuncinya. Yang istimewa, hasil pencariannya akan ditampilkan di sebuah side panel, bukan di tab baru, sehingga kita masih bisa tetap berfokus pada tab yang sedang dibuka selagi mencari referensi tambahan.

Buat yang menggunakan layanan email Outlook, Anda sekarang juga bisa mengintip isi inbox secara cepat hanya dengan membuka tab baru di Edge. Versi baru Edge ini turut memperkenalkan fitur sleeping tab, yang secara otomatis akan ‘menidurkan’ deretan tab yang sudah lama tidak dibuka sehingga tidak terus mengonsumsi RAM dan daya CPU.

Durasi waktu sebelum fitur sleeping tab ini aktif bisa Anda tentukan sendiri di menu pengaturan. Tujuan akhirnya tentu untuk mencegah kinerja perangkat jadi melambat akibat terlalu banyak tab di Edge.

Terakhir, Microsoft juga tidak lupa membenahi sejumlah aspek visual dari Edge. Beberapa icon-nya sudah diperbarui agar konsisten dengan filosofi Fluent Design System, dan Microsoft juga telah merancang 24 tema baru untuk Edge yang terinspirasi oleh sejumlah franchise populer.

Sumber: Microsoft.

Aplikasi Karya Startup yang Bisa Digunakan oleh Pelaku UKM

Startup pastinya identik dengan yang namanya teknologi, bisa dalam bentuk aplikasi berbasis web, mobile ataupun desktop. Sasarannya pun tak melulu kaum korporat, pelaku usaha skala yang kecil hingga menengah pun dibidik karena jumlahnya yang cukup banyak dan cukup tahan dengan guncangan ekonomi.

Continue reading Aplikasi Karya Startup yang Bisa Digunakan oleh Pelaku UKM

Cara Mudah Unfriend Teman di Facebook Secara Massal

Di antara sekian banyak teman yang terhubung di Facebook, tentu ada beberapa atau sebagian kecil dari mereka yang tidak lagi aktif atau akun kloning. Sementara ada banyak teman baru yang memang dikenal kesulitan meminta pertemanan karena kuota yang penuh.

Continue reading Cara Mudah Unfriend Teman di Facebook Secara Massal

Cara Schedule Post di Instagram dengan Facebook Business Suite

Facebook punya aplikasi mobile bernama Business Suite yang dirancang untuk para kreator atau pemilik bisnis untuk mengeloka akun fan page sekaligus Instagram dalam satu tempat. Sementara di PC, aplikasi ini dinamai Facebook Creator Studio.

Continue reading Cara Schedule Post di Instagram dengan Facebook Business Suite

Instagram Uji Tampilan Baru Fitur Stories di Versi Web-nya

Berbeda dari Facebook, Instagram adalah media sosial yang terlahir di platform mobile. Itulah mengapa sebagian besar fiturnya dirancang untuk skenario penggunaan di smartphone – percaya atau tidak, aplikasi Instagram bahkan hingga kini belum punya tampilan yang dioptimalkan untuk iPad.

Salah satu fitur Instagram yang mungkin paling pas untuk pengguna smartphone adalah Stories. Format video pendek yang disajikan dalam orientasi portrait tentu sangat ideal buat layar smartphone. Kendati demikian, tentu ada masanya di mana pengguna hanya bisa mengakses Instagram lewat laptop atau komputer, dan itulah mengapa Instagram juga punya web app versi desktop yang fungsional sejak lama.

Secara perlahan, Instagram terus menyempurnakan versi web-nya. Fitur-fitur yang tadinya cuma tersedia di aplikasi Instagram mulai dihadirkan di versi web-nya, seperti misalnya fitur DM maupun live stream.

Stories sendiri sebenarnya sudah bisa diakses pada Instagram versi web, hanya saja tampilannya jauh dari kata optimal, dengan sepotong konten yang mengisi hanya sepertiga bagian layar saja di tengah. Kabar baiknya, Instagram rupanya sedang menguji tampilan baru yang jauh lebih menarik sekaligus fungsional.

Pada tampilan barunya, Stories disajikan dalam bentuk carousel, di mana pengguna dapat melihat preview dari Story sebelum dan sesudah yang tengah ditampilkan. Cara menavigasikannya sendiri tidak berubah, pengguna dapat membiarkannya berjalan secara otomatis, atau mengkliknya satu per satu.

Berdasarkan keterangan dari Instagram yang diterima Engadget, fitur ini sudah mereka uji dengan sekelompok kecil pengguna sejak bulan lalu. Sayangnya mereka enggan menyebut apakah fiturnya bakal segera dihadirkan untuk publik secara luas. Perubahannya memang terkesan sepele, namun bisa sangat berarti bagi mereka yang memang rutin mengakses Instagram via browser komputer.

Sumber: Engadget. Gambar header: Depositphotos.com.

Google Mulai Tampilkan Video Pendek dari TikTok dan Instagram pada Hasil Pencarian

Sepopuler apakah format video pendek yang dipopulerkan oleh TikTok? Cukup populer untuk mencuri perhatian Google. Baru-baru ini, Google rupanya tengah menguji fitur anyar yang akan menampilkan deretan video pendek dari TikTok maupun Instagram pada hasil pencarian di Google Search.

Deretan video pendek ini bisa ditemukan di segmen carousel dengan label “Short Videos” di laman hasil pencarian. Selain dari TikTok dan Instagram, Google turut mengagregasi konten serupa dari YouTube Shorts, Tangi, maupun Trell, kompetitor TikTok di pasar India.

Saat salah satu videonya diklik, pengguna akan dibawa ke versi web dari masing-masing platform, bukan ke aplikasinya, meskipun aplikasinya sudah ter-install di perangkat. Kemungkinan Google sengaja merancangnya sedemikian rupa agar pengguna bisa dengan cepat kembali ke Google Search setelah selesai menonton videonya.

Fitur ini berbeda dari fitur Web Stories yang Google luncurkan pada bulan Oktober lalu – yang sebelumnya juga dikenal dengan nama AMP Stories. Web Stories adalah kumpulan video pendek dari berbagai media publikasi yang menjadi mitra resmi Google, seperti misalnya Now This, Vice, Bustle, dan lain sebagainya.

Short Videos di sisi lain hanya menampilkan konten video pendek yang berasal dari platform sosial. Sejauh ini belum diketahui apakah Google punya deal khusus dengan TikTok maupun Facebook (Instagram) terkait upaya mereka menampilkan konten video pendek dari masing-masing platform pada hasil pencariannya.

Berdasarkan keterangan resmi dari Google kepada TechCrunch, fitur ini untuk sekarang masih diuji secara terbatas di perangkat mobile, dan ini berarti Anda mungkin hanya bisa menjumpai carousel Short Videos di beberapa hasil pencarian saja. Terlepas dari itu, kabar ini semestinya bisa meyakinkan kalangan kreator untuk semakin rajin membuat konten video pendek mengingat trennya memang seperti itu.

Sumber: TechCrunch. Gambar header: Depositphotos.com.

Berkat Fitur Together Mode, Sesi Video Conference di Skype Kini Bisa Lebih Interaktif

Juli lalu, Microsoft Teams kedatangan sebuah fitur yang sangat menarik bernama Together Mode. Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas, fitur tersebut mengandalkan AI untuk memisahkan subjek dari background, lalu memindahkan mereka menuju ke sebuah auditorium virtual sehingga semuanya seakan-akan terlihat sedang bersama.

Harapannya tentu adalah supaya pengguna Teams dapat saling berinteraksi dengan lebih baik dan tidak bosan dengan format video conference tradisional yang ada selama pandemi masih berlangsung. Begitu apiknya fitur ini, NBA pun menggunakannya untuk memunculkan sensasi tribun penonton yang sedang penuh saat sebuah pertandingan sedang berjalan dan disiarkan secara langsung.

Kabar baiknya, Microsoft memutuskan untuk menghadirkan fitur Together Mode ini di Skype. Selama ada setidaknya lima orang yang menyalakan tampilan kameranya dalam suatu sesi video conference di Skype, sang host dapat langsung mengaktifkan fitur ini dengan memilih opsi “Together Mode” di menu Switch View, dan semua partisipan pun akan langsung ditempatkan di sebuah lokasi virtual bersama-sama.

Together Mode awalnya cuma memiliki auditorium sebagai satu-satunya lokasi virtual yang tersedia, akan tetapi sekarang opsinya sudah bertambah dan mencakup alternatif macam kedai kopi untuk sesi video conference yang jumlah partisipannya tidak terlalu banyak.

Yang istimewa, sesuai dengan gagasan bahwa Skype sekarang dapat digunakan tanpa ribet dan tanpa aplikasi, fitur Together Mode ini rupanya juga tersedia meski pengguna mengakses Skype dari browser. Mereka juga sama sekali tidak membutuhkan akun, dan sesi video conference-nya dapat diikuti oleh siapa saja yang menerima tautannya.

Dalam kesempatan yang sama, Microsoft tidak lupa menambahkan format Large Grid sehingga Skype dapat menampilkan total 49 orang (7×7) dalam satu kesempatan yang sama. Kalau memang belum terbiasa dengan Together Mode, tampilan Large Grid ini tentunya dapat menjadi alternatif yang tak kalah efektif dalam mewadahi interaksi seluruh partisipan sesi video conference.

Sumber: The Verge.

Netflix Kini Dilengkapi Mode Audio Only Layaknya Aplikasi Podcast

Demam podcast sepertinya memang tidak terbendung. Bahkan Netflix pun sekarang mulai menunjukkan kesiapannya untuk menyajikan konten audio only. Berdasarkan laporan dari Android Police, versi terbaru aplikasi Netflix di Android kedatangan mode baru untuk memutar konten tanpa videonya.

Jadi saat pengguna memutar video dalam tampilan full-screen, mereka bakal melihat tombol biru bertuliskan “Video Off” di bagian atas. Klik tombol tersebut, maka layar otomatis bakal menjadi hitam, akan tetapi audionya masih terus berjalan.

Streaming film tanpa menampilkan videonya jelas terdengar aneh, tapi seperti yang kita tahu, katalog Netflix tidak terbatas pada film maupun serial saja, melainkan juga konten lain seperti stand-up comedy. Saya bisa membayangkan bagaimana fitur ini bisa sangat berguna bagi para penggemar stand-up comedy, sebab mereka bisa mendengarkan lelucon-lelucon dari komika favoritnya selagi melangsungkan kegiatan lain – plus menghemat kuota internet apabila mereka mengandalkan konektivitas seluler.

Jadi selama memutar audio saja seperti ini, aplikasi Netflix bisa kita biarkan berjalan di background layaknya sebuah aplikasi podcast. Pada menu pengaturan aplikasi, pengguna juga dapat menentukan bagaimana mereka ingin menggunakan mode audio only ini; apakah modenya akan aktif setiap saat, atau hanya ketika pengguna menyambungkan headphone/earphone maupun speaker eksternal ke perangkatnya.

Eksistensi mode audio only ini bisa dilihat sebagai indikasi bahwa Netflix punya niatan untuk menyeriusi industri podcasting. Netflix sendiri sebenarnya sudah memproduksi sejumlah podcast resmi yang mereka siapkan sebagai pelengkap tayangan-tayangan orisinalnya, tapi anehnya podcastpodcast tersebut sejauh ini hanya tersedia di platform seperti Apple Podcast atau Spotify saja. Kemungkinan dengan adanya mode audio only ini, Netflix jadi bisa menghadirkan podcastpodcast tersebut di platform-nya sendiri.

Bagi yang belum kebagian fitur baru ini, harap bersabar sebab peluncurannya mungkin tidak dilakukan secara serentak. Sejauh ini juga belum ada informasi kapan aplikasi Netflix di iOS bakal kebagian jatah update yang sama.

Sumber: Engadget. Gambar header: Depositphotos.com.