Empat Perwakilan Liga1PES Bertanding di SEA Finals 2019 Akhir Pekan Ini

Final dari kompetisi kasta tertinggi jagat kompetitif Pro Evoulution Soccer Indonesia, Liga1PES, baru saja berakhir. Setelah perjalanan panjang, akhirnya terpilih empat pemain yang akan mewakili Indonesia di ajang PES South East Asia Finals (SEA Finals), yang akan diadakan di Bangkok, Thailand.

Memasuki musim keempat, SEA Finals tampil beda tahun ini. Salah satu penyebabnya adalah karena bertambahnya jumlah negara partisipan SEA Finals, dari enam menjadi delapan negara se-Asia Tenggara. Delapan negara peserta SEA Finals tersebut adalah: Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura, Myanmar, Laos, dan Kamboja.

Sumber: Facebook @Liga1PES
Sumber: Facebook @Liga1PES

Event kompetisi SEA Finals terbilang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dalam dua tahun terakhir, kompetisi ini berhasil menambah empat negara partisipan, yaitu Singapura dan Myanmar yang bergabung tahun 2018, serta Laos dan Kamboja yang bergabung dalam SEA Finals mulai tahun 2019 ini.

Selama 3 tahun belakangan, jagat kompetitif PES di Asia Tenggara bisa dibilang masih dikuasai oleh Vietnam. Hal ini terbukti dari keberhasilan Vietnam memenangkan SEA Finals 3 kali berturut-turut dengan 2 pemain mereka: Duy Map di tahun 2016, 2017, dan Le Tam di tahun 2018.

Sementara kalau dari Indonesia sendiri, salah satu fakta menariknya adalah, perwakilan Indonesia untuk SEA Finals yang selalu berubah setiap tahun. Ada Rizky Fadian di SEA Finals 2016, lalu Ady Qwa di SEA Finals 2017, dan terakhir ada Akbar Paudie dari Gorontalo yang dapat runner-up di SEA Finals 2018.

Dengan semakin berkembangnya komunitas SEA PES di Asia Tenggara, kini semakin banyak pihak yang melirik jagat kompetitif PES. Setelah kemarin game PES bisa masuk cabang demonstrasi esports di Asian Games, kini SEA Finals di Thailand juga didukung penuh oleh Thailand E-Sports Federation (TESF) dan Siamsport.

PES SEA Finals 2019 akan diadakan pada 3 Maret 2019 mendatang, di Thailand Esports Arena. Kompetisi ini memperebutkan total hadiah sebesar US$1800 (Sekitar Rp25 juta) dan juga satu slot untuk bertanding di kejuaraan tingkat Asia.

Sumber: Facebook @Liga1PES
Empat wakil SEA Finals yang merupakan empat besar dari kompetisi Liga1PES. Sumber: Facebook @Liga1PES

Melihat geliat esports PES di tanah air serta Asia Tenggara yang begitu aktif, hal ini tentu bisa menjadi peluang bagi para sponsor nantinya. Apalagi gelaran SEA Finals yang kini punya jenjang ke tingkat Asia dan sampai ke Internasional, tentu membuat jagat kompetitif PES, termasuk Liga1PES jadi semakin menjanjikan bagi ekosistem esports Indonesia.

Ingin Jangkau Lebih Banyak Khalayak Muda, Pop Mie Sponsori RRQ dan EVOS

Hingar bingar esports di Indonesia kini sepertinya sedang berada di puncaknya. Ragam dukungan datang dari beragam instansi secara bertubi-tubi, baik itu swasta maupun pemerintahan. Dukungan tersebut datang dengan embel-embel sesuatu yang selalu disebut sebagai “usaha untuk mengembangkan ekosistem esports“.

Pemerintahan datang membawa ragam kompetisi yang disponsori mereka sendiri. Lalu dari sisi swasta ada ragam brand non-endemik yang berbondong-bondong datang mensponsori tim esports. Salah satu contoh terbaru ada Pop Mie, yang tak mau kalah dengan Dua Kelinci, turut sponsori RRQ dan EVOS.

Suasana konfrensi pers yang diadakan di Indofood Tower, Sudirman Plaza. Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Suasana konfrensi pers yang diadakan di Indofood Tower, Sudirman Plaza. Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Memang, esports belakangan terlihat semakin seksi di mata para sponsor. Hal tersebut bisa Anda simpulkan dari beberapa peristiwa seperti: proyeksi Newzoo terhadap bisnis esports yang dikatakan mencapai valuasi sebesar US$1,1 Milliar di tahun 2019 dan meningkatnya jumlah penonton tayangan esports, terutama prediksi yang mengatakan bahwa penonton perempuan akan meningkat signifikan dalam 2 tahun.

Dalam konteks Indonesia, lembaga riset konsumen Newzoo mengungkap sebuah data menarik. Menurut data tersebut, Indonesia menduduki peringkat ke-17 dari 100 daftar negara dengan pendapatan sektor gaming terbesar. Jumlah kontribusi pendapatan sektor gaming Indonesia sendiri adalah US$1,084 juta, kalau mengutip dari data tersebut.

Ternyata alasan investasi Pop Mie di dunia esports senada dengan Dua Kelinci, yaitu karena segmentasi produk mereka yang mirip dengan demografi penonton program esports. Vemri Veradi Junaidi selaku Senior Brand Manager Pop Mie mengatakan bahwa target market Pop Mie adalah mereka yang berusia 18-35 tahun yang, menurutnya, kurang lebih mirip dengan demografi khalayak esports.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Lucunya, ada keadaan menarik seputar investasi terhadap ekosistem esports selama beberapa pekan belakangan. Pop Mie yang notabene bersaing dengan Dua Kelinci, sama-sama brand Food & Beverages, ternyata sama-sama mensponsori esports, bahkan sama-sama mensponsori organisasi EVOS dan RRQ.

Terkait hal tersebut Vemri ternyata bersedia untuk memberikan komentar saat saya wawancara dalam gelaran konferensi pers tersebut. “Kami justru senang melihat banyaknya ada rekan sejawat kami sesama brand food & beverages yang turut investasi di ekosistem esports. Kami jadi merasa punya kawan dalam mencapai sebuah tujuan besar yaitu memajukan esports di Indonesia,” jawab Vemri.

EVOS adalah bagian dari ekosistem esports, tapi ekosistem esports bukan hanya organisasi klub seperti EVOS. Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
EVOS adalah bagian dari ekosistem esports, tapi isi ekosistem esports bukan hanya organisasi klub seperti EVOS. Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Lagi-lagi RRQ dan EVOS jadi tujuan sponsorship brand non-endemik kelas berat. Senada dengan Dua Kelinci, alasan Popmie mensponsori mereka adalah karena RRQ dan EVOS merupakan top brand dalam industri esports. Apakah akan ada tim lain yang juga disponsori Pop Mie? Vemri sayangnya tidak bisa memberi informasi lebih lanjut.

Na’Vi Akuisisi Roster Mock-it Esports, Siap Unjuk Gigi di Dunia Rainbow Six: Siege

Tom Clancy’s Rainbow Six: Siege adalah game yang cukup unik. Ketika pertama kali dirilis, first-person shooter karya Ubisoft ini tidak langsung booming, tidak langsung sukses besar seperti beberapa judul besar lainnya. Namun seiring berjalannya waktu, testimoni dari mulut ke mulut serta konsistensi Ubisoft dalam memberi dukungan konten, Rainbow Six: Siege mampu merangkak naik menuju tangga best-seller.

Kini Rainbow Six: Siege sudah memasuki tahun keempat, memiliki lebih dari 40 juta pemain, serta merupakan cabang esports ternama dunia. Tidak mengherankan bila kemudian semakin banyak organisasi esports yang berminat untuk terjun ke game ini. Salah satu yang baru melakukannya adalah Natus Vincere (Na’Vi), organisasi esports raksasa asal Ukraina.

https://twitter.com/natusvincere/status/1100062714502807554

Na’Vi selama ini mungkin paling terkenal di bidang Dota 2, namun sebenarnya mereka juga memiliki divisi-divisi lain, termasuk CS:GO, Fortnite, dan PUBG. Kini divisi itu bertambah dengan masuknya para mantan roster Mock-it Esports, tim Rainbow Six: Siege asal Jerman. Mock-it Esports sendiri selama ini adalah tim yang cukup kuat, dengan prestasi mencakup juara 1 Coupe de France 2018, juara 2 Castle Siege 2018, serta perolehan Top 8 di beberapa turnamen bergengsi seperti DreamHack Winter 2018 dan Pro League Season 8 Finals.

Meski sekilas terkesan tiba-tiba, CEO Na’Vi Yevhen Zolotarov mengaku sudah lama memantau dunia esports Rainbow Six: Siege. “Kami telah memperhatikan Rainbow Six untuk waktu yang lama—game ini adalah contoh hebat bagaimana disiplin esports yang luar biasa dapat terbentuk hanya dari sebuah game yang bagus. Kami sangat suka arah kerja Ubisoft ini,” ujarnya di situs resmi Na’Vi.

“Kami akan berusaha sebaik mungkin menciptakan tim yang efisien, yang dapat bertarung setara dengan tim-tim terbaik untuk berebut trofi kompetisi besar, dalam waktu sesingkat mungkin. Saya juga ingin berterima kasih pada manajemen Mock-it Esports untuk profesionalisme mereka selama negosiasi. Selamat datang di camp hitam-kuning,” lanjutnya lagi.

CEO Mock-it Esports, Marshall Long, juga memberi dukungan penuh terhadap akuisisi ini. Ia berkata, “Tim Rainbow Six kami telah menunjukkan pertumbuhan hebat baik di dalam maupun di luar game. Kami gembira dapat mengizinkan mereka maju ke level karier profesional yang lebih jauh dengan grup seperti Na’Vi. Na’Vi memiliki alat-alat dan kepemimpinan yang dapat membantu mereka tumbuh lebih jauh lagi. Selain itu, akuisisi ini juga memberi dampak besar pada komunitas Rainbow Six. Secara keseluruhan akusisi ini adalah skenario win-win bagi semua pihak.”

Belum ada informasi kompetisi Rainbow Six: Siege apa yang akan diikuti Na’Vi, tapi apa pun itu kemungkinan besar para penggemar akan ramai membicarakannya. Na’Vi sudah lama malang-melintang di dunia esports, sudah kenyang makan asam garam yang ada di ekosistem ini. Tak sabar rasanya ingin melihat sepak terjang mereka bersama tim baru tersebut.

Sumber: Natus Vincere

Metaco Circuit Cup, Bukti Turnamen PUBG Mobile Tak Hanya Ada di Kota Besar

Satu lagi turnamen online tersedia bagi Anda para penggemar PUBG Mobile yang berjiwa kompetitif. Kali ini, Metaco.gg membuka pendaftaran untuk turnamen berjudul Metaco Circuit Cup dengan total hadiah sebesar lebih dari Rp22.000.000. Hadiah tersebut akan dibagi ke dalam beberapa rupa, terdiri dari uang tunai, voucer dari Codashop, serta gaming gear dari brand Armaggeddon.

Metaco Circuit Cup digelar dengan tujuan untuk mengubah stigma bahwa kompetisi game hanya bisa ada di kota-kota besar. Format kompetisi yang dilakukan online serta terbuka untuk umum, ditambah prize pool yang cukup lumayan, diharapkan dapat menarik minat penggemar PUBG Mobile dari seluruh Indonesia. Metaco juga ingin agar dari turnamen ini muncul tim atau nama-nama baru yang sebelumnya tidak pernah ikut turnamen apa pun.

Metaco Circuit Cup - Poster

Dibandingkan dengan turnamen-turnamen PUBG Mobile biasanya, Metaco Circuit Cup punya struktur kompetisi yang cukup unik. Setelah pendaftaran ditutup, 160 tim peserta akan dibagi ke dalam empat babak kualifikasi terpisah. Kemudian dari masing-masing kualifikasi akan diambil lima tim terbaik yang berhak mendapat hadiah menarik serta maju ke babak final di panggung pamungkas. Juara di babak final tentu akan menerima hadiah yang lebih besar lagi.

Pertandingan kualifikasi dilaksanakan dengan sistem Best of 3, sementara babak final menggunakan sistem Best of 5. Setiap kill yang diperoleh tim akan menghasilkan poin, begitu juga dengan perolehan peringkat empat besar. Perhitungan poin inilah yang nantinya menjadi dasar untuk penentuan tim pemenang. Untuk peraturan lengkapnya, Anda dapat mengunjungi dokumen aturan Metaco Circuit Cup di tautan berikut.

PUBG Mobile
Kolaborasi PUBG Mobile dengan Resident Evil 2 | Sumber: Tencent

Metaco Circuit Cup akan digelar mulai minggu pertama bulan Maret 2019. Berikut ini jadwal kompetisinya:

  • Kualifikasi 1: 7 Maret 2019
  • Kualifikasi 2: 8 Maret 2019
  • Fase Final Kualifikasi 1: 9 Maret 2019
  • Fase Final Kualifikasi 2: 10 Maret 2019

Bila Anda berminat untuk berpartisipasi, Anda dapat langsung mengisi formulir pendaftaran di tautan berikut kemudian mengikuti langkah-langkah yang disediakan. Jangan lupa, keikutsertaan dalam turnamen ini dipungut biaya sebesar Rp100.000 per tim.

Disclosure: Hybrid adalah media partner Metaco Circuit Cup

Mengenal Shroud, Mantan Atlet CS:GO yang Beralih Jadi Streamer Dermawan

Atlet esports dan content creator adalah dua hal yang sering kali saling bersilangan. Sering kali, seorang gamer profesional juga berprofesi sampingan sebagai streamer di Twitch atau YouTube. Terkadang, bila ia memiliki jumlah subscriber cukup banyak, penghasilan dari streaming justru bisa lebih tinggi dari penghasilannya sebagai atlet. Dan atlet esports selalu punya daya tarik tersendiri bagi para penggemar suatu game, karena dalam video-video mereka terdapat permainan dengan level tinggi yang menghibur.

Shroud adalah salah satu streamer tersebut. Dengan jumlah follower lebih dari 5,7 juta orang, nama Shroud sudah sangat dikenal di kalangan komunitas gamer, terutama penggemar first-person shooter dan battle royale. Apalagi berkat kemunculan Apex Legends beberapa waktu lalu, nama Shroud kembali mencuat sebagai salah satu pemain yang sering menunjukkan permainan-permainan mengagumkan.

Di usianya yang masih 24 tahun, Shroud seharusnya berada di masa prima karier seorang atlet esports. Tapi ia justru memilih untuk pensiun dini dari dunia game kompetitif dan menjadi streamer saja. Seperti apa sepak terjang Shroud di dunia esports? Mengapa ia pensiun cepat? Simak kisahnya di bawah.

Cinta game gara-gara ayah

Shroud alias Michael Grzesiek lahir di kota Mississauga, Kanada, pada tanggal 2 Juni 1994. Ia merupakan anak dari orang tua berdarah Polandia, walau lucunya Shroud sendiri tidak bisa bahasa Polandia. Ayahnya adalah seorang perakit dan penggemar berat PC, termasuk menggemari game di platform “master race” tersebut. Sejak kecil, ia sudah sering bermain sambil Shroud duduk di pangkuannya. Tidak mengejutkan bila kemudian Shroud tumbuh menjadi penggemar game PC juga.

Antusiasme ayah Shroud terhadap PC sangat besar. Sejak Shroud berusia lima tahun, di rumahnya sudah terdapat lima PC yang terhubung dengan jaringan LAN. Tidak perlu pergi ke warnet, ruang bawah tanah rumah Shroud sudah merupakan fasilitas LAN party yang bisa diakses setiap hari. Nah, kira-kira game apakah yang jadi menu wajib LAN party di era 90an akhir? Benar. Counter-Strike.

Ayah Shroud adalah penggemar Counter-Strike, jadi tentu saja ia menularkan minat yang sama pada anaknya. Tak disangka, ternyata Shroud sangat berbakat. Dalam beberapa bulan saja ia sudah menjadi sangat ahli, jauh di atas kemampuan ayahnya. Sayangnya, pada tahun 2004 Valve merilis Counter-Strike: Source yang kurang memuaskan. Game ini dinilai kurang kompetitif bila dibandingkan dengan Counter-Strike 1.6. Shroud pun kehilangan minat, sehingga ia berhenti bermain Counter-Strike.

Terinspirasi menjadi streamer

Pada tahun 2011, terjadi sebuah gebrakan besar di dunia video game. Di tahun inilah platform live streaming Twitch pertama kali diluncurkan. Tak butuh waktu lama, muncul beberapa streamer hebat yang meraih popularitas di kalangan gamer. Salah satunya bernama Jaryd Russel Lazar, atau dikenal juga dengan sebutan Summit1g.

Shroud—saat itu masih berusia 17 tahun—sangat mengidolakan Summit1g. Ia merasa bahwa Summit1g adalah orang yang sangat inspiratif. Tak hanya mampu tampil menghibur di depan kamera, Summit1g juga berdedikasi tinggi di dunia streaming. Ia bahkan meninggalkan pekerjaannya untuk beralih menjadi streamer penuh waktu. “Saya juga ingin seperti itu,” demikian pikir Shroud.

Shroud memulai karier streaming dari nol di tahun 2011. Saat itu ia menggunakan nickname Eclipse, dan untuk waktu yang lama, channel Twitch miliknya tidak diminati orang. Dalam wawancara dengan theScore Esports, Shroud bahkan mengaku bahwa selama setahun hanya ada satu viewer di channel miliknya, yaitu dirinya sendiri! Tapi Shroud tidak patah semangat.

Mengharumkan nama Amerika

Minat Shroud terhadap first-person shooter kembali bangkit di tahun 2012 ketika Valve merilis Counter-Strike: Global Offensive (CS:GO) yang fenomenal. Kesuksesan CS:GO mendorong ekosistem esports untuk tumbuh di sekitarnya, dan Shroud pun terjun ke dalam dunia CS:GO profesional. Ia sempat bergabung dengan beberapa tim kecil, seperti Slow Motion, Exertus eSports, dan Manajuma. Tapi kariernya sebagai atlet baru melejit ketika ia ditarik menjadi pemain pengganti (stand-in) di tim compLexity.

Saat itu tim compLexity tengah naik daun berkat beberapa prestasi yang mereka raih. Termasuk di antaranya posisi tiga besar di turnamen ESEA Global Invite Season 16, CEVO Season 4: Professional, DreamHack Winter 2013, hingga mendapat undangan bertanding ke ESL One Cologne. Akan tetapi terjadi masalah karena kontrak yang ditawarkan pihak manajemen tidak memuaskan para pemain compLexity.

Cloud9 yang merupakan salah satu organisasi esports terbesar Amerika Serikat langsung mengakuisisi roster compLexity ke dalam divisi CS:GO mereka. Shroud ketiban rejeki, meski statusnya di compLexity hanya stand-in ternyata ia juga ditarik sebagai anggota tetap Cloud9.

Kiprah Shroud bersama Cloud9 benar-benar mengangkat nama Amerika Serikat di kancah esports CS:GO. Dulunya dipandang sebagai wilayah dengan level kompetitif rendah, Cloud9 ternyata tampil memukau di turnamen CS:GO kelas dunia, ESL ESEA Pro League Season 1. Mereka meraih juara dua, kalah oleh Fnatic yang merupakan tim senior, tapi itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa Amerika Serikat juga punya pemain-pemain hebat yang mampu bersaing secara global.

Prestasi Cloud9 membuat popularitas Shroud melejit. Ia dengan cepat dikenal sebagai salah satu pemain CS:GO dengan kemampuan membidik terbaik di dunia. Follower pun mulai berdatangan ke channel Twitch miliknya. Dari tahun 2014 hingga 2018, Shroud telah mengantar Cloud9 meraih sederet gelar, termasuk juara satu dalam kompetisi bergengsi ESL Pro League Season 4 di tahun 2016.

Pensiun dini demi PUBG

Mendekati akhir tahun 2017, karier Shroud di dunia esports CS:GO mulai terlihat meredup. Permainannya dinilai kurang memuaskan, bahkan ia menyebut dirinya “bukan lagi pemain bintang”. Bila dulu Shroud bersinar sebagai pemegang posisi Entry Fragger, ia kini harus tergeser menjadi pemain posisi Support. Artinya tugas Shroud di permainan berubah, bukan lagi mengincar kill namun melindungi teman-temannya dengan berbagai jenis granat dan senjata jarak jauh.

Masuknya beberapa pemain baru ke Cloud9 membuat posisi Shroud semakin suram. Ia terdepak menjadi pemain cadangan, dan tak lama kemudian ia mengumumkan bahwa dirinya telah beralih peran di Cloud9 menjadi streamer penuh waktu. Itu pun tak berlangsung lama. Puncaknya, pada bulan April 2018, Shroud keluar dari Cloud9 dan menyatakan pengunduran diri secara permanen, tidak hanya dari Cloud9 tapi juga dari dunia CS:GO kompetitif.

Melihat lagi ke belakang, Shroud memang dari awal memiliki cita-cita untuk menjadi streamer, bukan atlet esports. Ia suka menghibur orang lain, membantu komunitas gamer, dan melakukan hal-hal yang lucu. Rekam jejaknya di dunia CS:GO telah mendatangkan banyak penggemar, dan menurut pengakuan Shroud, penggemar itulah yang mendorong dirinya berani melepaskan karier esports untuk kembali menjadi streamer.

Pengunduran diri Shroud dari Cloud9 ada di tengah musim meledaknya popularitas genre battle royale. PlayerUnknown’s Battleground (PUBG) baru saja keluar dari fase beta, disusul oleh Fortnite yang mendapatkan mode battle royale setelahnya. Sebagai penggemar shooter, Shroud tentu tak ketinggalan mencoba. Hasilnya, ternyata Shroud sangat jago di game tersebut.

Mungkin bila dibandingkan dengan CS:GO, genre battle royale lebih mementingkan kemampuan individu. Apalagi bila kita tidak sedang bermain dalam sebuah tim. Shroud, dengan kemampuan membidiknya yang dahsyat, segera melejit di dunia battle royale sebagai salah satu pemain terbaik.

“Saya merasa memang sudah waktunya untuk pergi (dari Cloud9). PUBG telah dirilis, saya sangat menikmati PUBG, dan pelan-pelan saya kehilangan passion untuk berkompetisi. Saya hanya ingin bersantai, duduk di sini dan bermain game,” ujar Shroud dalam salah satu sesi streaming.

Raja battle royale yang murah hati

Sejak saat itu, battle royale telah tumbuh menjadi tren besar di seluruh dunia. Shroud berada di tengah-tengahnya, memanfaatkan keahlian dan pengalamannya dalam esports CS:GO untuk mendominasi permainan. Game apa pun yang dimainkannya, baik itu PUBG, Fortnite, Call of Duty, atau Apex Legends, ia selalu menunjukkan aksi kreatif yang seru bagi para penonton.

Shroud kini menjalani kehidupan yang sesuai dengan cita-citanya delapan tahun lalu, yaitu menjadi streamer penuh waktu. Namun meski tak lagi berkecimpung di esports, keahliannya menembak sangat dihormati oleh pemain-pemain lain. Malah beberapa streamer besar seperti DrDisrespect dan Ninja mengakui bahwa Shroud adalah penembak jitu terbaik di dunia. Bila Anda melihat video-video permainan Shroud, mungkin Anda juga akan setuju.

Rasa segan komunitas gamer terhadap Shroud tidak hanya datang dari kemampuan, tapi juga kepribadiannya yang selalu positif. Shroud adalah orang yang humoris, dan ia selalu santai menanggapi isu miring apa pun atau hater yang ada di sekitarnya.

Ditambah lagi, Shroud adalah streamer yang peduli terhadap perkembangan para streamer lainnya. Ia sering mengajak para penggemar untuk menonton tayangan live streaming dari channel kecil yang tak terkenal, memberi donasi pada para streamer yang membutuhkan, atau sekadar melakukan hosting ke berbagai channel yang menurutnya menarik.

Dengan perkiraan penghasilan US$300.000 (Rp4,2 miliar) per bulan dari subscriber Twitch saja, Shroud jelas punya banyak uang untuk dihamburkan. Kini ia menggunakan kekayaan dan popularitasnya untuk kebaikan komunitas gamer, sambil tetap mempertahankan karier sebagai entertainer. Ia tak mudah tergoda pada tren, dan memilih untuk memainkan sebuah game benar-benar karena ia menyukainya. Shroud boleh saja mundur dari dunia kompetitif. Tapi bagi para penggemar, ia tetap seorang idola.

Channel Twitch: Shroud

Tahan Gempuran Tim Asia, Team Liquid Juara MDL Macau 2019

Kembalinya Amer “Miracle-” Al-Barkawi ternyata memberi hasil yang manis kepada skuad Dota asal Eropa, Team Liquid. Dengan performa dominan selama 4 hari kompetisi LAN berlangsung, mereka akhirnya keluar sebagai juara dari kompetisi Mars Dota 2 League Macau 2019.

Kemenangan ini berhasil didapatkan oleh Miracle dan kawan-kawan, setelah kalahkan jagoan Dota dari Amerika Serikat, Evil Geniuses, 3-1 dalam seri pertandingan best-of-5.

Skuad Dota Eropa tersebut tampil sangat percaya diri dalam babak grand finals. Dari empat pertandingan yang mereka jalani, Team Liquid berhasil setidaknya dua kali selesaikan permainan di bawah 25 menit.

Sumber: Facebook @MarsMedia.Esports
EG, lawan Team Liquid di final MDL Macau 2019, sayangnya tidak bisa berbuat banyak menghadapi permainan apik dari Miracle- dan kawan-kawan. Sumber: Facebook @MarsMedia.Esports

Kemenangan Team Liquid pada MDL Macau 2019 ini bisa jadi adalah tanda comeback dari sang juara The International 2017. Pasalnya setelah The International 2017 selesai, performa Team Liquid beranjak menurun bahkan jarang berada di dalam pertandingan final sebuah kompetisi.

Jika melihat apa yang sudah terjadi, hal tersebut seperti sudah menjadi pola yang berulang, sehingga keadaan ini bisa saya sebut sebagai sindrom juara TI. Hampir kebanyakan performa tim juara Dota 2 The International berubah 180 derajat, setelah kompetisi Dota 2 terbesar tersebut selesai.

Contoh nyata hal ini adalah tim OG. Setelah secara dramatis memenangkan The International 2018, performa OG kini berangsur menurun. Tercatat mereka berkali-kali tumbang sebelum mencapai final dari sebuah kompetisi. Bahkan baru-baru ini mereka tumbang melawan Gambit Esports saat gelaran ESL One Katowice 2019.

Sumber:
Sumber: Twitter @MarsMedia

Selain jadi momentum comeback permainan Team Liquid, MDL Macau 2019 juga jadi ajang bangkit kembali dari midlaner mega bintang, Miracle-. Sebelumnya midlaner asal Yordania tersebut sempat vakum sesaat. Ia tidak bisa mengikuti Major DPC pertama di tahun 2019 ini, gara-gara apa yang disebut oleh manajemen Team Liquid sebagai “masalah personal”.

Kemenangan ini memberikan Team Liquid hadiah uang sebesar US$135.000 atau sekitar Rp1,8 miliar. Miracle- yang terpilih sebagai MVP MDL Macau 2019 mengatakan “Saya senang sekali bisa menjadi MVP, tapi yang terutama saya senang sekali bisa kembali bermain bersama rekan satu tim saya”.

Seperti Team Secret yang kembali memenangkan ESL One untuk kedua kalinya, MDL Macau 2019 adalah Battle Fury kedua bagi sang legenda jagat kompetitif Dota, Kuro “Kuroky” Salehi. Sebelumnya Kuroky juga pernah memenangkan gelaran MDL pada tahun 2015 lalu bersama Team Secret. Kuro jadi juara dan mengangkat trofi MDL yang berbentuk item Dota, Battle Fury, setelah mengalahkan Team Empire 3-1.

Sumber: Twitter @MarsMedia
Battle Fury, trofi yang sejak lama jadi ikon dari rangkaian kompetisi MDL. Sumber: Twitter @MarsMedia

Kalau bicara soal Dota Pro Circuit, keadaan Team Liquid terbilang cukup mengenaskan musim ini. Baru memperoleh 450 poin saja sampai saat ini, Team Liquid kini terjebak di posisi 10 klasemen DPC 2018-2019. Mereka butuh setidaknya menang satu kali Major, untuk bisa mengamankan slot dalam gelaran The International 2019 yang akan diadakan di Shanghai.

Apakah Miracle- yang kini semakin matang bisa mengalahkan bakat-bakat muda seperti Topson atau bahkan Nisha yang sedang naik daun? Akankah Kuroky bisa mengambil titel sebagai pemain profesional Dota 2 satu-satunya yang dua kali mengangkat Aegis of Champion? Semoga saja kemenangan MDL Macau 2019 ini bisa memberi momentum besar kepada Team Liquid untuk kompetisi-kompetisi selanjutnya.

Tampil Sempurna, Team Secret Juara ESL One Katowice 2019

Selain dari MDL Macau 2019, ESL One Katowice juga menjadi esports Dota lain yang berjalan beriringan akhir pekan kemarin. Setelah lima hari kompetisi berjalan, Team Secret keluar sebagai juara setelah berhasil sapu bersih Gambit Esports 3-0 dari seri pertandingan best of 5.

Belakangan, Team Secret memang sedang on-fire sepanjang awal musim kompetisi Dota 2 tahun 2018-2019. Kemenangan ini menjadi kemenangan berentet kedua, setelah sebelumnya mereka juga berhasil memenangkan Chongqing Major 2019.

Sumber:
Sumber: Twitter @ESLDota2

Sepanjang musim ini, Team Secret tercatat sudah memenangkan 4 kompetisi LAN yang mereka ikuti, yaitu PVP Esports Championship 2018, ESL One Hamburg 2018, Chongqing Major 2019, dan ESL One Katowice 2019. Mereka hanya gagal di Kuala Lumpur Major 2019, itupun mereka mendapat posisi runner-up setelah kalah oleh Virtus Pro.

Salah satu faktor kemenangan ini bisa dibilang adalah berkat midlaner muda dan berbakat dari Team Secret, Michat “Nisha” Jankowski. Nisha merupakan wonderkid asal Polandia yang sebelumnya sempat bermain untuk Team Kinguin. Bermain Dota sejak dari tahun 2017, potensi besar pemain berusia 18 tahun muncul setelah bergabung dengan Team Secret pada September 2018 lalu.

juara esl one katowice 2019 2
Nisha, pemain muda berbakat asal Polandia yang belakangan jadi buah bibir setelah rentetan kemenangan Team Secret belakangan. Sumber: Twitter @ESLDota2

Karena usia dan juga kemampuan bermainnya, Nisha bahkan disebut sebagai salah satu dari tujuh pemain yang bakal jadi the next Topson oleh joinDOTA. Selain tim OG yang mengejutkan jagat kompetitif Dota tahun 2018 lalu, Topias “Topson” Taavitsainen adalah fenomena lain yang terjadi saat Dota 2 The International 2018.

Topson segera menjadi buah bibir berkat permainan yang sangat brilian serta kesuksesannya memenangkan The International di usia yang sangat muda. Apalagi ditambah juga dengan fakta menarik bahwa The International adalah kompetisi besar pertama yang Topson ikuti.

Walau bukan bagian dari DPC, kemenangan Team Secret di ESL One Katowice menjadi momen yang indah bagi Nisha. Alasan hal ini adalah karena kemenangan ini ia dapatkan pada sebuah kompetisi yang diadakan di tanah kelahirannya, Polandia.

Sumber:
Yazied “Yapzor” Jaradat. Sumber: Twitter @ESLDota2

Dalam sebuah wawancara dengan VPEsports, Yazied “Yapzor” Jaradat mengatakan “Kami ingin dia (Nisha) menikmati karirnya di Dota semaksimal mungkin. Saya sendiri bakal sangat senang misal bisa memenangkan kompetisi di tanah kelahiran sendiri. Saya tahu perasaannya pasti akan sangat menyenangkan meski saya sendiri belum pernah merasakan hal tersebut. Jadi karena hal tersebut kami pun memutuskan datang ke Katowice demi Nisha” jawab Yapzor kepada VPEsports saat event Chongqing Major.

ESL One Katowice 2019 menjadi perjalanan kompetisi yang sangat solid bagi Team Secret. Dari 21 pertandingan yang seharusnya ia jalani, tercatat Team Secret hanya kalah satu kali saja, yaitu saat melawan tim OG pada fase grup.

Sepanjang fase bracket, semua musuhnya mereka sapu bersih 2-0, termasuk tim PPD dan kawan-kawan, Ninja in Pyjamas, serta Gambit Esports saat fase upper bracket finals. Sayang Gambit Esports yang dapat kesempatan balas dendam, masuk grand finals dari lower bracket, hanya menjadi seperti kerikil kecil yang dilibas dengan mudahnya oleh Team Secret.

Sumber:
Sumber: Twitter @ESLDota2

Kemenangan ini memberikan Team Secret hadiah sebesar US$ 125.000 atau sekitar Rp1.7 Miliar. Ludwig “Zai” Wahlberg terpilih sebagai MVP, berhak mendapatkan satu unit mobil Mercedes-Benz

Pada rangkaian sirkuit DPC, Team Secret saat ini sudah memiliki 7950 poin. Dengan poin yang mereka miliki tersebut, mereka bisa dibilang hampir dipastikan lolos ke The International 2019. Kini tersisa 3 Major dan 3 Minor untuk musim DPC 2018-2019, dengan 46.500 total poin tersisa untuk diperebutkan.

Major berikutnya adalah Dream League Season 11 yang akan diadakan pada Maret 2019 di Stockholm, Swedia. Dengan performa yang seperti ini, akankah Team Secret kembali keluar sebagai juara pada Major berikutnya?

Indonesia Gaming League Gelar Kompetisi FIFA 19 Online Berhadiah Rp250 Juta

Seiring semakin pesatnya perkembangan esports, organisasi-organisasi esports baru pun bermunculan di mana-mana, termasuk di Indonesia. Salah satunya Indonesia Gaming League (IGL) yang baru saja dibentuk di tahun 2019 ini.

Sebagai kompetisi perdananya, IGL menggelar ajang kompetisi FIFA 19 FUT (FIFA Ultimate Team) dengan hadiah sebesar Rp250.000.000. Event ini merupakan hasil kerja sama antara IGL, organizer 1011 EVENT, serta Vivagoal.com sebagai media partner resmi. Menariknya, sebelum masuk babak liga, sebelumnya IGL akan mengadakan kualifikasi online untuk membagi jagoan-jagoan FIFA Indonesia menjadi dua grup yaitu BIG EAST dan BIG WEST.

Kualifikasi online berlangsung selama delapan minggu, mulai dari 9 Maret hingga 27 April 2019. Setiap minggunya, akan diambil tiga pemain terbaik yang akan masuk ke babak liga. Artinya total terdapat 24 pemain di babak liga nantinya. Dari situ, 12 pemain akan masuk ke grup BIG EAST, sementera 12 sisanya masuk ke BIG WEST.

FIFA 19
FIFA 19 | Sumber: Sony

Fase grup kemudian akan berjalan dengan sistem layaknya UEFA Champions League. Dari 12 pemain di masing-masing grup, 8 di antaranya akan lolos menuju babak final (playoff) 16 besar. Babak final ini dilangsungkan secara offline pada tanggal 24 – 25 Agustus nanti. Sepanjang kompetisi, Vivagoal.com akan melaporkan jalannya pertandingan-pertandingan sebagaimana laporan pertandingan sepak bola nyata yang biasa mereka lakukan.

“Kami akan coba melaporkan apa yang terjadi di babak kualifikasi kepada pembaca. Besar harapan adanya event ini bisa memacu semangat para gamer untuk tampil lebih baik dan siap berkompetisi,” papar Stephen Clinton, Editor in Chief Vivagoal.com dalam siaran pers. Stephen juga berharap event IGL ini bisa menjadi blueprint untuk kompetisi-kompetisi berikutnya. “Soalnya kan gim FIFA itu selalu update tiap tahun. Kita bisa saja mengadakan event berikutnya jika ini sukses,” ujarnya.

IGL FIFA 19 Online Qualifiers
IGL FIFA 19 Online Qualifiers | Sumber: IGL

Dua hal yang penting diperhatikan, kompetisi IGL FIFA 19 FUT ini hanya dilaksanakan di platform PS4, dan setiap peserta harus memiliki PSN ID serta tim FUT sendiri-sendiri. Selain menjaga standar kompetitif, hal ini juga dilakukan untuk mencegah kemungkinan adanya kecurangan.

Berikut ini jadwal kualifikasi online kompetisi IGL FIFA 19 FUT:

  • Kualifikasi I: 9 Maret 2019, pendaftaran 23 Februari – 7 Maret 2019
  • Kualifikasi II: 16 Maret 2019, pendaftaran 9 Maret – 14 Maret 2019
  • Kualifikasi III: 23 Maret 2019, pendaftaran 16 Maret – 21 Maret 2019
  • Kualifikasi IV: 30 Maret 2019, pendaftaran 23 Maret – 28 Maret 2019
  • Kualifikasi V: 6 April 2019, pendaftaran 30 Maret – 4 April 2019
  • Kualifikasi VI: 13 April 2019, pendaftaran 6 April – 11 April 2019
  • Kualifikasi VII: 20 April 2019, pendaftaran 13 April – 18 April 2019
  • Kualifikasi VIII: 27 April 2019, pendaftaran 20 April – 25 April 2019

Kualifikasi terbuka untuk siapa saja, baik pemain amatir ataupun profesional. Akan tetapi di setiap babak kualifikasi hanya tersedia slot untuk maksimal 512 peserta. Bila Anda berminat untuk berpartisipasi, pendaftaran dan informasi lebih lanjut tersedia di situs Vivagoal.com.

Epic Umumkan Rincian Fortnite World Cup dengan Total Hadiah US$100 juta

Sampai saat ini genre battle royale sudah berhasil buktikan diri menjadi genre game yang bisa diterima oleh kebanyakan gamers. Contoh nyata pernyataan di atas adalah Apex Legends, yang bisa tembus 10 juta player cuma dalam kurun waktu 3 hari saja. Walau demikian, satu hal yang masih belum bisa dibuktikan oleh genre Battle Royale, adalah nilai layak jual genre ini untuk esports.

Terlepas dari hal tersebut, Epic Games melakukan langkah berani dan tetap selenggarakan Fortnite World Cup sesuai rencana awal. Epic Games sudah mempersiapkan total hadiah sebesar US$100 juta (sekitar Rp1,4 triliun) yang nantinya akan dibagi ke dalam beberapa bagian kompetisi pada tahun 2019 ini. Lewat laman resmi Epic Games, mereka mengatakan perjalanan menuju Fortnite World Cup akan dimulai dengan sepuluh kompetisi mingguan yang digelar secara online.

Sumber:
Sumber: Laman Resmi Epic Games

Kualifikasi online terbuka akan diadakan mulai dari 13 April sampai 16 Juni 2019, dengan hadiah sebesar US$1 juta (Sekitar Rp14 milyar) setiap pekan. Nantinya 100 pemain solo dan 50 pasukan duo terbaik dari seluruh dunia yang terpilih akan dikumpulkan dalam gelaran Fortnite World Cup Finals, yang digelar di kota New York, memperebutkan total hadiah US$30 juta (sekitar Rp420 milyar), pada 26-28 Juli 2019 mendatang, .

Format permainan Battle Royale yang berbeda dari kebanyakan game kompetitif tradisional, membuat eksekusi esports Fortnite jadi lebih menantang untuk dilakukan. Eksperimen pertama Epic Games dalam melakukan hal ini adalah lewat gelaran kompetisi Fortnite Celebrity Pro-AM, yang diikuti oleh DJ ternama Marshmello.

Fortnite Pro-AM sukses besar secara angka. Mengutip Esports Charts kompetisi ini sudah ditonton oleh sebanyak 5.301.306 kali di Twitch, dengan jumlah penonton terbanyak pada saat bersamaan adalah 2.174.818 penonton. Sayangnya kesuksesan angka tersebut tidak diiringi dengan kesuksesan eksekusi program esports Fortnite.

Sumber:
Duet Ninja dan Marshmello, juara kompetisi Fortnite Pro-AM yang berhasil menarik perhatian para gamers dari seluruh dunia. Sumber: The Verge – Nick Statt

Setelah Fortnite Pro-AM, rangkaian kompetisi Fortnite dilanjutkan dengan turnamen online bernama skirmish. Mengutip artikel The Verge, eksekusi Skirmish sebagai salah satu bagian dari rencana besar esports Fortnite ini ternyata mengalami banyak masalah.

Beberapa di antaranya seperti jadwal kompetisi yang bertabrakan dengan kompetisi yang sudah ada, kualitas tayangan Epic Games yang terkesan amatir, kamera spectator in-game yang buruk, sampai kontroversi juara Skrimish yang dituduh sebagai cheater.

Dengan Fortnite World Cup di depan mata, serta liga esports PUBG Amerika Serikat yang sedang berjalan, sejujurnya saya sedikit pesimis dengan esports Battle Royale. Alasannya adalah soal format kompetisi Battle Royale dirasa kurang baik dalam membangun hype dari sebuah rangkaian acara esports.

Selama ini kita sudah terbiasa melihat ada dua entitas tim berhadapan dalam satu pertandingan, baik itu dalam kompetisi esports atau olahraga tradisional. Keseruan pertandingan dua tim tersebut terus meningkat seiring fase kompetisi berlanjut, dengan kedua tim mempertaruhkan hal yang besar dalam pertarungan mereka; entah itu kebanggaan jadi juara dunia atau kesuksesan mendapat hadiah uang yang besar.

Sumber:
Kemenangan OMG di PUBG Global Invitational 2018 kemarin salah satu contoh ketika esports Battle Royale jadi tidak menghibur ketika sudah ada satu tim yang cukup mendominasi dan konsisten. Sumber: Twitter @PUBG

Sementara format kompetisi Battle Royale, berbeda dari MOBA ataupun FPS. Bukan dua tim berhadapan dalam satu pertandingan, melainkan 80 sampai 100 orang yang dibagi menjadi 16 sampai 20 tim, bertanding ronde demi ronde, mengumpulkan poin untuk mencapai peringkat pertama.

Format tersebut tidak menciptakan konsep pertarungan dengan pertaruhan yang tinggi. Satu tim bisa saja kumpulkan banyak poin di awal sampai tengah fase kompetisi. Dengan banyaknya poin yang dikumpulkan, harapannya adalah tim tersebut bisa main santai di fase terakhir tanpa perlu khawatir poinnya dikejar tim lain.

Pada akhirnya, penonton bisa saja menyimpulkan siapa pemenang kompetisi esports Battle Royale tanpa harus menunggu rangkaian acara mencapai hari terakhir. Tetapi itu hanya sedikit opini dari saya saja. Siapa yang tahu kalau ternyata Fortnite World Cup berhasil menyajikan format hiburan yang lebih menarik dan berhasil membuktikan nilai jual game Battle Royale sebagai industri esports.

2 Organisasi Esports Indonesia Bubarkan Divisi CS:GO, Bagaimana Peluangnya di 2019?

Game first-person shooter terbilang punya kelebihannya tersendiri untuk jadi esports. Mengapa? Salah satunya, karena jenis game ini yang bisa dikatakan mudah untuk dipahami bahkan oleh orang awam sekalipun. Hal tersebut mungkin bisa dibilang jadi alasan kenapa esports CS:GO bisa bertahan lama menjadi tayangan esports.

Sayangnya, di Indonesia, hal ini mungkin tidak berlaku. Setelah Team Capcorn bubarkan divisi CS:GO mereka, belakangan The Prime juga turut melepas divisi esports FPS tertua ini.

Kehadiran IESPL yang membawa CS:GO sebagai salah satu cabang kompetisi, sayangnya kurang berhasil kembali meningkatkan popularitas esports ini di Indonesia. Saat pertama kali CS:GO diumumkan sebagai salah satu cabang yang diperlombakan di IESPL Battle of Friday, banyak tim memang beramai-ramai membuat tim CS:GO baru. Namun, melihat perkembangan esports CS:GO di Indonesia sendiri, beberapa pemerhatinya pun memang memiliki kekhawatiran bahwa hal tersebut hanya tren sesaat – yang akan dibubarkan selepas liganya selesai.

Menariknya, CS:GO sendiri sebenarnya masih cukup ramai di tingkatan internasional. Berhubung kompetisi IEM Katowice Major sedang masuk dalam fase Legends Stage serta jelang major CS:GO selanjutnya yaitu StarLadder Berlin Major, mari kita telisik kabar esports CS:GO dengan melihat jumlah penonton Major sebelumnya.

Sumber:
Sumber: Twitter @IEM

Menurut catatan Esports Charts ternyata FaceIT Major: London 2018 sudah ditonton 57.903.514 kali, dengan jumlah penonton terbanyak pada saat bersamaan adalah 1.084.126 penonton. Namun mengutip data rangkuman esports CSGO di tahun 2018, FaceIT Major: London ternyata bukan merupakan Major tersukses sepanjang tahun 2018.

Tahta tersebut dipegang oleh ELEAGUE Boston Major 2018, yang sudah ditonton 64.891.532 kali, dengan jumlah penonton terbanyak pada saat bersamaan adalah 1.847.542 penonton

Ketika itu Hansel “BnTeT” Ferdinand dan Kevin “Xccurate” Sutanto berhasil menjadi orang Indonesia pertama yang sampai ke fase Major. Sayang Team Tyloo gagal lolos ke fase berikutnya dan harus berhenti di peringkat 12. Kompetisi ini pada akhirnya dimenangkan oleh salah satu tim yang memang terkenal kuat di jagat kompetitif CS:GO, Astralis.

Sumber:
Hansel “BnTeT” Ferdinand, pemain kebanggan Indonesia yang go internasional bermain bersama tim Tyloo. Sumber: HLTV

Dari data-data tersebut ada satu hal yang bisa kita simpulkan, yaitu industri esports CS:GO masih cukup menjanjikan secara global. Lalu bagaimana untuk di Indonesia? Jawabannya sudah bisa Anda tebak, yaitu kenyataan pahit bahwa esports PC, terutama CS:GO yang bisa dibilang sedang dalam keadaan setengah mati.

Menariknya, dalam perbincangan kami bersama perwakilan ESL Asia Pacific, mereka mengatakan akan menggarap CS:GO di Indonesia di waktu mendatang. ESL sendiri memang boleh dibilang sebagai salah satu penggiat esports CS:GO yang paling aktif di dunia. Meski begitu, ada sebuah kekhawatiran bahwa ESL akan mengurungkan minat tersebut di Indonesia mengingat CS:GO penuh dengan ‘kekerasan’ soal tembak menembak dan senjata api.

Belum lagi, ada juga kekhawatiran bahwa game ini bisa jadi tak mampu mendatangkan sponsor karena melihat kondisinya sekarang. Satu hal yang pasti, jika berbicara soal angka, sebenarnya pemain CS:GO di Indonesia juga tidak bisa dibilang sedikit. Namun demikian, jumlah penonton yang mau menonton pertandingan lokal (streaming) hingga datang ke venue kompetisi memang mungkin perlu dikaji ulang.

Akhirnya, apakah akan lebih banyak lagi organisasi esports Indonesia yang akan membubarkan divisi CS:GO mereka? Apakah ESL jadi menggarap CS:GO di waktu mendatang jika melihat kenyataan tadi?