MediaTek Umumkan Chipset Anyar Dimensity 9000, Bakal Jadi Andalan Smartphone Gaming?

Sudah bukan rahasia kalau gaming menuntut performa perangkat yang tinggi, dan itulah mengapa hampir semua smartphone gaming selalu datang membawa chipset kelas flagship dengan performa terbaik pada masanya. Untuk tahun depan, ada kemungkinan smartphone gaming bakal ditenagai oleh chipset terbaru besutan MediaTek berikut ini.

Dijuluki Dimensity 9000, ia disebut sebagai chipset paling perkasa yang pernah MediaTek buat sejauh ini. Ia dibuat menggunakan proses pabrikasi 4 nm milik TSMC, dan itu pada dasarnya sudah menjadi jaminan atas peningkatan performa sekaligus efisiensi daya yang diusungnya.

Chipset ini mengemas prosesor 8-core dengan konfigurasi 1+3+4: satu core Cortex-X2 dengan kecepatan maksimum 3,05 GHz, tiga core Cortex-A710 dengan kecepatan hingga 2,85 GHz, dan empat sisanya adalah efficiency core Cortex-A510 dengan kecepatan 1,8 GHz. Untuk RAM, Dimensity 9000 mendukung LPDDR5x dengan kecepatan hingga 7.500 Mbps.

Dalam benchmark CPU single-core, MediaTek mengklaim ada peningkatan performa hingga 35% dibanding chipset flagship Android saat ini (asumsinya Snapdragon 888), tapi di saat yang sama konsumsi dayanya juga 37% lebih rendah. Untuk benchmark multi-core, MediaTek malah tidak segan menyebut performanya setara dengan chip A15 milik iPhone 13.

Dari sisi kinerja grafis, Dimensity 9000 mengandalkan GPU Mali-G710 dengan 10-core. Dukungan ray tracing bahkan juga tersedia, meski memang implementasinya masih berbasis software ketimbang hardware. Terlepas dari batasan tersebut, setidaknya ini masih punya potensi untuk meningkatkan kualitas visual pada game.

Di luar konteks gaming, Dimensity 9000 tetap menunjukkan potensi yang sangat besar, misalnya ISP (image signal processor) yang mampu merekam video HDR beresolusi 4K dari tiga kamera sekaligus secara bersamaan. ISP ini juga siap mengakomodasi sensor kamera dengan resolusi maksimum 320 megapiksel.

Dari segi konektivitas, Dimensity 9000 merupakan chipset smartphone pertama yang dibekali Bluetooth 5.3, tidak ketinggalan pula Wi-Fi 6E 2×2. Cukup disayangkan ia belum mendukung 5G mmWave, tapi setidaknya kecepatan maksimumnya di sub-6GHz diklaim sudah bisa mencapai angka 7 Gbps.

Terakhir, untuk pemrosesan AI, MediaTek mengklaim ada peningkatan hingga empat kali lipat dibanding generasi sebelumnya. MediaTek bahkan kinerja AI-nya sekitar 16% lebih gegas ketimbang chip Tensor milik Google Pixel 6 (yang sendirinya sangat membanggakan performa AI).

Menimbang semua itu, jangan heran kalau MediaTek Dimensity 9000 bakal jadi kepercayaan sejumlah smartphone gaming dan smartphone flagship yang dirilis tahun depan. Pun demikian, kita tidak boleh lupa bahwa Qualcomm juga tengah bersiap untuk mengumumkan chipset flagship barunya dalam waktu dekat. Terlepas dari itu, ponsel pertama yang ditenagai MediaTek 9000 kabarnya bakal hadir pada akhir kuartal pertama 2022.

Sumber: GSM Arena dan AnandTech.

Developer Kini Punya Opsi Terjangkau untuk Menguji Aplikasi di Windows Versi ARM

Gambar di atas adalah ECS LIVA Mini Box QC710 Desktop, sebuah mini PC seharga $219 dengan spesifikasi semenjana. Persisnya, perangkat tersebut mengemas prosesor Qualcomm Snapdragon 7c (bukan generasi yang kedua) , RAM 4 GB, dan penyimpanan internal sebesar 64 GB.

Untuk kelengkapan port-nya, ia dibekali satu port USB-C, satu USB-A 2.0, satu USB-A 3.2 Gen 1, HDMI, dan slot kartu microSD. Seperti yang saya bilang, spesifikasinya biasa-biasa saja. Lalu kenapa kabar mengenai ketersediaannya harus dibesar-besarkan?

Alasannya sederhana saja; dengan banderol serendah itu, perangkat ini bisa jadi alternatif yang sangat menarik untuk kalangan developer yang perlu menguji aplikasi bikinannya di Windows versi ARM. Jauh lebih menarik daripada harus membeli Surface Pro X, yang dijual paling murah seharga $900.

Ini penting mengingat kompatibilitas aplikasi merupakan kekurangan terbesar dari Windows di ekosistem perangkat ARM. Kalau Anda membaca ulasan-ulasan Surface Pro X (yang menggunakan prosesor berarsitektur ARM) yang beredar di internet, hampir semuanya mengeluhkan perkara beberapa aplikasi yang tidak bisa dijalankan sama sekali (karena cuma kompatibel dengan arsitektur x86).

Dengan adanya perangkat seperti LIVA Mini Box ini, developer jadi punya opsi terjangkau untuk mengetes aplikasinya, dan ini diharapkan bisa membantu mengatasi isu kompatibilitas yang melanda Windows versi ARM, sehingga pada akhirnya perangkat macam Surface Pro X tadi pun bisa punya daya tarik lebih.

Surface Pro X / Microsoft

Sejauh ini jumlah laptop atau tablet Windows berbasis ARM yang ada di pasaran memang belum banyak, dan bisa jadi isu kompatibilitas tadi merupakan salah satu penyebabnya. Di kubu lain, Apple malah terkesan sudah gas pol dengan ARM, terbukti dari peluncuran MacBook Pro generasi terbaru belum lama ini.

Transisi dari x86 ke ARM memang bukan pekerjaan mudah, dan ekosistem macOS pun hingga kini bisa dikatakan masih belum 100% siap. Semoga saja dengan adanya perangkat seperti LIVA Mini Box ini, jumlah aplikasi yang kompatibel dengan Windows versi ARM bisa bertambah banyak, dan produsen perangkat pun makin tertarik untuk ikut meramaikan segmen ini.

Sumber: Windows Central.

Qualcomm Berniat Menciptakan Chip Laptop Baru untuk Menyaingi Apple M1

Peluncuran chip Apple M1 merupakan pukulan telak bagi Intel dan AMD. Dua produsen prosesor komputer itu pada dasarnya tengah ditantang untuk menciptakan prosesor seefisien Apple M1, yang kini juga sudah digunakan di perangkat iMac maupun iPad Pro. Namun sebelum Intel dan AMD bisa membalas, sepertinya kita bakal melihat respon dari Qualcomm lebih dulu.

Kepada Reuters, Cristiano Amon selaku CEO baru Qualcomm mengatakan bahwa salah satu agenda terdekat mereka adalah merilis chip laptop yang bakal bersaing langsung dengan Apple M1. Sebagai sebuah system-on-a-chip (SoC), produk tersebut bakal mengemas semua komponen esensial yang dibutuhkan di samping prosesor, termasuk halnya modem 5G.

Menariknya, Qualcomm berniat untuk mengeksekusi rencana ini tanpa bergantung pada ARM. Saat ini Qualcomm memang sudah punya sejumlah chip laptop, tapi semua itu dibangun di atas fondasi yang sama seperti lini chip Snapdragon, yang inti prosesornya menggunakan arsitektur rancangan ARM.

Sebagai gantinya, Qualcomm bakal memaksimalkan aset dan sumber daya baru yang mereka dapatkan dari Nuvia, startup yang mereka akuisisi pada bulan Januari kemarin dengan nilai $1,4 miliar. Nuvia didirikan oleh sekelompok eks engineer Apple yang sebelumnya sempat bekerja langsung di tim yang mengembangkan chip M1. Nuvia bahkan sempat dituntut oleh Apple, yang mengklaim bahwa pendiri Nuvia mencuri teknologi rancangan Apple.

Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, Qualcomm semestinya siap memproduksi chip laptop baru ini mulai tahun 2022. Terlepas dari itu, Qualcomm tidak menutup kemungkinan untuk melisensikan teknologi dari ARM seandainya ARM berhasil menciptakan prosesor yang lebih baik dari racikan mereka sendiri.

Selain untuk mengembangkan chip laptop baru, teknologi rancangan Nuvia juga bakal Qualcomm lisensikan kepada perusahaan cloud computing yang tertarik menciptakan sendiri chip untuk digunakan di data center mereka masing-masing.

Sumber: Ars Technica dan Reuters. Gambar header: Depositphotos.com.

ARM Perkenalkan Prosesor Baru: Cortex X2, A710, dan A510 Berbasis ARMv9

Mungkin tidak semua orang mengetahui bahwa hampir setiap smartphone yang digunakan saat ini menggunakan teknologi dari ARM. Untuk sistem operasi Android, SoC yang digunakan seperti Snapdragon, Mediatek, dan Unisoc menggunakan arsitektur yang disebut ARMv8. Tampaknya sebentar lagi arsitektur ini bakal pensiun.

 

ARM baru saja memperkenalkan sebuah arsitektur baru yang diberi nama ARMv9. Pada arsitektur yang satu ini, ARM ingin agar semua aplikasi yang masih ada pada 32 bit berakhir. ARM berencana untuk jalan pada 64 bit secara penuh pada tahun 2023. Bahkan, sebuah prosesor yang mereka rilis menghilangkan dukungan terhadap instruksi 32 bit.

Prosesor pertama yang diperkenalkan adalah Cortex X2 yang memiliki kinerja paling tinggi. Penerus dari Cortex X1 ini akan memiliki kinerja 16% lebih baik jika ada pada clock yang sama. Prosesor inilah yang sudah tidak lagi mendukung instruksi 32 bit pada ARM. Untuk kinerja AI, prosesor yang satu ini bahkan memiliki peningkatan 2x lipat dibandingkan X1.

Cortex X2 menggunakan Out of Order execution dengan 10 tahap pipeline. Prosesor ini juga mendukung SVE-2 (Scalable Vector Extension 2) yang merupakan sebuah set instruksi Single Instruction Multiple Data (SIMD) baru yang digunakan sebagai ekstensi untuk arsitektur 64 bit, untuk memungkinkan pemrosesan data dalam jumlah sangat besar. ARM juga meningkatkan L3 cache menjadi 16 MB pada Cortex X2.

Kinerja dari Cortex X2 juga ternyata sangat kencang. Bahkan mereka mengklaim bahwa kinerja single thread-nya 40% lebih baik jika dibandingkan dengan Intel Core i5-1135G7. Dengan DSU-110 baru (DynamIQ Shared Unit) memungkinkan Cortex-X2 digunakan hingga 8 core dalam sebuah SoC. Tentunya, hal tersebut untuk penggunaan laptop atau server dan bukan untuk smartphone.

Prosesor selanjutnya adalah sang penerus dari Cortex A78, yaitu Cortex A710. Cortex-A710 memiliki kinerja 10% lebih cepat daripada A78 frekuensi yang sama, tetapi memiliki efisiensi 30% lebih hemat dan 2x lipat pada AI. Berbeda dengan Cortex X2, Cortex A710 ini ternyata masih mendukung instruksi 32 bit. Walaupun begitu, kemungkinan Cortex A710 akan menjadi yang terakhir karena pada tahun 2023 ARM akan berjalan pada 64 bit.

Terakhir adalah prosesor yang memiliki pemakaian daya yang paling hemat, yaitu sang penerus dari Cortex A55. Prosesor yang selalu berada pada cluster LITTLE ini bakal digantikan dengan Cortex A510.  Arm mengatakan Cortex-A510 menghadirkan peningkatan kinerja 35%, efisiensi 20%, dan peningkatan AI sebesar 3x dibandingkan dengan Cortex-A55 pada proses yang sama. Instruksi yang digunakan juga masih In-Order seperti pada Cortex A55.

Desain dari Cortex A510 juga mendapatkan pembaruan dari ARM. ARM memperkenalkan desain merged-core atau inti prosesor yang digabungkan pada Cortex A51. Hal tersebut mirip dengan apa yang dilakukan oleh AMD dengan CMT (Clustered Multithreading) pada prosesor Bulldozer, walaupun cukup berbeda pada implementasinya. Dua inti prosesor akan dimasukkan ke dalam satu kompleks dan satu cluster LITTLE bisa terdiri dari beberapa kompleks.

Setiap inti prosesor akan memiliki L1 cache sendiri-sendiri. Akan tetapi, nantinya pada sebuah complex akan berbagi L2 antara prosesor. Cortex A510 sendiri juga dibuat seperti Cortex X2, di mana sudah tidak lagi mendukung instruksi 32 bit.

DSU-110 (DynamIQ Shared Unit) juga diperkenalkan oleh ARM. Pada DSU-110, ARM mengusung desain untuk meningkatkan ukuran cache dan bandwidth. ARM meningkatkan konfigurasi cache L3 menjadi 16 MB. Mereka juga meningkatkan bandwidth secara agregat hingga 5x dibandingkan dengan desain yang lama.

Lalu kapan perangkat-perangkat dengan ARMv9 diluncurkan? ARM berjanji akan menghadirkan chipset-nya pada akhir tahun 2021. Kemungkinan besar, perangkat yang memakai ARMv9 akan beredar pada tahun 2022.

Sumber dan gambar: Anandtech 

Qualcomm Luncurkan Snapdragon 7c Gen 2: Untuk Windows dan Chromebook Entry Level

Selama ini, Qualcomm banyak sekali mengeluarkan system on chip yang digunakan untuk perangkat smartphone. Untungnya, platform komputer seperti PC dan laptop belum dilupakan oleh Qualcomm. Kali ini, Qualcomm meluncurkan SoC generasi kedua dari Snapdragon 7c. Chipset ini nantinya akan digunakan untuk memberikan tenaga ke perangkat mobile yang menggunakan sistem operasi Windows 10 ARM atau ChromeOS.

“Snapdragon 7c Gen 2 menghadirkan inovasi terdepan dari portofolio komputasi kami ke perangkat entry-level dan perangkat dengan harga terjangkau pada generasi selanjutnya. Laptop yang didukung oleh platform ini akan mendefinisikan kembali mobile computing untuk pengguna di bidang pendidikan, pekerja garda depan, dan penggunaan ringan sehari-hari, memungkinkan perangkat yang andal dan kuat dengan teknologi AI yang canggih, dan mendukung daya baterai sampai beberapa hari,” kata Miguel Nunes, Senior Director, Product Management, Qualcomm Technologies, Inc. “Kami sangat senang dapat menghadirkan peningkatan generasi berikutnya ke platform entry-level kami untuk pengalaman mobile PC terbaik.”

Pasar yang dituju oleh Qualcomm dengan Snapdragon 7c Gen 2 ini adalah kelas pemula atau entry level. Tentunya hal ini membedakannya dengan Snapdragon 8cx dan 8c yang sudah ada. Perangkat ini nantinya akan berada di bawah harga $400 dan akan memiliki fungsi “Always On“.

Pada Snapdragon 7c Gen 2, prosesor Kryo 468 (berbasis ARM Cortex A76) yang ada didalamnya sudah ditingkatkan clock-nya menjadi 2.55 GHz. Selain itu, SoC ini juga dilengkapi dengan bus memori dual channel LPDDR4X, DSP Hexagon 692, ISP Spectra 255 untuk kamera, dan juga modem Snapdragon X15. Untuk fungsi audio, Aqstic juga sudah terpasang pada SoC ini.

Dengan menggunakan modem Snapdragon X15, perangkat yang menggunakan Snapdragon 7c akan bisa mengakses jaringan 4G seluler. Selain itu, WiFi 5 serta Bluetooh 5 juga sudah didukung pada chipset yang satu ini. Qualcomm juga membenamkan AI Engine generasi kelima yang bakal membantu komputasi AI. Qualcomm mengklaim bahwa mesin AI tersebut akan membuat perangkat menjadi lebih efisien.

Qualcomm juga mengklaim bahwa Snapdragon 7c Gen 2 akan memiliki kinerja hingga 10% lebih kencang jika dibandingkan dengan platform lainnya, termasuk Intel Atom. Selain itu, 7c Gen 2 juga menawarkan daya tahan baterai yang sangat panjang, hingga 19 jam dalam sekali pemakaian. Hal ini tentu saja sangat membantu mereka yang sedang bekerja di rumah atau juga sekolah di rumah.

Lenovo akan menjadi vendor laptop pertama yang bakal mengadopsi Snapdragon 7c Gen 2. Sayangnya, informasi mengenai seperti apa laptop yang bakal diluncurkan masih belum diumbar oleh kedua perusahaan tersebut.

“Kami percaya bahwa teknologi yang lebih pintar dapat memecahkan masalah, menciptakan peluang, dan mengubah cara kita hidup, belajar, bekerja, dan terhubung. Komitmen Qualcomm Technologies untuk memajukan teknologi selaras dengan visi Lenovo untuk memimpin dan memungkinkan Smarter Technology untuk semua,” kata Emily Ketchen, Chief Marketing Officer of Intelligent Devices Group, Lenovo. “Performa, efisiensi, dan konektivitas platform komputasi Snapdragon yang dikombinasikan dengan desain dan rekayasa Lenovo telah meningkatkan pengalaman pengguna untuk seluruh kebutuhan konsumen dan bisnis. Kami berharap dapat meluncurkan perangkat Lenovo baru dengan platform komputasi Snapdragon 7c Gen 2 di akhir tahun ini, dan lebih banyak kolaborasi dalam berinovasi bersama untuk masa depan komputasi kedepannya.”

Sayang memang, perangkat Snapdragon 7c Gen 2 masih menjadi tanda tanya di Indonesia. Hal ini memang mungkin disebabkan oleh minimnya peminat laptop ChromeBook. Selain itu, Windows 10 ARM juga masih memiliki keterbatasan pada aplikasi-aplikasi mereka. Semoga saja, Lenovo juga berminat memasukkan laptop ARM dengan Snapdragon 7c Gen 2 ke Indonesia.

Nvidia Umumkan Grace, CPU Berbasis ARM Pertamanya untuk Data Center

Saat Nvidia mengumumkan rencananya untuk mengakuisisi ARM tahun lalu, banyak yang menilai langkah tersebut sebagai upaya Nvidia untuk merebut pangsa pasar di segmen chipset smartphone. Namun kala itu Jen-Hsun Huang (CEO Nvidia) menjelaskan bahwa yang bakal menjadi fokus mereka dalam waktu dekat justru adalah di bidang data center dan cloud.

Beliau rupanya tidak asal bicara. Nvidia baru saja memperkenalkan CPU berbasis ARM anyar yang mereka juluki Grace, diambil dari nama salah satu pionir dunia pemrograman komputer, Grace Hopper. Grace merupakan CPU pertama Nvidia yang dirancang untuk digunakan di komputer-komputer server pada sebuah data center, kurang lebih sama seperti lini CPU Intel Xeon maupun AMD EPYC.

Alasan mereka merancang Grace sebenarnya cukup sederhana. Nvidia membutuhkan CPU server yang mendukung interface NVLink, yang memungkinkan komunikasi antara CPU dan GPU dalam kecepatan yang sangat tinggi (minimal 900 GB/s), jauh di atas yang interface PCI Express tawarkan saat ini (kurang lebih 30x lebih cepat).

Dengan bandwith sekaligus kecepatan yang amat tinggi yang Grace tawarkan, Nvidia pun memandangnya sebagai CPU yang paling ideal untuk ditandemkan dengan generasi selanjutnya dari GPU kelas server buatan mereka. Untuk menggambarkan kinerja komputer server yang menggunakan Grace secara keseluruhan, Nvidia memakai skenario melatih sistem natural-language processing dengan satu triliun parameter.

Menurutnya, pekerjaan ini dapat dilakukan dengan kecepatan 10x lebih tinggi daripada jika menggunakan lini komputer server besutan mereka saat ini, yakni Nvidia DGX yang mengandalkan CPU berbasis arsitektur x86.

Anggap saja sekarang kita membutuhkan waktu sekitar satu bulan untuk melatih suatu sistem natural language processing. Dengan Grace, waktu yang diperlukan bisa dipangkas hingga menjadi tiga hari saja. Tidak heran apabila kemudian Nvidia langsung mendapatkan klien besar meski Grace sendiri sebenarnya baru akan dirilis di tahun 2023.

Ilustrasi superkomputer Alps / Nvidia
Ilustrasi superkomputer Alps / Nvidia

Klien yang dimaksud adalah Swiss National Supercomputing Centre (CSCS), yang saat ini tengah membangun sebuah superkomputer AI bernama Alps. Prediksinya, Alps bakal menjadi superkomputer dengan performa AI tercepat (20 exaflop) saat sudah rampung dibangun di tahun 2023 nanti.

Selain itu, Nvidia juga sudah punya niatan untuk menggunakan Grace pada Atlan, sebuah chipset baru yang Nvidia rancang untuk mobil kemudi otomatis, yang estimasinya bakal hadir di tahun 2025.

Apa yang Nvidia lakukan ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dari Apple. Apple, seperti yang kita tahu, memutuskan untuk merancang sendiri prosesor laptop berbasis ARM karena tidak puas dengan keterbatasan yang mereka jumpai pada prosesor berbasis arsitektur x86. Nvidia juga demikian, hanya saja konteksnya untuk komputer server ketimbang consumer.

Sumber: Engadget dan AnandTech.

Qualcomm Siapkan Penerus Snapdragon 8cx

Qualcomm saat ini tidak hanya membuat cip yang digunakan pada platform Android, seperti Snapdragon seri 800. Qualcomm juga membuat sebuah cip yang dibuat khusus untuk memberikan tenaga pada perangkat komputer dan laptop, yaitu Snapdragon 8cx. Tentunya, Snapdragon 8cx bisa menjalankan sistem operasi Windows 10 for ARM. Ternyata, Qualcomm saat ini masih mengembangkan cip yang khusus untuk perangkat PC tersebut.

Ternyata, saat ini Qualcomm sedang mempersiapkan sebuah cip yang diberi nama SC8280. Sang penerus dari Snapdragon 8cx dan 8cx Gen 2 ini nantinya bakal menjadi cip ARM paling kuat untuk perangkat Windows 10 for ARM. SC8280 nantinya akan memiliki batas penggunaan RAM hingga 32 GB. Untuk Snapdragon 8cx, hanya bisa menggunakan RAM hingga 16 GB saja.

Melansir dari WinFuture, Qualcomm Snapdragon SC8280 ternyata memiliki ukuran 20 x 17 mm yang 2 mm lebih besar dari 8cx. Hal ini membuatnya bisa memiliki prosesor dengan inti lebih dari 8 core. Kemungkinan juga, SC8280 ini akan mengadopsi arsitektur terbaru dari ARM, yaitu Cortex A78. Snapdragon 888 sendiri menggunakan Cortex X1 dan A78 sebagai basis prosesor Kryo.

Selain dari sisi prosesornya, Qualcomm juga sedang menguji chipset ini dengan menggunakan layar 14 inci. SC8280 juga nantinya kemungkinan akan mendapatkan modem X55 yang sudah mendukung jaringan 5G. Jadi, laptop yang menggunakan cip Qualcomm terbaru ini nantinya bisa langsung menggunakan kartu SIM 5G, tergantung dari produsen yang memproduksinya.

WinFuture juga berspekulasi bahwa Qualcomm sedang mencoba melakukan perlawanan dengan hadirnya cip baru dari Apple, yaitu M1. Apple M1 sendiri tampil dengan sangat cemerlang dengan kinerjanya dibandingkan dengan prosesor Intel. Dengan mengeluarkan M1, Apple juga sudah membuat proyek Hackintosh terhenti.

Windows 10 for ARM sendiri juga sedang dikembangkan ke arah yang lebih baik. Microsoft sendiri sedang mengembangkan sebuah emulasi yang bisa membawa software Windows 10 x86 untuk bisa dijalankan pada Windows 10 for ARM. Selain itu, mereka juga sedang mengerjakan sebuah fitur di mana aplikasi Android bisa dijalankan pada platform Windows. Semua itu kemungkinan besar akan kita lihat pada tahun 2021 ini.

Sumber: WinFuture

Adobe Merilis Premiere Pro Beta Versi Apple Silicon, Fokus Pada Fungsi Pengeditan Inti

Adobe telah merilis beta publik pertama Premiere Pro versi Arm untuk macOS. Lewat pembaruan ini, pengguna Mac dengan chipset baru Apple M1 dapat menjalankan software edit video secara native.

Dalam pengumumannya, Adobe mencantumkan sejumlah bug yang diketahui dan fitur-fitur yang hilang. Adobe mengatakan beta publik pertama ini mencakup semua fungsi pengeditan inti dan alur kerja seperti warna, grafik, dan audio. Serta fitur production dan multicam dengan dukungan codec yang paling banyak digunakan seperti H.264, HEVC, dan ProRes.

Adobe akan mem-porting fitur Premiere Pro secara bertahap. Integrasi pihak ketiga seperti driver, efek, dan plugin perlu diperbarui oleh pengembangnya masing-masing agar dapat bekerja secara native di Apple Silicon.

Adobe juga telah merilis Premiere Rush dan Adobe Audition beta versi Arm, bergabung dengan aplikasi Adobe lainnya termasuk Photoshop dan Lightroom. Untuk mengunduh versi beta dari ketiga software tersebut, pengguna dapat mengaksesnya dari aplikasi Creative Cloud Desktop pada Mac dengan Apple M1.

Sebagai pengingat, Apple merilis tiga model Mac dengan chip Apple M1 yaitu MacBook Air, MacBook Pro 13 inci, dan Mac Mini pada bulan November. Ini chipset pertama Apple yang dirancang khusus untuk platform Mac dengan arsitektur Arm alias Apple Silicon. Artinya yang tertanam di Apple M1 bukan cuma prosesor saja, melainkan juga GPU dan memori (RAM) sekaligus.

Selain itu, Apple M1 sudah dibuat menggunakan proses pabrikasi 5 nanometer, dengan total jumlah transistor yang mencapai angka 16 miliar. Secara struktural, Apple M1 terdiri dari prosesor 8-core, GPU 8-core, dan Neural Engine 16-core.

Sumber: The Verge

Microsoft Rencanakan Update Besar di 2021: Windows 10X dan Bakal Bisa Jalankan Aplikasi Android?

Di bawah kepemimpinan Satya Nadella, Microsoft sepertinya lebih terbuka terhadap platform lain selain Windows. Hal ini sudah terbukti bahwa saat ini sistem operasi Windows bisa menjalankan binari dari Linux secara native. Hal ini tentu saja belum pernah terjadi di masa lampau. Lalu apa lagi yang baru?

Ternyata, saat ini Microsoft berencana untuk bisa menjalankan aplikasi yang khusus dibuat untuk sistem operasi Android. Hal ini sedang menjadi pembicaraan secara internal dari Microsoft untuk menambahkan runtime Android pada sistem operasi Windows 10. Laporan ini pertama kali disebut oleh Windows Central. Aplikasi tersebut nantinya bakal tersedia melalui Windows Store yang sudah ada pada setiap Windows 10.

Windows 10x

Jika hal ini terjadi, bayangkan saja berapa banyak aplikasi gratis yang bisa dijalankan pada sebuah PC. Selama ini, kita hanya bisa menjalankan aplikasi Android melalui sebuah emulator, seperti Bluestack atau NOX. Bahkan beberapa game Android juga sudah memiliki emulatornya tersendiri, seperti untuk PUBG Mobile dan Call of Duty Mobile. Namun belum diketahui apakah nantinya Microsoft akan bekerja sama dengan Google untuk menghadirkan Google Play ke Windows 10.

Microsoft juga nantinya bakal menghadirkan emulasi untuk aplikasi x86 64 bit pada Windows 10 ARM. Saat ini, masalah terbesar pada sistem operasi Windows 10 untuk ARM adalah minimnya aplikasi yang ada. Nantinya, sebagian besar software yang dapat berjalan di Windows 10 bakal bisa dijalankan pada Windows 10 ARM. Perangkat seperti Surface Pro X yang menggunakan Windows 10 ARM nantinya akan bisa menjalankan berbagai macam software x86.

Microsoft juga akan menghadirkan Windows 10X, sebuah sistem operasi yang akan menandingi ChromeOS. Windows 10X nantinya akan menjadi OS yang ringan, bisa membuat daya tahan baterai yang lebih panjang, serta dapat menjalankan aplikasi Windows 32 bit. Perangkat dengan sistem operasi ini nantinya bakal ada pada musim semi tahun 2021.

lenovo-yoga-720-15-subseries-feature-1-windows-10

 

 

Microsoft juga akan menghadirkan layanan baru yang disebut dengan Cloud PC. Layanan ini merupakan sebuah sistem operasi Windows yang berjalan pada Cloud di mana pengguna bisa melakukan instalasi aplikasi ke dalamnya dan dapat dijalankan dari perangkat mana pun. Hal ini pula yang bakal membuat Windows 10X bisa diinstalasikan software Windows 32 bit. Cloud PC nantinya akan terintegrasi dengan Microsoft 365 dan akan muncul pada menu Start dari sistem operasi Windows 10.

Sumber dan gambar: Windows Central

Apple Ungkap Generasi Baru Mac yang Dibekali Prosesor Bikinannya Sendiri

Setelah bertahun-tahun memercayakan pasokan prosesor lini Mac kepada Intel, Apple memutuskan sudah tiba saatnya bagi mereka untuk menggarap prosesor komputernya sendiri. Langkah ambisius ini pertama kali mereka umumkan di ajang WWDC 2020 pada bulan Juni lalu, dan realisasinya sudah bisa konsumen nikmati sekarang juga.

Chipset pertama Apple yang dirancang khusus untuk platform Mac ini mereka namai M1. Secara teknis, M1 merupakan sebuah system-on-a-chip (SoC) berarsitektur ARM – Apple Silicon kalau mengacu pada istilah yang digunakan Apple. Artinya, yang tertanam di M1 bukan cuma prosesor saja, melainkan juga GPU dan memory (RAM) sekaligus.

Seperti halnya chipset A14 yang terdapat pada iPhone 12 dan iPad Air generasi keempat, M1 juga dibuat menggunakan proses pabrikasi 5 nanometer, dengan total jumlah transistor yang mencapai angka 16 miliar. Secara struktural, chip M1 terdiri dari prosesor 8-core, GPU 8-core, dan Neural Engine 16-core.

Dalam presentasinya, Apple tidak segan memaparkan klaim demi klaim bahwa M1 tak hanya mempunyai kinerja yang lebih kencang daripada chip laptop pada umumnya, tapi juga menawarkan efisiensi daya yang jauh lebih tinggi. Apple mengilustrasikan bahwa kalau dibandingkan dengan “chip laptop terkini”, prosesor milik M1 sudah bisa menyamai performa maksimalnya hanya dengan mengonsumsi seperempat dari total energi yang dibutuhkan.

Untuk GPU-nya, Apple bilang total daya komputasinya mencapai 2,6 teraflop, paling tinggi untuk ukuran chip grafis terintegrasi. Apple bahkan sempat menunjukkan bagaimana game AAA seperti Baldur’s Gate 3 bisa berjalan mulus di M1. Meski demikian, kita juga tidak boleh lupa bahwa prosesor terbaru Intel juga punya performa gaming yang sangat mumpuni.

Selanjutnya, kehadiran Neural Engine berarti Mac yang ditenagai chip M1 bakal lebih cekatan dalam mengerjakan tugas-tugas berbasis machine learning seperti voice recognition, face recognition, object detection, dan lain sejenisnya. Hal ini cukup krusial mengingat belakangan semakin banyak aplikasi yang menawarkan fitur-fitur berbasis machine learning.

Eksistensi M1 secara otomatis juga menuntut Apple untuk mengoptimalkan macOS buat platform ARM, dan itulah yang mereka lakukan pada versi terbarunya, macOS Big Sur. Semua aplikasi bawaannya kini dapat berjalan secara native, namun Apple turut memastikan bahwa aplikasi pihak ketiga yang belum sempat di-update pun tetap bisa berjalan secara normal. Juga sangat menarik adalah fakta bahwa semua aplikasi iPhone dan iPad kini kompatibel dengan macOS.

Tiga Mac pertama yang dibekali chip M1

MacBook Air M1

Apple bilang bahwa proses transisi dari platform Intel ke Apple Silicon ini bakal memakan waktu sekitar dua tahun. Di tahap awal ini, mereka langsung memperbarui tiga model Mac sekaligus dengan chip M1, yaitu MacBook Air, MacBook Pro 13 inci, dan Mac Mini.

Memilih MacBook Air sebagai kandidat pertama merupakan keputusan yang sangat rasional. Pasalnya, Air selama ini merupakan model terlaris dari seluruh lini Mac, dan ia juga merupakan laptop paling terjangkau yang Apple jual saat ini. Di saat yang sama, Air juga adalah yang paling lemah kinerjanya di antara model MacBook lain.

Berkat penggunaan chip M1, Apple mengklaim kinerja prosesor MacBook Air bisa naik sampai 3,5x dibanding generasi sebelumnya. Performa grafisnya malah bisa 5x lebih kencang, dan pada praktiknya, MacBook Air yang ditenagai chip M1 ini sanggup mengedit sekaligus memutar video 4K dalam format ProRes di aplikasi Final Cut Pro tanpa kesulitan.

Semua itu tanpa mengorbankan efisiensi energinya. Menurut Apple, baterai milik MacBook Air generasi terbaru ini baru akan habis setelah dipakai menonton video selama 18 jam, atau 6 jam lebih lama daripada generasi sebelumnya.

Selebihnya, MacBook Air generasi terbaru ini masih mengadopsi desain yang sama persis seperti sebelumnya. Harga jualnya pun tidak berubah, masih $999 untuk konfigurasi terendahnya.

MacBook Pro M1

Selain MacBook Air, M1 juga mendapat tempat di MacBook Pro 13 inci. Hal ini tentu terdengar menarik, sebab selama ini lini MacBook Pro selalu menawarkan performa yang lebih tinggi daripada MacBook Air. Berhubung sekarang chipset yang digunakan sama persis, keduanya tentu menawarkan kinerja yang identik, bukan?

Tidak sepenuhnya, sebab ada satu perbedaan fundamental: MacBook Pro 13 inci datang membawa kipas pendingin, sedangkan MacBook Air sama sekali tidak dilengkapi kipas. Asumsi saya, ini berarti MacBook Pro mampu mempertahankan performa puncaknya lebih lama daripada MacBook Air. Dengan kata lain, performa MacBook Pro 13 inci semestinya bisa lebih konsisten ketimbang MacBook Air meski mengemas chipset yang identik.

Lalu kalau dikomparasikan dengan MacBook Pro generasi sebelumnya, Apple bilang ada peningkatan performa CPU hingga 2,8x dan GPU sampai 5x. Kala dipraktikkan, ini berarti MacBook Pro 13 inci dengan chip M1 mampu memutar video 8K dalam format ProRes di aplikasi DaVinci Resolve secara lancar.

Selain performa yang lebih konsisten, keuntungan lain memilih MacBook Pro 13 inci ketimbang MacBook Air adalah daya tahan baterai yang lebih lama lagi, sampai 20 jam pemutaran video nonstop kalau kata Apple, atau dua kali lebih awet daripada generasi sebelumnya.

Sisanya lagi-lagi sama. Touch Bar-nya masih sama, dan secara keseluruhan tidak ada sedikit pun yang berubah dari bentuknya. Apple juga masih mempertahankan harga jual mulai $1.299 untuk MacBook Pro 13 inci. Namun yang menarik, Apple juga masih menjual MacBook Pro 13 inci yang ditenagai prosesor Intel.

Pertanyaannya, untuk apa Anda harus memilih MacBook Pro 13 inci versi Intel kalau sudah ada yang versi M1? Saya menemukan setidaknya ada dua skenario, yakni ketika Anda membutuhkan kapasitas RAM yang lebih besar dari 16 GB, dan apabila dua port USB-C saja tidak cukup buat Anda. Jadi kalau Anda merasa RAM 32 GB dan empat port USB-C itu wajib, sejauh ini opsi tersebut cuma ada pada versi Intel.

Mac Mini M1

Terakhir, chip M1 juga ikut merambah segmen desktop, dimulai dari Mac Mini. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, Mac Mini yang ditenagai chip M1 ini diyakini mampu menyuguhkan kinerja CPU 3x lebih kencang dan kinerja grafis 6x lebih gegas.

Untuk mengilustrasikan peningkatan performanya, Apple bilang bahwa Mac Mini dengan chip M1 mampu membuka tiga kali lebih banyak plugin pada aplikasi Logic Pro, serta sanggup menjalankan game Shadow of the Tomb Raider pada frame rate 4x lebih tinggi. Sama seperti MacBook pro 13 inci, Mac Mini turut dilengkapi kipas pendingin demi meminimalkan terjadinya thermal throttling.

Yang paling menarik, Mac Mini generasi baru ini dibanderol mulai $699, atau $100 lebih murah daripada harga generasi sebelumnya yang ditenagai prosesor quad-core Intel. Di Amerika Serikat, ketiga Mac versi ARM ini sudah mulai dipasarkan sekarang juga.

Sumber: Apple 1, 2.