[Hands-on] GoPro Hero8 Black, Racun Bagi Content Creator

Buat para video content creator, vlogger, atau YouTuber, serta traveler, penyuka kegiatan outdoor, dan olah raga ekstrem – GoPro Hero8 Black adalah racun buat kalian. Bentukan action camera ini mungil, tapi kemampuan perekam videonya amat powerful. Sebelum membahasnya lebih jauh, kita lihat dulu video berikut:

Ya, aksi (footage-nya) dan fitur-fitur GoPro Hero8 Black ini keren banget. Ada banyak peningkatan yang dibawa dibandingkan generasi sebelumnya, pertama ialah sistem stabilization HyperSmooth dan TimeWarp yang kini di-upgrade ke versi 2.0.

Menurut saya, kinerja HyperSmooth generasi pertama pada GoPro Hero7 series sudah cukup mengesankan, tapi memang masih ada beberapa batasan. Sedangkan, pada GoPro Hero8 Black, HyperSmooth 2.0 telah disempurnakan. Kini dapat diaplikasikan ke resolusi dan frame rate berapapun, serta dilengkapi perataan horizon dalam aplikasi.

Perlu diketahui, sistem stabilization ini aktif secara otomatis. HyperSmooth 2.0 juga menghadirkan mode Boost baru yang meningkatkan stabilisasi lagi saat dibutuhkan, dengan sedikit kompensasi berupa crop tapi tidak begitu signifikan.

PSX_20191031_111923

Sementara, dengan mode TimeWarp 2.0 – kita bisa membuat time-lapse dan memperlambatnya ke waktu nyata dengan mengetuk tombol dan ketuk lagi untuk mempercepatnya.

Terkait kemampuannya, kita masih menjumpai angka-angka yang sama seperti GoPro Hero7. Perekaman video dalam resolusi maksimum 4K 60 fps, slow-motion 1080 240 fps, serta pengambilan foto beresolusi 12MP.

PSX_20191031_111830

Kualitas hasil foto, terutama yang diambil menggunakan mode HDR meningkat. Pengambilan foto dalam format RAW kini berlaku untuk semua mode, termasuk mode time-lapse dan burst. Selain itu, fitur Digital Lenses untuk video maupun foto, memungkinkan kita memilih focal length yang diinginkan (Narrow, Linear, Wide yang lebih bebas distorsi, dan SuperView yang paling lebar).

Untuk desainnya, tampang Hero8 masih identik dengan Hero7. Bedanya di bagian bawah Hero8, kini sudah dilengkapi pengait bawaan dan 14 persen lebih ramping.

Artinya, kita dapat memasangkan beragam aksesori tanpa perlu menggunakan case tambahan. Penggantian baterai dan microSD pun menjadi lebih cepat dan lensanya sekarang 2x lebih tahan benturan. Durabilitas fisiknya; Hero8 masih tahan air hingga kedalaman 10 meter tanpa perlu memakai apa-apa.

Apalagi? Posisi mikrofonnya, kini menghadap ke depan dengan peningkatan algoritma yang mengurangi derau angin sehingga mampu menghadirkan kualitas audio yang lebih baik.

Namun fitur Hero8 Black yang benar-benar baru adalah Mod. Aksesori modular ini berbeda dari aksesori standar GoPro pada umumnya. Tiga Mod pertama yang GoPro rilis untuk Hero8 Black akan tersedia pada bulan Desember dan dirancang untuk menyulap action camera tersebut menjadi senjata utama para vlogger.

Mod yang pertama ialah Media Mod berupa mikrofon tipe shotgun yang menancap ke sisi kanan Hero 8 Black. Ia mengemas sepasang cold shoe untuk menyambungkan aksesori tambahan, tidak ketinggalan juga port USB-C, HDMI dan adaptor 3,5 mm untuk mikrofon eksternal.

Mod yang kedua, Display Mod adalah layar lipat 1,9 inci yang bisa dihadapkan ke depan atau belakang. Untuk bisa menggunakan Mod ini, kita wajib memiliki Media Mod, sebab ia memanfaatkan cold shoe dari Mod tersebut.

Terakhir, ada Light Mod yang dapat membantu memperbaiki kondisi pencahayaan di lokasi vlogging. Flash eksternal ini tahan air sampai kedalaman 10 meter, dan ia dibekali sebuah diffuser agar sorotannya tidak terlalu berlebihan. Selain berdiri sendiri, Light Mod juga dapat dipasangkan ke Media Mod maupun ke mount standar GoPro.

Dengan Mod ini, GoPro Hero8 Black semakin optimal sebagai kamera vlogger. Tentu saja, masih banyak lagi fitur dan peningkatan lainnya. Sebagai content creator pastikan Anda sudah memiliki kamera utama – misalnya kamera mirrorless dengan lensa yang Anda butuhkan sebelum membeli GoPro Hero8 Black. Walaupun tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan GoPro Hero8 sebagai kamera utama.

GoPro Max

Kalau Anda ialah pengguna Hero7 series dan merasa peningkatan Hero8 Black masih kurang signifikan, maka yang satu ini menjadi opsi terbaik buat Anda. Adalah GoPro Max, sebuah action camera 360 derajat yang membawa hampir semua kelebihan Hero8 Black yang tak lain merupakan penerus GoPro Fusion yang dirilis dua tahun lalu.

GoPro mengibaratkan Max sebagai tiga kamera yang berbeda dalam satu kemasan: action camera, kamera 360 derajat, dan kamera khusus vlogging. Sebagai action camera, GoPro Max siap merekam video beresolusi 1440p 60 fps atau menjepret foto 5,5 megapixel, lengkap dengan Digital Lenses dan sistem stabilization HyperSmooth 2.0 milik Hero8 Black.

Lalu, sebagai kamera 360 derajat, GoPro Max siap menyajikan output video 360 beresolusi 5,6K 30 fps, dan lagi-lagi HyperSmooth kembali memegang peran penting. GoPro bahkan menyebut sistem stabilization milik Max ini sebagai yang terbaik dari semua penawarannya selama ini.

Lalu sebagai kamera vlogging, Max siap memudahkan pekerjaan lewat layar front-facing dan enam buah mikrofon yang, kalau menurut GoPro, kinerjanya pantas disetarakan shotgun mic. Kita bisa memilih memfokuskan pengambilan suara dari depan atau dari arah sebaliknya.

Harga & Ketersediaan

PSX_20191031_111816

Bekerja sama dengan Erajaya Group, GoPro pun resmi menghadirkan Hero8 Black dan Max ke Indonesia. Masing-masing dibanderol Rp6.999.000 dan Rp8.699.000. Hero7 Black turun harga menjadi Rp5.399.000.

Keduanya akan tersedia secara pre-order pada tanggal 1-7 November 2019 secara eksklusif hanya di EranyaGoPro.com dan Blibli.com. Dengan bundle promo khusus berupa Sleeve, lanyard, dan microSD card 32GB untuk Hero8 Black. Sementara, untuk Max akan mendapatkan baterai cadangan.

Kemudian GoPro Hero8 Black dan Max akan tersedia pada 15 November 2019 di seluruh jaringan ritel Erajaya Group, Erafone, iBox, Samsung Store by NASA (SES), dan Urban Republic. Mod akan tersedia untuk pre-order di GoPro.com pada bulan Desember.

 

Bobotnya Kurang dari 20 Gram, Insta360 Go Adalah Action Cam Mungil dengan Pengoperasian Amat Praktis

Produsen action cam Insta360 baru saja memperkenalkan kamera yang sangat menarik. Dinamai Insta360 Go, kamera ini menarik karena dimensinya yang begitu kecil. Saking kecilnya, wujudnya yang seperti kapsul hanya berbobot 18 gram saja. Bodinya pun dirancang agar tahan air dengan sertifikasi IPX4.

Bukan hanya sangat ringkas, Go juga datang bersama tiga jenis mount yang amat praktis. Yang pertama adalah Magnet Pendant, yang memungkinkan pengguna untuk menempelkan Go pada bajunya guna melangsungkan perekaman dari sudut pandang orang pertama.

Yang kedua adalah Easy Clip, yang dapat dijepitkan ke beragam jenis pakaian dan sangat ideal untuk menemani aktivitas olahraga. Terakhir, ada Pivot Stand yang dapat ditempelkan ke berbagai permukaan datar, serta dapat disesuaikan angle-nya sesuai kebutuhan.

Insta360 Go

Mengoperasikan Go juga terkesan mudah meski ia tak dibekali layar sama sekali. Cukup tekan tombol di bawah lensanya satu kali, maka Go akan mulai merekam video dengan durasi maksimum 15, 30, atau 60 detik, tergantung pengaturan yang ditetapkan pengguna. Sejumlah mode perekaman yang lebih spesifik turut tersedia, termasuk halnya mode Hyperlapse dan slow-motion.

Go yang dibekali lensa f/2.1 ini mengambil video dalam resolusi maksimum 2720 x 2720 pixel dan kecepatan 25 fps. Pengguna diberi kebebasan memilih aspect ratio antara 1:1, 16:9 atau 9:16. Istimewanya, Go turut dilengkapi teknologi stabilization FlowState seperti milik Insta360 One X, yang cara kerja beserta hasilnya mirip seperti teknologi HyperSmooth racikan GoPro.

Insta360 Go

Namun menurut saya yang paling istimewa adalah bagaimana Go memindah hasil rekamannya menuju ke smartphone. Go datang bersama sebuah charging case, dan charging case-nya ini memiliki konektor Lightning pada ujungnya. Cukup letakkan Go pada charging case, tancapkan ke iPhone/iPad, maka semua video yang direkam akan ditransfer secara otomatis.

Untuk pengguna Android, mereka bisa menyambungkan Go beserta charging case-nya menggunakan kabel USB-C. Dalam satu kali pengisian, baterai Go diyakini cukup untuk merekam hingga 200 klip video. Lalu yang menjadi pertanyaan, harus diapakan 200 klip tersebut setelah dipindah ke smartphone? Diunggah satu per satu ke media sosial? Tentu tidak.

Insta360 Go

Berbekal kapabilitas AI, aplikasi pendamping Go akan membuatkan kompilasi klip-klip video terbaik yang sempat kita rekam, lalu ‘mengekstraknya’ menjadi satu video yang siap untuk dipamerkan ke publik. Tentu saja pengguna juga dipersilakan mengedit secara manual jika mau.

Pada dasarnya premis yang ditawarkan Go adalah supaya pengguna bisa fokus merekam dan tidak melewatkan satu pun momen yang menarik. Urusan editing, percayakan saja pada otomasi aplikasinya. Kalau tertarik, Insta360 Go saat ini sudah bisa dibeli seharga $200, sudah termasuk segala aksesori pendukungnya.

Sumber: DPReview.

Canon Siap Luncurkan Action Cam Mungil ‘Clippable’ Ivy Rec

Produk-produk fotografi dari Fujifilm dan Sony saat ini memang tengah naik daun di kalangan pengguna, namun data terbaru menunjukkan bahwa Canon-lah yang menempati urutan pertama daftar penjualan kamera DSLR dan mirrorless pada tahun 2018 di kawasan Jepang, dibuntuti Nikon dan Olympus. Tapi meski jadi pemimpin pasar, perusahaan imaging asal Tokyo itu tidak berhenti bereksperimen.

Setelah sempat memperkenalkan printer kamera instan Ivy Mini di bulan April 2018, Canon meluncurkan lagi sepasang kamera instan dengan printer build-in bernama Ivy Cliq dan Ivy Cliq Plus. Namun Ivy sendiri sepertinya bukanlah sub-brand yang dikhususkan pada produk instant camera semata. Buktinya, Canon baru-baru ini diketahui tengah menggodok kamera action mini spesialis kegiatan outdoor di bawah nama Ivy.

Melalui situs Indie Gogo, Canon memperkenalkan Ivy Rec, kamera portable yang siap jadi rekan ketika Anda pergi bertualang. Buat sekarang, hanya ada sedikit informasi terkait Ivy Rec yang telah produsen ungkap. Dari pengamatan saya, kamera ini memiliki wujud mirip thumb drive, dilengkapi dengan clip di bagian atas – sehingga kita dapat mudah menggantungnya. Modul lensa diposisikan di tengah, dilindungi bezel dari benturan.

Canon Ivy Rec 2

Ivy Rec tidak mempunyai layar, tetapi di sinilah aspek teruniknya. Bagian clip/gantungan kamera ini juga berfungsi sebagai viewfinder analog. Menurut Canon, absennya display LCD akan mengurangi kecemasan kita soal peluang layar tersebut rusak. Alternatifnya, Anda bisa mengakses live preview dari aplikasi mobile di smartphone. Ketika Ivy Rec tersambung ke ponsel pintar via Bluetooth, Anda dapat dengan mudah menyimpan, memindahkan serta men-share foto dan video.

Dari beberapa gambar di situs Indie Gogo, saya melihat adanya dial di sisi belakang untuk mengubah mode pemakaian (foto, video, multi dan buat mengakses fungsi wireless). Canon Ivy Rec kabarnya mempunyai struktur tubuh yang tahan benturan, kedap air (tercemplung maksimal sedalam 1-meter selama setengah jam), serta berbobot ringan (produsen belum menginformasikan berat perangkat ini secara spesifik).

Dalam mengabadikan momen, Ivy Rec mengandalkan sensor CMOS 13-megapixel 1/3-inci. Kamera action ini mampu merekam video di resolusi full-HD hingga 60-frame per detik. Canon juga sempat menekankan bagaimana Ivy Rec sangat ideal untuk pengambilan gambar di luar ruangan.

Canon berencana untuk memulai kampanye crowdfunding Ivy Rec di Indie Gogo dalam waktu dekat, tetapi waktu spesifiknya belum diketahui. Itu berarti, belum dapat dipastikan pula harga serta kapan produk ini akan tersedia.

DJI Osmo Action Siap Jadi Rival Kuat GoPro Hero 7

Mendengar nama DJI, saya yakin kita semua pasti langsung teringat dengan drone. Namun mulai sekarang bersiaplah mendengar DJI disebut-sebut sebagai rival berat GoPro. Pabrikan asal Tiongkok itu baru saja menyingkap action cam yang sangat menarik bernama Osmo Action.

Branding “Osmo” pertama kali DJI pakai di tahun 2015. Produk-produk bikinan DJI yang mengusung nama Osmo selama ini sejatinya punya satu kesamaan: semuanya sama-sama melibatkan gimbal 3-axis, mulai dari Osmo generasi pertama sampai Osmo Pocket yang diluncurkan mendekati akhir tahun lalu.

DJI Osmo Action

Osmo Action tidak demikian. Seperti yang bisa kita lihat, bentuknya sangat menyerupai GoPro Hero 7. Absennya gimbal bukan berarti ia tak mampu menghasilkan video yang stabil, sebab DJI telah berhasil mengemas kapabilitas yang sama dalam wujud sistem electronic image stabilization.

Sistem serupa merupakan salah satu nilai jual utama GoPro Hero 7 Black. GoPro menyebutnya dengan istilah HyperSmooth, sedangkan DJI memilih nama RockSteady. Saya cukup yakin cara kerja kedua sistem ini cukup mirip, sebab hasil akhirnya pun tidak jauh berbeda berdasarkan video-video komparasi yang saya tonton di YouTube.

Singkat cerita, RockSteady memungkinkan Osmo Action untuk menghasilkan video yang begitu mulus (tidak terguncang-guncang) meskipun perekamnya sedang berlari ataupun melompat-lompat. HyperSmooth milik GoPro Hero 7 Black pun sebenarnya juga sama, lalu apa nilai jual lain yang bisa DJI tawarkan?

DJI Osmo Action

Yang paling menarik menurut saya adalah hadirnya layar mini di samping lensa Osmo Action. Tidak seperti layar depan GoPro Hero 7 yang hanya bisa menampilkan indikator demi indikator, layar depan Osmo Action yang berukuran 1,4 inci ini dapat berfungsi sepenuhnya sebagai jendela bidik alias viewfinder demi memudahkan pengambilan selfie ataupun sesi vlogging.

Beralih ke belakang, tampak layar sentuh 2,25 inci yang mendominasi, sama kasusnya seperti GoPro Hero 7. Baik layar depan dan belakangnya ini sama-sama memiliki tingkat kecerahan maksimum 750 nit sehingga masih mudah dilihat di bawah terik matahari sekalipun. Selain touchscreen, Osmo Action turut mengusung tiga tombol pengoperasian, dan andai diperlukan, juga bisa dioperasikan via perintah suara.

DJI Osmo Action

Bagaimana dengan spesifikasinya? Di sini DJI telah menyematkan sensor CMOS 1/2,3 inci beresolusi 12 megapixel yang digandengkan dengan lensa f/2.8 bersudut pandang seluas 145°. Opsi perekaman paling tingginya berada di resolusi 4K 60 fps, dengan bitrate 100 Mbps, sedangkan untuk para penggemar video slow-motion, ada pilihan resolusi 1080p 240 fps.

Mode-mode seperti HDR dan time lapse tentu tersedia, dan semua ini akan disimpan ke dalam kartu microSD, dengan dukungan kapasitas maksimum hingga 256 GB. Terkait baterai, DJI mengklaim waktu penggunaan Osmo Action hingga 93 menit nonstop untuk perekaman di resolusi 4K 30 fps dan dengan RockSteady dalam posisi aktif, atau hingga 135 menit di resolusi 1080p 30 fps tanpa RockSteady.

Sebagai sebuah action cam, perangkat ini sudah pasti memiliki bodi yang tangguh; tahan debu, tahan banting meski terjatuh dari ketinggian 1,5 meter, tahan air sampai kedalaman 11 meter tanpa bantuan casing, dan tahan beku hingga suhu -10° Celsius. Tentu saja semua ini masih bisa ditingkatkan lagi dengan bantuan bermacam aksesori, termasuk halnya aksesori untuk action cam GoPro.

DJI Osmo Action

Menimbang semua ini, tidak berlebihan apabila banyak yang menganggap DJI Osmo Action sebagai kompetitor terkuat GoPro Hero 7 Black sejauh ini. Lebih gawat lagi buat GoPro, banderol Osmo Action ternyata sedikit lebih murah: $349 saat dipasarkan mulai 22 Mei.

Jelas ini merupakan momok buat GoPro. Tiga tahun lalu, mereka sempat mencoba bermain-main ke kandang DJI lewat sebuah drone bernama Karma. Namun ternyata drone perdana GoPro itu juga sekaligus menjadi yang terakhir, sebab di awal 2018 mereka memutuskan untuk mundur sepenuhnya dari bisnis drone.

Salah satu alasannya sudah pasti karena dominasi DJI di segmen consumer drone yang terlampau besar. Sekarang posisinya terbalik, giliran DJI yang bertandang ke rumah GoPro. Kita lihat saja seperti apa rivalitas keduanya di segmen action cam ke depannya.

Sumber: PetaPixel.

Insta360 One X Dapat Merekam Dalam Resolusi 5,7K dengan Sangat Stabil

GoPro punya teknologi HyperSmooth, Insta360 punya FlowState. Tujuan yang hendak dicapai keduanya sama persis, yakni mewujudkan sistem stabilization yang sangat efektif sampai-sampai perangkat tidak perlu dipasangkan pada gimbal guna menciptakan video yang mulus.

Teknologi FlowState ini kembali menjadi sorotan melalui kamera 360 derajat baru bernama Insta360 One X. Sesuai namanya, ia merupakan penerus dari Insta360 One yang diluncurkan tahun lalu, dan bersamanya datang sederet pembaruan yang menarik.

Dari segi estetika, desain One X berubah cukup signifikan. Yang tadinya serba mengilap (glossy) kini berubah menjadi matte, dengan bodi yang lebih tipis dari sebelumnya (28 mm). Juga baru adalah layar indikator kecil pada salah satu sisi One X.

Insta360 One X

Di balik sepasang lensa 200° f/2.0 miliknya, tertanam dua sensor CMOS 1/2,3 inci bikinan Sony, masing-masing dengan resolusi 18 megapixel. Kenapa resolusinya turun? Karena ukuran pixel individual pada sensor One X lebih besar, yang berarti kualitas gambarnya di kondisi minim cahaya pasti lebih bagus.

Resolusi fotonya boleh turun, tapi resolusi videonya malah meningkat pesat. One X mampu merekam video 360 derajat dalam resolusi maksimum 5,7K 30 fps. Kalau yang dicari frame rate tinggi, masih ada opsi perekaman dalam resolusi 4K 50 fps atau 3K 100 fps.

HDR, time lapse, hyperlapse, semuanya tersedia pada One X. Demikian pula kemampuan untuk ‘mengekstrak’ video normal (non-360) pasca perekaman, sehingga pengguna dapat mengubah perspektif video dengan mudah.

Insta360 One X

Terkait FlowState, Insta360 mengklaim algoritmanya telah diperbarui sehingga efeknya bakal lebih terasa pada One X. Juga unik adalah fitur Bullet Time, di mana kamera akan merekam dalam perspektif mengorbit dengan efek slow-motion. Di One X, fitur ini memiliki sudut pandang yang lebih luas lagi beserta resolusi yang lebih tinggi (3K).

Selain Bluetooth, One X turut mengemas konektivitas Wi-Fi 5,8 GHz yang menjanjikan proses transfer data lebih cepat (transfer via kabel juga mungkin dilakukan). One X dibekali baterai 1.200 mAh, dengan estimasi daya tahan hingga satu jam saat dipakai merekam dalam resolusi 5,7K 30 fps.

Deretan aksesori

Insta360 One X cases

Seperti pendahulunya, One X dikategorikan sebagai action cam oleh Insta360. Maka dari itu, wajar apabila tersedia sejumlah aksesori opsional untuknya, dari yang umum sampai yang cukup nyentrik.

Yang umum adalah dua jenis casing: Venture Case untuk menambah ketangguhannya, dan Dive Case untuk kegiatan menyelam sampai kedalaman 30 meter. Kemudian ada pula monopod sepanjang 3 meter yang tidak akan kelihatan wujudnya pada hasil perekaman sebab aplikasi pendamping One X bakal menghapusnya secara otomatis, sehingga kamera terkesan sedang melayang.

Insta360 One X GPS Smart Remote

Aksesori lain yang tak kalah unik adalah GPS Smart Remote, yang memudahkan pengguna untuk mengontrol kamera ketika sedang terpasang, misalnya, di atas helm. Di saat yang sama, remote tersebut juga akan merekam data GPS secara lengkap, termasuk halnya informasi kecepatan, arah, elevasi, dan tentu saja lokasi.

Insta360 One X Drifter

Terakhir, ada aksesori nyentrik bernama Drifter yang bentuknya mirip roket kecil atau dart. Selipkan One X ke dalamnya, tekan tombol record, lalu lemparkan seperti sebuah dart. Hasilnya adalah video slow-mo di udara yang Insta360 sebut dengan istilah Drift Shot.

Harga dan ketersediaan

Insta360 One X rencananya akan dipasarkan mulai 17 Oktober seharga $400, lebih mahal $100 dari pendahulunya. Harganya masih lebih terjangkau ketimbang kamera 360 derajat lain seperti Rylo maupun GoPro Fusion.

Sumber: Insta360.

SiOnyx Aurora Adalah Kamera Action Ringkas Berteknologi Night Vision

Dalam merancang kamera action, ada sejumlah kriteria yang harus produsen perhatikan; di antaranya kualitas gambar, kemudahan pemakaian, kelengkapan konektivitas, hingga ketahanan perangkat menghadapi beragam situasi. Khusus aspek terakhir itu, mayoritas action cam high-end modern telah siap menemani kita bermain air hingga melakukan olahraga ekstrem.

Namun terlepas dari seluruh kemampuan itu, tak semua perangkat sanggup mendukung sesi perekaman saat cahaya matahari mulai memudar. Inilah ide di belakang penciptaan kamera action Aurora yang dilakukan oleh tim SiOnyx. Aurora dideskripsikan sebagai action cam tahan-air pertama yang didesain untuk penggunaan siang dan malam. Kapabilitas tersebut tercapai berkat teknologi night vision.

Ketika penampilan sejumlah kamera action berkiblat pada wujud balok mungil khas produk-produk GoPro, desain SiOnyx Aurora mengingatkan saya pada rangefinder. Ia mempunyai tubuh tabung, seperti versi mini monocular (teropong), dengan ukuran yang pas dalam genggaman (dan berat hanya 226,8g). Lensa berada di bagian depan, dan Anda bisa mengakses live preview via LCD di area yang berlawanan. Lalu, fungsi-fungsi serta fitur Aurora dapat diakses via kenop serta switch di sisi samping tubuhnya.

Action cam SiOnyx Aurora 2

Layaknya action cam yang ada di pasar saat ini, SiOnyx Aurora memiliki struktur tubuh kedap air, telah memperoleh sertifikasi IP67. Itu berarti selain mampu menahan debu-debu halus, bagian segel dapat menjaga komponen elektroniknya rusak akibat terekspos air – dengan kedalaman maksimal 1-meter selama 30 menit.

Night vision merupakan fitur primadona di SiOnyx Aurora, namun menariknya, penyajiannya tidak seperti kamera night vision inframerah standar dengan hasil hitam putih. Kamera action ini menghidangkan mode night vision full-color. Dibanding rivalnya, Aurora mampu menjaga warna-warni dan detail di tiap hasil rekaman. Dengan begini, ia tak hanya bisa digunakan untuk merekam sesi olahraga outdoor, tapi juga dipakai buat ‘memburu hantu’.

Action cam SiOnyx Aurora 1

Rahasia dari kemampuan SiOnyx Aurora adalah pemanfaatan sensor super-sensitif berukuran besar, yakni CMOS 1-inci, yang dikombinasi bersama teknologi Low Light buatan SiOnyx sendiri. Sebagai perbandingan, sensor high-res di smartphone biasanya hanya sebesar 4- hingga 5-milimeter. Berkat kehadiran teknologi-teknologi tersebut, Aurora sanggup menangkap cahaya 10 kali lebih banyak, merekam di resolusi 720p 60fps.

SiOnyx Aurora saat ini sudah bisa dipesan via Kickstarter. Di situs crowdfunding tersebut, produsen membanderolnya seharga mulai dari US$ 560. Dari perspektif konsumen awam, angka ini memang tergolong cukup tinggi. Tapi perlu Anda ketahui bahwa kamera berkemampuan night vision dengan sensor dan lensa raksasa biasanya dijual di harga 10 kali lipat Aurora.

Sumber: SiOnyx.

Action Cam Terbaru GoPro Dihargai Cuma $200

GoPro kembali mendapat sorotan publik. Setelah mengumumkan strategi bisnis barunya belum lama ini, kali ini mereka memperkenalkan sebuah action cam baru yang secara spesifik ditujukan untuk konsumen baru, atau dengan kata lain, action cam berharga paling terjangkaunya.

Dinamai sesederhana GoPro Hero (tanpa embel-embel angka), action cam ini menawarkan keseimbangan yang pas antara harga dan kualitas. Hero6 dan Hero5 belum lama ini memang sudah turun harga masing-masing menjadi $400 dan $300, akan tetapi Hero yang paling gres ini malah lebih murah lagi di angka $200.

GoPro Hero

Tentu saja pemangkasan harga itu harus berujung pada hilangnya beberapa fitur unggulan milik kedua kakaknya yang lebih mahal, utamanya opsi perekaman video 4K. Kendati demikian, Hero masih sanggup merekam dalam resolusi 1440p ataupun 1080p, semuanya dalam kecepatan 60 fps, serta menjepret foto beresolusi 10 megapixel.

Desainnya nyaris identik dengan Hero6 maupun Hero5, dan Hero rupanya juga tahan air hingga 10 meter tanpa casing tambahan. Pengoperasiannya mengandalkan layar sentuh 2 inci di belakang, atau bisa juga dengan perintah suara. Lebih lanjut, sistem electronic stabilization telah disematkan, dan seperti biasa, kamera juga kompatibel dengan seabrek aksesori GoPro yang ada di pasaran.

GoPro Hero

Tidak ketinggalan adalah dukungan fitur QuikStories yang ada pada aplikasi pendamping GoPro, di mana koleksi rekaman dapat diedit menjadi satu klip secara otomatis. Kehadiran fitur ini sejatinya cukup krusial kalau yang menjadi target pasar adalah konsumen baru, atau lebih tepatnya mereka yang belum pernah memiliki action cam dan selama ini masih mengandalkan kamera smartphone.

Simpel, mengemas fitur dan spesifikasi yang lumayan, tapi dihargai terjangkau; kira-kira demikian deskripsi pendek yang cocok untuk GoPro Hero generasi terbaru ini. $200 memang masih terdengar mahal jika dibandingkan action cam lain yang ada di pasaran, tapi setidaknya Hero layak dipertimbangkan berkat dukungan ekosistem aksesorinya.

Sumber: DPReview.

Laibox Cam Ialah Action Cam Alternatif GoPro Dengan Lensa Interchangeable

GoPro merupakan merek yang mencetus segmen kamera action, dan menjadi kiblat sekaligus standar produsen lain dalam menggarap perangkat sejenis. Demi menyainginya, para kompetitor menawarkan beragam fitur lebih canggih atau harga lebih terjangkau. Namun karena action cam umumnya mengusung desain padat, fleksibilitas kustomisasi tidak selalu jadi prioritas.

Jika sampai sekarang Anda masih mencari alternatif GoPro yang lebih fleksibel, kreasi pemain baru asal Shenzhen ini boleh dijadikan pertimbangan. Sebagai jawaban atas penggunaan lensa fixed wide-angle di berbagai model action cam, sang produsen menawarkan Laibox Cam, yaitu kamera action berkonsep modular dengan lensa interchangeable pertama di dunia, menawarkan proses bongkar pasang lensa yang sangat simpel.

Laibox Cam mempunyai tubuh ala balok mungil seperti action camera lain, namun desainnya menyerupai versi mini dari kamera point-and-shoot: dilihat dari sisi belakang, tombol shutter berada di area pojok kanan atas dengan modul lensa di zona yang berlawanan, lalu layar live preview-nya dapat diputar 180 derajat dan di arahkan ke depan, sangat berguna ketika ingin membuat video blog atau ber-selfie.

Action cam ini dirancang agar mudah digunakan satu tangan. Semua tombolnya berada di area yang mudah dijangkau jempol dan telunjuk, lalu peralihan dari mode foto ke video juga dapat dilakukan dengan menekan satu tombol saja. Laibox Cam juga dibekali teknologi image stabilization, kemudian Anda bisa memanfaatkan fitur remote control via app mobile buat mengakses fungsi device dari jauh.

Laibox Cam menawarkan beragam mode pengambilan gambar dengan menggunakan lensa berbeda, di antaranya ada Full View 720 derajat, Flat Angle, Optical Zoom delapan kali, serta lensa Wide Angle 170 derajat. Cara menukar modul lensa ini sangat mudah, kata produsen ‘seperti melepas dan menyambung balok Lego’. Perangkat ini menyimpan sensor 14-megapixel plus lensa 7G untuk merekam video 4K di 30-frame rate per detik, ditambah lagi lensa 13-megapixel ganda, yang memungkinkannya menangkap lebih banyak detail dan cahaya.

Agar Anda tidak melewatkan momen berharga, tim penciptanya turut membekali Laibox Cam dengan fitur baterai hot-swap, memperkenankan kita menukar baterai walaupun kamera sedang bekerja. Baterai internal ekstra 1.100mAh tersebut mampu menjaga Laibox Cam tetap menyala selama dua jam. Unit baterai dan case-nya sendiri kompatibel dengan punya GoPro Hero 5.

Saat ini, Laibox Cam bisa Anda pesan sekarang melalui situs crowdfunding Indie Gogo. Produk dijajakan seharga mulai dari US$ 140, sudah termasuk ongkos kirim.

Via The Photoblographer.

Caply Adalah Action Camera Tahan Banting Sebesar Thumb Drive

Kamera action tak bisa dipisahkan dari aktivitas outdoor, umumnya dicantumkan di, tas, papan selancar atau sepeda. Untuk menunjang kegiatan-kegiatan itu, produsen memfokuskan perhatian mereka pada aspek daya tahan, kemudahan pemakaian serta desain yang ringkas. Dan jika kebetulan Anda sedang mencari action cam, produk baru ini dapat jadi pertimbangan.

Startup pimpinan inventor Jeff Lee dan Steven Chao memperkenalkan Caply di Kickstarter. Caply ialah kamera action mungil yang dibekali konstruksi tangguh serta baterai berdaya tahan lama, dirancang agar bisa setia menemani Anda dalam berbagai petualangan. Walaupun tubuhnya sangat kecil, Caply diklaim menyimpan beragam fitur canggih.

Caply 3

Caply mempunyai penampilan seperti kapsul, dengan bobot 50-gram dan dimensi 60×30-milimeter – kurang lebih sebesar thumb drive USB. Di tubuhnya, Anda akan menemukan modul lensa, microphone, serta panel sentuh. Lalu slot kartu SD berada di bagian belakang, ditemani tombol power. Transfer data serta pengisian ulang baterai dapat dilakukan dengan menyambungkan kabel ke port microUSB, berada di ujung bawah.

Kamera action ini bisa dilengkapi dengan beragam aksesori, contohnya adalah cover silikon sehingga lebih tahan banting, charger sekaligus mount Flex berlengan lentur, strap supaya kita dapat memasangkannya di lengan, clip, mount Connector X agar bisa dipasangkan di setang sepeda, serta case anti-air Nautilus yang memungkinkannya dibawa menyelam hingga kedalaman 100-meter.

Caply 2

Durasi pemakaian Caply juga istimewa. Ketika GoPro Hero 5 dan Google Clips hanya dapat aktif selama 2,5 sampai 3 jam, Caply mampu menciptakan rekaman berdurasi 5 jam dengan waktu standby hingga 120 jam. Untuk mengisi ulang baterai non-removable 500mAh-nya, cukup sambungkan Caply ke sumber listrik selama 2,5 jam.

Penggunaannya juga sangat simpel: tap sekali di area touchpad untuk mengambil foto, dua kali buat mulai merekam video. Anda bisa membuat rekaman singkat (10 detik) dengan swipe ke atas, serta mengaktifkan time-lapse via swipe ke bawah. Hebatnya lagi, Caply turut menyimpan kemampuan voice control, dapat mendengar perintah Anda sampai jarak 10 meter.

Caply 1

Caply diracik buat menciptakan video beresolusi 1920x1080p lewat lensa f/2.0 dengan field of view 140 derajat yang turut dibantu oleh sistem electronic image stabilization untuk meminimalkan efek getaran. Anda bisa langsung melakukan live streaming atau menyimpan videonya di kartu SD, mendukung kapasitas maksimal 128GB.

Kamera action Caply dapat Anda pesan sekarang di situs Kickstarter. Selama periode crowdfunding masih berjalan, produk bisa dibeli seharga mulai dari US$ 90. Distribusi rencananya akan dilangsungkan di bulan Juni 2018.

Pitta Ialah Drone Selfie 4K yang Bisa Berubah Jadi Action Cam

Meski berbeda kegunaan serta cara pengoperasian, drone dan action cam punya satu karak-teristik serupa. Umumnya, mereka didesain agar tahan banting serta sanggup menahan elemen alam yang berpeluang merusak komponen elektroniknya. Tim Eyedea punya ide menarik dalam mengembangkan produk barunya: mereka menggabungkan dua konsep distingtif itu jadi satu perangkat unik.

Lewat Kickstarter, Eyedea memperkenalkan Pitta, sebuah drone selfie yang juga bisa berubah menjadi kamera action serta kamera pengawas. Selain mampu terbang, kita dapat memanfaatkannya sebagai device wearable ataupun mountable. Untuk mendukung mode pemakaian berbeda itu, Pitta mengusung tubuh berukuran mungil serta konstruksi semi modular.

Pitta 3

Pitta mempunyai penampilan seperti bola. Diameternya sebesar 170-milimeter dan bobot hanya 200-gram – kurang lebih seberat smartphone. Di mode ini, ia dapat bekerja layaknya kamera action biasa serta ditaruh di docking charge agar selalu aktif dan bisa dimanfaatkan jadi kamera pengawas rumah. Pitta juga mempunyai tiga lubang mount universal, sehingga mudah untuk dipasangkan ke tripod, sepeda, atau aksesori lain.

Pitta 1

Untuk mengubahnya jadi drone, Anda hanya perlu melepas bagian atasnya (bisa dipasang via gerakan ‘twist-to-lock‘), dan menyambungkan modul rotor-nya. Pitta terbang menggunakan empat baling-baling, dan sesudah memasang rotor, Anda dapat mengendalikan drone melalui aplikasi mobile atau memerintahkannya mengikuti operator. Eyedea membekalinya bersama banyak fitur: auto-follow, mengambil foto panorama, hingga kemampuan mengorbit.

Pitta 4

Proses pengendalian Pitta dijanjikan sangat mudah, bahkan jika Anda belum pernah menerbangkan drone sekalipun. Contohnya saja ketika ingin menggunakan auto-follow, Anda hanya tinggal mengunci target dengan menggambar (drag-and-draw) di app. Setelah itu, Pitta akan mengikuti sasaran dan merekam secara otomatis.

Pitta 3

Sebagai drone, Pitta mengetahui kondisi medan di sekitarnya, bisa Anda suruh melayang di satu area, mendarat secara otomatis, hingga pulang ke lokasi awal berkat dukungan GPS. Pitta mampu merekam video di resolusi 4K atau slow motion dengan 60fps, mengambil foto burst serta time lapse, dan Anda juga dapat melakukan live stream. Berbekal baterai internalnya, Pitta bisa terbang selama 15 menit. Jika daya baterai mulai menipis, app segera memberikan peringatan.

Pitta 2

Pitta sudah bisa Anda pesan sekarang di situs crowdfunding Kickstarter. Versi basic-nya (kamera, modul drone, cradle, adaptor, gift box dan manual) dijajakan seharga mulai dari US$ 270, sedangkan bundel lengkap (plus pelindung baling-baling) dibaderol mulai dari US$ 300.