TikTok Luncurkan TikTok Shopping, Bisa Sisipkan Etalase Dagangan di Profil

Kehebatan algoritma TikTok dalam hal memviralkan siapapun menjadikannya sebagai lahan subur buat para pemilik bisnis. Entah itu pemilik bisnis rumahan ataupun perusahaan multinasional, hampir semuanya kini menggunakan TikTok untuk menjangkau pelanggan-pelanggan baru.

Jadi dengan mengunggah suatu video yang viral, harapannya adalah audiens dalam jumlah besar itu bisa diarahkan ke toko online sang pemilik bisnis. Namun bagaimana seandainya mereka bisa langsung memajang etalase dagangannya di TikTok? Well, tidak perlu berandai-andai, sebab itu bakal diwujudkan oleh fitur bernama TikTok Shopping.

Inisiatif ini merupakan kolaborasi antara TikTok dan Shopify. Idenya adalah supaya para merchant Shopify yang memiliki akun bisnis TikTok bisa menyisipkan semacam mini storefront berisikan katalog produknya pada profil akunnya masing-masing. Storefront tersebut juga terhubung ke situs masing-masing pemilik bisnis sehingga pembeli bisa langsung melakukan checkout.

Alternatifnya, merchant Shopify juga dapat menyelipkan tautan pada video yang mereka unggah ke TikTok. Ini berarti komunitas TikTok punya dua cara untuk berbelanja; bisa melalui etalase di profil milik sang merchant tadi, atau dengan mengklik produk yang di-tag dalam suatu video.

TikTok Shopping saat ini belum tersedia secara luas, dan TikTok baru mengujinya bersama sejumlah merchant Shopify terpilih di Amerika Serikat dan Inggris. Kawasan-kawasan lain kabarnya baru akan kebagian jatah dalam beberapa bulan ke depan.

Kehadiran TikTok Shopping pada dasarnya semakin memperkuat tren social commerce yang kian populer dalam beberapa tahun terakhir ini. Apa yang TikTok terapkan memang belum sepenuhnya social commerce, sebab transaksi jual-belinya masih berlangsung di toko online masing-masing merchant ketimbang di platform TikTok itu sendiri, tapi kita tidak perlu terkejut seandainya tren yang dituju memang mengarah ke sana.

Sumber: Engadget dan Shopify.

Facebook Perbarui Tool Transfer Datanya, Kini Lebih Mudah Digunakan dan Lebih Menyeluruh

Facebook mengumumkan sejumlah pembaruan terhadap tool Transfer Your Information yang mereka miliki. Tujuannya tidak lain dari memberikan pengguna kontrol yang lebih menyeluruh terhadap data mereka masing-masing

Pembaruan yang paling utama adalah tampilan antarmuka atau UI yang lebih simpel dan lebih mudah dinavigasikan, terutama bagi yang mengaksesnya dari perangkat mobile. Pengguna sekarang bisa dengan gampang melihat tipe data apa saja yang didukung oleh masing-masing layanan tujuan, semisal Google Photos untuk foto dan video, atau Blogger untuk post dan note.

Facebook juga telah menambahkan dua layanan tujuan baru, yakni Photobucket dan Google Calendar. Dengan adanya Google Calendar, jenis data yang bisa ditransfer pun otomatis bertambah satu, yakni event. Facebook tidak lupa menyediakan opsi filter sehingga pengguna dapat memilih data-data yang hendak dipindah secara lebih presisi.

Versi awal tool ini pertama Facebook luncurkan menjelang akhir 2019. Kala itu, tipe data yang bisa dipindah hanyalah foto dan video saja, dan layanan tujuan yang didukung pun hanya Google Photos. Facebook perlahan menambahkan sejumlah layanan tujuan lain macam Dropbox dan Backblaze. Lalu pada bulan April kemarin, mereka menambahkan post dan note sebagai tipe data baru yang bisa ditransfer ke Google Docs, Blogger, atau WordPress.com.

Tool ini merupakan bagian dari upaya Facebook menjunjung prinsip portabilitas data. Pada pertengahan 2018, bersama dengan Google, Microsoft, dan Twitter, Facebook meluncurkan platform portabilitas data yang bersifat open-source bernama Data Transfer Project. Facebook berjanji untuk terus berkontribusi terhadap proyek tersebut, dan salah satu caranya adalah dengan menyempurnakan tool Transfer Your Information ini.

Untuk mengaksesnya, pengguna bisa masuk ke menu Settings di aplikasi atau situs Facebook, lalu pilih opsi “Your Facebook Information”. Selanjutnya, pilih opsi “Transfer a copy of your information”, dan tinggal ikuti langkah-langkahnya.

Sumber: Facebook.

Twitter Spaces Kedatangan Fitur Co-hosting untuk Membantu Memudahkan Moderasi

Twitter resmi menghapus fitur Fleet pada tanggal 3 Agustus kemarin karena sepi pengguna. Nasib yang berbeda justru dialami Spaces. Fitur live audio yang Twitter hadirkan untuk menyaingi Clubhouse ini justru konsisten menerima pembaruan meski baru eksis selama beberapa bulan.

Yang terbaru, Twitter menambahkan fitur co-hosting pada Spaces. Jadi sekarang setiap host dari suatu Space dapat menunjuk dua orang lain (yang sudah tergabung dalam Space tersebut) untuk menjadi co-host. Tujuannya tentu supaya para co-host ini dapat membantu dalam hal moderasi, apalagi mengingat Twitter sama sekali tidak membatasi jumlah partisipan yang bisa dimiliki suatu Space.

Masing-masing co-host dapat membantu mengundang partisipan untuk menjadi pembicara. Mereka juga bisa menerima atau menolak request, menyematkan cuitan (pin Tweet), serta menendang partisipan seandainya diperlukan.

Yang tidak bisa dilakukan oleh co-host adalah mengundang atau menendang co-host lain. Para co-host juga tidak bisa menyetop suatu Space. Hak ini sepenuhnya dipegang oleh yang membuat Space. Namun jika host aslinya keluar tanpa menghentikan sesinya lebih dulu, maka admin privilege-nya bakal ditransfer ke co-host yang pertama ditunjuk.

Kehadiran peran co-host secara langsung menambah jumlah maksimum pembicara yang dapat ditampung suatu Space. Kalau sebelumnya Twitter membatasi cuma sepuluh pembicara saja, sekarang setiap Space bisa memiliki satu host, dua co-host, dan sepuluh pembicara sekaligus — total 13 orang.

Penyempurnaan demi penyempurnaan yang dihadirkan untuk Spaces pada dasarnya bisa menjadi indikasi kepentingannya di mata Twitter. Kita tidak perlu terkejut seandainya Twitter kian rutin menghadirkan update untuk Spaces, terutama mengingat Clubhouse — yang baru-baru ini sudah resmi meninggalkan status beta — juga berkomitmen untuk merilis update besar setiap satu atau dua minggu.

Sumber: TechCrunch. Gambar header: Depositphotos.com.

Resmi Tinggalkan Status Beta, Clubhouse Kini Dapat Langsung Digunakan Tanpa Undangan

Clubhouse resmi meninggalkan fase beta. Setelah sekitar satu tahun lebih, Clubhouse akhirnya tidak lagi menggunakan sistem invite-only. Artinya, mulai hari ini Anda bisa mengunduh aplikasi Clubhouse di iOS atau Android, lalu langsung menggunakannya tanpa harus menunggu antrean maupun undangan dari teman yang sudah lebih dulu memakainya.

Dalam pengumumannya, Clubhouse menjelaskan bahwa sistem invite ini merupakan bagian penting dari sejarah mereka. Kesannya memang seperti sok eksklusif, tapi mekanisme ini sejatinya Clubhouse manfaatkan untuk meminimalkan problem yang kerap muncul ketika jutaan pengguna baru tiba-tiba muncul secara bersamaan karena efek viral.

Membuka diri ke publik secara luas pada dasarnya merupakan langkah alami yang harus Clubhouse ambil, terutama mengingat jumlah pesaingnya yang terus bertambah. Banyak yang menilai Clubhouse agak terlambat soal ini, tapi saya berpikir Clubhouse sepertinya sengaja memilih rute yang bertahap supaya terus diberitakan dari waktu ke waktu — viral di bulan-bulan pertama 2021, lalu kembali jadi sorotan di bulan Mei seiring dengan peluncurannya di Android, dan sekarang lagi-lagi jadi bahan pembicaraan publik karena akhirnya sudah terbuka untuk semua.

Clubhouse juga memberi gambaran seberapa jauh mereka bertumbuh sejak awal tahun. Jumlah timnya bertambah dari 8 orang menjadi 58 orang. Jumlah room yang dibuat pengguna setiap harinya naik dari 50 ribu menjadi 500 ribu. Sejak versi Android-nya dirilis, Clubhouse juga sudah menampung sekitar 10 juta pengguna baru.

Pekan lalu, Clubhouse juga baru meluncurkan fitur messaging bernama Backchannel, dan sejauh ini sudah ada sekitar 90 juta pesan yang terkirim. Kalau dirata-rata, pengguna menghabiskan waktu bercengkerama di Clubhouse selama lebih dari satu jam setiap harinya. Guna merayakan itu semua, Clubhouse pun menyingkap logo baru beserta situs baru.

Ke depannya, Clubhouse berniat untuk menghadirkan update besar setiap satu atau dua minggu. Mereka sepertinya juga tengah giat menyajikan konten eksklusif dengan berkolaborasi bersama sejumlah pihak. Baru-baru ini misalnya, mereka menggandeng TED untuk menyiarkan konten-konten eksklusif di Clubhouse.

Sumber: Clubhouse.

Sepi Pengguna, Twitter Hapus Fitur Story-nya, Fleet

Format konten ephemeral atau Story yang Snapchat dan Instagram populerkan memang pada akhirnya sudah diadopsi oleh banyak platform sosial lain, tapi itu bukan berarti format tersebut cocok untuk semua platform. Di Twitter misalnya, format tersebut sangat jarang digunakan sampai-sampai Twitter berniat untuk menghapusnya.

Lewat sebuah blog post, Twitter mengumumkan bahwa per 3 Agustus 2021, mereka bakal menghapus fitur Story yang mereka namai Fleet. Pengumuman ini cukup mengejutkan mengingat Fleet sendiri sebenarnya baru diluncurkan secara resmi pada bulan November 2020. Dengan kata lain, meski belum ada satu tahun berselang, Twitter rupanya sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa sebagian besar penggunanya tidak butuh fitur ini.

Saat pertama kali Fleet diluncurkan, Twitter pada dasarnya berspekulasi bahwa fitur ini bisa membantu mendorong penggunanya lebih aktif dalam percakapan ketimbang sebatas menjadi silent reader. Sifat Fleet yang sementara (bakal dihapus secara otomatis setelah 24 jam) semestinya bakal membuat pengguna Twitter lebih nyaman dalam berekspresi.

Namun pada kenyataannya, seperti yang Twitter beberkan sendiri, yang sering menggunakan Fleet justru adalah mereka yang sebelumnya juga sudah aktif berdiskusi di Twitter, dan sering kali mereka memanfaatkan Fleet untuk mengamplifikasi cuitan demi cuitan yang mereka unggah. Spekulasi Twitter salah, dan mereka pun memutuskan untuk segera move on.

Meski Fleet merupakan produk gagal, beberapa fitur yang ditawarkannya masih akan dipertahankan oleh Twitter. Tiga di antaranya, yakni fitur kamera full-screen, opsi formatting teks, dan stiker GIF, bakal diintegrasikan ke dalam jendela compose Tweet.

Baris di atas linimasa yang selama ini dihuni Fleet juga bakal tetap eksis, hanya saja yang menempatinya nanti cuma Spaces, fitur live audio room yang Twitter luncurkan belum lama ini untuk bersaing dengan Clubhouse. Meski mungkin masih terlalu dini untuk menilai, namun Twitter Spaces nampaknya memang jauh lebih populer ketimbang Fleet.

Penghapusan Fleet ini sekaligus Twitter jadikan bukti bahwa mereka tidak segan untuk terus berevolusi. Menurut Twitter, sesekali memang harus ada fitur-fitur yang dipensiunkan kalau memang terbukti tidak berhasil, dan ini juga menunjukkan kemauan Twitter untuk mendengarkan feedback dari para penggunanya.

Via: The Verge.

TED Bakal Hadirkan Konten Eksklusif di Clubhouse

Format ‘podcast interaktif’ yang Clubhouse populerkan sudah tidak bisa lagi dikatakan eksklusif. Pesaing aplikasi social audio tersebut bukan cuma satu sekarang, melainkan tiga sekaligus, dan semuanya berasal dari perusahaan besar: Twitter Spaces, Spotify Greenroom, dan Facebook Live Audio Room.

Di titik ini, Clubhouse pada dasarnya butuh amunisi baru untuk tetap relevan. Salah satu yang sudah mereka siapkan adalah konten eksklusif. Bukan dari sembarang kreator, melainkan yang disajikan oleh TED. Baru-baru ini, kedua perusahaan rupanya telah meneken kontrak kerja sama supaya TED bisa menghadirkan konten audio eksklusif di Clubhouse.

Konten yang pertama adalah “Thank Your Ass Off”, yang akan disiarkan seminggu sekali setiap hari Senin pukul 22.00 WIB mulai tanggal 12 Juli ini juga. Konten-konten lainnya bakal segera menyusul ke depannya, dan semuanya tentu bakal dihadirkan melalui akun resmi TED sendiri di Clubhouse.

Kepada The Verge, perwakilan Clubhouse menjelaskan bahwa TED bebas menjual iklan atau sponsorship pada kontennya, dan Clubhouse sama sekali tidak akan mengambil untung dari situ. Nama besar dan popularitas TED boleh dibilang sudah cukup menguntungkan bagi Clubhouse di tengah panasnya persaing platform social audio.

Sebagai perspektif, TED meluncurkan jaringan podcast-nya pada bulan Februari lalu, dan mereka mengklaim koleksi kontennya diunduh sebanyak 1,65 juta kali setiap harinya oleh pengguna di seluruh dunia. Di Spotify, TED Talks Daily merupakan podcast terpopuler kedua setelah The Joe Rogan Experience di sepanjang tahun 2020.

Buat TED sendiri, Clubhouse tentunya bisa menjadi wadah alternatif untuk menyajikan konten audio yang lebih interaktif, seperti misalnya sesi live Q&A, yang tentunya mustahil diwujudkan lewat format podcast tradisional. Kebetulan Clubhouse juga cukup sering dibanding-bandingkan dengan TED sehubungan dengan banyaknya sesi live yang inspiratif.

Pada akhirnya, kedua pihak bakal sama-sama diuntungkan berkat kerja sama ini, dan kita sebagai pengguna juga pasti tidak akan menolak adanya konten-konten ekstra yang berkualitas. Apakah platform pesaing Clubhouse juga bakal mengambil langkah serupa dan menghadirkan konten eksklusif ke depannya? Kita tunggu saja.

Sumber: The Verge. Gambar header: Depositphotos.com.

Lewat Program TikTok Resumes, TikTok Berniat Menjadi LinkedIn-nya Kalangan Gen Z

Melamar pekerjaan lewat sebuah video TikTok mungkin terkesan kurang profesional atau bahkan kurang sopan. Namun ada kemungkinan tren ini bakal diadopsi secara luas ke depannya. Di Amerika Serikat, TikTok baru saja meluncurkan TikTok Resumes, sebuah program yang pada dasarnya bakal menambah fungsi TikTok menjadi semacam bursa lowongan kerja.

Lewat program ini, pengguna TikTok pada dasarnya dapat mengirimkan lamaran dalam bentuk video untuk sejumlah posisi di berbagai perusahaan. Di AS misalnya, TikTok sudah menggandeng perusahaan-perusahaan ternama macam Chipotle, Target, WWE, Alo Yoga, Shopify, Contra, Movers+Shakers, dan masih banyak lagi, untuk ikut berpartisipasi dalam program ini.

Sama halnya seperti melamar pekerjaan dengan cara tradisional, di sini kandidat dianjurkan untuk menunjukkan berbagai keahlian beserta pengalamannya dengan cara sekreatif mungkin. Baru-baru ini, TikTok telah menambah durasi video maksimum untuk semua pengguna dari 60 detik menjadi 3 menit, dan itu pastinya dapat membantu kandidat untuk mengekspresikan kelebihan-kelebihannya secara lebih maksimal.

@coop.cmTiktok do your thing! Check out ➡️ #TikTokResumes #TikTokPartner #productmanagment #jobsearch #graduated

♬ original sound – Christian 🚀

Usai dibuat, video resume-nya bisa langsung diunggah ke TikTok dengan tagar #TikTokResumes, kemudian dikirim ke perusahaan-perusahaan yang membuka lowongan. Sejauh ini, sebagian lowongannya melibatkan pekerjaan-pekerjaan di bidang kreatif seperti membuat konten TikTok untuk brand maupun mengembangkan strategi media sosial.

Meski demikian, ada juga beberapa posisi yang sepintas tidak ada kaitannya sama sekali dengan bidang kreatif, seperti misalnya lowongan untuk posisi Senior Data Scientist yang dibuka oleh Shopify. Namun yang paling mencuri perhatian mungkin adalah lowongan untuk posisi “WWE Superstar” yang dibuka oleh sang raksasa media di bidang gulat profesional asal Amerika Serikat, WWE.

Juga sama seperti lowongan pekerjaan pada umumnya, program TikTok Resumes ini hanya bersifat sementara dan punya batas waktu. Di AS, program ini bakal berakhir pada tanggal 31 Juli mendatang. Bukan tidak mungkin ke depannya TikTok akan membuka program yang sama di negara-negara lain, sampai akhirnya mereka bisa dikenal sebagai LinkedIn-nya kalangan Gen Z.

Sumber: TikTok dan The Verge.

Instagram Bukan Lagi Aplikasi Berbagi Foto, Tetapi Layanan Hiburan

Hal apa yang Anda ingat saat pertama kali mengenal Instagram? Ya, aplikasi berbagi foto dengan format persegi 1:1 yang sampai saat ini masih menjadi aspek rasio default. Lalu, kemana arah tujuan baru Instagram?

Kepala Instagram Adam Mosseri baru-baru ini membuat postingan video di akun Twitter-nya dan berbicara tentang rencana perusahaan untuk paruh kedua tahun 2021. Dalam video tersebut, Mosseri menguraikan beberapa perubahan yang akan terjadi di Instagram selama beberapa bulan ke depan dan apa yang akan menjadi fokus perusahaan.

Salah satu kesimpulan utama dari video tersebut adalah pengakuan Mosseri mengenai sifat layanan tersebut. “Kami bukan lagi aplikasi berbagi foto,” tegas Mosseri, di tengah video dan ia ingin merangkul video secara lebih luas.

 

Sebagai gantinya, perusahaan akan fokus pada empat hal: creators, video, shopping, dan messaging. Terkhusus video, tampaknya menjadi fokus utama Instagram karena sekarang melihat dirinya sebagai layanan hiburan, kurang lebih mirip seperti YouTube dan TikTok.

Dia menjelaskan akan ada beberapa perubahan dan eksperimen, termasuk menunjukkan rekomendasi pengguna untuk topik yang tidak mereka ikuti dan membuat video lebih imersif dengan menawarkan pengalaman layar penuh. Perubahan yang terjadi di Instagram bukan hal yang mengejutkan, perusahaan telah lama mendorong konten berbasis video lewat feed, IGTV, Stories, dan yang terbaru Reels.

Seiring berkembangnya persaingan di sekitarnya, perusahaan terus berubah dan bermetamorfosis mengikuti tren terbaru. Mosseri juga secara langsung menyebut TikTok dan YouTube tentang seberapa populer mereka dan bagaimana Instagram perlu beradaptasi untuk bersaing dengan mereka.

Sumber: GSMArena

Instagram Sedang Kembangkan Fitur Membership bernama Exclusive Stories

Instagram bukan lagi sebatas aplikasi berbagi foto. Pendapat itu datang langsung dari bos Instagram sendiri, Adam Mosseri. Menurutnya, Instagram saat ini tengah berfokus pada empat area: Creator, Video, Shopping dan Messaging.

Untuk mewadahi para kreator, Instagram sepertinya sedang menyiapkan semacam fitur membership bernama Exclusive Stories. Kabar ini pertama muncul dari seorang reverse engineer bernama Alessandro Paluzzi, dan kini telah dikonfirmasi langsung oleh Instagram kepada TechCrunch.

Menurut Instagram, screenshot dari fitur Exclusive Stories yang dibagikan Alessandro tersebut berasal dari prototipe internal yang sekarang sedang dalam proses pengembangan, tapi belum diuji secara publik. Sayangnya Instagram enggan mengungkap detail lebih lengkap mengenai fitur ini.

Tampilan prototipe fitur Exclusive Stories / Sumber: Alessandro Paluzzi

Cara kerja Exclusive Stories cukup mirip seperti fitur Super Follow di Twitter. Kreator pada dasarnya dapat mengunggah konten Story, lalu menandainya sebagai konten eksklusif yang hanya bisa dilihat oleh para member-nya. Agar bisa menjadi member, kemungkinan ada tarif berlangganan yang harus dibayarkan kepada sang kreator. Dengan kata lain, fitur ini bisa menjadi sumber pemasukan tambahan bagi kalangan kreator.

Konten Exclusive Stories itu akan ditandai dengan icon berwarna ungu. Tiap-tiap konten Exclusive Stories tidak bisa di-screenshot. Tentunya mekanisme ini dimaksudkan untuk melindungi eksklusivitas konten, sehingga para member tidak bisa seenaknya membagikan Exclusive Stories unggahan seorang kreator kepada teman-temannya yang belum menjadi member.

Kreator juga memiliki opsi untuk menyimpan Exclusive Stories sebagai Highlight, sehingga member-nya dapat mengakses deretan konten eksklusif sebelum-sebelumnya. Tentunya semua ini bisa berubah seiring fiturnya dikembangkan, tapi setidaknya kita sudah tahu garis besarnya seperti apa.

Apa yang Instagram kerjakan ini sejatinya sejalan dengan visi Facebook untuk memberikan wadah monetisasi yang lebih bervariasi kepada kreator. Facebook sendiri belum lama ini mengumumkan kehadiran podcast dan live audio room (kloningan Clubhouse) pada platform-nya, dan mereka juga baru saja meluncurkan sebuah platform paid newsletter bernama Bulletin.

Sumber: TechCrunch. Gambar header: Depositphotos.com.

LINE Umumkan LINE Stickers Premium, Program Berlangganan Stickers Mulai dari Rp15.000 Per Bulan

Stickers merupakan salah satu fitur unggulan dari LINE. Aplikasi berkirim pesan, panggilan suara dan video ini memiliki lebih dari 10.000 stickers dan emotikon, baik karakter LINE atau karakter lain yang dapat digunakan untuk mengekspresikan suasana hati.

Layanan LINE Stickers kembali menghadirkan inovasi dengan menyediakan program berlangganan stickers, disebut LINE Stickers Premium (LSP). LSP memungkinkan pengguna LINE untuk memilih opsi berlangganan bulanan sehingga mereka bisa mengubah stickers yang telah mereka beli dengan stickers lain yang mereka inginkan pada bulan berikutnya.

Pada program LSP ini, LINE telah menyeleksi sebanyak lebih dari 72.000 stickers dari 72.000 kreator di Indonesia dan sejumlah negara lain untuk ikut menyertakan stickers & stickons mereka sebagai LINE Stickers Premium. Para kreator tetap bisa memilih apakah karya mereka ingin diikutkan ke dalam program LSP ini atau tidak.

LINE Stickers Premium hadir tidak hanya sebagai program yang memberikan pilihan lebih beragam kepada pengguna LINE untuk mendapatkan stickers yang mereka inginkan dengan cara yang berbeda. Program ini juga hadir sebagai bentuk apresiasi kami kepada para kreator LINE Stickers yang telah berkontribusi mengembangkan layanan ini serta menyediakan opsi bagi mereka yang dapat memperkenalkan karya-karyanya lebih jauh lagi kepada pengguna LINE di seluruh dunia,” ujar Trisnia Anchali Kardia, Sales Director LINE Indonesia.

LINE menyediakan dua pilihan berlangganan yang terdiri atas Basic Plan dan Deluxe Plan. Basic Plan menyediakan program berlangganan stickers dengan harga Rp15.000 per bulan bagi pelajar, sedangkan untuk pengguna umum Rp25.000 per bulan atau Rp249.000 per tahun. Sementara, opsi Deluxe Rp35.000 per bulan bagi belajar dan Rp45.000 atau Rp449.000 per tahun bagi pengguna umum.

Kedua opsi langganan tersebut menyediakan sejumlah manfaat bagi pelanggan, yakni akses tak terbatas ke lebih dari 500.000 stickers premium, mengganti set stickers yang disukai secara bebas, dan mengirim stickers atau emoji dari suggestion bar. LSP juga menawarkan kapasitas maksimum bagi kedua program berlangganan ini, 5 set stickers untuk program Basic dan 1.000 set stickers atau emoji untuk program Deluxe.

Perlu dicatat, kapasitas tersebut bergantung kepada kapasitas penyimpanan dari perangkat pengguna. Adapun bagi pelanggan program Deluxe akan mendapatkan akses tak terbatas ke lebih dari 50.000 emoji. Bagi pengguna yang tertarik untuk berlangganan, saat ini terdapat program khusus yakni berlangganan satu bulan gratis yang bisa diakses di sini.

Sebagai inisiatif dari LINE, program LSP juga dihadirkan sebagai bentuk pencapaian LINE Stickers yang hingga saat ini telah memiliki lebih dari 800.000 kreator stickers dan emoji di seluruh dunia. Dengan model berlangganan pembelian LINE Stickers yang baru ini, kita bisa mendapatkan opsi untuk memiliki stickers dengan harga yang lebih murah.