Drako GTE Adalah Supercar Elektrik yang Menyamar Sebagai Sedan Sport Empat Pintu

Tesla Roadster 2 bukanlah satu-satunya supercar bermesin listrik yang dijadwalkan mengaspal tahun depan. Secara diam-diam dan tanpa terekspos ke publik, sebuah pabrikan asal Silicon Valley bernama Drako Motors rupanya telah sibuk mengembangkan supercar elektriknya sendiri.

Duo pendiri Drako Motors, Dean Drako dan Shiv Sikand, mengaku telah mengerjakan supercar bernama Drako GTE ini selama satu dekade. Yang mereka pamerkan ke hadapan publik baru-baru ini bukanlah sebatas prototipe, melainkan unit produksi versi final yang sudah sempat merasakan aspal sirkuit.

Drako GTE

Sirkuit? Ya, mobil ini sama sekali tidak main-main spesifikasinya. Empat motor elektrik yang diusungnya mampu menghasilkan output daya total sebesar 1.200 hp dan torsi 8.800 Nm. Torsi sebesar ini disalurkan ke masing-masing rodanya secara presisi via gearbox tipe direct-drive, dan top speed-nya sendiri disebut mencapai 331 km/jam.

Angka-angka ini sangatlah mengesankan, apalagi jika melihat tampang Drako GTE yang lebih mirip sports car ketimbang supercar. Ya, mobil ini merupakan sedan empat pintu yang siap menampung empat penumpang, kebetulan saja performanya sekelas supercar berharga jutaan dolar.

Drako GTE

Wujudnya sepintas juga mirip seperti Fisker Karma (kini bernama Karma Revero), dan ini dikarenakan struktur sasisnya memang meminjam milik Fisker, sebelum akhirnya dikawinkan dengan rancangan Lowie Vermeersch, desainer yang bertanggung jawab atas sejumlah mobil keluaran Ferrari dan Maserati.

Untuk baterai, Drako GTE disebut mengemas baterai berkapasitas 90 kWh. Sejauh ini belum ada informasi mengenai efisiensinya, namun yang pasti baterai ini turut dilengkapi on-board charger 15 kW, serta mendukung DC fast charging 150 kW.

Drako GTE

Meski sama-sama akan mengaspal mulai tahun 2020, ada perbedaan mencolok antara Tesla Roadster 2 dan Drako GTE: Drako GTE hanya akan diproduksi sebanyak 25 unit saja, dan harganya dimulai di angka $1,25 juta. Bandingkan dengan Tesla Roadster 2 yang dibanderol mulai $200.000 ‘saja’.

Sumber: Electrek.

Hyundai Sonata Hybrid Baru Kini Dibekali Panel Surya

Di salah satu episode Top Gear beberapa tahun silam, presenter Jeremy Clarkson sempat mengkritik mobil sport Tesla Roadster generasi pertama. Menurutnya, meski kendaraan menggunakan mesin elektrik, tetap saja tenaga untuk memasok baterai dihasilkan lewat metode-metode yang kadang kurang ramah lingkungan. Ia berargumen: bayangkan berapa lama waktu yang dihabiskan buat mengisi baterai mobil jika cuma berbekal kincir angin.

Terkait hal ini, Hyundai menemukan solusi ‘bebas polusi’ yang bisa membantu mengisi baterai dengan memanfaatkan sumber tenaga terbesar di Bumi: sinar matahari. Tak lama lagi, sang perusahaan otomotif asal Korea Selatan itu akan membekali varian terkini mobil sedan Sonata Hybrid bersama atap berpanel surya. Seperti yang pastinya telah Anda pahami, unit solar roof berfungsi untuk mengubah cahaya matahari menjadi listrik, dan selanjutnya digunakan buat menyuplai baterai mobil.

Teknologi panel surya punya Hyundai dijanjikan mampu mengisi baterai antara 30 sampai 60 persen dalam waktu enam jam. Kehadirannya cukup esensial di kendaraan hybrid seperti Sonata karena varian ini mempunyai kapasitas baterai yang lebih kecil dibanding mobil elektrik tulen. Unit solar roof kabarnya bisa beroperasi baik saat Sonata Hybrid tengah digunakan maupun ketika sedang diparkirkan. Berdasarkan perhitungan Hyundai, eksistensi panel surya diperkirakan mampu menambah daya tempuh kendaraan sebesar 1.300-kilometer dalam setahun.

Hyundai Sonata Hybrid

Solar roof rencananya akan diimplementasikan di varian New Sonata Hybrid, tetapi belum diketahui apakah unit-unit Sonata anyar yang dijadwalkan buat meluncur di kawasan Amerika Utara pada bulan Oktober 2019 nanti telah dilengkapi panel surya atau belum. Sonata sendiri disiapkan sebagai pesaing Honda Accord dan Toyota Camry. Awalnya, lewat varian ini Hyundai mencoba mengedepankan faktor keterjangkauan harga, namun pelan-pelan arahan tersebut mengalami perubahan.

Sonata Hybrid tentu saja bukanlah kendaraan pertama yang menggunakan solar cell. Teknologi serupa sudah dijumpai di mobil hybrid mewah Karma Revero, serta menjadi tema eksperimen Toyota terhadap Prius. Memanfaatkan sinar matahari untuk mengisi tenaga kendaraan (dan bukan sekadar membuat bagian interior mobil jadi panas) ialah hal brilian, apalagi bagi kita yang tinggal di negara beriklim panas.

Meski demikian, teknologi panel surya masih tetap menyimpan sejumlah masalah. Misalnya: ongkos penyediaannya tidak murah dan kehadirannya menambah bobot mobil. Selain itu, belum ada standar pasti keefektifan solar roof dalam men-charge baterai. Agar bisa bekerja maksimal, panel harus diarahkan secara tepat ke matahari, dan itu berarti sulit bagi kita untuk menemui kondisi pengisian teroptimal.

Via DigitalTrends.

Sennheiser Jalani Debut Perdananya di Bidang Otomotif dengan Membawa Konsep Immersive Audio

Tidak seperti Bowers & Wilkins, Bang & Olufsen, maupun dedengkot audio lainnya, Sennheiser selama ini belum pernah mengaplikasikan teknologinya ke sektor otomotif. Bukan berarti pabrikan asal Jerman itu tidak tertarik, namun mereka rupanya memiliki visi yang sedikit berbeda. Berbeda karena mereka ingin memberikan suatu suguhan yang benar-benar baru di dunia otomotif.

Suguhan yang dimaksud adalah 3D audio, atau yang dikenal juga dengan istilah immersive audio. Seperti yang kita tahu, beberapa tahun terakhir ini Sennheiser sibuk mengembangkan platform teknologi bernama Ambeo yang menitikberatkan pada penyajian immersive audio.

Puncaknya, awal tahun ini Sennheiser menyingkap Ambeo Soundbar, yang diyakini sanggup menggantikan peran set home theater dalam menyajikan immersive audio, tanpa harus meminta bantuan dari perangkat lain seperti subwoofer. Berhubung teknologinya sudah cukup matang, Sennheiser kini berniat memperkenalkan Ambeo ke industri otomotif.

Klien pertama mereka adalah Karma Automotive, produsen mobil elektrik yang dulunya mengusung nama Fisker Automotive. Kolaborasi antara kedua pihak ini melahirkan sound system Ambeo untuk Karma Revero GT.

Berdasarkan penjelasan Sennheiser, sistem ini melibatkan sejumlah speaker multi-channel yang disusun menjadi dua lapis, serta dibantu oleh sebuah subwoofer. Agar semakin maksimal, sandaran kepala pada kursi mobil juga tidak lupa diintegrasikan dengan deretan speaker ini.

Contoh interface mobil sound system Sennheiser Ambeo / Sennheiser
Contoh interface sound system Sennheiser Ambeo pada layar dashboard mobil / Sennheiser

Menariknya, kadar immersive dari audio yang disuguhkan rupanya juga bebas diatur oleh konsumen melalui layar dashboard. Bahkan titik pusat suaranya pun juga bisa disesuaikan dengan keinginan. Sennheiser tak lupa menambahkan bahwa ini berlaku untuk sumber audio apapun, sebab Ambeo telah dilengkapi algoritma yang sanggup mengonversi format audio standar menjadi 3D audio.

Itu tadi soal output, dan ternyata sound system Ambeo juga meliputi input sekaligus. Berbekal deretan mikrofon berteknologi beam-forming, sistem ini juga dirancang untuk mewujudkan percakapan telepon via mobil yang lebih jernih dari biasanya, sebab teknologi beam-forming itu mampu memfokuskan mikrofon ke pembicara yang aktif.

Di saat yang sama, suara angin, suara mesin, atau suara gesekan ban juga akan dianulir oleh sistem ini. Lebih menarik lagi, berkat kemampuan menentukan titik pusat audio itu tadi, penumpang lainnya tak harus terganggu oleh percakapan telepon dan tetap bisa menikmati alunan musik yang tengah diputar.

Apa yang ditawarkan Sennheiser ini, khususnya seputar positional audio itu tadi, sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh pabrikan lain, Harman misalnya. Kendati demikian, karya Sennheiser ini terkesan lebih lengkap karena juga melibatkan immersive audio dan yang pada dasarnya merupakan teknologi noise cancelling untuk bercakap-cakap di dalam mobil.

Sumber: Sennheiser.

Bukan Sembarang Mobil Elektrik, Human Horizons HiPhi 1 Unggulkan Kapabilitas AI dan Konektivitas 5G

Tiongkok merupakan pasar mobil elektrik yang paling menjanjikan saat ini. South China Morning Post melaporkan bahwa berdasarkan estimasi tahun lalu, dari 1,8 juta unit mobil elektrik yang terjual secara global, 1 juta unitnya dibeli oleh konsumen Tiongkok.

Di sisi lain, Financial Times juga mengestimasikan bahwa dari sekitar 3 juta unit mobil elektrik yang tersebar di dunia, dua pertiganya dibuat dan dipakai di Tiongkok. Ada sejumlah alasan mengapa prospek mobil elektrik di Tiongkok begitu cerah, salah satunya adalah subsidi bagi konsumen mobil elektrik yang diberikan oleh pemerintah, yang dikabarkan bisa mencapai 110.000 yuan (± Rp 220 juta) per unitnya.

Human Horizons HiPhi 1

Dampak dari cerahnya prospek pasar mobil elektrik di Tiongkok ini adalah munculnya berbagai startup lokal yang berniat memproduksi mobil elektriknya sendiri, terinspirasi oleh kiprah NIO yang sampai berhasil masuk ke bursa saham Amerika Serikat. Salah satu startup yang dimaksud adalah Human Horizons, yang baru saja menyingkap mobil elektrik perdananya, HiPhi 1.

Salah satu hal menarik dari HiPhi 1 adalah fokus Human Horizons dalam pengaplikasian artificial intelligence (AI). Pada dasarnya, berbekal daya komputasi yang amat perkasa, HiPhi 1 dapat memanfaatkan AI untuk mempelajari berbagai keinginan konsumen, sebelum akhirnya menyesuaikan sederet sistem di dalamnya.

Human Horizons HiPhi 1

Guna mewujudkannya, HiPhi 1 sengaja dibuat agar menjadi mobil produksi pertama yang mengemas konektivitas 5G. Total ada sekitar 562 sensor yang tersemat di mobil ini, yang secara teori bisa merealisasikan kapabilitas self-driving Level 4 (nyaris otomatis sepenuhnya). Meski demikian, yang akan tersedia saat peluncuran HiPhi 1 nanti barulah Level 3 (self-driving kondisional).

Di sektor performa, HiPhi 1 juga terdengar sangat kapabel. Berbekal sepasang motor elektrik dengan output daya total sebesar 268 tenaga kuda, akselerasi dari 0 – 100 km/jam bisa ia lahap dalam waktu 3,9 detik saja. Pada varian termahalnya, baterai berkapasitas 96 kWh yang diusung sanggup membawa mobil menempuh jarak 640 km dalam satu kali charge.

Human Horizons HiPhi 1

Kalau Anda menilai eksteriornya sudah amat futuristis, tunggu sampai Anda berada di dalam kabinnya. Interiornya mengemas sembilan panel layar yang berbeda, menyuguhkan secara total display seluas 50 inci.

Rencananya, HiPhi 1 baru akan diproduksi mulai tahun 2021 mendatang. Saat ini Human Horizons masih sibuk merenovasi dan melengkapi fasilitas pada pabrik yang mereka beli dari joint venture Kia di pasar Tiongkok. Meski belum ada keterangan yang spesifik terkait rencana pemasaran HiPhi 1 di luar Tiongkok, setidaknya Human Horizons sudah mengungkapkan niatnya untuk bermain di pasar global.

Sumber: Electrek dan Top Gear.

Audi Perkenalkan Skuter Elektrik Dengan Sensasi Pengendalian Ala Skateboard

Audi E-tron merupakan keluarga kendaraan elektrik dan hybrid (termasuk tipe konsep) yang Audi perkenalkan sejak tahun 2009. Lini mobil ini terdiri dari bermacam-macam model: sedan, sports utility vehicle, hingga coupe. Perusahaan otomotif asal Jerman itu juga baru melepas SUV crossover E-tron di bulan Mei 2019 kemarin yang menjadi mobil bermesin listrik mass production pertama mereka.

Namun konsep alat transportasi elektrik besutan Audi tidak cuma bisa ditemukan pada kendaraan bermotor ‘konvensional’ saja. Belum lama ini mereka menyingkap alat transportasi bertenaga listrik dengan branding E-tron yang memiliki wujud seperti papan luncur. Dinamai E-tron Scooter, kendaraan unik ini dapat jadi alternatif ramah lingkungan andaikan varian SUV-nya masih sulit dijangkau oleh isi dompet.

E-tron Scooter bisa diibaratkan sebagai perpaduan antara skateboard dan otopet yang ditenagai motor listrik. Kendaraan mempunyai bagian ‘papan’ untuk tempat Anda berdiri, tersambung ke setang buat menginstirahatkan kedua tangan, dan melaju via empat buah roda. Menariknya meski ia mempunyai wujud seperti skuter, proses pengendalian dilakukan dengan memindahkan berat tubuh Anda ke kanan atau kiri – mirip papan luncur.

E-Tron Scooter 2

Kendaraan personal ini bisa menjadi solusi bebas polusi dari sepeda elektrik untuk mencapai lokasi-lokasi yang tak terlalu jauh, tapi cukup melelahkan jika harus berjalan kaki. E-tron Scooter punya struktur yang ringkas dan ukurannya lebih kecil dari sepeda sehingga memudahkan pengguna buat memindahkan dan menyimpannya. Bobot totalnya hanya 12-kilogram dan tubuhnya dapat dilipat, memungkinkan kita membawa skuter ke dalam kereta/MRT atau memasukkannya ke bagasi mobil.

Skuter E-tron mampu melaju di kecepatan maksimal 20-kilometer per jam. Saat baterainya terisi penuh, ia dapat menemani Anda menempuh jarak sejauh 20-kilometer. Uniknya lagi, alat ini ditunjang oleh sistem yang mampu mengubah momentum pengereman menjadi energi kinetik. Selain itu, terdapat pula sistem rem kaki hidraulis sebagai tambahan fitur keamanan. Unit baterai diposisikan di bagian setang, bisa diisi ulang via colokan listrik standar atau diletakkan di slot yang tersedia di bagasi mobil Audi E-tron jika kebetulan Anda memilikinya.

E-Tron Scooter 3

Tentu saja Audi juga tak melupakan pernak-pernik penting seperti pencahayaan. Skuter E-tron dibekali lampu utama, lampu siang, lampu belakang dan lampu rem. Segala macam pengaturan bisa dilakukan via smartphone, terhubung ke E-tron Scooter melalui sambungan Bluetooth.

Skuter elektrik ini rencananya akan mulai dipasarkan di tahun 2020 dan dibanderol di harga yang cukup mahal, yakni € 2.000 (kira-kira US$ 2.240). Audi menyediakan beberapa pilihan model yang bisa dipilih, yaitu varian berbahan kayu atau karbon.

Via Forbes, Sumber: Volkswagen.

Fresco Reverie Adalah Calon Penjegal Tesla Model S dari Norwegia

Statistik tahun 2017 menunjukkan bahwa tiga negara dengan jumlah pemilik mobil Tesla terbanyak adalah Amerika Serikat, Tiongkok, dan Norwegia. Ya, Norwegia. Negara Skandinavia dengan populasi sekitar 5 juta jiwa itu rupanya begitu antusias menghadapi tren mobil elektrik.

Saking antusiasnya, berdasarkan data bulan Maret lalu, 60% dari semua mobil yang dijual di Norwegia merupakan mobil elektrik. Dari segi infrastruktur, Norwegia juga sudah sangat mendukung penggunaan mobil elektrik. Tercatat ada lebih dari 10.000 titik charging yang tersebar dan siap diakses oleh publik.

Yang masih belum ada adalah mobil elektrik bikinan negara asal-usul mitos mengenai Thor tersebut. Hingga akhirnya sebuah startup bernama Fresco Motors memberanikan diri untuk buka suara di depan publik. Mereka baru saja mengumumkan bahwa mereka tengah mengerjakan sebuah sedan elektrik bernama Reverie.

Fresco Reverie

Berdasarkan klaim Fresco, Reverie punya spesifikasi yang mengesankan: sanggup berakselerasi dari 0 – 100 km/jam dalam waktu 2 detik, dengan kecepatan maksimum di angka 300 km/jam. Terkait efisiensi, Fresco tidak menyebutkan angkanya, melainkan sebatas mengklaim konsumen Reverie nantinya tak perlu khawatir bakal kehabisan daya di tengah jalan.

Wajar apabila Fresco belum menyingkap angkanya, mengingat mobil ini bahkan masih belum ada prototipenya. Gambar di atas merupakan gambar hasil render komputer, namun seandainya bisa terealisasi, wujudnya cukup pantas dipandang sebagai salah satu penjegal Tesla Model S. Pada dasarnya, semua detail teknis ini bisa saja berubah ketika Fresco sudah punya prototipe Reverie dan mulai menjalankan sejumlah pengujian.

Terlepas dari itu, Fresco Reverie tidak lupa menjanjikan sejumlah fitur unik meski belum eksis. Salah satu yang menarik adalah fitur baterai portable untuk Reverie, dengan mobil konvensional yang dibekali jerigen bensin sebagai inspirasinya. Fresco juga bilang bahwa Reverie nantinya juga akan dilengkapi dengan wireless charging pad.

Tanpa adanya prototipe yang bisa dipamerkan, sulit rasanya Fresco Reverie bisa memikat minat konsumen. Kendati demikian, jika melihat antusiasme Norwegia terhadap tren mobil elektrik, Fresco Motors semestinya bisa mewujudkan ambisinya, meski mungkin hasil akhirnya tidak sefenomenal yang mereka bayangkan saat ini.

Sumber: Electrek.

NIO Luncurkan Mobil Elektrik Bertema Razer, Lengkap Sampai ke Sistem Pencahayaan Chroma-nya

Di titik ini saya yakin tidak ada lagi yang berani beranggapan bahwa perkembangan industri esport tidak begitu pesat. Dampaknya bahkan sampai terasa ke bidang lain, semisal bidang otomotif. Salah satu buktinya, pabrikan mobil elektrik asal Tiongkok, NIO, baru saja meluncurkan mobil hasil kolaborasinya bersama Razer.

Ya, Razer merek periferal gaming itu maksudnya. Kerja sama mereka melahirkan NIO ES6 Night Explorer Limited Edition, edisi terbatas dari SUV elektrik unggulannya, NIO ES6 Performance. Kalau melihat gambarnya, siapa yang menyangka kalau perpaduan warna hitam doff dan aksen warna hijau khas Razer bisa terlihat memikat di bodi sebuah mobil listrik?

NIO ES6 Night Explorer Limited Edition

Namun NIO rupanya tidak sekadar meminjam palet warna khas Razer saja. Mereka turut menyematkan integrasi sistem pencahayaan Razer Chroma dan Philips Hue pada mobil ini, mengawinkannya dengan sound system yang mendukung teknologi THX Spatial Audio. Jadi bisa Anda bayangkan sendiri betapa meriahnya suasana kabin dalam mobil edisi khusus ini.

Mengeksplorasi potensi sinergi dari Razer Chroma, Philips Hue, dan THX Spatial Audio dengan teknologi otomotif yang sudah tersedia sekarang sejatinya merupakan tujuan utama dari kemitraan NIO dan Razer ini. Kebetulan saja hasil perdana dari kolaborasinya melahirkan sebuah mobil elektrik yang begitu menggoda bagi para gamer berkantong tebal, sekaligus sangat cocok dijadikan sebagai bahan promosi.

NIO ES6 Night Explorer Limited Edition

Secara teknis, NIO ES6 sendiri merupakan sebuah mobil elektrik yang amat kapabel. Sepasang motor elektriknya mampu menghasilkan output daya total sebesar 544 tenaga kuda, dan akselerasi 0 – 100 km/jam bisa dicatatkannya dalam waktu 4,7 detik saja. Dalam satu kali pengisian, baterainya juga sanggup membawa mobil menempuh jarak sekitar 500 km.

NIO ES6 Night Explorer Limited Edition

NIO hanya akan memproduksi ES6 edisi Razer ini sebanyak 88 unit saja. Harga awalnya dipatok mulai 467.800 yuan, atau setara ± Rp 950 juta.

Sumber: NIO.

Honda Tunjukkan Bahwa Dashboard Mobil Modern Tak Harus Sepenuhnya Digital untuk Bisa Tampil Menarik

Musim semi 2020 nanti, warga negara-negara Eropa bakal dibuat terpikat oleh sebuah mobil elektrik baru yang melintas di jalanan. Mobil tersebut adalah Honda E, yang penampilannya terkesan seperti reinkarnasi modern dari Civic generasi pertama di tahun 70-an, yang kala itu masih berwujud hatchback.

Kesan simpel namun playful itu tidak terhenti di luar, tapi juga berlanjut sampai ke dalam. Interior bergaya kontemporer ini tak hanya mengundang kita untuk segera masuk, tapi juga siap memanjakan para penumpangnya dengan teknologi canggih, dan itulah yang hendak didemonstrasikan oleh Honda baru-baru ini.

Honda E

Seperti yang bisa kita lihat, dashboard Honda E dihuni oleh layar dari ujung ke ujung. Di ujung kiri dan kanan, ada sepasang layar 6 inci yang bertugas menggantikan kaca spion, menampilkan apa saja yang terlihat oleh kamera di bagian eksteriornya. Konsep ini tidak jauh berbeda dari yang Audi terapkan pada mobil elektrik perdananya, e-tron.

Persis di balik lingkar kemudinya, layar 8,8 inci bertindak sebagai panel instrumen digital. Kemudian tepat di sebelahnya, terdapat dua layar sentuh 12,3 inci yang menampilkan antarmuka dari sistem infotainment-nya. Kenapa harus ada dua? Supaya pengemudi dan penumpang di sebelahnya tidak harus saling berebut akses.

Honda E

Ya, kedua layar infotainment ini bisa dioperasikan secara terpisah. Jadi semisal sang pengemudi sedang sibuk mengakses sistem navigasi, penumpang di sebelahnya bebas meracik playlist musik untuk menemani perjalanan. Pengoperasiannya sendiri mengandalkan sentuhan, dengan tampilan antarmuka yang sengaja dibuat semirip mungkin dengan smartphone supaya terasa familier.

Integrasi smart assistant tentu saja tidak ketinggalan, apalagi mengingat tahun lalu Honda sempat mengumumkan kemitraan strategisnya bersama SoundHound. Honda Personal Assistant, demikian nama resminya, siap merespon perintah-perintah suara pengemudi dan penumpang yang disampaikan dengan bahasa percakapan sehari-hari, sekaligus menyalurkan akses ke beragam layanan online.

Dukungan Android Auto dan Apple CarPlay tentu juga tersedia. Pemilik Honda E bahkan dapat meneruskan video yang ditontonnya di ponsel menuju ke layar besar di dashboard, tapi ini hanya bisa dilakukan saat mobil sedang diparkir atau di-charge.

Honda E

Satu hal yang saya suka dari dashboard Honda E adalah bagaimana desainernya masih mementingkan eksistensi input fisik. Persis di depan layar infotainment-nya, kita bisa melihat sederet tombol dan kenop, demikian pula seabrek tombol yang terdapat di setir.

Sistem pendingin Honda E pun bahkan masih harus dioperasikan via panel tersendiri, tidak seperti Tesla Model 3 yang menurut saya kelewat canggih hingga akhirnya menyusahkan pengemudi dan penumpang dengan segala fungsinya yang harus dikendalikan melalui layar sentuh.

Honda E

Honda E tak lupa mengadopsi tren yang sedang hangat di dunia otomotif, yakni menjadikan ponsel sebagai semacam kunci digital mobil, sehingga pemiliknya dapat mengunci dan membuka mobil menggunakan ponsel. Beragam fungsinya pun juga dapat diakses melalui aplikasi pendamping yang terdapat di ponsel, semisal untuk memonitor sisa baterai mobil, atau mengaktifkan sistem pendingin sebelum menaiki mobilnya.

Sumber: Autoblog dan Honda.

Konsumen Tesla Bakal Bisa Streaming YouTube dan Netflix dari Layar Dashboard Mobilnya

Tesla telah beberapa kali membuktikan bahwa mobil pada dasarnya tidak jauh berbeda dari sebuah gadget yang dapat disempurnakan melalui software update. Itulah mengapa mereka sangat rajin merilis versi baru dari software yang mengotaki mobil-mobilnya, dan tidak lama lagi, software versi kesepuluhnya bakal segera meluncur.

Seperti halnya Tesla Software Version 9.0 yang dirilis Oktober tahun lalu, Version 10.0 (V10) ini bakal menghadirkan sejumlah fitur baru yang menarik. Dari segi infotainment misalnya, software baru ini akan menghadirkan kapabilitas streaming video, yang berarti para pemilik mobil Tesla bakal bisa menikmati tayangan dari YouTube maupun Netflix di layar sentuh masif yang terpampang pada dashboard.

CEO Tesla, Elon Musk, tidak lupa menambahkan bahwa menonton di dalam mobil Tesla bakal terkesan sinematik dan immersive berkat dukungan jok yang begitu nyaman serta sistem audio surround. Tentu saja fitur ini baru bisa dinikmati apabila mobil sedang dalam posisi berhenti.

Bertambah lagi alasan mengapa layar dashboard Tesla Model 3 dan Model Y sengaja berorientasi landscape / Tesla
Bertambah lagi alasan mengapa layar dashboard Tesla Model 3 dan Model Y sengaja berorientasi landscape / Tesla

Jadi selagi mobil di-charge di sebuah stasiun Supercharger, pemiliknya dapat menunggu sambil streaming video di layar besar dashboard, tidak perlu lagi melalui ponselnya. Demi semakin memanjakan para konsumennya, Tesla juga berniat untuk menyediakan akses Wi-Fi gratis di stasiun Supercharger.

Elon juga bilang bahwa fitur streaming video ini nantinya bakal bisa dinikmati selagi mobil sedang bergerak, dengan catatan kapabilitas self-driving secara penuh telah disetujui oleh pemerintah setempat. Dengan kata lain, di saat mobil-mobil Tesla sudah diperbolehkan mengemudi dengan sendirinya (tanpa batasan macam khusus di jalan tol saja seperti sekarang), pengemudi maupun penumpang lainnya dapat bersantai menonton selagi masih dalam perjalanan.

Masih seputar infotainment, V10 bakal menghadirkan fitur voice control sehingga pesan teks yang masuk bisa dibacakan ke pengemudi, dan dia pun dapat memberikan balasan secara lisan. Di luar itu, V10 bakal membawa penyempurnaan kinerja sistem Autopilot di jalan tol, kemampuan mendeteksi tanda berhenti dan lampu lalu lintas yang lebih baik, serta fitur Smart Summon.

Sumber: Electrek 1, 2.

Fisker Sedang Kerjakan SUV Elektrik, Kali Ini Tanpa Klaim Kelewat Ambisius

Henrik Fisker bukanlah nama yang asing di dunia otomotif. Pria berkebangsaan Denmark itu selama ini dikenal sebagai sosok yang bertanggung jawab atas rancangan mobil yang menawan macam Aston Martin DB9 dan BMW Z8, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk mendirikan perusahaannya sendiri di tahun 2007.

Sayangnya kiprah Fisker Automotive tidak bertahan lama dan harus menghadapi kebangkrutan di tahun 2013. Namun ambisi Henrik Fisker rupanya belum habis, dan di tahun 2016, lahirlah Fisker Inc. sebagai perusahaan terbarunya.

Fisker Inc. sejauh ini belum punya produk untuk dinikmati konsumen sama sekali. Mereka memulai debutnya dengan memperkenalkan konsep mobil elektrik bernama Fisker EMotion, yang diklaim bakal menjadi terobosan baru berkat baterai berteknologi supercapacitor graphene yang diusungnya. Sayang konsep tersebut hanya semakin membuktikan bahwa Fisker kelewat ambisius, sebab tidak sampai setahun setelahnya, Fisker dilaporkan telah mengganti baterai EMotion menjadi li-ion biasa.

Fisker Electric SUV

Namun Fisker sepertinya mulai menemukan titik terang tahun ini. Setelah beberapa bulan memberikan sejumlah teaser, Fisker akhirnya mengumumkan bahwa mereka sedang mengerjakan sebuah SUV elektrik, dan yang paling penting, tanpa klaim terobosan ini-itu seperti sebelumnya.

Melihat wujudnya, sejatinya tidak ada yang terlalu istimewa dari SUV elektrik Fisker ini. Namun itu justru merupakan kabar baik mengingat peluangnya untuk terealisasi semestinya jauh lebih besar. Kategori SUV juga seharusnya bisa menjangkau minat lebih banyak kalangan mengingat belakangan pabrikan-pabrikan seperti Mercedes-Benz maupun Audi pun merilis mobil elektrik perdananya di segmen ini.

Desain prototipenya tidak melenceng jauh dari sketsa awalnya / Fisker Inc.
Desain prototipenya tidak melenceng jauh dari sketsa awalnya / Fisker Inc.

Detail mengenai mobil ini masih belum banyak. Spesifikasinya seperti apa juga masih belum diketahui, namun mobil ini disebut mampu menempuh jarak hingga 480 km dalam satu kali charge. Fisker juga bilang bahwa interiornya yang banyak mengandalkan bahan-bahan hasil daur ulang tergolong sangat lapang untuk ukurannya, dan ini mengindikasikan kalau mobil ini bakal masuk kategori compact SUV (tanpa kursi baris ketiga).

Fisker menarget harga jual mobil ini di bawah $40.000, dan ini cukup mengesankan kalau mempertimbangkan jarak tempuh per charge-nya itu tadi. Fisker berencana memamerkan prototipenya dalam beberapa bulan ke depan, dan berharap bisa memasarkan SUV elektrik ini mulai tahun 2021 mendatang.

Sumber: Electrek.