MediaTek Umumkan Chipset Anyar Dimensity 9000, Bakal Jadi Andalan Smartphone Gaming?

Sudah bukan rahasia kalau gaming menuntut performa perangkat yang tinggi, dan itulah mengapa hampir semua smartphone gaming selalu datang membawa chipset kelas flagship dengan performa terbaik pada masanya. Untuk tahun depan, ada kemungkinan smartphone gaming bakal ditenagai oleh chipset terbaru besutan MediaTek berikut ini.

Dijuluki Dimensity 9000, ia disebut sebagai chipset paling perkasa yang pernah MediaTek buat sejauh ini. Ia dibuat menggunakan proses pabrikasi 4 nm milik TSMC, dan itu pada dasarnya sudah menjadi jaminan atas peningkatan performa sekaligus efisiensi daya yang diusungnya.

Chipset ini mengemas prosesor 8-core dengan konfigurasi 1+3+4: satu core Cortex-X2 dengan kecepatan maksimum 3,05 GHz, tiga core Cortex-A710 dengan kecepatan hingga 2,85 GHz, dan empat sisanya adalah efficiency core Cortex-A510 dengan kecepatan 1,8 GHz. Untuk RAM, Dimensity 9000 mendukung LPDDR5x dengan kecepatan hingga 7.500 Mbps.

Dalam benchmark CPU single-core, MediaTek mengklaim ada peningkatan performa hingga 35% dibanding chipset flagship Android saat ini (asumsinya Snapdragon 888), tapi di saat yang sama konsumsi dayanya juga 37% lebih rendah. Untuk benchmark multi-core, MediaTek malah tidak segan menyebut performanya setara dengan chip A15 milik iPhone 13.

Dari sisi kinerja grafis, Dimensity 9000 mengandalkan GPU Mali-G710 dengan 10-core. Dukungan ray tracing bahkan juga tersedia, meski memang implementasinya masih berbasis software ketimbang hardware. Terlepas dari batasan tersebut, setidaknya ini masih punya potensi untuk meningkatkan kualitas visual pada game.

Di luar konteks gaming, Dimensity 9000 tetap menunjukkan potensi yang sangat besar, misalnya ISP (image signal processor) yang mampu merekam video HDR beresolusi 4K dari tiga kamera sekaligus secara bersamaan. ISP ini juga siap mengakomodasi sensor kamera dengan resolusi maksimum 320 megapiksel.

Dari segi konektivitas, Dimensity 9000 merupakan chipset smartphone pertama yang dibekali Bluetooth 5.3, tidak ketinggalan pula Wi-Fi 6E 2×2. Cukup disayangkan ia belum mendukung 5G mmWave, tapi setidaknya kecepatan maksimumnya di sub-6GHz diklaim sudah bisa mencapai angka 7 Gbps.

Terakhir, untuk pemrosesan AI, MediaTek mengklaim ada peningkatan hingga empat kali lipat dibanding generasi sebelumnya. MediaTek bahkan kinerja AI-nya sekitar 16% lebih gegas ketimbang chip Tensor milik Google Pixel 6 (yang sendirinya sangat membanggakan performa AI).

Menimbang semua itu, jangan heran kalau MediaTek Dimensity 9000 bakal jadi kepercayaan sejumlah smartphone gaming dan smartphone flagship yang dirilis tahun depan. Pun demikian, kita tidak boleh lupa bahwa Qualcomm juga tengah bersiap untuk mengumumkan chipset flagship barunya dalam waktu dekat. Terlepas dari itu, ponsel pertama yang ditenagai MediaTek 9000 kabarnya bakal hadir pada akhir kuartal pertama 2022.

Sumber: GSM Arena dan AnandTech.

Beyerdynamic Luncurkan Dua Headset Gaming Baru, MMX 100 dan MMX 150

Veteran audio asal Jerman, Beyerdynamic, kembali meluncurkan headset gaming baru. Bukan cuma satu, melainkan dua sekaligus, yakni MMX 100 dan MMX 150.

MMX 100 merupakan headset gaming analog yang ideal untuk pengguna console (karena bisa langsung dicolokkan ke controller), sementara MMX 150 didedikasikan untuk gamer PC berkat koneksi USB dan sound card terintegrasinya.

Kedua headset sama-sama mengemas driver berdiameter 40 mm yang telah dioptimalkan untuk menghasilkan “suara yang jernih dan presisi di semua genre“. Maksud kata presisi di sini tentu merujuk pada aspek positioning yang krusial dalam game FPS kompetitif, serta mampu menambah kesan immersive dalam game RPG.

Pengalaman panjang Beyerdynamic di industri audio yang hampir satu abad tak hanya ditumpahkan ke output-nya, melainkan juga input. Baik MMX 100 maupun MMX 150 sama-sama dibekali mikrofon cardioid yang dijuluki Meta Voice (tidak ada hubungannya sama sekali dengan Facebook).

Detachable mic dengan kapsul sebesar 9,9 mm ini diyakini mampu meredam suara-suara latar yang mengganggu selagi di saat yang sama masih mempertahankan kesan natural pada suara pengguna yang ditangkap. Supaya memudahkan, Beyerdynamic tak lupa menyematkan tombol fisik untuk mute/unmute di earcup sebelah kiri, persis di depan kenop volumenya.

Khusus pada MMX 150, ada fitur ekstra bernama Augmented Mode. Fitur ini pada dasarnya memiliki cara kerja serupa seperti fitur transparency mode atau ambient mode di berbagai TWS noise cancelling, yakni membiarkan suara-suara yang ada di sekitar pengguna masuk. Dengan begitu, pengguna tetap bisa berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya tanpa perlu melepas headset sama sekali.

Secara estetika, kedua headset punya penampilan yang hampir identik, dengan bantalan telinga membulat yang dilapisi kulit sintetis. Konstruksinya sendiri banyak mengandalkan aluminium, dan bobot keduanya sama-sama berada di kisaran 300 gram.

Di pasar Amerika Serikat, Beyerdynamic MMX 100 dan MMX 150 saat ini telah dijual masing-masing seharga $99 dan $149. Keduanya sama-sama tersedia dalam pilihan warna hitam atau abu-abu.

Sumber: Pocket-lint dan Beyerdynamic.

Dibanderol $100, HyperX Cloud Core Wireless Unggulkan Teknologi Spatial Audio DTS Headphone:X

Belum lama ini, HyperX mengumumkan bahwa mereka telah menjual lebih dari 20 juta headset gaming. Tanpa perlu menunggu lama, produsen periferal yang kini merupakan anak perusahaan HP tersebut kembali meluncurkan headset gaming anyar, yakni Cloud Core Wireless.

Headset ini pada dasarnya merupakan jawaban HyperX terhadap tren spatial audio yang sedang naik daun belakangan ini. Jadi ketimbang sebatas memotong kabel dan menambahkan konektivitas nirkabel dengan jangkauan 20 meter, HyperX turut menyematkan teknologi spatial audio DTS Headphone:X pada Cloud Core Wireless.

Spatial audio atau 3D audio akhir-akhir ini terus menjadi bahan pembicaraan berkat kemampuannya meningkatkan sensasi immersive selama sesi bermain atau menonton. DTS pun bukan satu-satunya perusahaan yang menawarkan teknologi ini; yang mungkin lebih dikenal oleh banyak orang adalah Dolby Atmos, yang bisa kita temukan di Corsair HS80. Alternatifnya, konsumen juga bisa memanfaatkan solusi berbasis software seperti THX Spatial Audio.

Kembali ke Cloud Core Wireless, headset ini mempertahankan beberapa keunggulan yang selama ini membuat nama HyperX dipuji-puji, mulai dari konstruksi aluminium yang kokoh, sampai unit driver besar dengan diameter 53 mm. Tidak kalah penting adalah mikrofon noise cancelling yang dapat dilepas-pasang, serta yang sudah memenuhi sertifikasi dari Discord dan TeamSpeak.

Secara desain, headset ini mungkin kelihatan agak kuno jika dibandingkan dengan penawaran sekelas dari pabrikan-pabrikan lain, akan tetapi setidaknya ia sudah mengadopsi USB-C sebagai colokan untuk charging-nya. Baterainya sendiri diyakini mampu bertahan hingga 20 jam pemakaian dalam sekali pengisian.

Di Amerika Serikat, HyperX Cloud Core Wireless saat ini telah dipasarkan dengan banderol $100, cukup terjangkau untuk ukuran headset gaming nirkabel. Bagi yang menginginkan opsi headset gaming wireless lain, Anda bisa melihat beberapa rekomendasinya di artikel ini.

Sumber: Business Wire.

Riot Siap Luncurkan Dua Game Spin-off League of Legends Baru Lagi Tahun Depan

Menjelang pergantian tahun, publishing label milik Riot Games, Riot Forge, mengumumkan game anyar berjudul Song of Nunu. Seperti halnya game-game lain di bawah arahan Riot Forge, Song of Nunu juga merupakan spin-off dari League of Legends (LoL).

Sesuai judul, Song of Nunu menceritakan petualangan seorang champion bernama Nunu dalam misi mencari ibunya yang hilang. Seperti di LoL, Nunu juga ditemani oleh kawannya, seekor Yeti bernama Willump. Keduanya akan bersama-sama menjelajahi dan mengungkap misteri di Freljord, kawasan tundra di belantara Runeterra.

Melihat cuplikan videonya di bawah, Song of Nunu sepertinya bakal banyak memadukan elemen puzzle dan platformer. Interaksi antar kedua karakter tampaknya bakal menjadi kunci dalam memecahkan beragam puzzle dalam game.

Song of Nunu digarap oleh Tequila Works, studio asal Spanyol yang portofolionya mencakup game seperti RiME dan The Sexy Brutale. Riot menjadwalkan peluncuran di tahun 2022, tapi sejauh ini belum ada tanggal pastinya. Selain di PC, Song of Nunu juga akan dirilis di PlayStation, Xbox, dan Nintendo Switch.

Dalam kesempatan yang sama, Riot juga sempat menyingkap lebih banyak detail mengenai game lainnya yang berjudul Conv/rgence. Game ini sebenarnya sudah diumumkan sejak akhir 2019 bersamaan dengan Ruined King, dan Riot bilang game ini juga bakal meluncur tahun depan. Menurut pengembangnya, Double Stallion, ada banyak perubahan signifikan yang sudah mereka terapkan semenjak pengumuman perdananya.

Sebagai pengingat, Conv/rgence merupakan sebuah 2D action platformer yang menceritakan petualangan champion Ekko di distrik bernama Zaun — lokasi yang sama seperti yang menjadi setting serial animasi baru Netflix, Arcane. Di LoL, skill-skill Ekko banyak berkaitan dengan manipulasi waktu, dan di Conv/rgence pun juga demikian. Kalau mau disederhanakan, Conv/rgence pada dasarnya merupakan sebuah game platformer dengan tombol undo.

Berhubung pandemi masih terus berlanjut, wajar kalau akhirnya Riot tidak memberikan tanggal rilis yang pasti untuk kedua game ini. Kendati demikian, mereka baru-baru ini membuktikan bahwa mereka bisa menepati janjinya dengan meluncurkan Ruined King sekaligus Hextech Mayhem.

Sumber: PC Gamer.

Trendforce: Pasar Smartphone Diprediksi Tumbuh di 2022, 47,5% Merupakan Perangkat 5G

Indonesia telah memasuki era 5G, setidaknya di kota-kota besar. Sebelumnya yang terjadi ialah beberapa pabrikan smartphone merilis perangkat yang mendukung jaringan 5G tanpa bisa memberi kepastian kapan pengguna bisa menikmati cepatnya teknologi jaringan seluler generasi ke-5 tersebut.

Sekarang smartphone flagship baru yang dirilis sudah semestinya mendukung 5G. Pembuat chipset seperti Qualcomm dan MediaTek juga telah merilis chipset smartphone kelas menengah untuk mendorong adopsi 5G secara lebih luas. Tahun depan, seberapa tinggi pertumbuhan smartphone 5G?

Firma riset pasar TrendForce, telah memposting prediksi mereka mengenai kinerja pasar smartphone pada tahun 2022 mendatang. Menurut TrendForce, industri smartphone akan melanjutkan rebound karena ekonomi global kembali normal dan situasi pandemi perlahan terkendali.

Brand 2022 Market share Yearly change
Samsung 276 20% 1.1%
Apple 243 18% 5.4%
Xiaomi 220 16% 15.8%
Oppo 208 15% 2.5%
vivo 149 11% 6.4%

Tingginya permintaan pasar negara berkembang dan siklus penggantian perangkat, diprediksi akan membawa penjualan smartphone menjadi 1,39 miliar unit pada tahun 2022 dengan pertumbuhan tahunan 3,8%. Hal yang menarik adalah 660 juta unit atau sekitar 47,5% diantaranya akan mendukung jaringan 5G.

Samsung diprediksi masih akan memimpin, penjualan smartphone perusahaan asal Korea Selatan itu diperkirakan akan mencapai 276 unit. Ia akan menguasai pangsa pasar sebesar 20% dengan pertumbuhan tahunan sebesar 1,1%.

Samsung Galaxy Z Fold3 5G
Samsung Galaxy Z Fold3 5G | Foto Samsung

Saat ini smartphone flagship inovatif dari Samsung yakni Galaxy Z Fold3 5G dan Galaxy Z Flip3 5G memang belum ada yang mampu menandinginya. Belum lagi kejutan dari penerus Galaxy S21 series yang segera datang dan Samsung juga cukup fleksibel mengeluarkan model baru Galaxy A series untuk menggempur pasar kelas menengah ke bawah.

Apple iPhone 13 series
Apple iPhone 13 series | Foto Apple

Posisi kedua diprediksi milik Apple dengan total penjualan 243 juta unit, mencakup pangsa pasar 18%, dengan pertumbuhan tahunan 5,4%. Rumornya perusahaan asal Cupertino itu akan merilis iPhone SE generasi berikutnya pada kuartal pertama tahun ini. Katanya masih akan mempertahankan layar 4,7 inci dan ditenagai chipset Bionic A15. Tentu saja, kita masih perlu melihat kinerja dari penjualan iPhone 13 series, sampai generasi berikutnya iPhone 14 series dirilis dan mendorong penjualan lebih tinggi.

Posisi selanjutnya berturut-turut merupakan pabrikan smartphone asal Tiongkok, yakni Xiaomi, OPPO, dan vivo yang akan mencoba memperluas pengaruhnya di kancah global. Xiaomi diprediksi akan menjual 220 juta unit smartphone, meraih pangsa pasar 16%, dengan pertumbuhan tahunan mencapai 15,8%. Menawarkan perangkat dengan spesifikasi lebih tinggi di kelasnya dan harga yang sangat agresif, sejauh ini formula andalan Xiaomi masih bekerja dengan sangat baik.

Sementara, OPPO diperkirakan akan menjual 208 juta unit, dengan pangsa pasar 15%, dan tumbuh 2,5%. Sedangkan, penjualan smartphone vivo akan mencapai 149 juta unit di tahun 2022, dengan pangsa pasar 11%, dan pertumbuhan tahunan 6,4%.

Lima besar pabrikan smartphone di atas mencaplok pangsa pasar smartphone hampir 80%. Sisanya akan diperebutkan oleh vendor lain, termasuk Huawei yang masih tertatih-tatih, Honor, Motorola, ASUS, ZTE, Sony, Infinix, dan lainnya.

Sumber: GSMArena

Early-Access Battlefield 2042 Dipenuhi dengan Masalah

Para pengembang game di masa sekarang kelihatannya masih kesulitan untuk memastikan game baru yang mereka rilis benar-benar menawarkan pengalaman sempurna. EA dan DICE kini menjadi korban terbaru, karena game shooter andalan mereka yaitu Battlefield 2042 ternyata juga mengalami beragam masalah saat diluncurkan.

Bagaimana tidak, sejak dirilis resmi untuk early access pada Jumat 12 November lalu game ini langsung mendapat respon negatif dari para fans. Banyak pemain yang mengakses lewat EA Play trial tersebut melaporkan bahwa Battlefield 2042 tidak dapat dimainkan karena eror ketika masuk ke dalam server.


Permasalahan ini bahkan disadari oleh pihak EA yang kemudian mengatakan bahwa mereka telah berusaha untuk memperbaiki masalah tersebut. Namun sayangnya setelah pengumuman perbaikan tersebut, masih banyak pemain yang melaporkan tetap mendapatkan eror.

Para pemain yang berhasil masuk dan dapat bermain pun juga masih tetap dihantui masalah lainnya. Seperti glitch dan bug yang masih kerap terjadi dan dialami para pemain. Mulai dari bagian tubuh pemain yang terkadang hilang, kendaraan yang tiba-tiba terlontar ke udara, dan mungkin yang paling parah adalah hovercraft yang dapat berjalan naik secara vertikal.


Di luar permasalahan tersebut, Battlefield 2042 juga dilaporkan memiliki beragam masalah teknis gameplay lain. Antara lain tampilan UI yang terlalu kompleks dan membingungkan, hingga ke sistem kelas baru yang membuat karakter baik kawan maupun lawan memiliki tampilan yang sama.

Ditambah, implementasi sistem “Gunshot Bloom” pada game ini yang ternyata terlalu intense. Gunshot bloom adalah sistem yang membuat peluru yang ditembakkan memiliki kemungkinan untuk mendarat tidak tepat pada titik bidikan. Namun kelihatannya penerapan sistem tersebut pada Battlefield 2042 terlalu acak yang bahkan membuat menembak dalam game ini berubah menjadi faktor keberuntungan ketimbang akurasi.

EA dan DICE memang masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki game-nya sebelum dirilis secara global pada Jumat mendatang, 19 November. Namun bila tidak segera ditangani maka para fans yang mendengar banyak masalah dari para pemain early-access ini mungkin akan mengurungkan niatnya bermain nanti. Karena hingga sekarang saja, telah banyak pemain yang meminta refund terhadap Battlefield 2042 ini.

Baru Dirilis, Halo infinite Jadi Game Xbox Paling Sukses di Steam

Berbicara seri Halo mungkin terdengar asing bagi para gamer di Indonesia. Pasalnya, game ini awalnya muncul eksklusif di konsol Xbox, dan mayoritas gamer di Indonesia memiliki PlayStation. Namun di luar negeri, terutama di Amerika Serikat seri Halo merupakan salah satu seri yang wajib ditunggu oleh para pecinta game shooter.

Maka tidak heran bila setelah penantian panjang, para fans Halo langsung menyerbu game terbaru Halo Infinite yang baru saja dirilis. Halo Infinite memang telah melalui masa pengembangan yang cukup panjang sejak diumumkan pada 2018 lalu. Dan Microsoft cukup cerdik untuk merilis terlebih dahulu porsi multiplayer-nya secara gratis pada hari ini, 16 November 2021.

image credit: Microsoft

Tidak perlu menunggu lama, Halo Infinite: Online tersebut langsung diserbu oleh para fans. Dirilis juga melalui Steam, game ini juga langsung meroket dan menduduki posisi pertama game dengan pemain aktif terbanyak hanya dalam rentang satu hari setelah dirilis.

Analis game, Daniel Ahmad juga menuliskan lewat cuitannya di Twitter bahwa hanya dalam waktu 2,5 jam saja Halo Infinite: Online mampu menembus angka 162 ribu pemain di Steam. membuat game ini menjadi game milik Xbox Game Studio yang paling sukses sepanjang masa di Steam.


Rekor Halo Infinite: Online tersebut berhasil menggeser Forza Horizon 5 yang sebelumnya menjadi judul paling sukses mereka. Namun hal tersebut dapat dipahami karena Forza Horizon 5 masih merupakan game berbayar (meskipun dapat dimainkan secara gratis lewat Xbox Game Pass), sedangkan Halo Infinite: Online ini dapat dimainkan secara cuma-cuma.

Angka pemain tersebut hanya memperlihatkan data pemain di Steam saja. Padahal Halo Infinite: Online ini juga dapat dimainkan langsung lewat Xbox for PC dan juga konsol Xbox One, Series X, dan Series S.

Meskipun hype-nya sangat tinggi dan para fans sudah dapat memainkan porsi multiplayer dari Halo Infinite ini. Kini kekhawatiran datang dari mode single-player campaign-nya yang belum memiliki tanggal rilisnya hingga sekarang. Sehingga para fans kini hanya dapat berharap agar Microsoft dan developer 343 Industries untuk segera memberikan tanggal rilis pasti untuk mode campaign-nya.

Exclusive Interview: Industri VR di Indonesia di Luar Gaming

Industri AR/VR mungkin tidak berkembang sepesat yang diharapkan pada beberapa tahun lalu. Menurut GlobalData, tahun ini industri AR/VR tahun bernilai US$5 miliar. Padahal, pada 2015, nilai industri AR/VR diperkirakan akan mencapai US$150 miliar. Meskipun begitu, menurut data dari PwC, teknologi AR/VR akan tetap dapat mendorong ekonomi global. Dalam laporan berjudul Seeing is Believing, PwC menyebutkan, teknologi AR dan VR dapat memberikan dorongan sebesar US$1,5 triliun pada ekonomi global di 2030.

Bentuk Dorongan yang AR/VR Berikan

Di laporan Seeing is Believing, PwC juga menjelaskan bagaimana teknologi AR/VR dapat mendorong ekonomi global. Mereka menyebutkan, keuntungan yang bisa didapat oleh perusahaan dari teknologi AR/VR beragam, mulai dari mempercepat proses desain produk sampai menjadi alat latihan untuk mengerjakan tugas berbahaya. Sebagai contoh, militer bisa menggunakan VR untuk melatih pasukan dalam menjinakkan bom.

Selain itu, AR/VR juga bisa memangkas waktu yang dibutuhkan perusahaan dalam mendesain produk. Karena, teknologi AR/VR memungkinkan perusahaan untuk menguji konsep produk tanpa harus membuat prototipe dari produk tersebut. Dampaknya ke konsumen, hal ini membuat perusahaan dapat memberikan produk dengan kualitas lebih baik dalam waktu yang lebih singkat.

Dampak AR/VR pada ekonomi global. | Sumber: PwC

Contoh industri yang menggunakan teknologi VR untuk memangkas waktu desain produk adalah industri otomotif. Menurut PwC, waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan otomotif untuk membuat desain pertama sampai model di dunia nyata adalah beberapa minggu. Namun, dengan VR, proses tersebut bisa dilakukan hanya dalam waktu beberapa hari saja.

Perusahaan juga bisa menggunakan teknologi AR/VR untuk mendapatkan sumber pemasukan baru. Saat ini, perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang retail, jasa, dan otomotif tengah mempertimbangkan untuk menggunakan AR atau VR untuk menampilkan produk yang mereka tawarkan pada konsumen. Sementara perusahaan game dan hiburan mencoba untuk memberikan pengalaman yang sama sekali baru dengan teknologi AR/VR.

Industri VR di Indonesia: Pandemi Justru Dorong Pertumbuhan

Untuk mengetahui tentang industri AR/VR di Indonesia, saya menghubungi Andes Rizky, Managing Director, Shinta VR. Ketika ditanya soal nilai industri AR/VR di Tanah Air, Andes berkata, “Kalau nilai industri, saya mengacu sama perhitungan dari PwC dengan beberapa adjustment, bahwa Indonesia masuk dalam pasar Asia Pasifik non-Tiongkok. Kalau kita sesuaikan, sebenarnya potensi pasar AR/VR di Indonesia itu bisa sekitar US$500 juta sampai US$2 miliar pada 2025.”

Lebih lanjut, Andes bercerita, konsumsi konten AR/VR di Indonesia mulai naik sejak 2019. Karena, ketika itu, Oculus Quest diluncurkan. Keberadaan Oculus Quest mendorong pertumbuhan industri VR karena jika dibandingkan dengan headset VR lain, Oculus Quest punya harga yang lebih terjangkau. Hal lain yang mendorong pertumbuhan industri AR/VR, ungkap Andes, adalah karena semakin banyak influencers dan YouTubers yang membuat konten VR, jika dibandingkan dengan 5 tahun lalu.

“Kalau dari peningkatan penjualan sendiri, kita memperkirakan, 2020-2021 ini, peningkatan pendapatan para startup VR naik di angka 50-200% dari tahun 2019,” kata Andes saat dihubungi melalui pesan singkat. “COVID-19 menyebabkan banyak sekali perusahaan, institusi pemerintah, dan masyarakat melirik VR sebagai solusi pandemi.”

Bisnis AR/VR di Indonesia

Mengutip data dari data dari Indonesia VR/AR Association (INVRA), Andes mengatakan, saat ini, ada sekitar 20 startup yang bergerak di bidang AR/VR di Indonesia. Kebanyakan dari startup itu fokus pada bisnis business-to-business (B2B). “Yang punya produk hanya beberapa startup, seperti Shinta VR dengan Millealab, Space Collab, dan Virtual Character, WIR dengan produk MINAR dan DAV, Octagon Studio dengan AR Card Education, dan Assmbler,” jelas Andes.

Startup AR/VR yang melayani perusahaan sebagai klien, mereka biasanya mengerjakan proyek berdasarkan apa yang diinginkan oleh sang klien. “Jadi, perusahaan klien mau buat konten VR, lalu dikerjakan oleh startup-nya,” kata Andes. “Nah, permintaannya macam-macam, ada untuk marketing, training, dan lain sebagainya.”

Perusahaan yang menjadi klien startup VR berasal dari industri yang beragam. Pariwisata dan kesehatan jadi contoh industri yang pelakunya menggunakan AR/VR. Sementara sektor yang paling banyak menggunakan teknologi AR dan VR, menurut Andes, adalah sektor hiburan, pendidikan, dan human development. “Kalau AR, kemungkinan, sektor retail dan e-commerce akan berlomba ke sini,” ujarnya.

Kabar baik untuk pelaku industri AR/VR, generasi milenial dan gen Z yang tinggal di kota-kota besar Indonesia biasanya sudah mengerti VR. Artinya, perusahaan-perusahaan AR/VR tidak perlu terlalu mengkhawatirkan edukasi konsumen. “Jadi, orang-orang di rentang umur 10-35 tahun di kota besar, mereka sudah mengerti VR itu apa. Setidaknya, mereka sudah pernah lihat konten di media sosial atau YouTube, yang bahas tentang VR, walaupun mereka belum pernah langsung coba,” kata Andes. “Kalau dibandingkan dengan lima tahun lalu, edukasi dan awareness tentang VR sudah jauh lebih baik.”

Selama ini, salah satu masalah terbesar yang menghambat industri AR/VR tumbuh adalah harga hardware yang mahal. Namun, menurut Andes, masalah ini bisa diakali dengan membuat produk yang memang sesuai dengan permintaan pasar di Indonesia dan menerapkan strategi harga yang sesuai. “Kita di Shinta VR, untuk melakukan market fit research, kita butuh 6 bulan di 2018,” ungkap Andes. “Kita melakukan iterasi produk beberapa kali. Satu kali iterasi validasi, biasanya membutuhkan waktu 2 bulan.”

Andes menyebutkan, riset menjadi kunci bagi Shinta VR untuk menetapkan harga dari produk mereka. Sementara soal harga ideal dari produk VR, dia mengatakan, hal itu targantung pada keadaan pasar. Karena itulah, dia menekankan, penting bagi perusahaan untuk melakukan riset market fit. “Iterasi produk bisa sampai tiga kali atau lebih,” ujarnya. “Sebagian orang masih menganggap bahwa VR itu mahal dan eksklusif. Padahal, memang dia kebetulan belum ketemu dengan vendor atau produk yang memang sesuai dengan kemampuan mereka. Atau mungkin karena added value-nya kurang tersampaikan.”

Selama ini, Shinta VR dikenal berkat Milealab mereka, yaitu platform yang mendukung penggunanya untuk membuat konten edukasi VR. Tahun ini, mereka meluncurkan produk baru bernama Spacecollab, yang merupakan sistem pelatihan untuk universitas dan perusahaan, dan Maha5, agensi untuk para Virtual YouTuber alias Vtubers.

Andes percaya, ke depan, industri Vtubers di Indonesia akan menjadi besar. Meskipun begitu, menurutnya, hal yang dapat membuat industri VR menjadi mainstream adalah konsep metaverse dari Meta, yang dulu dikenal dengan nama Facebook.

“Konsep meta ini punya banyak efek. Pertama, NFT dan blockchain system semakin meningkat. Kedua, produsen headset VR akan berlomba-lomba untuk membuat alat yang ringan dan murah. Ketiga, emotional connection insight dalam dunia metaverse ini bisa memberikan insight konsumen dengan lebih komprehensif. Empat, sudah pasti akan leverage penggunaan AI dan machine learning,” kata Andes. “Konsep Meta Facebook sebenernya untuk lebih mendapatkan insight emotional loh. Dan ini bakal banyak dibutuhkan dalam dunia commerce atau social-commerce.”

Sumber: Pexels

Huawei Umumkan MateBook E, Tablet 2-in-1 dengan OS Windows 11 dan Prosesor Tiger Lake

Beberapa tahun terakhir, bisnis smartphone Huawei anjlok akibat sanksi yang diberikan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS). Huawei tidak bisa menggunakan teknologi penting seperti konektivitas 5G dan tak dapat mengakses layanan Google.

Namun Huawei tak hanya mengandalkan smartphone saja, mereka juga memiliki divisi lain yang terus mengembangkan produk baru seperti AIoT, smartwatch, tablet, laptop, desktop, dan sebagainya. Baru-baru ini, Huawei mengadakan konferensi besar di Tiongkok, mereka mengumumkan beberapa perangkat baru.

Mulai dari smartwatch yang dijuluki Huawei Watch GT Runner, tablet 2-in-1 berbasis OS Windows 11 MateBook E, desktop all-in-one MateStation X, dan headset VR gaming VR Glass 6DoF.

Huawei MateBook E

Bagi saya, ini produk paling menarik yang dirilis oleh Huawei pada acara itu. Sebuah tablet 2-in-1 yang menjalankan sistem operasi Microsoft terbaru yakni Windows 11 secara penuh.

Sebagai tablet, MateBook E mempersembahkan panel OLED 12,6 inci beresolusi 2,5K (2.560×1600 piksel) dalam aspek rasio 16:10. Kecerahan maksimumnya 400 nit dan didukung stylus M-Pencil.

Bodinya pun cukup tipis, hanya 7,99 gram dan berat 709 gram termasuk baterai 42Wh yang didukung pengisian cepat 65W. Serta, turut dibekali kamera belakang 13MP dan 8MP di depan.

Berkat aksesori smart keyboard yang dilengkapi touchpad, MateBook E seketika dapat berubah menjadi laptop yang powerful. Sebab, ia memang sudah ditenagai prosesor Intel Core generasi ke-11 Tiger Lake dengan grafis Intel Iris X dan punya Thunderbolt 4.

Harga Huawei MateBook E untuk konfigurasi Intel Core i5-1130G7, dengan RAM 8GB dan penyimpanan PCIe NVMe SSD 256GB, dan smart keyboard magnetic dijual mulai dari CNY 5.999 (Rp13,3 jutaan). Sementara, model Intel Core i7-1160G7 dengan RAM 16GB dan penyimpanan 512GB, serta slide keyboard dan stylus M-Pencil dijual seharga CNY 8.699 (Rp19,4 jutaan).

Huawei Watch GT Runner

Huawei Watch GT Runner

Smartwatch terbaru dari Huawei ini berorientasi pada olahraga. Ia tak lain merupakan varian lain dari Watch GT 3 yang lebih sporty dengan konstruksi polymer fiber yang kuat namun ringan untuk meningkatkan daya tahan dan kenyamanan ketika dipakai selama latihan.

Lebih lanjut, Watch GT Runner mengemas layar AMOLED dengan desain bulat 1,43 inci dalam diameter 46mm. Bodinya sudah water-resistant 5ATM, beratnya 38,5 gram, dan baterainya mampu bertahan hingga 14 hari.

Selain itu, ia dilengkapi modul Huawei TruSeen 5.0 optical heart rate, pengukuran SpO2, dan pelacakan aktivitas dengan lebih dari 100 mode olahraga. Fitur lain termasuk penyimpanan internal 4GB, pemosisian GNSS, NFC, dan Bluetooth.

Meskipun tidak ada koneksi seluler, Watch GT Runner ternyata memiliki mikrofon dan speaker bawaan yang berarti pengguna dapat menerima panggilan dari smartphone yang terhubung. Huawei Watch GT Runner hadir dalam warna grey dan black, serta dijual CNY 2.188 atau sekitar Rp4,8 jutaan.

Huawei MateStation X

Huawei juga mengumumkan desktop all-in-one bernama MateStation X. Perangkat Windows 11 ini menyajikan layar IPS seluas 28,2 inci dengan resolusi 3840×2560 piksel.

Dapur pacunya mengandalkan prosesor AMD Ryzen 5 5600H atau Ryzen 7 5800H dan grafis Radeon. Ditopang RAM 16GB dan penyimpanan M.2 NVMe 512GB. Huawei turut membekalinya dengan wireless keyboard dengan sensor fingerprint bawaan untuk otentikasi dan mouse Bluetooth.

Harga Huawei MateStation X dibanderol mulai dari CNY 9.999 (Rp22,3 jutaan) untuk versi AMD Ryzen 5 5600H dan CNY 11.999 (Rp26,7 jutaan) untuk model AMD Ryzen 7 5800H.

Huawei VR Glass 6DoF

Bagian terakhir adalah VR Glass 6DoF, sebuah headset VR gaming dengan dua pengontrol khusus. Headset ini menawarkan dual LCD screen 2,1 inci dengan resolusi single-eye 1600×1600 piksel dan resolusi binocular 3200×1600 piksel.

Huawei VR Glass 6DoF ini memiliki berat 188 gram dan bidang pandang 90 derajat. Kedua lensa dapat disesuaikan untuk pengguna dengan miopia hingga -7,00. Huawei VR Glass 6DoF akan dijual seharga CNY 3.999 (Rp8,9 jutaan).

Sumber: GSMArena