Rachmad Imron tentang Film DreadOut: Match Made in Hell

Tahun 2014 silam, industri game developer Indonesia meroket namanya berkat sebuah game horor bernama DreadOut besutan Digital Happiness (DH). Kala itu, game ini mendapatkan respon yang positif bahkan dari pasar internasional sekalipun. Dari 3116 review di Steam, 2358 menilai game ini positif. Game ini pun sudah diunduh sebanyak 1 juta kali di semua platform.

Game DreadOut memang istimewa mengingat kebanyakan pemain (developer ataupun publisher) di industri game Indonesia kala itu memang masih seputar 2D ataupun Free-to-Play. DreadOut sudah menawarkan grafis 3D dan menjadi game berbayar karena mungkin memang mengincar target pasar internasional. Sungguh, game ini memang fenomenal di jamannya karena game-game lain dari pasar Indonesia saat itu bahkan masih kesulitan menyuguhkan model 3D yang masuk akal. DreadOut bahkan sudah satu langkah lebih jauh dengan menyuguhkan atmosfir horor yang begitu kental.

4 tahun berselang, 2018, DreadOut diumumkan akan diangkat ke layar lebar. Kali ini, franchise ini menjadi game Indonesia pertama yang diangkat jadi film. Hybrid pun berbincang dengan Rachmad Imron, Co-Founder Digital Happiness dan Game Producer untuk DreadOut, untuk cari tahu cerita bagaimana game-nya bisa jadi film dan rencana ke depannya.

Imron pun bercerita bahwa tim dari DH sendiri memang pada awalnya melihat potensi besar dari DreadOut diangkat ke layar lebar. Selama masa development-nya pun timnya sering bergurau tentang siapa sutradara yang tepat untuk adaptasi filmnya dan mereka setuju bahwa The Mo Brothers (Timothy Tjahjanto dan Kimo Stamboel) adalah pilihan terbaik.

Saat Kimo mampir ke DH pertama kali di tahun 2014. Dokumentasi: Rachmad Imron
Saat Kimo mampir ke DH pertama kali di tahun 2014. Dokumentasi: Rachmad Imron

“Tidak lama setelah itu, beberapa production house dan sutradara approach ke kami namun karena kurang satu visi akhirnya kami tidak berjodoh. Sampai pada satu saat Kimo Stamboel approach ke kami via email dan akhirnya beliau datang ke Bandung, ke studio kami.

Long story short, setelah bolak balik konsultasi tentang DreadOut universe, kenapa begini kenapa begitu, dan kesibukan masing-masing, dan gerilya untuk mendapatkan partner investasi yang tepat, yawes akhirnya alhamdulillah akhirnya match made in Hell.” Cerita Imron semangat.

Satu hal yang pasti, adaptasi game jadi film itu kemungkinan besar mengecewakan terlepas dari siapapun produser ataupun sutradaranya karena memang lebih ke bentuk media penyampaian narasi ataupun informasinya. Muasalnya, game menjadi bentuk penyampaian narasi dan informasi paling kompleks yang ada sekarang ini dan pasti ada berbagai elemen yang absen ketika format tersebut disederhanakan jadi film.

Imron pun sadar betul dengan hal tersebut mengingat ia memang sudah punya pengalaman banyak sebagai kreator game dan ia jugalah sang pencipta dunia DreadOut.

Menurut pendapat pribadinya, film DreadOut dinilai cukup menghibur, tidak terlalu seram namun seru sekali; sangat sesuai dengan target milenial yang dikejar.

“Untuk detail elemen-elemen yang hilang, hal itu sangat wajar karena 7 jam gameplay di game yang coba diadaptasikan jadi 96 menit di film pasti sangat sulit. Belum lagi lore universe kita yang luas.” Ungkap Imron.

Namun ia juga mengaku salut dengan Kimo yang akhirnya memutuskan film DreadOut menjadi sebuah prequel untuk game-nya dan sanggup mengemasnya dengan apik dan solid sehingga mudah dimengerti untuk audiens yang lebih luas, baik untuk gamer yang sudah memainkan game-nya ataupun penonton yang belum tahu soal DreadOut sama sekali.

“Intinya, it’s fun to watch, roller coaster emotion; dari ketawa, kaget takut, (dan) penasaran… Semoga penonton terhibur.”

Saat ini, franchise DreadOut sudah berkembang menjadi berbagai format. Selain film, DreadOut juga punya bentuk komiknya di CIAYO Comics yang bertajuk DreadOut: The Untolds. Rencananya, menurut pengakuan Imron, franchise DreadOut juga akan diadaptasi untuk jadi novel.

Dokumentasi: Nimpuna Sinema
Dokumentasi: Nimpuna Sinema

Ternyata, pelebaran franchise ini memang sudah jadi bagian dari rencana Imron. “Tujuan kami adalah IP based games developer dan publisher jadi, mau gimana-gimana juga, harus kita maintain dan terus dikembangkan existing IP kami (Dread Universe) dan juga mempersiapkan IP baru yang layak dikembangkan lebih lanjut di samping DreadOut.”

Sampai artikel ini ditulis, franchise Dreadout menjadi salah satu franchise berbasis game pertama asal Indonesia yang paling banyak diadaptasi dalam berbagai format lainnya (game, komik, film, dan, rencananya, novel) dan DH sendiri juga berencana akan merilis DreadOut 2 yang masih dirahasiakan tanggal rilisnya. Namun apakah DH juga berencana untuk membuat game baru lagi selain franchise DreadOut?

“Tentunya iya. Namun tentunya bukan hal yang mudah dikarenakan kami masih independen dan bootstrapping company. Kami akan membutuhkan investasi yang cukup besar untuk dapat scale up secara massive dan cepat.” Jawabnya.

Imron juga menambahkan bahwa Digital Happiness sangat terbuka soal investasi baik itu yang berbasis project ataupun keseluruhan perusahaan. Walaupun memang ia juga menyadari bahwa investasi akan membuat Digital Happiness membutuhkan penyesuaian.

“Memang yang challenging adalah berimbang antara idealisme dan komersilnya.” Tutup Imron.

Melihat sekilas perjalanan DH ke belakang, setidaknya dari perspektif saya yang berada di luar, perusahaan ini memang membuat gempar industri game Indonesia saat meluncurkan DreadOut karena kualitas dan pengalaman bermain yang disuguhkannya. Namun beberapa tahun berselang, DH seolah tenggelam dan tak terdengar lagi sampai 4 tahun kemudian mereka kembali membuat gempar industri kreatif Indonesia.

Tentunya, suntikan dana dari investor akan membuat DH lebih aktif dan produktif membentuk industri game Indonesia karena rekam jejak mereka yang membuktikan bahwa mereka memang bukan pengekor. Namun di satu sisi, bisa jadi juga DH akan kehilangan keistimewaannya jika, naasnya, terlibat dengan investor yang mungkin tak sejalan dengan romantisme ataupun idealisme awal perusahaan yang berbasis di Bandung ini.

Jadi? Kita tunggu saja bersama bagaimana sepak terjang Rachmad Imron dan Digital Happiness ke depannya ya!

Developer Project CARS Ciptakan Console Baru Bernama “Mad Box”

Slightly Mad Studios, studio di balik pengembangan seri Project CARS dan Need for Speed: SHIFT, baru-baru ini memberi pengumuman yang cukup mengejutkan. Mereka ternyata tengah mengerjakan proyek baru, bukan sebuah game melainkan sebuah console. Hal ini diumumkan oleh CEO Slightly Mad Studios, Ian Bell, melalui Twitter, kemudian diperjelas lebih lanjut oleh Variety Gaming.

Menurut Ian Bell, console baru yang diberi nama “Mad Box” ini adalah console sungguhan, layaknya Xbox atau PlayStation, bukan seperti Steam Box yang sebetulnya berisi gaming PC. Selain itu Bell juga menjanjikan spesifikasi yang canggih, bahkan menyebut The Mad Box sebagai console tercanggih sepanjang masa. Spesifikasinya kurang lebih akan setara dengan PC yang dianggap canggih 2 tahun dari sekarang.

“Apa itu Mad Box? Mad Box adalah console terkuat yang pernah dibuat. Seperti namanya, ini console ‘gila’. Anda ingin 4K, ingin VR dengan tampilan 60 FPS? Anda ingin engine gratis yang bisa Anda gunakan untuk membuat game di dalamnya? Anda punya semua itu,” ujar Bell. 60 FPS yang dimaksud di sini adalah 60 FPS untuk setiap mata, jadi secara keseluruhan Mad Box punya tampilan 120 FPS.

Slightly Mad Studios mengembangkan Mad Box, salah satunya karena mereka merasa saat ini industri console sudah terlalu banyak monopoli. “Kami merasa bahwa kompetisi itu sehat, dan kami memiliki kontak ke hardware yang dibutuhkan untuk menciptakan sesuatu yang epic berdasarkan desain kami,” terangnya.

Ian Bell
Ian Bell, CEO Slightly Mad Studios | Sumber: Variety Gaming

Berbeda dengan console lainnya, Mad Box akan menggunakan engine khusus yang dikembangkan oleh Slightly Mad Studios sendiri. Studio ini ingin agar Mad Box bisa digunakan oleh semua developer, baik lama maupun baru. Karena itulah engine tersebut mereka sediakan gratis dan bersifat cross-platform. Selama ini mereka memang sudah memiliki engine dengan fitur cross-platform yang dinamakan MADNESS Engine.

Slightly Mad Studios juga tidak akan menerapkan praktik game eksklusif. Mereka memperbolehkan developer untuk mengembangkan game eksklusif Mad Box, namun tidak memberi insentif atau kontrak khusus untuk eksklusivitas itu.

Console ini akan dirilis di seluruh dunia,” ujar Bell. Menurutnya, saat ini Slightly Mad Studios sudah mulai menjajaki kerja sama dengan beberapa pihak, seperti perusahaan hardware atau investor, untuk mewujudkan perangkat baru ini. Akan tetapi mereka masih berada di tahap awal, dan belum ada kerja sama investasi yang pasti.

Slightly Mad Studios juga belum merilis tampilan dari Mad Box nantinya, Ian Bell berjanji akan menunjukkan desain dalam waktu antara empat hingga enam minggu ke depan. Pembuatan Mad Box sendiri diperkirakan akan selesai tiga tahun lagi, jadi kemungkinan Mad Box akan dirilis bersamaan dengan PlayStation 5 atau console lain yang segenerasi.

Sementara itu, mengenai harga, Ian Bell juga tidak memberi angka pasti. Ia hanya berkata bahwa harga Mad Box akan kompetitif dengan console lainnya. “Harga akan menurun seiring dengan kuantitas penjualan produk, tapi kami tidak berencana mengambil keuntungan sebesar pembuat console lain, ini membuat kami bisa menekan harga besar-besaran,” ujarnya. Namun setidaknya, di awal perilisan, harga Mad Box akan setara dengan console pada umumnya.

Sumber: Variety Gaming

Game Lokal Legrand Legacy Segera Dirilis untuk PS4, Xbox One, dan Switch

Ketika Legrand Legacy: Tale of the Fatebounds dirilis pertama kali untuk PC, game ini mendapat penerimaan kurang memuaskan. Meski memiliki gameplay dan tampilan visual cukup menarik, banyak pemain mengeluh akan kualitas cerita yang masih belum maksimal. Ditambah lagi game ini masih memiliki berbagai masalah lain, seperti bug di beberapa tempat.

Akan tetapi itu semua tak membuat para developernya menyerah. SEMISOFT, dibantu dengan penerbit Another Indie, mengambil langkah radikal yang cukup jarang terjadi di dunia video game: menulis ulang seluruh skenario Legrand Legacy. Nyaris setahun setelah game ini muncul di pasaran SEMISOFT menerbitkan patch besar Legrand Legacy v2.0, dengan naskah baru, sistem kamera baru, pilihan tingkat kesulitan, dan segudang perbaikan lainnya.

Legrand Legacy - Screenshot 1
Pertarungan Legrand Legacy terinspirasi dari Shadow Hearts | Sumber: Nintendo

Perombakan sedemikian drastis jelas merupakan pekerjaan berat, tapi hasilnya sangat setimpal. Legrand Legacy: Tale of the Fatebounds kini telah berubah, dari awalnya memiliki nilai “Mixed” di Steam Review menjadi “Mostly Positive”, dengan lebih dari 100 review di dalamnya. Setelah v2.0 pun SEMISOFT masih terus memberikan patch baru untuk memperbaiki beberapa masalah minor. Menurut saya usaha kegigihan SEMISOFT untuk menyempurnakan karya mereka patut diacungi jempol.

Kini SEMISOFT akan segera memboyong Legrand Legacy: Tale of the Fatebounds ke ranah PS4, Xbox One, dan Switch. Versi Switch direncanakan terbit pada 24 Januari 2019, tanggal yang sama dengan tanggal perilisan Legrand Legacy versi PC tahun lalu. Namun versi PS4 dan Xbox One baru akan menyusul di kemudian hari, dengan tanggal rilis yang belum diumumkan.

Legrand Legacy - Screenshot 2
Anda juga akan terlibat dalam perang dan taktik militer | Sumber: Another Indie

Legrand Legacy sendiri adalah sebuah JRPG buatan Indonesia yang akan membawa kita bernostalgia ke era PS2. Tampilan karakter 3D, full motion video, dunia medieval, ilmu-ilmu sihir, pertarungan turn-based, serta latar belakang pre-rendered, adalah formula yang pasti tak asing bagi gamer era tahun 2000an. Sistem pertarungan dalam Legrand Legacy pun terinspirasi dari salah satu JRPG era PS2, yaitu seri Shadow Hearts.

Berperan sebagai pemuda hilang ingatan yang memiliki kekuatan tersembunyi, terlibat dalam konflik politik antar negara, dan akhirnya menyelamatkan dunia. Mungkin terdengar klise, tapi klise sama sekali bukan hal yang buruk. Lagi pula, meski game dengan jalan cerita demikian sudah sering ada, hingga kini pun penggemarnya masih banyak. SEMISOFT berkata bahwa Legrand Legacy adalah “surat cinta kepada JRPG klasik”, dan bila Anda penggemar JRPG klasik maka game karya anak bangsa ini wajib Anda coba.

Sumber: Gematsu

Mulai Tahun Baru, Steam Tanggalkan Dukungan Untuk Windows XP dan Vista

Selain  kemudahan akses dan melimpahnya konten, satu aspek andalan dari Steam adalah kompatibilitas layananan distribusi digital ini ke berbagai sistem operasi. Mayoritas gamer PC mungkin menikmati hobinya via Microsoft Windows, namun Valve tetap mempersilakan pengguna Linux ataupun Mac untuk ber-gaming dari perangkat mereka. Steam bahkan tersedia pula di Android.

Meski lebih dari 60 persen user Steam telah beralih ke sistem operasi terbaru Microsoft, banyak dari mereka yang hingga kini tetap memanfaatkan platform versi lawas. Berdasarkan data survei hardware belum lama ini, 26 persen pengguna masih mengandalkan Windows 7 64-bit (walaupun jumlahnya menyusut perlahan-lahan). Dan terhitung di tanggal 1 Januari kemarin, Valve resmi menghentikan dukungan Steam terhadap dua OS Windows lawas, yakni XP dan Vista.

Mulai sekarang, Windows XP dan Vista tidak lagi jadi platform terbaik buat menjalankan Steam. Alasannya mungkin sudah bisa Anda tebak. Walaupun backward compatibility dan dukungan terhadap judul-judul permainan tua merupakan fitur andalan di PC, faktor keamanan menjadi kekhawatiran terbesar Valve. Valve tidak dapat membubuhkan teknologi-teknologi sekuriti teranyar jika harus berkutat menopang OS-OS lama.

Valve sempat menjelaskan bahwa versi baru Steam mengandalkan fitur-fitur terkini Google Chrome yang cuma tersedia di sistem operasi Windows 7 atau versi terbaru. Selain itu, OS tua juga menghambat pengembangan fitur-fitur gaming modern.

Terlepas dari ditanggalkannya dukungan buat Windows XP dan Vista, para user masih bisa menjalankan sejumlah permainan Steam. Tetapi, fungsi-fungsi di software client-nya jadi lebih terbatas. Sebagai contohnya, Steam Chat baru tidak ada di sana.

Valve menyampaikan, “Kami sangat menyarankan pengguna sistem operasi lama untuk segera beralih ke Windows yang lebih anyar agar dapat menggunakan fitur-fitur terkini Steam serta demi memastikan kemudahan akses ke game-game serta konten baru di masa yang akan datang.”

Menariknya, Valve boleh dikatakan sebagai salah satu penyedia platform hiburan yang paling terakhir menutup dukungan terhadap sistem operasi jadul. Blizzard telah melakukannya di tahun 2017 untuk Battle.net mereka. Namun mungkin berakhirnya dukungan Steam terhadap Windows XP dan Vista tak akan membuat banyak orang sedih. Dari total pengguna Steam, hanya ada 0,11 persen pemakai Windows XP dan jumlah terus merosot. User Windows Vista bahkan lebih sedikit lagi, angkanya tidak masuk dalam survei hardware.

Bagi gamer pada umumnya, hanya ada sedikit alasan buat tetap bertahan menggunakan Windows XP dan Vista karena hampir seluruh permainan modern – dengan daftar kebutuhan hardware paling rendah sekalipun – minimal menyarankan Windows 7…

Via Digital Trends.

Sensasi Assassin’s Creed Hadir di Monster Hunter: World

Developer kadang suka bermain-main dengan memasukan elemen satu game ke permainan buatannya sebagai cara mengapresiasi karya rekan mereka di studio lain atau sekadar untuk memberi kejutan pada fans. Satu contoh teruniknya ialah potongan Final Fantasy yang dapat ditemukan di Assassin’s Creed Origins. Namun ‘event crossover‘ belakangan menjadi tren dan semakin berani.

Ambil contohnya tokoh Geralt of Rivia dari seri The Witcher. Ia menjadi karakter primadona di game Soulcalibur VI dan rencananya juga akan mengunjungi dunia Monster Hunter di waktu dekat. Ternyata agenda crossover Capcom tak berhenti sampai di sana. Minggu lalu, studio Jepang ini meluncurkan hasil kolaborasi bersama Ubisoft melalui misi bertema Assassin’s Creed di Monster Hunter: World.

Sebagaimana para assassin menyerang, event tersebut datang secara tiba-tiba lewat quest bernama SDF: Silent, Deadly, and Fierce. Di sana, Anda ditugaskan untuk memburu sejumlah monster level tinggi. Jika berhasil menyelesaikannya, Anda akan dihadiahkan Senu Feather (bulu elang milik Bayek di Origins). Dua helai Senu Feather dapat ditukarkan dengan Bayek Layered Armor – bisa melapisi set baju yang Anda kenakan – atau Assassin’s Hood mirip punya Ezio.

Aksesori Assassin’s Hood memberi manfaat dalam permainan. Saat mengenakannya, serangan sembunyi-sembunyi yang Anda lakukan bisa memberikan tingkat kerusakan lebih tinggi. Selain itu, Assassin’s Hood juga mendongkrak kecepatan gerak serta mempersilakan Anda bersembunyi lebih cepat.

Namun mendapatkan Senu Feather tidaklah mudah. Anda harus berpartisipasi di pertempuran arena melawan tiga spesies monster terbesar di Monster Hunter: World, yaitu Odogaron, Deviljho, serta Lunastra. Dan Anda harus menumbangkan mereka dalam satu sesi match. Pertama-tama, Anda akan berhadapan dengan Odogaron dan Deviljho sekaligus, kemudian setelah keduanya berhasil ditundukkan, datanglah Lunastra.

Idealnya, quest SDF: Silent, Deadly, and Fierce perlu diselesaikan sebanyak empat kali buat mendapatkan empat helai Senu Feather. Dua untuk ditukarkan dengan Bayek Leather Armor dan dua lagi buat Assassin’s Hood. Begitu berhasil memperolehnya, item-item ini akan menjadi milik Anda secara permanen.

Event crossover Assassin’s Creed di Monster Hunter: World sudah bisa Anda akses sekarang. Tapi ingat, ini adalah event dengan waktu terbatas, akan ditutup pada tanggal 10 Januari 2018 nanti. Buat sekarang, SDF: Silent, Deadly, and Fierce baru dapat dinikmati oleh gamer PlayStation 4 dan Xbox One. Add on akan tiba di versi PC Monster Hunter: World di ‘lain waktu’.

Via PC Gamer.

Pre-registration Game Real-time Strategy Revolve8 Besutan Sega Dibuka di Play Store

Buat kalian penggemar game dengan genre real-time strategy, game terbaru besutan Sega berjudul Revolve8 sangat layak untuk ditunggu. Sega sendiri baru saja membuka pre-registration Revolve8 di Play Store dan mengumumkan jadwal rilisnya.

Setting di game ini adalah di dunia fiksi bernama Imago. Diceritakan bahwa perang terjadi setiap 100 tahun di Imago, di mana para pemenang dapat menulis ulang cerita mereka dan menjadi populer.

Sejumlah karakter dari legenda dan dongeng klasik seperti Red Riding Hood, Cinderella, Sinbad, dan Snow White dipastikan hadir dan masih banyak lagi yang akan datang. Di dalam game ini ada story mode, di mana kita bisa mengenal masing-masing hero yang memiliki cerita tersendiri.

Di sini Anda akan ikut bertempur, tapi sebelum itu Anda harus membentuk deck yang berisi delapan kartu. Setiap karakter atau hero yang ada memiliki class dan skill yang berbeda.

Pertempuran akan berlangsung dalam waktu tiga menit melawan pemain dari seluruh dunia. Tujuan utamanya ialah menghancurkan tower lawan. Tentu saja, komposisi deck yang tepat dan strategi jitu akan meningkatkan peluang untuk memenangkan battle.

Satu dari banyak faktor kenapa game ini sangat layak ditunggu ialah nama-nama besar di baliknya. Seperti produser senior Masayoshi Kikuchi yang sebelumnya produser game Yakuza, desainer karakter Koji Igarashi yang dikenal akan karyanya pada seri Castlevania. Serta, produser suara Shunsuke Tsuchiya dan Yasunori Mitsuda sebelumnya bekerja di Chrono Trigger dan Xenogears.

Rencananya game Revolve8 akan diluncurkan pertama kali pada tanggal 17 Januari 2019 di Australia, Selandia Baru, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Vietnam, Taiwan, Hong Kong, dan Makau.

Revolve8 kemudian menuju ke Jepang pada tanggal 22 Januari. Hingga akhirnya mendarat di AS, Kanada, Meksiko, Argentina, Brasil, Inggris, Prancis, Spanyol, Italia, Jerman, Turki, Afrika Selatan, dan lainnya pada 5 Februari.

Sumber:  AndroidAuthority

Sony Bawa Game Klasik Lemmings ke Android dan iOS

Buat kalian yang hobi bermain game klasik untuk mengisi waktu luang hingga bernostalgia, Sony bekerja sama dengan Sad Puppy Limited secara resmi membawa game Lemmings dari konsol PlayStation ke platform mobile (Android dan iOS).

Game puzzle-platformer ini pertama kali dirilis pada tahun 1991 dan di-remake oleh Sony pada tahun 2006 untuk PlayStation Portable, PlayStation 2, dan PlayStation 3. Kini, Lemmings telah tersedia secara gratis di Play Store dan App Store.

Developer Sad Puppy Limited menyajikan ribuan level menantang yang penuh dengan teka-teki, perangkap, dan sangat berbahaya. Menariknya, Anda juga dapat menemukan dan mengumpulkan para hewan lemming imut yang unik ini untuk bersaing melawan pemain lain dalam turnamen untuk mendapatkan hadiah penting.

Karena bisa berkompetisi dengan pemain lain dari seluruh dunia, artinya kita perlu koneksi internet untuk memainkan game Lemmings. Saya sudah mencoba beberapa level, terasa menyenangkan sekaligus menantang. Anda harus memastikan proses migrasi para lemming mencari habitat baru berjalan baik, masalahnya mereka terlalu bersemangat dan bermigrasi dalam kelompok besar.

Sebagai game free to play, Lemmings memang gratis untuk dimainkan, namun developer juga harus memonetisasi game. Mereka pun menerapkan sistem energy, di mana Anda membutuhkan energy untuk terus memainkan game ini.

Bila energy habis, Anda cukup berhenti sejenak sambil menunggu energy terisi kembali atau membeli energy dengan uang sungguhan. Sistem ini harusnya tidak terlalu mengganggu bila dibandingkan pop up iklan.

Sumber: PhoneArena

Sony Umumkan Jajaran Game Gratis PS Plus Januari 2019 untuk Region US

Pengumuman game gratis tentu selalu menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh para pelanggan PS Plus setiap bulannya. Meskipun terkadang membuat Library menumpuk terlalu banyak sampai tidak tahu kapan memainkannya, siapa sih yang akan menolak barang gratisan? Apalagi bila gratisan itu terdiri dari game AAA populer dan berkualitas tinggi.

Pengguna akun region 1 (Amerika Serikat) bulan lalu mungkin agak kecewa. Pasalnya jajaran game PS Plus untuk Desember 2018 tidak begitu menarik. Game seperti Soma atau Onrush bukan berarti jelek, tapi jelas tidak sebanding dibanding region Asia yang mendapatkan God Eater Resurrection, God Eater 2: Rage Burst, serta Gravity Rush 2 sekaligus. Bagaimana dengan bulan Januari kali ini, apakah Sony memberikan penawaran yang lebih baik?

Pengguna PS4 akan mendapatkan tiga game, yaitu Steep dan Portal Knights. Steep adalah game bertema olahraga salju buatan Ubisoft yang menitikberatkan pada eksplorasi lingkungan open world di pegunungan Alpen. Dengan konektivitas online, Anda bisa bertemu sesama penggemar olahraga salju dari seluruh dunia untuk bermain bersama secara seamless. Terdapat berbagai pilihan cabang olahraga dalam Steep, antara lain ski, snowboarding, paralayang, dan wingsuit flying. Game ini juga menerapkan simulasi kamera GoPro, jadi Anda bisa menciptakan video-video action cam ala YouTuber kekinian.

Sementara itu Portal Knights menawarkan petualangan action-RPG yang ringan dan imut, namun tetap menantang. Game ini mendukung online multiplayer hingga empat orang, serta split-screen multiplayer untuk dua orang. Rating untuk semua umur membuat game ini cocok dimainkan bersama adik-adik atau anak Anda ketika sedang santai di rumah.

Satu game lagi yang diberikan adalah Fallen Legion: Flames of Rebellion. Game ini cukup spesial karena merupakan hasil karya developer Indonesia, yaitu studio Mintsphere. Anda harus menentukan nasib sebuah kerajaan dalam pertarungan yang terinspirasi dari seri Valkyrie Profile di sini. Fallen Legion: Flames of Rebellion tersedia secara cross buy, jadi Anda akan mendapatkannya di PS4 dan PS Vita.

Fallen Legion
Fallen Legion tersedia secara cross buy di PS4 dan PS Vita | Sumber: YummyYummyTummy

Selain tiga game di atas, masih ada Zone of the Enders HD Collection untuk PS3, Amplitude untuk PS3, serta Super Mutant Alien Assault untuk PS Vita. Ketiganya bisa jadi alternatif bila Anda ingin game yang tidak biasa. Sayangnya Zone of the Enders ini bukanlah versi remaster di PS4 yang berjudul Zone of the Enders: The 2nd Runner MARS, namun tidak ada salahnya Anda kembali menyalakan PS3 untuk bernostalgia dengan era keemasan Hideo Kojima.

Khusus untuk pemain Warframe, Anda juga akan mendapatkan bundel khusus yang disebut PlayStation Plus Booster Pack III. Bundel ini berisi 100 Platinum, 100.000 Credits, rifle bernama Quanta, Quanta Obsidian Skin, 7-Day Affinity Booster, serta 7-Day Credit Booster. Lumayan untuk membuat petualangan Anda menjelajah galaksi semakin menyenangkan.

Warframe: PlayStation Plus Booster Pack III bisa Anda dapatkan secara gratis hingga tanggal 15 Januari 2019. Sementara enam game yang sudah disebutkan di atas akan tersedia mulai 1 Januari hingga 5 Februari 2019. Jangan sampai lupa mengklaim, meskipun belum tentu Anda berencana untuk segera memainkannya. Saya sendiri sudah lama ingin mencoba Steep, jadi jajaran PS Plus kali ini cukup membuat saya tertarik. Bagaimana dengan Anda?

Sumber: PlayStation Blog US

Kurang Laku, PlayStation Classic Dijual Dengan Harga Murah

Nostalgia berkali-kali terbukti menjadi senjata ampuh dalam menggarap dan memasarkan produk. Sedikit contohnya: beberapa permainan remake ternyata memberikan pemasukan besar bagi developer dan mendorong  penerapan strategi baru, lalu kita menyaksikan sendiri bagaimana consoleretro modern’ seperti NES dan SNES Classic Edition diincar para gamer veteran serta kolektor.

Bukan rahasia lagi, penggarapan PlayStation Classic didorong oleh kesuksesan peluncuran versi mini dari NES dan Super Nintendo. Sayangnya di luar dugaan Sony, penjualan PlayStation Classic ternyata tidak sebaik harapan. Umur produk ini belum ada satu bulan, tapi sejumlah retailer raksasa terpaksa menurunkan harganya dengan harapan cara ini dapat membantu mendongkrak kembali minat konsumen.

Silakan cek situs-situs pengecer besar seperti Amazon, GameStop, Best Buy, Walmart, Target dan B&H Photo. Di sana, PlayStation Classic ditawarkan di kisaran US$ 55 sampai 60, hampir separuh dari harga ketika perangkat ini diluncurkan – yaitu US$ 100.

Meski terdengar menggembirakan, sayangnya penurunan harga PlayStation Classic di retailer-retailer raksasa itu belum memengaruhi harga produk di Indonesia. Saat artikel ditulis, versi mini dari console game pertama Sony ini masih dibanderol di Rp 1,8 juta. Belum bisa dipastikan apakah dalam waktu dekat konsumen lokal bisa membelinya secara lebih ekonomis, atau produk akan tetap bertahan di angka tersebut.

Berdasarkan beberapa ulasan, keluhan terbesar pada PlayStation Classic adalah keterbatasan jumlah game dan kurang pasnya pemilihan judul, serta hadirnya masalah-masalah teknis. Seperti NES Classic Edition, PlayStation Classic dibundel bersama 20 game. Namun judul-judul paling legendaris di platform lawas itu – contohnya Gran Turismo, Tomb Raider, Wipeout hingga Crash Bandicoot – malah tidak disertakan. Ini dia daftarnya:

  • Battle Arena Toshinden (PAL)
  • Cool Boarders 2 (PAL)
  • Destruction Derby (PAL)
  • Final Fantasy VII (NTSC)
  • Grand Theft Auto (PAL)
  • Intelligent Qube (NTSC)
  • Jumping Flash! (PAL)
  • Metal Gear Solid (NTSC)
  • Mr. Driller (NTSC)
  • Oddworld: Abe’s Oddysee (PAL)
  • Rayman (NTSC)
  • Resident Evil Director’s Cut (PAL)
  • Revelations: Persona (NTSC)
  • R4 Ridge Racer Type 4 (NTSC)
  • Super Puzzle Fighter II Turbo (NTSC)
  • Syphon Filter (NTSC)
  • Tekken 3 (PAL)
  • Tom Clancy’s Rainbow Six (PAL)
  • Twisted Metal (NTSC)
  • Wild Arms (NTSC)

Dari sisi teknis, game-game 3D di PS Classic tidak di-upscale secara optimal seperti judul-judul 2D berbasis sprite, membuat konten terlihat blur. Dan saat dimainkan di layar besar beresolusi FHD atau 4K, rendahnya poligon serta ujung objek yang jaggy jadi tampak lebih menonjol. Lalu karena sebagian besar game ini merupakan versi PAL Eropa (termasuk permainan bertempo cepat semisal Tekken 3 dan Jumping Flash!), refresh rate terbatas di 50Hz.

Via Polygon & TweakTown.

Sony Undang Anda Memilih Game-Game PlayStation Terbaik di 2018

Fortnite dan demam battle royale memang tengah menyebar ke seluruh penjuru dunia, namun (dengan sangat berat hati) saya akui bahwa tahun ini merupakan momen berjayanya PlayStation 4 berkat kemunculan judul-judul mengagumkan di platform itu: remake Shadow of the Colossus, God of War, Marvel’s Spider-Man, serta kehadiran Red Dead Redemption 2 dan Monster Hunter: World.

Dan di hari-hari terakhir tahun 2018 ini, Sony Interactive Entertainment mempersilakan para gamer untuk menentukan sendiri permainan-permainan PS4 favorit mereka. Melalui blog resminya, Sony menyodorkan pilihan yang sangat banyak, membagi para finalis dalam 15 kategori (termasuk studio terbaik). Dan menariknya lagi, mereka membiarkan Anda menambahkan game tertentu jika judul tersebut tidak ada di daftar.

Semua orang berkesempatan untuk berpartisipasi dalam proses voting ini. Rencananya, pengumuman pemenang akan dilakukan tepat pada tanggal 31 Desember 2018 nanti. Daftar nominasinya bisa Anda simak di bawah:

 

Best PS4 Game

  • Assassin’s Creed Odyssey
  • A Way Out
  • Call of Duty: Black Ops 4
  • Celeste
  • Dead Cells
  • Detroit: Become Human
  • Divinity: Original Sin 2
  • Far Cry 5
  • God of War
  • Hitman 2
  • Marvel’s Spider-Man
  • Mega Man 11
  • Monster Hunter: World
  • Ni no Kuni II: Revenant Kingdom
  • Red Dead Redemption 2
  • Shadow of the Colossus
  • Shadow of the Tomb Raider
  • Spyro Reignited Trilogy
  • Tetris Effect
  • The Forest

 

Best PS VR Experience

  • Astro Bot Rescue Mission
  • Beat Saber
  • Borderlands 2 VR
  • Creed: Rise to Glory
  • Déraciné
  • Firewall Zero Hour
  • Moss
  • Sprint Vector
  • Star Trek: Bridge Crew – The Next Generation
  • Tetris Effect
  • The Inpatient
  • The Persistence

 

Best Independent Game

  • Beat Saber
  • Bloodstained: Curse of the Moon
  • Celeste
  • Dead Cells
  • Donut County
  • Dream Daddy: Dadrector’s Cut
  • Guacamelee! 2
  • Hollow Knight
  • Iconoclasts
  • Laser League
  • Minit
  • Moonlighter
  • Moss
  • Owlboy
  • Tetris Effect
  • The Forest

 

Best Performance

  • Alex McKenna – Sadie Adler, Red Dead Redemption 2
  • Anthony Howell – Dr. Jonathan Reid, Vampyr
  • Benjamin Byron Davis – Dutch van der Linde, Red Dead Redemption 2
  • Bryan Dechart – Connor, Detroit: Become Human
  • Christopher Judge – Kratos, God of War
  • Clancy Brown – Hank, Detroit: Become Human
  • Darin De Paul – J. Jonah Jameson, Marvel’s Spider-Man
  • Gonzalo Martin – Sean Diaz, Life is Strange 2: Episode 1
  • Greg Bryk – Joseph Seed, Far Cry 5
  • Jeremy Davies – “The Stranger”, God of War
  • Jesse Williams – Markus, Detroit: Become Human
  • Melissanthi Mahout – Kassandra, Assassin’s Creed Odyssey
  • Roger Clark – Arthur Morgan, Red Dead Redemption 2
  • Sunny Suljic – Atreus, God of War
  • Valorie Curry – Kara, Detroit: Become Human
  • William Salyers – Otto Octavius, Marvel’s Spider-Man
  • Yuri Lowenthal – Peter Parker, Marvel’s Spider-Man

 

Best Graphical Showcase

  • Astro Bot Rescue Mission
  • Battlefield V
  • Call of Duty: Black Ops 4
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • Dragon Ball FighterZ
  • Far Cry 5
  • God of War
  • Marvel’s Spider-Man
  • Monster Hunter: World
  • Red Dead Redemption 2
  • Shadow of the Colossus
  • Spyro Reignited Trilogy
  • Tetris Effect

 

Best Art Direction

  • Astro Bot Rescue Mission
  • Beat Saber
  • Celeste
  • Chasm
  • Dead Cells
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • Donut County
  • Dragon Ball FighterZ
  • Dragon Quest XI: Echoes of an Elusive Age
  • God of War
  • Guacamelee! 2
  • Iconoclasts
  • Mega Man 11
  • Monster Hunter: World
  • Moss
  • Ni no Kuni II: Revenant Kingdom
  • Red Dead Redemption 2
  • Shadow of the Colossus
  • Sprint Vector
  • Spyro Reignited Trilogy
  • Tetris Effect
  • Timespinner

 

Best Soundtrack

  • Beat Saber
  • Bloodstained: Curse of the Moon
  • Celeste
  • Dead Cells
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • Donut County
  • Dragon Quest XI: Echoes of an Elusive Age
  • God of War
  • Guacamelee! 2
  • Marvel’s Spider-Man
  • Mega Man 11
  • Moonlighter
  • Red Dead Redemption 2
  • Shadow of the Colossus
  • Spyro Reignited Trilogy
  • Tetris Effect

 

Best Sound Design

  • Battlefield V
  • Call of Duty: Black Ops 4
  • Celeste
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • God of War
  • Marvel’s Spider-Man
  • Monster Hunter: World
  • Red Dead Redemption 2
  • Tetris Effect

 

Best Multiplayer

  • A Way Out
  • Battlefield V
  • Call of Duty: Black Ops 4
  • Destiny 2: Forsaken
  • Divinity: Original Sin 2
  • Firewall Zero Hour
  • Gwent: The Witcher Card Game
  • H1Z1
  • Monster Hunter: World
  • Overcooked 2
  • PlayerUnknown’s Battlegrounds
  • Red Dead Redemption 2
  • The Forest
  • The Jackbox Party Pack 5

 

Best Narrative

  • Assassin’s Creed Odyssey
  • A Way Out
  • Battlefield V
  • Celeste
  • Destiny 2: Forsaken
  • Detroit: Become Human
  • Divinity: Original Sin 2
  • Dragon Quest XI: Echoes of an Elusive Age
  • Dream Daddy: Dadrector’s Cut
  • God of War
  • Iconoclasts
  • Marvel’s Spider-Man
  • Ni no Kuni II: Revenant Kingdom
  • Red Dead Redemption 2
  • Vampyr

 

Best Sports Game

  • EA Sports UFC 3
  • FIFA 19
  • Madden NFL 19
  • MLB The Show 18
  • NBA 2K19
  • NBA 2K Playgrounds 2
  • NBA Live 19
  • NHL 19
  • Pro Evolution Soccer 2019
  • WWE 2K19

 

Best Ongoing Game

  • Destiny 2
  • Final Fantasy XIV
  • For Honor
  • Fortnite
  • H1Z1
  • Monster Hunter: World
  • Overwatch
  • PlayerUnknown’s Battlegrounds
  • Rocket League
  • Tom Clancy’s Rainbow Six Siege
  • Warframe

 

Best PlayStation Console Exclusive

  • Astro Bot Rescue Mission
  • Detroit: Become Human
  • God of War
  • Marvel’s Spider-Man
  • Moss
  • Ni no Kuni II: Revenant Kingdom
  • Shadow of the Colossus
  • Tetris Effect
  • Yakuza Kiwami 2

 

Most Anticipated Game

  • Anthem
  • Bloodstained: Ritual of the Night
  • Concrete Genie
  • Control
  • Crash Team Racing Nitro-Fueled
  • Days Gone
  • Death Stranding
  • Devil May Cry 5
  • Dreams
  • Far Cry New Dawn
  • Ghost of Tsushima
  • Kingdom Hearts III
  • MediEvil
  • Metro: Exodus
  • Mortal Kombat 11
  • Outer Worlds
  • Rage 2
  • Resident Evil 2
  • Sekiro: Shadows Die Twice
  • Shenmue 3
  • Skull and Bones
  • Spelunky 2
  • The Division 2
  • The Pathless
  • Trover Saves the Universe

 

Studio of the Year

  • Bungie
  • Capcom
  • Dontnod
  • Enhance
  • Epic Games
  • Insomniac Games
  • Matt Makes Games
  • Motion Twin
  • Rockstar Games
  • Santa Monica Studio
  • SIE Japan Studio
  • Treyarch
  • Ubisoft Quebec