Mengapa Investasi Esports tak Akan Balik Modal Dalam Waktu Dekat?

Industri esports diperkirakan akan bernilai US$3 miliar pada 2022, menurut laporan Goldman Sachs dan Newzoo. Memang, industri esports kini tengah berkembang pesat. Salah satu indikasinya adalah besar gaji para pemain esports profesional. Sejak 2010, gaji pemain esports telah naik dua kali lipat setiap dua atau tiga tahun. Total hadiah yang ditawarkan oleh turnamen esports kini juga tak kalah dengan kompetisi olahraga tradisional. Apa yang membuat esports bisa tumbuh dengan cepat?

Salah satu hal yang mendorong pertumbuhan industri esports adalah jumlah penonton. Semakin banyak orang yang menonton turnamen esports, semakin banyak pula perusahaan yang tertarik untuk menjadi sponsor, baik sponsor liga esports atau sponsor tim profesional. Memang, sponsorship masih menjadi sumber pemasukan utama di industri esports dengan kontribusi sebesar 38 persen. Pada tahun lalu, ada sekitar 167 juta orang yang menonton esports setiap bulannya. Diperkirakan, pada 2022, angka itu akan naik menjadi 276 juta. Hal lain yang menarik minat perusahaan untuk masuk ke dunia esports adalah umur penonton yang relatif muda. Sebanyak 79 persen penonton esports berumur di bawah 35 tahun. Dengan menjadi sponsor pelaku esports, perusahaan bisa mendekatkan diri dengan generasi milenial dan gen Z. Inilah yang dilakukan oleh Honda ketika mereka mensponsori liga League of Legends.

Sumber: Goldman Sachs
Sumber: Goldman Sachs

Sayangnya, jumlah penonton yang banyak tak menjamin keuntungan bagi para pelaku industri esports. Masih ada berbagai masalah yang harus mereka hadapi, seperti rendahnya pengetahuan masyarakat akan esports. Para pelaku industri esports masih harus sering melakukan kegiatan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan menghilangkan sentimen negatif terkait esports. Selain itu, tak semua orang bisa menikmati pertandingan esports, terutama game dengan pace cepat seperti Overwatch. Saat ini, biasanya, konten yang dilihat penonton adalah apa yang dilihat oleh para pemain. Jadi, penonton awam menggantungkan diri pada komentator untuk mengerti jalannya pertandingan. Orangtua dari pemain esports profesional sekalipun mengaku mengalami masalah ini. Karena itulah, Activision Blizzard berusaha untuk memberikan pengalaman menonton yang lebih baik.

The Motley Fool melaporkan, dalam laporan keuangan Q2 2019, CFO Activision Blizzard, Dennis Durkin berkata, “Pengalaman menonton esports masih bisa dibuat menjadi lebih baik lagi. Ini adalah fokus kami karena kami percaya, membuat siaran esports tak hanya menarik tapi juga mudah dimengerti oleh masyarakat awam adalah hal yang penting.” Sejauh ini, Activision Blizzard telah mengadakan penyesuaian. Hanya saja, perubahan ini masih bersifat trial-and-error.

Kontribusi esports ke pendapatan Activision Blizzard

Salah satu turnamen esports yang terbilang sukses adalah Overwatch League milik Activision Blizzard. Liga tersebut menggunakan model franchise, yang berarti, tim yang hendak ikut serta harus membayar sejumlah uang untuk bisa ikut serta. Saat pertama kali diluncurkan pada Januari 2018, liga tersebut hanya memiliki 12 tim. Sekarang, ada 20 tim yang bertanding di liga itu. Satu hal yang menarik tentang Overwatch League adalah tim yang bertanding mewakili kota asalnya, layaknya liga sepak bola. Selain itu, Activision Blizzard juga menetapkan model kandang-tandang mulai tahun depan. Semua ini dilakukan dengan tujuan agar tim esports akan bisa mengembangkan fanbase mereka. Jika tim esports berhasil mengembangkan fanbase mereka, mereka akan bisa mendapatkan pendapatan dari penjualan merchandise.

Penonton di Overwatch League | Sumber: Activision Blizzard
Penonton di Overwatch League | Sumber: Activision Blizzard

Salah satu hal yang membuat Overwatch League dianggap sukses adalah karena ia berhasil menarik berbagai perusahaan besar seperti Coca-Cola. Percaya diri dengan format liga yang mereka gunakan, Activision Blizzard juga akan mengadakan Call of Duty League mulai tahun depan dengan format yang sama. Meskipun begitu, esports belum memberikan kontribusi nyata pada total pendapatan perusahaan. Faktanya, pada semester pertama 2019, pendapatan dari divisi Blizzard — yang menyertakan pendapatan dari Overwatch League — justru mengalami penurunan. Ini menunjukkan, meskipun Overwatch League dapat menarik berbagai sponsor besar, turnamen itu belum dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan.

Itu bukan berarti perusahaan harus berhenti menyokong industri esports. Satu hal yang harus diingat, esports adalah industri yang masih sangat baru jika dibandingkan dengan olahraga tradisional sudah ada sejak lama. Jadi, jangan heran jika para pemilik tim esports membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dapat menemukan formau yang tepat sehingga bisnis mereka bisa menjadi menguntungkan. Selain sponsorship, indsutri esports juga bisa mendapatkan pemasukan dengan menjual tiket turnamen, iklan, hak siar media, dan merchandise. Satu hal yang pasti, tim dan liga esports harus bisa mendapatkan fanbase yang cukup besar terlebih dulu. Dan hal ini bukanlah sesuatu yang bisa dicapai dalam waktu singkat.

Jumlah Rata-Rata Penonton Overwatch League Naik 16 Persen

Pada awal bulan lalu, Activision Blizzard mengumumkan kerja samanya dengan Nielsen. Tujuannya adalah untuk memberikan data yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan pada sponsor dan rekan mereka. Dengan data dari Activision Blizzard, Nielsen akan menyajikan data dalam bentuk Average Minute Audience (AMA) alias jumlah rata-rata penonton pada setiap menit selama siaran berlangsung. AMA dihitung dengan cara membagi total menit ditonton dengan total durasi siaran. Metrik ini telah digunakan oleh industri olahraga tradisional sejak lama. Dengan menggunakan metrik ini, Activision Blizzard berharap, Overwatch League bisa dibandingkan dengan turnamen olahraga konvensional.

Data Nielsen menunjukkan, babak final dari Overwatch League yang diadakan pada akhir September lalu mendapatkan 1,12 juta AMA, naik 16 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu. Seluruh pertandingan Overwatch League disiarkan melalui Twitch setelah Activision Blizzard membuat perjanjian eksklusif dengan platform streaming itu pada 2018. Selain disiarkan melalui Twitch, babak final Overwatch League juga disiarkan melalui ABC. Hanya saja, ABC tidak menyiarkan semua pertandingan di Overwatch League. Mereka hanya menyiarkan babak playoff, semi-final, dan final. Dexerto menyebutkan, keputusan Activision Blizzard untuk memindahkan saluran siaran dari ESPN menjadi ABC, yang memiliki jangkauan lebih luas, merupakan salah satu alasan kenaikan jumlah penonton rata-rata dari Overwatch League.

Dalam Overwatch League kali ini, ada lebih banyak tim yang berasal dari luar Amerika Serikat. Tampaknya, inilah salah satu alasan mengapa durasi menonton liga Overwatch mengalami kenaikan di tingkat global. Keberadaan tiga tim asal Tiongkok di liga itu juga memberikan dampak positif pada jumlah penonton. Karena, pada tahun ini, Overwatch League juga disiarkan di Bilibili, layanan streaming di Tiongkok. “Tiga tahun sejak game Overwatch dibuat, dan dua tahun sejak liga dimulai, kami telah bisa bersaing dengan liga olahraga besar yang membutuhkan waktu 60 atau 70 tahun untuk sampai di titik ini,” kata CMO Activision Blizzard Esports, Daniel Cherry, seperti dikutip dari Dexerto.

Nielsen juga memberikan data yang lebih detail terkait Overwatch League. Di Amerika Serikat, jumlah rata-rata penonton babak final Overwatch League mencapai 472 ribu, naik 41 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu. Sementara pada demografi 18-34 tahun, AMA di Amerika Serikat adalah 182 ribu, naik 13 persen dari tahun lalu. Activision Blizzard mengaku puas dengan pencapaian Overwatch League, terutama jika dibandingkan dengan olahraga tradisional. Mereka mengklaim, liga Overwatch adalah satu-satunya liga yang jumlah penonton di rentang umur 18-34 tahun mengalami kenaikan. Memang, menurut laporan Kepiosesports populer di kalangan anak muda pada umur 16-24 tahun. Pada demografi itu, jumlah orang yang tertarik untuk menonton turnamen esports sedikit lebih tinggi dengan jumlah orang yang tertarik menonton pertandingan olahraga tradisional.

Sumber; Dexerto
Sumber; Dexerto

Selain untuk memudahkan sponsor dan potensial sponsor untuk memahami data dari esports, alasan lain Activision Blizzard mulai menggunakan AMA sebagai metrik adalah untuk meyakinkan sponsor, rekan, dan masyarakat bahwa data yang mereka berikan tidak dimanipulasi sedemikian rupa agar terlihat lebih besar dari yang sebenarnya. Misalnya dengan memasang video Twitch sebagai iklan di situs-situs besar seperti The Verge dan Eater. Strategy and Analytics Lead, Activision Blizzard Esports, mengatakan, memasang video Twitch di situs besar memang memengaruhi beberapa metrik data seperti viewership dan unique viewer. Kedua metrik itu akan naik bahkan jika seseorang hanya menonton untuk satu menit. Meskipun begitu, ini tidak akan memberikan dampak besar pada AMA karena AMA dihitung berdasarkan total durasi siaran ditonton. “Salah satu hal penting bagi kami adalah kami ingin  memiliki metrik viewership murni,” kata Cherry, menurut laporan Variety. “Kami ingin menghitung jumlah fans yang memang serius menonton Overwatch League.”

Sumber header: overwatchleague.com

Activision Blizzard Pastikan 12 Tim yang Bertanding di Liga Call of Duty 2020

Liga Call of Duty akan dimulai pada tahun depan. Activision Blizzard sudah memastikan bahwa jumlah tim yang ikut adalah 12 tim, sama seperti ketika Overwatch League baru dimulai. Meskipun begitu, bukan berarti tertutup kemungkinan jumlah tim yang ikut dalam liga Call of Duty akan bertambah. Pada musim pertama, Overwatch League memang hanya mengadu 12 tim. Namun, pada musim kedua, jumlah tim yang bertanding bertambah menjadi 20 tim. Call of Duty Esports Commissioner, Johanna Faries menyebutkan bahwa mereka senang dengan kemiripan antara liga Call of Duty dan Overwatch League. Saat ini, Activision Blizzard menyebut liga ini Call of Duty Global League, meski masih terbuka kemungkinan nama liga tersebut diganti.

“Ke depan, kami ingin agar Call of Duty Esports menjalin kerja sama dengan grup esports yang berkomitmen untuk membawa tim esports profesional ke kota mereka dan mengembangkan komunitas di kota asal mereka,” kata CEO Activision Blizzard pada The Washington Post. “Kami telah menemukan rekan yang tepat dan Call of Duty Esports League 2020 secara resmi akan memiliki 12 tim.” Sama seperti Overwatch League, liga Call of Duty ini juga menggunakan sistem franchise. Itu artinya, tim yang hendak ikut bertanding harus rela membayar sejumlah uang. Menurut rumor, sebuah tim harus membayar US$25 juta untuk dapat ikut serta dalam liga Call of Duty. Sistem franchise alias sistem tertutup memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Hybrid sempat membahas tentang sistem tersebut secara lengkap di sini.

Mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk ikut serta dalam liga Call of Duty membuat beberapa tim enggan untuk ikut. Salah satunya adalah 100 Thieves. Melalui sebuah video, CEO 100 Thieves, Matthew “Nadeshot” Haag mengatakan bahwa 100 Thieves tidak akan ikut dalam liga Call of Duty tahun depan. “Kami tidak ikut dalam CDL, kami juga tidak punya tim yang akan bertanding atas nama kami — dan saya tidak berkata bahwa ini adalah akhir dari partisipasi kami di Call of Duty, tapi kami juga tidak akan menyiapkan roster untuk Call of Duty,” katanya, lapor Dot Esports.

Tim 100 Thieves bukanlah satu-satunya tim yang memutuskan untuk tidak ikut dalam liga Call of Duty tahun depan. FaZe Clan serta eUnited, tim yang berhasil memenangkan Call of Duty World League 2019, juga memutuskan untuk tidak turun. Ketika ditanya apakah keputusan beberapa tim untuk tidak ikut serta akan mengundang kemarahan fans, Faries mengaku dia tidak khawatir. “Saya rasa, kami benar-benar berhati-hati dalam menyertakan komunitas dalam liga ini sejak awal,” katanya, lapor The Washington Post. “Jadi, walau tidak semua tim ikut serta, pada saat yang sama, mengadakan turnamen model franchise berbasis kota memerlukan keikutsertaan organisasi esports yang sama sekali berbeda.” Saat ini, belum ada informasi tentang jadwal atau format liga Call of Duty. Faries mengatakan, mereka akan mengumumkan hal ini dalam beberapa minggu ke depan.

Tim eUnited saat memenangkan CWL 2019 | Sumber: Dexerto
Tim eUnited saat memenangkan CWL 2019 | Sumber: Dexerto

Faries berkata, untuk saat ini, Activision Blizzard ingin memfokuskan liga Call of Duty pada kawasan Amerika Utara dan Eropa. Dua belas tim yang bertanding dalam liga tersebut mewakili 11 kota, yaitu Atlanta, Chicago, Dallas, Florida, London, Los Angeles, Minnesota, New York, Paris, Seattle, dan Toronto. Ada dua tim yang mewakili Los Angeles, yaitu KSE Esports dan Immortals Gaming Club. Sama seperti Overwatch League, liga Call of Duty juga akan menggunakan sistem kandang-tandang. Jadi, tim yang menjadi tuan rumah akan menjamu tim lawan di markas mereka.

Sumber header: Kevin Haube / ESPAT Media via The Esports Observer

 

Activision Blizzard Gandeng Nielsen untuk Pastikan Validitas Data Penonton Overwatch League

Perlahan tapi pasti, industri esports terus tumbuh, menjadikannya sebagai pembicaraan hangat. Nilai industri esports diperkirakan telah mencapai nilai US$1,1 miliar pada tahun ini. Dalam waktu tiga tahun, angka tersebut diduga akan naik hingga hampir US$3 miliar. Jumlah penonton esports juga tak kalah besar. Menurut survei Goldman Sachs dan Newzoo, penonton esports tahun ini mencapai 194 juta dan akan naik menjadi 276 juta pada 2022. Karena itu, jangan heran jika semakin banyak merek non-endemik yang tertarik untuk menjadi sponsor di industri esports.

Namun, masuknya merek-merek besar seperti Coca-Cola dan Audi berarti, para pelaku esports harus bisa menjamin validitas data mereka. Karena, perusahaan yang telah menjadi sponsor esports pasti ingin memastikan bahwa investasi yang telah mereka tanamkan tidak sia-sia. Data soal potensi pendapatan dan penonton esports memang terlihat mengagumkan. Sayangnya, metode yang digunakan untuk mengumpulkan data biasanya berbeda-beda sehingga data dari satu sumber belum tentu bisa dibandingkan dengan data dari sumber lain. Terkadang, para pelaku industri esports sengaja menggunakan data yang membuat turnamen yang mereka selenggarakan atau game yang mereka buat terlihat sangat baik.

Proyeksi total pendapatan industri esports | Sumber: Goldman Sachs
Proyeksi total pendapatan industri esports | Sumber: Goldman Sachs

“Di esports, ada banyak metrik yang sulit untuk dimengerti dan sulit untuk dibandingkan, seperti jumlah view, peak concurrents, dan total lama video ditonton. Karena semua orang berusaha untuk tampil sebagai yang terbaik dan menggunakan data dengan angka tertinggi, ini menciptakan masalah. Sulit bagi orang-orang untuk membandingkan data sehingga mereka justru membuat perbandingan yang salah. Meskipun ini bisa menjadi berita yang menarik, hal itu justru akan berdampak buruk pada industri dalam jangka panjang,” kata Kasra Jafroodi, Strategy and Analytics Lead, Activision Blizzard Esports, seperti disebutkan oleh The Esports Observer.

Menyadari hal ini, Activision Blizzard lalu bekerja sama dengan Nielsen. Kerja sama ini dimulai sejak April lalu. Tujuannya adalah untuk mendapatkan data Average Minute Audience (AMA) dari Overwatch League, liga dari salah satu game buatan Activision Blizzard. Data ini kemudian akan ditunjukkan pada sponsor atau calon sponsor turnamen tersebut. Laporan Nielsen kali ini akan membandingkan data streaming dari Overwatch League pada tahun ini dengan tahun lalu. Cara menghitung AMA sederhana, total durasi konten ditonton dalam menit dibagi dengan total lama siaran dalam menit.

Menurut Nielsen, AMA dari minggu pertama musim kedua Overwatch League adalah 440 ribu, naik 14 persen dari tahun lalu. Namun, setelah liga mulai berjalan, AMA Overwatwch League turun menjadi 313 ribu. Meskipun begitu, angka itu masih menunjukkan kenaikan sebesar 18 persen jika dibandingkan dengan rata-rata AMA pada musim pertama. Jafroodi mengatakan, data dari Nielsen terkait Overwatch League memang tak terdengar sefantastis data terkait esports lainnya. Meskipun begitu, dia percaya, data itu akan menguntungkan Activision Blizzard dalam jangka panjang karena para sponsor bisa mengerti dan percaya akan validitas data tersebut.

Overwatch League | Sumber: Wikimedia Commons
Overwatch League | Sumber: Wikimedia Commons

“Ketika Anda bicara soal merek atau perusahaan atau investor, penting bagi mereka untuk bisa membandingkan Overwatch League dengan olahraga tradisional, karena itu membantu mereka untuk mengerti bagaimana performa turnamen kami,” kata Jafroodi, menurut laporan AdWeek. ” Dan jika investasi mereka di Anda menunjukkan hasil positif, ini menjadi semakin berharga.” Menurutnya, salah satu pentingnya transparansi data di esports adalah untuk memupuk kepercayaan masyarakat dan investor.

Esports tidak akan mendadak menjadi olahraga terbesar di Amerika Serikat,” Jafroodi menjelaskan. “Namun, jika Anda bisa melihat pertumbuhan industri ini dan Anda memiliki data yang bisa dipercaya, mudah untuk melihat apa yang akan terjadi dalam 10 tahun mendatang. Anda justru akan mencurigai keadaan industri ketika Anda menggunakan data yang tak valid.” Activision Blizzard bukan satu-satunya publisher yang menggandeng Nielsen untuk mendapatkan data yang valid soal esports. Pada Juli lalu, Riot mengumumkan kerja samanya dengan Nielsen untuk mendapatkan data valuasi sponsorship di industri esports.

Sumber header: overwatchleague.com

Iklan Bakal Jadi Sumber Pemasukan Baru Activision Blizzard

Activision Blizzard membeli King Digital Entertainment, developer Candy Crush, pada 2016 senilai US$5,9 miliar. Dalam waktu dua tahun, King menyumbangkan US$1,987 miliar pada total pendapatan Activision Blizzard. Angka tersebut tidak termasuk pemasukan iklan dari King.

Sebelum King diakuisisi oleh Activision Blizzard, mereka memang telah tertarik untuk menggunakan iklan untuk memonetisasi game buatan mereka, yang memang biasanya bisa dimainkan dengan gratis. Pada 2013, mereka mencoba untuk menampilkan iklan di dalam game. Namun, ketika itu, mereka memutuskan untuk menghilangkan iklan dan membiarkan pemain bermain tanpa gangguan iklan demi bisa bersaing dengan game lain. Sejak saat itu,    mereka telah mengembangkan platform iklan mereka.

Sekarang, King juga masih berusaha untuk meningkatkan pendapatan mereka dari iklan. Belakangan, mereka membuka berbagai lowongan pekerjaan terkait iklan. Ini menunjukkan betapa seriusnya mereka dalam menggarap iklan dalam game. Berbeda dengan iklan pada media tradisional seperti televisi yang terasa mengganggu, iklan pada game bisa disajikan sedemikian rupa sehingga ia justru membuat pemain bermain lebih lama.

King mencoba metode yang disebut rewarded video saat ini. Game buatan King memang biasanya bisa dimainkan gratis. Namun, terkadang, pemain harus menggunakan uang untuk membuka level selanjutnya pada game. Dengan metode rewarded video, pemain bisa menonton iklan video untuk membuka level tersebut. Ini menguntungkan kedua belah pihak. King diuntungkan karena mereka mendapatkan uang dari iklan. Pemain diuntungkan karena mereka bisa membuka level berikutnya atau mendapatkan hadiah lain dalam game dengan menonton iklan.

Potensi pendapatan King dari iklan besar. Beberapa tahun lalu, ketika pengguna aktif bulanan game-game buatan King diperkirakan mencapai lebih dari 400 juta orang, potensi pendapatan iklan King diperkirakan mencapai US$500 juta. Memang, saat ini, jumlah pengguna aktif bulanan game-game King telah menurun. Berdasarkan data yang The Motley Fool dapatkan dari Blizzard, pada 2018, pengguna aktif bulanan King mencapai 268 juta orang, turun dari 453 juta orang. Menariknya, pendapatan King pada 2018 justru naik 28 persen dari 2016. Alasannya, karena pemain yang tetap memainkan game-game buatan King justru menghabiskan uang lebih banyak di game-game tersebut. Hal ini terlihat dari fakta bahwa pendapatan per pemain yang didapatkan King naik 13 persen pada 2018.

Jumlah pemain aktif bulanan Activision Blizzard | Sumber: Activision Blizzard via The Motley Fool
Jumlah pemain aktif bulanan Activision Blizzard | Sumber: Activision Blizzard via The Motley Fool

Apa yang dilakukan oleh King telah terbukti sukses. Activision Blizzard kini tertarik untuk mengimplementasikan metode serupa pada franchise game mereka yang lain. “Dengan pondasi untuk iklan yang telah ada, kami akan mengejar kesempatan baru di segmen bisnis kami yang lain, khususnya konten esports,” kata CEO Activision Blizzard, Bobby Kotick dalam laporan keuangan terbaru, seperti dikutip dari The Motley Fool.

Esports memiliki potensi besar untuk monetisasi. Menurut Goldman Sachs, pada 2022, esports akan menjadi industri dengan nilai hampir US$3 miliar. Overwatch adalah salah satu game Activision Blizzard yang memiliki turnamen yang sukses. Turnamen ini didukung oleh merek ternama seperti Coca-Cola. Tahun depan, mereka juga akan memulai liga Call of Duty dengan sistem turnamen tertutup layaknya Overwatch League. Minggu lalu, dua tim esports telah membeli slot untuk dapat bertanding di liga tersebut. Sejauh ini, telah ada sembilan tim yang dipastikan akan bertanding dalam liga itu.

Liga Overwatch Akan Ditayangkan di Jaringan Disney, ESPN dan ABC

Pengenalan mode kompetitif di Overwatch menunjukkan pada khalayak arah pengembangan pasca-rilis dari permainan shooter multiplayer populer ini, namun baru lewat pengumuman Overwatch League ia resmi jadi game eSport. Penyajian OWL cukup berbeda dari kejuaraan eSport lain karena dilakukan per musim, dan tiap tim ialah perwakilan dari kota asalnya.

Di musim pertama, pertandingan-pertandingan Overwatch League hanya disiarkan lewat website Blizzard dan Major League Gaming. Seiring dilangsungkannya OWL, sang publisher turut menggandeng Twitch untuk menjadi broadcaster pihak ketiga eksklusif selama dua tahun. Dan kali ini, Activision Blizzard bermitra dengan Walt Disney buat menayangkan turnamen di jaringan televisi miliknya.

Melalui kesepakatan tersebut, pertandingan-pertandingan Overwatch bisa ditonton di jaringan ESPN, Disney dan American Broadcasting Company. Kerja sama ini akan dijalankan selama dua tahun, dimulai dari momen grand final Season 1 yang dilangsungkan di Barclays Center,New York, hingga Overwatch League Season 2. Pemirsa dapat menikmati tiap-tiap match di channel ESPN2, Disney XD, serta ABC.

Kolaborasi antara Blizzard dan Disney tidak membatalkan perjanjian yang sebelumnya sudah dilakukan oleh publisher bersama Twitch. Dengan penyajian secara tradisional serta digital, penyelenggara bermaksud agar liga Overwatch dapat dinikmati oleh lebih banyak orang. Dua metode distribusi ini memang sengaja digunakan untuk menjangkau pemirsa dari segmen demografi berbeda.

“Kami baru melewati titik penting dalam menyajikan konten kategori eSport,” kata John Lasker selaku vice president ESPN di website-nya. “Kami memang sangat tertarik pada ranah ini serta terus memerhatikan perjalanan Overwatch League di tahun pertamanya dilangsungkan, dan kami sangat gembira akhirnya bisa menjadi bagian darinya. Melalui cara ESPN meliputi segala bagian OWL – dari mulai playoff hingga final tahun ini – Anda dapat melihat sendiri betapa tingginya antusiasme kami.”

Activision Blizzard tentu saja melihat peluang emas menanti mereka dalam kerja sama tersebut. Pemirsa ESPN mayoritas adalah penggemar olahraga yang menyukai kompetisi di cabang berbeda. Tentu saja, ada kemungkinan mereka juga merupakan penikmat game, atau bahkan familier dengan Overwatch. Jika iya, maka penonton akan lebih banyak menghabiskan waktu mengakses ESPN; namun seandainya tidak, OWL bisa jadi medium memperkenalkan Overwatch.

Tentu saja eSport bukanlah hal yang asing bagi ESPN dan Disney. ESPN punya portal eSport-nya sendiri dan telah menyiarkan berbagai turnamen semisal Heroes of the Dorm, Capcom Cup Street Fighter V, dan Evolution Fighting Game Championships; lalu Overwatch League Contenders Series juga sempat tayang di Disney XD.

Sumber: ESPN.

Activision Blizzard Konfirmasi Akan Turut Memeriahkan Genre Battle Royale

Battle royale ialah genre permainan video paling top di planet Bumi saat ini, dan selaku dua franchise pionir, pertempuran antara PUBG dengan Fortnite tak hanya dilakukan di PC dan console current-gen saja, tetapi juga di mobile. Sebagai respons atas kepopularitasannya, sejumlah perusahaan gaming raksasa dilaporkan sangat tertarik untuk ambil bagian di sana.

Kita sudah mendengar rumor yang menyatakan bahwa Activision akan mengganti mode single-player di Call of Duty: Black Ops 4 dengan battle royale, serta agenda EA untuk membubuhkan formula last man standing berskala masif itu di game Battlefield mereka selanjutnya. Tapi di antara kedua perusahaan itu, baru Activision yang akhirnya mengonfirmasi akan mengadopsi formula battle royale, meski belum diketahui apa judul permainannya.

Dalam presentasi laporan pemasukan pada investor di tanggal 4 Mei silam, CEO Activision Bobby Kotick memuji keberhasilan Fortnite merangkul beragam kalangan gamer di seluruh usia dan jenis kelamin. Lalu rekannya, COO Coddy Johnson turut menjelaskan bagaimana battle royale bukan saja sukses menarik jutaan pemain baru untuk menikmati game di platform tradisional semisal PC dan console, tetapi juga perangkat bergerak.

Selanjutnya, CFO Spencer Neumann menyampaikan bahwa battle royale merupakan inovasi selanjutnya di industri gaming. Menurutnya, mode ini adalah ekspansi dari genre shooter yang telah lama menjadi spesialisasi Activision. Lewat battle royale, perusahaan melihat kesempatan untuk memublikasikan karyanya ke segmen konsumen yang lebih luas: pasar di kawasan Barat dan Timur.

Sejauh ini, Activison memang belum membenarkan bahwa battle royale akan dibubuhkan pada Call of Duty: Black Ops 4, namun sejumlah indikasi mengarah ke sana. Menurut COO Coddy Johnson, permainan anyar itu bukan hanya dikembangkan berbekal kepiawaian mereka dalam meracik FPS, tapi ‘turut disertai sejumlah terobosan baru’.

Berpartisipasinya Activision Blizzard memeriahkan genre battle royale sebetulnya juga mengisyaratkan dampak negatif naik daunnya formula ini terhadap bisnis perusahaan.

Satu game yang perjalanannya tidak sesukses harapan Activision Blizzard ialah Destiny 2. Dalam upaya mengembalikan jumlah pemain ke tingkatan yang menguntungkan, perusahaan cuma bilang akan memanfaatkan metode tradisional: membuat karakter pemain jadi lebih kuat, menyediakan reward lebih banyak, dan memastikan konten end-game lebih kaya.

Pertanyaannya kini adalah, franchise apa yang akan Activision Blizzard manfaatkan untuk melangkah masuk ke ranah battle royale secara perdana? Apakah betul Black Ops 4? Ataukah spin-off dari Call of Duty? Atau malah ditambahkan pada game yang ‘kurang menguntungkan’ seperti Destiny 2?

Sumber: Games Industry.

Alasan Mengapa Versi PC Game Destiny 2 Disajikan Via Battle.net

Lewat acara live stream gameplay minggu lalu, Bungie menyingkap segala detail mengenai Destiny 2, sekuel game shooter multiplayer yang dahulu dihadirkan secara ekslusif untuk console. Rangkumannya bisa Anda simak di artikel ini, dan di sana, mungkin Anda telah melihat hal unik terkait bagaimana permainan ini didistribusikan di Windows PC.

Secara mengejutkan, Blizzard Entertainment mempersilakan Bungie untuk memanfaatkan Battle.net sebagai platform penyajian Destiny 2. Sebelumnya, Battle.net hanya dikhususkan buat franchise game milik developer legendaris itu – Contohnya Diablo, Warcraft, serta Overwatch. Lalu apa alasan Blizzard membuat pengecualian? Penjelasannya mereka ungkap di website resmi.

Langkah itu terkait kolaborasi tiga arah antara pihak Blizzard, Bungie, serta Activision selaku publisher Destiny 2. Hubungan mereka cukup erat mengingat Activision dan Blizzard adalah anak perusahaan Activision Blizzard. Meski PC boleh dibilang merupakan ‘rumahnya’ Blizzard, developer mengakui bahwa mereka ternyata ialah penggemar berat game Destiny dan merasa terhormat bisa membantu memublikasikannya di Windows.

“Kami sangat menyukai Destiny dan kami beranggapan, Destiny 2 akan jadi permainan yang luar biasa,” tutur Blizzard. “Blizzard sudah lama mengokohkan infrastruktur internet buat mendukung permainan-permainan kami. Menciptakan jaringan client untuk Destiny 2 dari awal – pertama kalinya tersaji di PC – akan memperpanjang periode pengembangan game; sedangkan kami ingin bisa segera menikmati Destiny 2. Jadi kami tawarkan kemudahaan ini ke Activision.”

Dengan menjadi salah satu permainan Battle.net, Destiny akan ditopang berbagai fitur yang ada di sana, termasuk integrasi software ke sosial media. Selain didukung fungsi chatting, kita bisa langsung melakukan live stream ke Facebook. Chat dapat dilakukan seperti di game Blizzard lain, dan Anda bisa melihat status kawan-kawan (misalnya mereka sedang bermain Heroes of the Storm dan lain-lain). Dan kabar gembiranya lagi, kita bisa memakai Blizzard Balance untuk membeli Destiny 2.

Tentu meski ditunjang fitur-fitur khas Battle.net, pengelolaan dan pengoperasian server dilakukan sepenuhnya oleh Bungie, termasuk layanan konsumen. Blizzard sendiri fokus pada platform Battle.net dan digital shop.

Walaupun Destiny 2 PC disuguhkan via Battle.net, Blizzard menegaskan bahwa mereka tidak punya rencana untuk menghadirkan permainan third-party lain di platform tersebut. Menurut Blizzard, jumlah game yang tidak terlalu banyak memastikan mereka bisa menjaga mutu kualitas layanan secara maksimal.

Berdasarkan update terbaru, perilisan versi PC Destiny 2 akan sedikit lebih terlambat dari varian console, yang jatuh pada tanggal 8 September 2017 nanti.

Activision Blizzard Konfirmasi Akusisi Organisasi Esport Major League Gaming

Esport ialah hal besar, dan para pemain di industri melihat bahwa perkembangan ranah olahraga elektronik akan terus meroket. Sebagai salah satu nama raksasa, sejak beberapa bulan silam Activision sudah mengambil ancang-ancang untuk turut berkiprah di sana. Mereka mendirikan divisi khusus, sembari menunjuk mantan CEO ESPN Steve Bornstein buat memimpinnya.

Meneruskan upaya mereka, sang publisher memutuskan buat mengambil satu langkah besar. Activision Blizzard dilaporkan telah mengakuisisi Major League Gaming. Bagi gamer, nama MLG tidak asing lagi di telinga, ia merupakan sebuah organisasi yang mempionirkan esport. Laporan awal muncul di akhir minggu kemarin, kemudian dikonfirmasi lewat press release dari Activision.

Melalui pembelian ini, Activision mencoba mengembangkan sayap ke eskosistem liga-liga gaming profesional. CEO Bobby Kotick menyampaikan, mereka berkeinginan untuk menciptakan ‘ESPN-nya esport‘, sembari menemukan cara baru buat ‘menghargai para pemain serta kemampuan yang mereka miliki, dan sebagai dedikasi serta komitmen pada dunia gaming.’

Lalu bagaimana dengan struktur MLG sendiri? Sebelumnya ada berita yang mengindikasikan bahwa CEO MLG Sundance DiGiovanni akan digantikan. Namun berdasarkan lembar rilis pers, ia sepertinya tidak akan meninggalkan posisi tersebut. Activision Blizzard tetap mengandalkan DiGiovanni dan co-founder Mike Sepso buat menahkodai MLG.

Misi mereka adalah meneruskan kerja keras selama 12 tahun agar esport bisa menjadi lebih mainstream lewat pembuatan serta penyiaran konten premium, mengelola event global, serta memperluas distribusi. Major League Gaming akan terus mengoperasikan platform MLG.tv, MLG Pro Circuit dan GameBattles. Daftar publisher serta partner juga tidak berubah.

Activision Blizzard tidak mengungkap jumlah uang yang mereka keluarkan demi mengakuisisi hampir seluruh aset bisnis MLG, tapi dari artikel Esport Observer di tanggal 1 Januari 2016, angkanya mencapai US$ 46 juta.

Bermarkaskan di Kota New York, Major League Gaming didirkan pada tahun 2002 oleh DiGiovanni dan Sepso. Sejak saat itu, mereka mengadakan turnamen-turnamen video game, bahkan sempat berkecimpung di bidang produksi acara TV serta pengembangan permainan. Bermacam-macam judul MLG pertandingkan, dari mulai League of Legends, Mortal Kombat, Soul Calibur V, King of Fighters XIII, Dota 2, Smite, sampai Call of Duty.

Boleh jadi, karena mereka sudah menjadi milik Activision Blizzard, permainan-permainan Activision dan Blizzard Entertainment mungkin akan lebih sering dipertandingkan.

Via Games Industry. Sumber: Activision. Header: Wikipedia.

Pencipta Candy Crush Akan Dibeli Pemilik Call of Duty Seharga $ 5,9 Miliar

Seri permainan puzzle match-three Candy Crush sudah lama dikenal orang sebagai mesin pencetak uang milik King Digital Entertainment. Di tahun 2014 saja, in-app purchase user memberi pemasukan sebesar US$ 1,33 miliar untuk King, dan itu belum menghitung permainan-permainan mereka lainnya. Dan beberapa saat lalu, terdengarlah kabar menghebohkan. Continue reading Pencipta Candy Crush Akan Dibeli Pemilik Call of Duty Seharga $ 5,9 Miliar