God of War Akhirnya Resmi Masuk ke PC Tahun Depan

Perlahan tapi pasti, Sony akhirnya mengumumkan satu per satu game-game eksklusifnya ke platform PC. Bila sebelumnya Horizon Zero Dawn dan Uncharted 4 telah resmi diumumkan, kini giliran salah satu judul terbesar PlayStation 4 yaitu God of War yang diumumkan akan singgah ke PC.

God of War yang dirilis pada 2018 silam ini merupakan salah satu game eksklusif terbaik yang dimiliki Sony. Game ini berhasil menyabet berbagai penghargaan dan juga terjual hingga 19,5 juta kopi pada Agustus 2021 lalu. 3 tahun setelah dirilis, para gamer PC kini berkesempatan untuk bertualang dengan Kratos.

Hal ini juga menjadi momen penting bagi para gamer PC karena ini adalah kali perdana God of War tidak lagi menjadi game eksklusif untuk konsol milik Sony dan masuk ke PC setelah bertahan sejak 2005.

Trailer khusus juga dibuat oleh Sony untuk memberitahukan masuknya game ini ke platform PC. Nantinya game ini akan tersedia baik lewat Steam maupun Epic Games Store. Sedangkan game-nya sendiri akan dirilis pada 14 Januari 2022.

Senior Community Manager dari Santa Monica Studio, Grace Orlady juga menunjukkan antusiasmenya untuk dapat membawa karya terbaik timnya tersebut ke PC.

“Tujuan utama kami membawa God of War ke platform PC adalah untuk menyoroti konten-konten yang telah dibuat oleh tim kami dan memanfaatkan kekuatan hardware yang ditawarkan platform (PC) tersebut untuk menghadirkan versi performa tinggi dan juga menakjubkan untuk game ini.” Ungkap Grace di postingan blog resminya.

Image Credit: Sony

God of War versi PC ini nantinya tidak akan menawarkan konten tambahan dari game-nya. Namun ia akan mendukung opsi resolusi ‘true 4K’ dan juga framerate tanpa batas. Game-nya juga akan dibekali dengan pengaturan grafis yang dapat diatur untuk memaksimalkan performa PC masing-masing.

Para pemain yang nantinya membeli God of War versi PC juga akan menerima beberapa item eksklusif dari game-nya, antara lain:

  • Set Death’s Vow Armor untuk Kratos dan Atreus
  • Skin tameng Exile’s Guardian
  • Skin tameng Buckler of the Forge
  • Skin tameng Shining Elven Soul
  • Skin tameng Dökkenshieldr

Sayangnya hingga berita ini diangkat, God of War PC ini masih belum mengumumkan detail spesifikasi yang dibutuhkan untuk memainkan game ini. Kemungkinan, Santa Monica Studios akan merilis detail spesifikasi tersebut pada trailer berikutnya yang mungkin sekaligus memamerkan fitur-fitur yang akan ada di PC.

RazerCon 2021: Razer Makin Serius di Bisnis Komponen PC, Plus Ungkap Kursi Gaming Baru

Di titik ini, kita semua semestinya sudah menyadari kalau Razer bukan lagi sebatas produsen periferal. Portofolio produknya sudah meluas ke banyak kategori, bahkan sampai ke ranah masker elektronik sekalipun.

Namun Razer rupanya masih belum puas. Agenda terbarunya adalah mengusik pasar komponen PC. Tanda-tandanya sebenarnya sudah bisa diendus sejak tahun lalu, tepatnya ketika mereka merilis casing PC pertamanya, dan sekarang upaya tersebut terus dilanjutkan hingga mencakup lebih banyak kategori seperti all-in-one (AIO) liquid cooler, kipas casing, dan power supply unit (PSU).

Kita awali dari AIO liquid cooler-nya terlebih dulu, yakni Razer Hanbo. Seperti produk serupa dari banyak brand lain, Hanbo merupakan hasil kolaborasi Razer bersama Asetek. Artinya, kalau Anda sudah familier dengan mayoritas AIO liquid cooler yang beredar di pasaran, Anda pasti tidak akan kesulitan memasang Hanbo di PC Anda.

Hanbo hadir dalam dua ukuran radiator: 240 mm atau 360 mm. Wujudnya secara keseluruhan tampak sleek, khas produk-produk Razer pada umumnya. Lucunya, berhubung logo Razer tidak bisa kita bolak-balik dan akan tetap terlihat normal dalam orientasi apapun, posisi pompanya pun tidak terbatas pada satu konfigurasi casing saja.

Agar PC Anda bisa terlihat semakin meriah, ada kipas Razer Kunai yang hadir dalam ukuran 120 mm atau 140 mm. Layaknya kipas komputer modern, Kunai juga mengadopsi teknologi pulse width modulator (PWM), dan Razer pun turut menawarkan aksesori opsional PWM PC Fan Controller yang bisa mengakomodasi hingga 8 unit Kunai sekaligus. Pengaturan fan curve-nya dapat langsung diakses melalui software Razer Synapse.

Selanjutnya, ada PSU modular Razer Katana yang tingkat efisiensinya memenuhi standar 80 Plus Platinum. Razer tidak bilang siapa produsen aslinya (OEM), tapi yang pasti Katana tersedia dalam berbagai kapasitas, mulai dari 750 sampai 1.200 watt. Buat yang bujetnya tidak terbatas, tersedia pula varian 1.600 watt dengan efisiensi 80 Plus Titanium.

Kecuali Katana, Razer bakal memasarkan produk-produk komponen barunya ini di antara bulan Oktober-November tahun ini juga. Sejauh ini yang sudah punya harga resmi barulah Kunai (mulai $45) dan PWM PC Fan Controller ($50). Harga tersebut menempatkannya di segmen premium, dan saya tidak akan terkejut seandainya Hanbo dan Katana juga demikian.

Razer cukup serius menghadapi pasar komponen PC ini. Saking seriusnya, mereka tidak segan merekrut Richard Hashim untuk memimpin divisi barunya ini. Buat yang tidak tahu, Richard Hashim merupakan salah satu karyawan pertama yang direkrut oleh Corsair di tahun 1995. Pengalamannya di bidang komponen PC tentu sudah tidak perlu diragukan lagi.

Mungkin dalam beberapa tahun ke depan, bukan tidak mungkin kita bisa merakit PC sepenuhnya menggunakan produk-produk Razer.

Lineup kursi gaming baru: Razer Enki

Dalam kesempatan yang sama, Razer turut memperkenalkan lineup kursi gaming anyar bernama Enki. Kursi ini terdiri dari tiga model yang berbeda (urut dari yang paling murah): Enki X, Enki, dan Enki Pro.

Berbeda dari Razer Iskur yang berfokus pada aspek ergonomi untuk memberikan postur duduk terbaik, Enki sepenuhnya memprioritaskan aspek kenyamanan. Jadi, kalau Anda mau duduk dalam posisi yang ideal, pilih Iskur. Namun kalau Anda ingin duduk selama berjam-jam nonstop, Enki bisa menjadi pilihan yang lebih tepat.

Menurut Razer, rahasianya terletak pada distribusi berat yang optimal. Bagian dudukan Enki telah dirancang supaya tekanan pada area panggul bisa merata di antara sisi kiri dan kanan, dan ini diyakini bisa membuat pengguna lebih nyaman duduk berlama-lama tanpa perlu mengubah posisinya.

Lebih lanjut, area dudukan Enki cukup lebar di angka 21 inci, dan kadar empuk bantalannya berbeda dari yang disematkan di bagian sandaran. Bagian yang menempel ke punggung ini sendiri tetap dilengkapi penopang lumbar, meski memang tidak adjustable seperti milik Iskur. Kemiringannya (recline) bisa diatur sampai 152°.

Enki memiliki sandaran punggung yang cukup lebar dan berkontur. Di bagian kepala, terdapat bantalan memory foam yang bisa dilepas-pasang. Untuk materialnya, Enki menggunakan kain sekaligus kulit sintetis. Lalu untuk sandaran tangannya, Enki sudah dibekali 4D armrest.

Kalau mau material yang lebih premium, maka konsumen bisa melirik Enki Pro yang menukar bahan kain tersebut dengan alcantara. Bantalan di sandaran punggungnya juga mempunyai tingkat kepadatan yang berbeda; agak keras di bagian pinggir, tapi lebih empuk di area tengah. Agar lebih praktis, bantalan untuk kepalanya bisa dilepas-pasang secara magnetis ketimbang mengandalkan strap.

Selisih harga di antara keduanya cukup jauh; Enki dibanderol $399, sementara Enki Pro dipatok $999. Alternatifnya, tersedia pula Enki X yang dihargai cuma $299. Khusus model termurah ini, ia tidak punya bantalan kepala dan hanya dibekali dengan 2D armrest.

Sumber: Razer.

RazerCon 2021: Razer Luncurkan Masker Zephyr dan Headset Nirkabel Kraken V3 Pro

Melanjutkan tradisi tahunan baru yang dimulai tahun kemarin, Razer resmi menggelar event RazerCon 2021. Seperti biasa, Razer memanfaatkan kesempatan ini untuk merilis sejumlah produk baru. Dua di antaranya yang akan saya bahas di artikel ini adalah Razer Zephyr dan Razer Kraken V3 Pro.

Kita mulai dari Zephyr dulu, yang sebelumnya kita kenal dengan nama Project Hazel. Kalau Anda familier dengan masker elektronik bikinan LG, Anda semestinya bisa langsung paham fungsi yang ditawarkan oleh Razer Zephyr sebagai sebuah “wearable air purifier”.

Dalam sesi presentasi tertutup yang saya ikuti bersama sejumlah awak media lain, Razer menjelaskan bahwa selama mengembangkan Zephyr, mereka menitikberatkan pada tiga aspek berikut: Safe, Social, dan Sustainable.

Aspek yang pertama diwujudkan melalui tiga buah filter N95 grade — dua di sisi kiri dan kanan, satu kecil di tengah — dengan perlindungan dua arah dan tingkat efisiensi penyaringan sebesar 99%. Razer pun tidak lupa menyematkan dua kipas intake dengan dua mode kecepatan (4.200 atau 6.200 RPM) sebagai opsi untuk memperlancar sirkulasi udara.

Razer turut membekali Zephyr dengan sepasang karet silikon yang menyangga bagian hidung dan dagu supaya perangkat benar-benar bisa menutup rapat hidung dan mulut pengguna. Di bagian belakang, kita juga bisa melihat sepasang strap yang adjustable guna menambah kenyamanan sekaligus mencegah masker mudah terlepas.

Terkait aspek yang kedua, Razer sengaja merancang Zephyr dengan cover plastik transparan dan lapisan anti-kabut agar wajah penggunanya bisa terlihat dengan cukup jelas. Bagian dalamnya bahkan dibekali pencahayaan sehingga ekspresi wajah penggunanya tetap bisa terlihat di berbagai kondisi pencahayaan.

Bicara soal pencahayaan, bukan produk Razer namanya kalau tidak ada sistem pencahayaan RGB, dan Zephyr pun rupanya tidak luput dari itu. Ketimbang sebatas tampil berbeda dengan masker non-konvensional, kenapa tidak sekalian saja mengundang perhatian dengan lampu warna-warni yang dapat dikustomisasi via aplikasi?

Ada kipas dan lampu, berarti Zephyr sudah pasti dibekali baterai. Dalam sekali pengisian, daya tahan baterainya diklaim bisa mencapai paling lama hingga 8 jam dengan mode kecepatan kipas rendah dan semua pencahayaan dimatikan. Kalau semuanya menyala dan kipas berputar dalam kecepatan maksimum, maka daya baterainya akan turun menjadi 3,5 jam. Kalaupun baterainya habis, pengguna dijamin masih bisa bernapas dengan baik walau kipasnya mati.

Lanjut ke aspek yang ketiga, Razer ingin memastikan bahwa perangkat ini bisa membantu mengurangi jumlah sampah yang diakibatkan oleh penggunaan masker sekali pakai. Untuk itu, Razer merancang agar filter milik Zephyr bisa tetap efisien sampai tiga hari pemakaian sebelum akhirnya perlu diganti dengan yang baru.

Lalu apakah filter tambahannya cuma bisa dibeli dari Razer? Tentu saja, tapi Razer juga bilang bahwa pengguna bebas menyelipkan filter lain jika mau, dengan catatan ukuran filternya pas dan bisa menutupi lubang di kiri, kanan, dan tengah Zephyr secara menyeluruh.

Rencananya, Razer Zephyr akan dijual seharga $100, sudah termasuk 3 set filter (untuk pemakaian selama 9 hari), atau dalam bundel Zephyr Starter Pack seharga $150 yang mencakup 33 set filter (untuk pemakaian selama 99 hari). Filter ekstranya sendiri bisa dibeli secara terpisah seharga $30 per 10 set. Setiap unit Zephyr di-cover oleh garansi selama satu tahun.

Setidaknya untuk sekarang, Zephyr hanya bisa dibeli secara eksklusif melalui Razer.com, akan tetapi perwakilan Razer sempat bilang bahwa mereka bakal mengusahakan agar produk ini juga bisa tersedia di Indonesia. Kapan pastinya masih belum diketahui.

Razer Kraken V3 Pro

Beralih ke Kraken V3 Pro, ini merupakan headset nirkabel yang mengunggulkan teknologi haptic feedback Razer HyperSense. Teknologi ini memang bukan hal baru, dan Razer sendiri pertama menerapkannya tiga tahun lalu melalui headset bernama Nari Ultimate. Namun tentu sudah ada penyempurnaan yang Razer terapkan di Kraken V3 Pro.

Utamanya, Razer mengklaim bahwa HyperSense mampu bekerja di rentang frekuensi yang lebih luas ketimbang teknologi haptic tradisional. Alhasil, pengguna bakal merasakan sensasi getaran yang lebih natural daripada biasanya.

Haptic di Kraken V3 Pro juga memiliki efek stereo. Artinya, pengguna dapat merasakan getaran di telinga kiri dan kanan secara terpisah, tergantung apa yang sedang tersaji dalam game. Contohnya, kalau pengguna mendengar ada ledakan dari sisi kiri, maka getarannya juga akan terasa di telinga sebelah kiri saja.

Namun yang menurut saya paling istimewa adalah, HyperSense bekerja secara real-time, dengan waktu pemrosesan tidak lebih dari 5 milidetik. Itu berarti HyperSense tidak memerlukan integrasi dengan tiap-tiap game. Selama game atau konten lainnya bisa menghasilkan suara, maka efek getarannya juga akan terasa.

Bukankah aneh seandainya efek haptic tetap muncul selagi pengguna hanya mendengarkan musik? Andai pengguna merasa demikian, matikan saja efek haptic-nya via tombol di earcup sebelah kanan. Tombol yang sama ini juga berfungsi untuk mengatur intensitas getarannya di tiga tingkatan (low, medium, high).

Juga istimewa adalah, HyperSense di Kraken V3 Pro tidak memerlukan driver khusus maupun software Razer Synapse agar bisa bekerja. HyperSense bahkan bisa aktif selagi headset tersambung ke smartphone via kabel 3,5 mm. Sayang perangkat ini tidak punya koneksi Bluetooth.

Terkait kinerja audionya, Kraken V3 Pro mengandalkan driver TriForce Titanium berdiameter 50 mm yang sama seperti di BlackShark V2 Pro, lengkap dengan dukungan terhadap fitur THX Spatial Audio.

Kemudian soal kenyamanan, Razer membekali Kraken V3 Pro dengan pelapis earpad yang terbuat dari kombinasi bahan kain plus kulit sintetis. Jadi yang menempel pada sekitaran telinga adalah kain, sementara sisi samping bantalannya terbuat dari kulit demi memastikan bass yang dihasilkan tetap terasa mantap.

Kenapa tidak memakai bahan Flowknit seperti BlackShark saja? Well, kalau menurut Razer sendiri, Flowknit rupanya tidak kompatibel dengan haptic. Jadi memang material hybrid tadi adalah satu-satunya pilihan untuk Kraken V3 Pro.

Dalam sekali pengisian, baterai Kraken V3 Pro diyakini mampu bertahan selama 11 jam pemakaian (dengan semua pengaturan di level maksimum). Kalau haptic dan pencahayaan RGB-nya dimatikan (jadi headset wireless biasa), maka perangkat bisa beroperasi sampai 40 jam. Charging-nya sendiri sudah mengandalkan USB-C.

Razer Kraken V3 Pro kabarnya akan tersedia pada kuartal ke-4 tahun ini dengan banderol $200. Alternatifnya, Razer juga akan lebih dulu memasarkan Kraken V3 dan Kraken V3 HyperSense di bulan Oktober ini juga, masing-masing seharga $100 dan $130.

Kedua headset ini lebih murah karena sama-sama masih mengandalkan kabel. Meski begitu, keduanya tetap mewarisi beberapa fitur andalan milik Kraken V3 Pro, mulai dari driver TriForce Titanium sampai lapisan earpad berbahan hybrid itu tadi.

Khusus Kraken V3 HyperSense, tentunya ada teknologi haptic yang advanced itu tadi, akan tetapi ia cuma bisa digunakan dengan PC saja via kabel USB (tidak ada jack 3,5 mm seperti di Kraken V3 Pro). Kedua headset ini juga mengandalkan mikrofon cardioid biasa, berbeda dari Kraken V3 Pro yang dibekali mikrofon supercardioid.

FIFA Tidak Tertarik Kontrak Eksklusif untuk Game dan Esports

Kabar mengenai putusnya hubungan antara FIFA dengan publisher Electronic Arts (EA) memang mengejutkan banyak fans di seluruh dunia. Apalagi EA ternyata sudah bersiap-siap untuk mengganti nama game sepak bolanya dengan EA Sports FC. Sedangkan FIFA diposisikan sebagai pihak yang menolak tawaran EA dengan meminta biaya lisensi yang sangat tinggi.

Federasi sepak bola internasional itupun akhirnya buka suara, lewat postingan blog terbarunya FIFA menjelaskan bahwa mereka ingin mengganti strateginya dengan mengembangkan portofolio video game dan esports-nya. Tujuannya, untuk memberikan keuntungan bagi semua pihak yang terlibat.

FIFA juga optimis dan bersemangat terhadap masa depan mereka di industri video game dan esports. Mereka kini terbuka untuk bekerja sama dengan lebih dari satu developer dan publisher game baru, karena FIFA merasa bahwa pasar video game butuh untuk dikontrol lebih dari satu pihak secara eksklusif.

Untuk sekarang, FIFA mengatakan tengah melakukan pendekatan dengan berbagai pemain dari industri game termasuk para developer, investor, dan juga analis untuk membangun rencana jangka panjang dari sektor game, esports, dan hiburan interaktif. Bahkan FIFA mengklaim bahwa banyak perusahaan teknologi dan mobile yang bersaing untuk mendapatkan lisensi dari FIFA.

FIFA memperkenalkan platform esports-nya yang diberi nama FIFA E. Image Credit: FIFA

Video game dan esport disebut sebagai media dengan pertumbuhan paling cepat saat ini. Sehingga FIFA dan para pemegang saham merasa bahwa mereka harus memaksimalkan semua peluang masa depan untuk fans sepak bola dan juga video game. Untuk awalnya, FIFA akan menggunakan nama FIFA World Cup dan FIFA Women’s World Cup sebagai platform mereka untuk meluncurkan dan mengintegrasikan penawaran game baru dan esports.

Di samping nama besar dan kepercayaan diri, FIFA tetap memiliki tugas yang berat untuk membangun kembali game mereka selanjutnya dari nol. Apalagi para pemain game sepak bola memiliki standar yang tinggi dan terus meningkat pada setiap seri baru terutama masalah grafis dan gameplay-nya.

FIFA juga harus segera mengejar ketertinggalan karena mulai tahun depan kemungkinan besar EA akan mulai meluncurkan judul mereka sendiri. Belum lagi persaingan juga datang dari eFootball milik Konami yang akan terus disempurnakan dan juga game sepak bola terbaru UFL yang mungkin juga bisa menjadi kuda hitam nantinya.

Tekno: Facebook Dikabarkan Ingin Ganti Nama untuk Rebranding

Mengutip dari The Verge, Facebook dikabarkan ingin mengganti nama perusahaannya pekan depan agar dapat menunjukkan fokus barunya membangun metaverse.

Jika Anda masih bingung dengan apa itu metaverse, kami sempat membahas definisi dan signifikansinya beberapa waktu lalu.

Rencananya, pergantian namanya akan diumumkan oleh sang CEO, Mark Zuckerberg pada konferensi Connect tahunan mereka pada 28 Oktober. Namun pengumuman ini bisa juga dilakukan lebih cepat. Rebranding yang dilakukan ini disebabkan karena Facebook ingin dikenal lebih dari sekadar media sosial. Rebranding ini juga diprediksi akan mengubah posisi Facebook sebagai perusahaan induk yang di bawahnya ada Instagram, WhatsApp, Oculus, dan kawan-kawannya.

Pada bulan Juli lalu, di wawancara dengan The Verge, Zuckerberg sempat mengatakan jika selama beberapa tahun ke depan, “kami akan mulai transisi untuk mengubah persepsi orang atas kami dari perusahaan media sosial menjadi perusahaan metaverse.”

Di lain pihak, rebranding juga bisa menjadi solusi atas image dan sentimen negatif yang menghantui Facebook beberapa tahun belakangan. Beberapa waktu lalu, seorang mantan karyawan Facebook, Frances Haugen, membocorkan sejumlah dokumen internal ke Wall Street Journal dan bersaksi di depan dewan Amerika Serikat. Salah satu dokumen internal yang dibocorkan adalah hasil riset internal yang mengatakan jika 30% remaja perempuan merasa Instagram membuat mereka lebih insecured dengan tubuhnya.

Tiga tahun yang lalu, skandal Cambridge Analytica juga terbongkar ke publik. Buat yang kurang familiar dengan skandal tadi, Christopher Wylie yang sebelumnya bekerja dengan Cambridge Analytica sempat memberikan komentarnya ke The Observer, “Kami mengeksploitasi Facebook untuk mengumpulkan jutaan profil pengguna. Dan, kami membangun model untuk mengeksploitasi informasi pribadi dan menargetkan kebencian (inner demons) mereka. Itulah fondasi dari keseluruhan perusahaan ini.”

Pergantian nama dengan tujuan rebranding sebenarnya juga pernah dilakukan oleh perusahaan raksasa lain. Google, di 2015, mengubah struktur dan membuat induk perusahaan yang bernama Alphabet. Hal ini dilakukan karena Google tidak ingin hanya dikenal sebagai perusahaan search engine tapi juga ekspansinya ke mobil otomatis dan teknologi kesehatan.

Gigabyte Ungkap Project Cielo, Konsep Gaming PC Portabel yang Dilengkapi 5G

Portabel bukanlah kata sifat yang kerap diasosiasikan dengan sebuah gaming PC. Namun itu tidak mencegah Gigabyte menggunakan kata tersebut dalam mendeskripsikan konsep gaming PC terbarunya.

Dinamai Project Cielo, perangkat ini pada dasarnya merupakan sebuah gaming PC portabel yang nyaris sepenuhnya wireless. Saya bilang nyaris karena ia tidak dibekali layar sendiri, dan itu berarti penggunanya masih perlu setidaknya satu kabel untuk menyambungkan perangkat ke monitor, TV, atau proyektor.

Sepintas bentuknya kelihatan seperti beberapa unit robot vacuum cleaner yang ditumpuk. Tiap-tiap tingkatan tersebut sebenarnya merupakan modul yang terpisah: modul PC di atas, modul baterai di tengah, dan modul speaker Bluetooth di bawah.

Menariknya, ketiga modul tersebut tidak selamanya harus digunakan secara bersamaan. Pengguna juga bisa memakai beberapa kombinasi yang berbeda, seperti misalnya modul PC dan speaker saja untuk pemakaian di rumah, atau modul speaker plus baterai saja untuk meramaikan acara pesta.

Daya tarik lain dari konsep ini adalah 5G. Ya, perangkat ini memiliki antena 5G yang terintegrasi ke sasisnya. Namun yang menarik perhatian saya pribadi adalah, di siaran persnya, Gigabyte ada menyebut bagaimana 5G di perangkat ini dapat memberikan akses instan ke layanan cloud gaming. Pertanyaan saya: kalau kinerjanya sudah mumpuni, kenapa masih harus mengandalkan cloud gaming?

Well, sayangnya Gigabyte tidak merincikan spesifikasi Project Cielo sama sekali, jadi kita pun belum punya gambaran seperti apa kinerjanya saat dipakai bermain judul-judul game AAA.

Gigabyte juga tidak menyinggung soal aspek upgradability dari Project Cielo; apakah komponen-komponennya bisa diganti dengan generasi yang lebih baru, entah secara tradisional atau via modul khusus seperti yang diterapkan oleh Razer dan Intel. Sejauh ini memang belum ada informasi-informasi semacam itu, mungkin karena status perangkatnya yang memang masih sebatas konsep.

Gigabyte melihat Project Cielo sebagai manisfestasi visi mereka akan masa depan PC gaming. Mereka percaya 5G bakal berperan besar dalam menghadirkan pengalaman PC gaming di mana saja dan kapan saja, dan desain non-konvensional seperti ini dibutuhkan demi visi tersebut.

Apakah Project Cielo bakal direalisasikan menjadi produk yang bisa dibeli konsumen ke depannya? Sejauh ini masih belum ada yang tahu.

Sumber: PC Gamer dan PR Newswire.

Ubisoft Dirumorkan Menyetujui Pengembangan Splinter Cell Baru

Ubisoft sepertinya tengah disibukkan dengan beragam proyek termasuk menghidupkan kembali judul-judul lama mereka. Bila sebelumnya seri Drivers tengah dihidupkan kembali untuk menjadi sebuah serial live-action, kini giliran seri Splinter Cell yang dikabarkan akan mendapatkan game baru.

Seri Splinter Cell sendiri telah vakum hampir 10 tahun. Meskipun sang protagonis Sam Fisher sempat muncul sebagai cameo di beberapa game Ubisoft lain seperti Ghost Recon: Wildlands, namun hal tersebut tidak mengobati kerinduan para fans untuk mendapatkan game Splinter Cell baru.

Berita baiknya, Ubisoft dikabarkan tengah mengembangkan seri terbaru Splinter Cell ini untuk mengambil kembali hati para fans yang merasa frustasi dengan usaha Ubisoft beberapa tahun terakhir. Dilansir dari VGC, sumber yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa game Splinter Cell ini masih dalam tahap pengembangan awal.

Sayangnya tidak jelas studio Ubisoft mana yang akan mengerjakan proyek baru ini, mengingat beberapa seri sebelumnya juga dikerjakan oleh studio yang berbeda-beda. Namun disebutkan bahwa game ini tidak akan dikerjakan oleh Ubisoft Montreal.

Image credit: Ubisoft

Sumber tersebut juga mengatakan bahwa ada kemungkinan kecil bahwa game ini akan diumumkan tahun depan. Meskipun tidak ada kepastian mengenai pernyataan ini, mengingat pihak Ubisoft juga tidak memberikan konfirmasi apapun mengenai bocoran ini.

Ubisoft sebenarnya telah mencoba membawa kembali Splinter Cell tahun lalu, namun banyak fans tidak gembira dengan proyek terbaru yang ternyata adalah game Virtual Reality (VR) yang dibuat lewat kerja sama dengan Facebook untuk Oculus.

CEO Ubisoft, Yves Gullemot bahkan menyebut bahwa membawa kembali Splinter Cell merupakan tugas yang berat bagi tim mereka. Pihak Ubisoft merasa bahwa mereka harus membawa sesuatu yang berbeda untuk seri ini namun para fans selalu menekankan untuk tidak mengubah banyak hal. Tekanan-tekanan tersebut bahkan disebut membuat banyak anggota tim yang takut untuk mengerjakan Splinter Cell.

Yves juga menjelaskan bahwa absennya Splinter selama beberapa tahun silam adalah karena kesuksesan judul-judul lain seperti Assassin’s Creed ditambah dengan judul-judul baru seperti Watch Dogs dan The Division yang menyedot semua sumber daya milik Ubisoft.

Viewerships Q3 2021, Facebook Gaming Jadi Platform Streaming Game dengan Pertumbuhan Tertinggi

Viewership dari berbagai platform streaming game pada 2020 naik pesat berkat pandemi COVID-19. Namun, sekarang, kehidupan mulai kembali normal di sejumlah negara. Masyarakat pun bisa kembali beraktivitas seperti semula. Meskipun begitu, secara keseluruhan, viewership di berbagai platform streaming game masih menunjukkan kenaikan. Hal ini membuktikan, tingkat konsumsi masyarakat akan konten streaming game memang naik. Berikut laporan viewership dari Stream Hatchet untuk Q3 2021.

Viewership dari 3 Platform Streaming Game di Q3 2021

Pada Q3 2021, total hours watched dari semua platform streaming game adalah 8,2 miliar jam. Angka ini sedikit turun jika dibandingkan dengan total hours watched pada Q2 2021, yang mencapai 9 miliar jam. Menurut Stream Hatchet, salah satu alasan mengapa viewership pada Q3 2021 sedikit turun dari kuartal sebelumnya adalah karena kantor, restoran, dan tempat hiburan telah mulai dibuka. Hal ini mendorong orang-orang untuk pergi dari keluar rumah. Jadi, waktu yang bisa mereka habiskan untuk menonton streamers berkurang.

Meskipun begitu, total hours watched dari semua platform streaming game pada Q3 2021 tetap lebih tinggi daripada Q2 2020, yang hanya mencapai 7,7 miliar jam. Artinya, masyarakat memang mengonsumsi lebih banyak konten streaming dari sebelumnya. Pada Q4 2021, kemungkinan, viewership dari berbagai platform streaming game akan kembali naik. Pasalnya, ada berbagai game baru yang akan diluncurkan dalam beberapa bulan ke depan, seperti Age of Empires 4, Battlefield 2042, dan Halo Infinite.

Sampai saat ini, industri streaming game masih dikuasai oleh tiga platform, yaitu Twitch milik Amazon, YouTube Gaming, dan Facebook Gaming. Di antara ketiga platform tersebut, Twitch masih menjadi platform nomor satu di dunia. Sepanjang 2021, total hours watched yang didapat Twitch mencapai 18,5 miliar, naik 41% jika dibandingkan dengan 2020. Namun, pada Q3 2021, total hours watched dari Twitch menunjukkan penurunan; dari 6,5 miliar jam pada Q2 2021 menjadi 5,7 miliar jam pada Q3 2021.

Total hours watched dari Twitch pada Q3 2021. | Sumber: Stream Hatchet

Tingginya viewership Twitch bukan berarti platform tersebut bebas dari masalah. Pada 1 September 2021, sejumlah kreator konten mengadakan boikot, bertajuk A Day Off Twitch. Tujuan protes itu adalah untuk mendorong Twitch agar mereka menindaklanjuti berbagai harassment yang terjadi pada para streamers. Menggunakan data dari Gamesight, GamesBeat menyebutkan bahwa boikot itu membuat Twitch kehilangan sekitar satu juta penonton mereka. CEO Gamesight, Adam Lieb menyebutkan, pada hari boikot terjadi, jumlah penonton Twitch mencapai titik paling rendah sepanjang 2021.

Tak hanya itu, pada awal Oktober 2021, Twitch harus berurusan dengan kebocoran data. Mereka mengakui, hacker berhasil mengakses data  mereka terekspos ke internet secara tidak sengaja. Mereka menyebutkan, hal ini terjadi karena adanya perubahan konfigurasi pada server. Sejauh ini, hacker membocorkan data berupa source code untuk Twitch, rencana Amazon untuk membuat platform toko game digital layaknya Steam, dan informasi tentang bayaran para kreator, menurut laporan The Verge.

Mari beralih ke YouTube Gaming. Pada 2020, viewership dari platform tersebut meningkat pesat. Secara total, jumlah hours watched untuk YouTube Gaming pada 2020 mencapai 4,3 miliar jam, naik 95% dari tahun 2019. Namun, sekarang, angka itu mengalami penurunan. Hingga saat ini, jumlah hours watched dari YouTube Gaming hanya mencapai 3,8 miliar jam, turun 12% dari tahun lalu.

Sementara itu, dalam tiga kuartal terakhir, jumlah hours watched yang didapat oleh YouTube Gaming juga menunjukkan tren turun. Pada Q3 2021, YouTube Gaming mendapatkan 1,1 miliar jam hours watched, turun 13% dari kuartal sebelumnya. Sementara pada Q2 2021, total hours watched YouTube Gaming adalah 1,3 miliar jam, turun 5% dari Q1 2021. Namun, menurut Stream Hatchet, kemungkinan, viewership untuk YouTube Gaming akan kembali naik pada Q4 2021.

Total viewership dari YouTube Gaming. | Sumber: Stream Hatchet

Walau belum bisa menyaingi Twitch dari segi viewership, YouTube Gaming berhasil mendapatkan kontrak eksklusif dengan sejumlah streamers, seperti DrLupo dan TimTheTatman. Keberadaan streamers populer tidak hanya akan meningkatkan viewership YouTube Gaming, tapi juga mengubah persepsi kreator konten akan platform itu. Jika para kreator konten populer mau menjalin kerja sama eksklusif dengan YouTube Gaming, hal ini menunjukkan bahwa YouTube Gaming adalah platform yang cocok bagi orang-orang yang ingin membangun karir sebagai streamer atau kreator konten.

Sementara itu, total hours watched yang didapat oleh Facebook Gaming pada Q3 2021 adalah 3,5 miliar jam, naik 56% dari tahun lalu. Dengan ini, Facebook Gaming menjadi platform streaming game dengan pertumbuhan paling besar jika dibandingkan dengan Twitch dan YouTube. Dalam tiga kuartal di 2021, jumlah hours watched dari Facebook Gaming juga menunjukkan tren naik, seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah.

Viewership untuk Facebook Gaming. | Sumber: Streat Hatchet

Salah satu alasan mengapa Facebook Gaming menjadi populer adalah karena platform itu menjadi pilihan banyak streamer mobile game. Pada Q3 2021, konten PUBG Mobile dan Mobile Legends: Bang Bang memberikan kontribusi sebesar 75% dari total viewership yang didapat oleh Facebook Gaming. Kedua game tersebut merupakan dua mobile game paling populer saat ini. Seiring dengan semakin populernya mobile game, maka viewership dari konten mobile game pun akan naik.

Konten Streaming Game Terpopuler di Q3 2021

Di Q3 2021, Just Chatting menjadi kategori konten yang paling banyak ditonton. Kategori itu berhasil mengumpulkan total hours watched sebanyak 708 juta jam. Salah satu alasan mengapa kategori Just Chatting populer adalah karena biasanya, para streamers akan menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan para penonton mereka setelah dan sebelum mereka melakukan siaran. Selain itu, tidak sedikit streamers yang berhasil mengumpulkan penonton hanya dengan menyediakan konten Just Chatting.

10 kategori paling populer pada Q3 2021. | Sumber: Stream Hatchet

Dari 10 kategori paling populer pada Q3 2021, tiga di antaranya merupakan mobile game. Free Fire menjadi mobile game dengan konten yang paling banyak ditonton. Game dari Garena itu mendapatkan total hours watched sebanyak 325 jam. Mobile game paling populer ke-2 adalah PUBG Mobile, dengan total hours watched 247 juta jam, diikuti oleh Mobile Legends yang mendapat total hours watched sebanyak 240 juta jam. Mengingat minat akan mobile game masih menunjukkan tren naik, tidak tertutup kemungkinan, viewership dari berbagai mobile game akan tumbuh di masa depan.

Sepanjang Q3 2021, Tencent menjadi publisher terpopuler. Di Twitch, YouTube Gaming, dan Facebook Gaming, total hours watched dari game-game Tencent menembus satu miliar jam pada Q3 2021. Perusahaan asal Tiongkok menjadi satu-satunya publisher yang berhasil mencapai hal tersebut. Dua game yang memberikan kontribusi besar pada viewership untuk Tencent adalah League of Legends dan VALORANT, yang dibuat oleh Riot Games.

Lima publisher yang mendapatkan total hours watched paling banyak pada Q3 2021. | Sumber: Stream Hatchet

Setelah Tencent, Take-Two Interactive menjadi publisher paling populer kedua. Publisher tersebut berhasil mendapatkan 700 juta hours watched. Grand Theft Auto V menjadi kontributor utama dari total hours watched yang didapatkan oleh Take-Two. Pada Q3 2021, sekitar 89% dari total hours watched Take-two berasal dari GTA V.

Streamers Terpopuler di Q3 2021

Dengan total hours watched sebanyak 49 juta jam, xQcOW masih menjadi streamer paling populer pada Q3 2021. Meskipun begitu, jika dibandingkan dengan Q2 2021, total hours watched yang didapatkan oleh xQc lebih rendah 41 juta jam. Tidak heran, mengingat total durasi siaran dari xQc pada Q3 2021 juga turun, 167 jam lebih sedikit dari kuartal sebelumnya. Satu hal yang menarik, empat dari lima streamers paling populer pada Q3 2021 tidak menggunakan bahasa Inggris. Hal ini menunjukkan, audiens untuk konten streaming game tidak terbatas pada negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris, tapi juga negara-negara lain.

Hours watched dan tingkat engagement dari para kreator konten. | Sumber: Stream Hatchet

Meskipun xQc menjadi streamer paling populer, tingkat engagement-nya di media sosial cukup rendah. Dengan tingkat engagement 0,22, jangkauan xQC di media sosial hanyalah 12,5 juta orang. Dari segi engagement, Auronplay merupakan streamer terbaik. Dia memiliki tingkat engagement sebesar 1,03 dengan jangkauan 50,4 juta orang.

Sementara itu, gelar streamer perempuan paling populer jatuh pada Amouranth, dengan total hours watched sebanyak 12,1 juta jam. Setelah memopulerkan tren Hot Tub stream, dia kini menemukan sukses dengan membuat konten ASMR. Dan seperti yang bisa Anda lihat pada daftar di bawah, tiga dari lima streamer perempuan paling populer merupakan kreator di YouTube Gaming. Hal ini mengimplikasikan, YouTube Gaming merupakan platform pilihan untuk para kreator perempuan.

Total hours watched dan tingkat engagement dari lima streamer perempuan terpopuler. | Sumber: Stream Hatchet

Sama seperti xQc, walau Amouranth mendapatkan hours watched paling banyak, tingkat engagement-nya di media sosial rendah, hanya 0,02. Jumlah jangkauannya di media sosial hanya mencapai 4,8 juta orang. Sementara Valkyrae — yang merupakan streamer perempuan paling populer ke-3 dengan total hours watched 5,8 juta jam — memiliki tingkat engagement paling tinggi, mencapai 3,3. Total jangkauan Valkyrae di media sosial mencapai 9,9 juta orang. Satu hal yang harus diingat, selain viewership, tingkat engagement menjadi salah satu metrik yang menjadi perhitungan bagi perusahaan untuk menjalin kerja sama dengan seorang streamer.

DRivals x Hybrid TEKKEN League Buka Fase Kualifikasi 3 dan 4

Perkembangan ekosistem esports fighting games, TEKKEN 7 di Indonesia masih terus berjalan. Salah satunya dari ajang DRivals x Hybrid TEKKEN League yang akan memasuki fase kualifikasi 3 dan 4.

Sebelumnya, DRivals x Hybrid TEKKEN League sudah menyelesaikan fase kualifikasi 1 dan 2. Beberapa pemain yang bertanding akan adu kuat dalam format single-elimination sehingga tidak ada ruang untuk membuat kesalahan saat bertanding.

Format untuk setiap pertandingan adalah best-of-three, lalu final akan menggunakan best-of-five dan maksimal tim yang terdaftar adalah 32 dalam satu fase kualifikasi.

Turnamen kualifikasi pertama sendiri dimenangkan oleh KTB | Legendre sedangkan untuk kualifikasi kedua dimenangkan DRivals | Kuuga. Para pemain menampilkan kombinasi serangan yang hebat sehingga layak menjadi pemenang.

Bagi Anda yang penasaran dengan aksi para pemenang DRivals bisa langsung menyimak videonya di bawah ini:

Kualifikasi Pertama

Kualifikasi Kedua

https://www.youtube.com/watch?v=a2ShLEzi8sI

Pendaftaran Kualifikasi DRivals x Hybrid

Sumber: DRivals

Pendaftaran untuk kualifikasi ketiga dan keempat sendiri sudah dibuka. Pada jadwal yang tercantum, DRivals TEKKEN League akan melangsungkan kualifikasi pada 23 dan 30 Oktober mendatang.

Nantinya setiap pemenang di kualifikasi akan kembali diadu pada ajang puncak yaitu TOP 4 Finals.

Dengan hasil di dua kualifikasi sebelumnya, tinggal menyisakan 2 pemain lagi dari kualifikasi 3 dan 4 guna melengkapi jajaran peserta di TOP 4 Finals.

Link Pendaftaran:

Kualifikasi 3: KLIK DI SINI
Kualifikasi 4: KLIK DI SINI

Sumber: DRivals

Selain adu kehebatan dalam game TEKKEN 7, para peserta juga berkesempatan mendapatkan total hadiah sebesar Rp4.500.000 di DRivals x Hybrid TEKKEN League.

Sekilas Tentang Ranah Esports TEKKEN 7

https://images3.alphacoders.com/694/thumb-1920-694711.jpg
Sumber: Steam

Bagi yang belum tahu, TEKKEN 7 merupakan seri fighting game yang sangat populer dan memiliki sejarah yang sangat panjang. Memulai trennya sejak 1994 pada mesin Ding Dong (Namco System 11), TEKKEN terus mengikuti tren dan masih digemari banyak fansnya hingga sekarang.

Bandai Namco Entertainment juga mengiringi perkembangan ranah esports TEKKEN 7 dengan beberapa turnamen. Salah satu turnamen yang sedang digelar saat ini adalah Tekken Online Challenge 2021 yang berlangsung di SEA, Asia Selatan, Timur Tengah, hingga Afrika Selatan.

Indonesia sendiri memiliki salah satu pemain TEKKEN 7 yang mampu mewakili negara yaitu Meat. Pemain dengan nama lengkap M. Adriansyah Jusuf tersebut mewakili Indonesia di SEA Games 2019 dengan beberapa karakter andalannya seperti Paul Phoenix, Dragunov, Marduk, hingga Jack 7.

Review WD Black D30, SSD Eksternal Mungil yang Dilengkapi Aksesoris Dock

Sejak pertama kali berkenalan dengan seri WD_Black untuk yang versi portable drives, saya langsung kepincut dengan desain dan tampilan luar dari seri perangkat ini. Waktu itu perkenalan pertama saya dengan perangkat WD_Black P10. Sekarang ini telah jadi perangkat yang bisa diandalkan dari kecepatan baca/tulis atau dari sisi desainnya yang keren. 

Nah, WD dengan baik hati mengenalkan saya pada perangkat lain yang masih dalam satu seri WD_Black, yaitu WD_Black D30 Game Drive SSD. Perangkat SSD eksternal ini dari desainnya sudah benar-benar mencuri perhatian saya. Bentuknya, cara penempatannya serta tentu saja kemampuan teknisnya. 

Mari kita bahas satu persatu. 

Catatan: Saya menguji dengan menggunakan laptop yang telah memiliki USB 3.1 Gen 2, serta perangkat PS4 yang hanya USB Gen 3. WD_Black D30 paling optimal digunakan di USB 3.2 Gen 2, namun karena keterbatasan perangkat, saya hanya menguji di USB 3.1 Gen 2 laptop serta USB Gen 3.0 di PS4.

Unit WD_Black D30 Game Drive SSD yang saya coba adalah dengan ruang penyimpanan 1TB. 

Desain WD_Black D30

Kalau Anda terbiasa dengan dock hard disk yang umum ditempatkan di meja atau area rak khusus, maka konsep desain dari WD_Black D30 cukup mirip. Ada bagian utama yang adalah hard drive-nya lalu ada plastik kecil yang berfungsi sebagai dock. Jadi Anda bisa menempatkan WD_Black D30 ini di dekat laptop Anda atau jika menggunakannya sebagai penyimpanan eksternal perangkat konsol, menempatkannya di dekat konsol. 

Yang membedakan dengan eksternal drive model dock adalah ukurannya. WD_Black D30 hadir dengan ukuran yang cukup mungil, bahkan bisa digenggam oleh telapak tangan dewasa. Karena menggunakan NVMe maka bentuk dari perangkat bisa agak lebih kecil dibandingkan bentuk HD SATA. Ini menjadikan WD_Black D30 benar-benar terasa seperti HD Dock tapi versi SD (merujuk pada model Gundam), kecil cenderung kayak mainan. 

Tapi dengan desain seperti ini, jika Anda hanya memiliki ruang yang tidak lebar di samping konsol Anda, maka bentuknya yang kecil akan sangat relevan. Untuk desain tampilan, D30 masih mengusung tampilan layaknya seri WD_Black lain seperti P10 atau P50. Tampilan yang memberikan kesan kokoh karena bentuknya seperti peti kemas. 

Saya adalah, satu dari mungkin banyak orang yang menyukai desain seperti ini. Penyimpanan eksternal diharuskan memiliki daya tahan, dan desain serta pilihan bahan khas WD_Black seri ini cukup mewakili itu. Kombinasi metal dan plastik serta tampilan desainnya, memberikan kesan terlindungi. 

Untuk memudahkan pengguna, D30 juga telah memiliki lampu indikator sebagai pelengkap. Untuk kabel tersedia dengan konektor USB type C to Type A. Panjangnya memang tidak cukup jika Anda ingin menaruh perangkat HD ini agak jauh dari perangkat utama seperti PS atau PC, tetapi bagi saya sudah cukup, karena memang penempatannya cukup dekat dengan perangkat PC/PS4. 

Pengalaman penggunaan WD_Black D30

Karena WD_Black D30 ini dipromosikan sebagai game drive, maka saya menggunakannya sebagai penyimpanan utama ketika memainkan PS4. Kebetulan salah satu game favorit saya, FIFA22 belum lama dirilis, setelah mengunduh di PS4, saya langsung memindahkan ke D30 dan mengaksesnya dari SSD ini ketika bermain. 

Namun sebelum menjadikan D30 ini sebagai penyimpanan utama untuk game PS4, saya mengujinya dulu dengan laptop, termasuk uji menggunakan aplikasi Crystal Disk Mark. 

Pengujian

Pengujian pertama adalah dengan menggunakan aplikasi Crtytal Disk Mark untuk mendapatkan angka read dan write. Hasilnya adalah sebagai berikut:

Pengujian yang pertama:

Pengujian yang kedua:

WD_Black D30 sendiri di atas kertas atau dari spesifikasi yang disebutkan di situs resmi sampai dengan 900MB/s. Namun tentu saja harus melihat spesifikasi interface yang maksimal di perangkat ini yaitu USB 3.2 Gen 2. 

Karena saya menguji dengan laptop yang menggunakan interface USB 3.1 Gen 2, kecepatan seperti di atas cukup sesuai ekspektasi. Meski dengan spesifikasi ports yang sama di beberapa pengujian oleh media lain bisa sampai 597.13MB/s untuk baca dan 653.43MB/s untuk tulis. Namun ada juga yang hanya 444.60MB/s untuk baca dan 395.56 MB/s untuk tulis.

Selain untuk PC atau laptop dengan port USB 3.2 Gen 2 yang bisa mendapatkan kecepatan maksimal. WD juga menyebutkan bahwa perangkat D30 bisa digunakan untuk perangkat konsol. Seprti yang disebutkan di atas, saya menguji sambil menggunakan sehari-hari D3 untuk ruang penyimpanan di PS4. Namun PS4 hanya memiliki interface USB 3.0 jadi tentu saja kecepatan akan kurang optimal 

Saya mengujinya untuk men-transfer file game dari PS4 ke D30, waktu yang dibutuhkan seperti berikut:

Selain itu saya juga mencobanya dengan menggunakan untuk bermain FIFA22, yang cukup dikenal agak lelet jika dimainkan di PS4 bukan next gen console. Pengalamanya cukup baik. Bahkan saya merasa ada peningkatan sedikit tapi cukup terasa karena loading di beberapa menu dan bagian game FIFA22 ada peningkatan jadi tidak terlalu lambat. 

Untuk pengalaman bermainnya sendiri hampir tidak ada masalah, FIFA22 bisa saya mainkan dengan lancar secara rutin. Termasuk update konten atau patch. 

Kesimpulan Review WD_Black D30 Game Drive SSD

Untuk alasan desain dan kecepatan yang dihadirkannya, WD_Black D30 Game Drive SSD adalah sebuah pilihan yang sangat menarik bagi saya. Desain memang bisa jadi masalah selera, namun menemukan desain SDD dengan desain minimalis tetapi masih tetap ada elemen tangguh serta masih memiliki elemen gaming, dan hadir membawa spesifikasi yang mumpuni, tidak cukup banyak. Dan, D30 cukup mewakili itu semua. 

WD sendiri menyediakan 3 pilihan storage yaitu 500GB, 1TB dan 2TB. Dari sisi harga memang cukup premium, dan ini adalah salah satu kekurangan (kalau boleh menyebut demikian) dari perangkat ini. Dalam laman resminya, unit yang saya uji dibanderol seharga 149.99 atau 150 dollar.