Gajiku Snags 16 Billion Rupiah Seed Funding

The earned wage access (EWA) and HR platform, Gajiku, announced an early-stage investment worth of $1.1 million (approximately 16 billion IDR). This round was led by AC Ventures, with the participation of Agung Ventures, Monk’s Hill Ventures Scouts Program, Sampoerna, and several Indonesian angel investors.

The fresh money will be used for product, sales and business development to bring in new customers, focus on large companies, and increase the number of employees across all functions.

The startup was founded in January 2021 by several founders, including Sherman Tanuwidjaja (CEO), with expertise in developing technology focused HR solutions for large clients including Temasek; and Herry Gunawan (CTO), who was the former Head of Engineering at Ruangguru and Lead Engineer at Tokopedia.

The platform

Gajiku is a payroll and employee management solution provider that enables employees to access on-demand payroll through an employer-centric approach. Gajiku offers a complete suite of employee management processes for attendance, payroll disbursement, and KPI tracking, helping employers digitize their human capital and accounting operations.

Companies generally work with large corporations, such as large retail and manufacturing companies with over 1,500 employees per company in average. 90% of employees registered at Gajiku transact at least once a month through partnerships with conglomerates and Indonesian companies.

Gajiku is usually used by labor-intensive companies that employ thousands of blue-collar workers, most of whom are considered unbanked and may work in informal settings. Low financial literacy among Indonesian blue-collar workers has made them particularly vulnerable to moneylenders and other predatory lenders.

These workers are likely to live from paycheck to paycheck or possible to disappear from the workplace due to immense financial stress. By offering Gajiku’s on-demand payroll services, employers can provide a lifesaver for employees, helping them relieve financial stress and reduce employee turnover.

By combining access to earned wages with human resources and financial services, Gajiku is able to provide a complete range of services that increase business efficiency, reduce employee turnover, and provide financial well-being for the Indonesian working class.

“Indonesia’s blue-collar workforce has enormous potential, when assisted with the right tools and opportunities to develop. With more businesses putting Indonesia as part of a global supply chain, we are working with employers to improve employee management, while ensuring that their employees are in the best financial position to succeed,” Gajiku’s Co-founder and CEO, Sherman Tanuwidjaja said in an official statement, Thursday (27/1).

AC Ventures’ Managing Partner, Adrian Li added, considering the Indonesian workers often sign informal agreements, employee management is business’ top priority to increase efficiency and reducing turnover.

He believes that Gajiku’s company-centric approach will enable employers to positively impact the majority of employees through access to early wages (EWA) and other financial services possibilities. “We are very excited to support the Gajiku team as they change the way for managing employees in Indonesia,” Li said.

EWA’s penetration

In Indonesia, there are several startups that specifically provide EWA solutions, including GajiGesa, Gigacover, wagely, KoinGaji (from KoinWorks), and HaloGaji (from Halofina). The EWA concept is an adoption of similar solutions that have previously been present in developed countries.

Its existence most likely due to money as the main source of stress in Indonesia, citing the Health Living Index published by AIA. Household finances cause Indonesians more stress than work, relationships, or even physical health.

Another global survey by PwC in 2019 found that 67% of workers reported struggling with financial stress, resulting more than two-thirds of the working population are prone to migraines, depression and anxiety. Many studies have highlighted the effects of employee financial stress on business performance.

According to PwC, workers spend three or more hours per week focusing on financial matters rather than their work. Of the employees who reported financial stress, 12% lost their jobs because of the problem, and 31% felt their productivity was affected. One of three workers admit to being less productive at work because of financial stress.

PwC estimates for a company with 10,000 workers, all these financial stress-related problems could cost up to $3.3 million in one year.

In Indonesia alone, the lower middle class workers still dominate the working class. The World Bank noted that out of a total of 85 million income recipients which include employees, casual workers, and self-employed, only 13 million workers or 15% have enough income to support a middle class life with four family members.

Of this group, only 3.5 million or 4% of workers with middle-class income while enjoying full social benefits and having permanent employee status.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup EWA Gajiku Raih Pendanaan Awal 16 Miliar Rupiah

Startup earned wage access (EWA) dan platform SDM Gajiku mengumumkan perolehan investasi tahap awal sebesar $1,1 juta (sekitar 16 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh AC Ventures, dengan partisipasi dari Agung Ventures, Monk’s Hill Ventures Scouts Program, Sampoerna, dan beberapa angel investor Indonesia.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan produk, mendorong penjualan dan pengembangan bisnis untuk mendatangkan pengguna baru, fokus pada perusahaan besar, dan meningkatkan jumlah karyawan di semua fungsi.

Startup ini didirikan pada Januari 2021 oleh sejumlah founder, termasuk Sherman Tanuwidjaja (CEO), dengan pengalaman yang mendalam dalam mengembangkan teknologi yang fokus pada solusi SDM untuk klien besar termasuk Temasek; dan Herry Gunawan (CTO), yang sebelumnya menjabat sebagai Head of Engineering di Ruangguru dan Lead Engineer di Tokopedia.

Platform Gajiku

Gajiku merupakan penyedia solusi penggajian dan manajemen pegawai yang memungkinkan karyawan mengakses gaji sesuai permintaan melalui pendekatan yang berpusat pada pemberi kerja. Gajiku menawarkan rangkaian lengkap proses manajemen karyawan untuk kehadiran, pencairan gaji, dan pelacakan KPI, membantu pemberi kerja mendigitalkan sumber daya manusia dan operasi akuntansi mereka.

Perusahaan umumnya bekerja sama dengan korporasi besar, seperti perusahaan ritel dan manufaktur besar dengan rata-rata lebih dari 1.500 karyawan per perusahaan. 90% dari karyawan terdaftar di Gajiku bertransaksi setidaknya satu bulan sekali melalui kemitraan dengan konglomerat dan perusahaan Indonesia.

Gajiku biasanya digunakan oleh perusahaan padat karya yang mempekerjakan ribuan pekerja kerah biru, yang sebagian besar dianggap tidak memiliki rekening bank dan mungkin bekerja dalam pengaturan informal. Literasi keuangan yang rendah di antara pekerja kerah biru Indonesia telah membuat mereka sangat rentan terhadap rentenir dan pemberi pinjaman predator lainnya.

Para pekerja ini kemungkinan besar hidup dari gaji ke gaji atau cenderung menghilang di tempat kerja karena tekanan keuangan yang sangat besar. Dengan menawarkan layanan penggajian sesuai permintaan Gajiku, pemberi kerja dapat memberikan penyelamat bagi karyawan, membantu mereka meringankan tekanan keuangan dan mengurangi pergantian karyawan.

Dengan menggabungkan akses upah yang diperoleh dengan sumber daya manusia dan layanan pembiayaan, Gajiku mampu menyediakan rangkaian lengkap layanan yang meningkatkan efisiensi bisnis, mengurangi pergantian karyawan, dan memberikan kesejahteraan finansial bagi kelas pekerja Indonesia.

“Tenaga kerja kerah biru Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, bila dibantu dengan alat dan kesempatan yang tepat untuk berkembang. Dengan semakin banyaknya bisnis yang melihat Indonesia sebagai bagian dari rantai pasokan global, kami bekerja sama dengan pemberi kerja untuk meningkatkan manajemen karyawan, sekaligus memastikan bahwa karyawan mereka berada dalam posisi keuangan terbaik untuk sukses,” ucap Co-founder dan CEO Gajiku Sherman Tanuwidjaja dalam keterangan resmi, Kamis (27/1).

Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, mengingat pekerja Indonesia sering menandatangani perjanjian informal, manajemen karyawan merupakan prioritas utama bagi bisnis dalam meningkatkan efisiensi dan mengurangi pergantian.

Dia percaya bahwa pendekatan yang berpusat pada perusahaan oleh Gajiku akan memungkinkan para pemberi kerja untuk memberikan dampak positif bagi sebagian besar karyawan melalui akses upah yang lebih awal (EWA) dan kemungkinan layanan keuangan lainnya. “Kami sangat bersemangat untuk mendukung tim Gajiku saat mereka mengubah cara masuk yang besar prises mengelola karyawannya di Indonesia,” kata Li.

Faktor pendorong kehadiran EWA

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa startup yang spesifik menyediakan solusi EWA. Mereka adalah GajiGesa, Gigacover, wagely, KoinGaji (dari KoinWorks), dan HaloGaji (dari Halofina). Kehadiran EWA ini merupakan adopsi dari solusi serupa yang sebelumnya sudah hadir di negara maju.

Faktor pendorongnya, karena uang adalah sumber utama faktor stres di Indonesia, mengutip dari Health Living Index yang diterbitkan oleh AIA. Keuangan rumah tangga menyebabkan orang Indonesia lebih stres daripada pekerjaan, hubungan, atau bahkan kesehatan fisik mereka.

Survei global lainnya yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

Menurut PwC, pekerja menghabiskan tiga jam atau lebih per minggu untuk fokus pada masalah keuangan daripada pekerjaan mereka. Dari karyawan yang melaporkan stres keuangan, sebanyak 12% kehilangan pekerjaan karena masalah tersebut, dan 31% merasa produktivitas mereka terpengaruh. Satu dari tiga pekerja mengaku kurang produktif di tempat kerja karena stres finansial.

PwC memperkirakan bahwa untuk sebuah perusahaan dengan 10.000 pekerja, semua masalah yang berkaitan dengan tekanan keuangan ini dapat menelan biaya hingga $3,3 juta dalam satu tahun.

Di Indonesia sendiri, pekerja kelas menengah ke bawah masih mendominasi dari kelas pekerja. Bank Dunia mencatat dari total 85 juta penerima pendapatan yang meliputi, pegawai, pekerja kasual, dan wiraswasta, hanya 13 juta pekerja atau 15% yang memiliki pendapatan cukup untuk membiayai kehidupan kelas menengah dengan empat anggota keluarga.

Dari kelompok tersebut, hanya 3,5 juta atau 4% pekerja dengan pendapatan setara kelas menengah sekaligus menikmati manfaat sosial secara utuh dan memiliki status pegawai tetap.