Kickstarter Akuisisi Layanan Live Streaming Interaktif, Huzza

Bulan November kemarin, Kickstarter secara resmi mengungkap Kickstarter Live, tempat dimana para kreator bisa berinteraksi langsung dengan para pendukungnya melalui sebuah live video. Dalam mengembangkannya, Kickstarter rupanya tidak sendirian, mereka bekerja sama dengan sebuah startup kecil asal Kanada bernama Huzza.

Meski baru berdiri sejak tahun 2015, Huzza memang punya spesialisasi di bidang live streaming dengan bumbu elemen interaktif. Awalnya, Huzza ditujukan untuk mendekatkan para musisi dengan penggemarnya, namun Kickstarter rupanya menilai ini sangat cocok buat platform mereka yang juga banyak melibatkan hubungan erat antara para kreator dan pendukungnya.

Kickstarter Live sendiri terbukti cukup sukses. Dari semua kreator yang mencobanya, 74 persen di antaranya berhasil mencapai target pendanaan yang ditentukan. Dari sisi penonton, rata-rata menghabiskan sekitar 16 menit untuk melihat aksi para kreator yang sedang mencoba merebut hati para pendukungnya.

Berkaca dari kesuksesan ini, Kickstarter berniat untuk semakin mematangkan dan memaksimalkan Kickstarter Live. Mereka pun memutuskan untuk mengakuisisi Huzza, dimana semua anggota tim Huzza akan bergabung dan mengerjakan Kickstarter Live secara full-time.

Bersamaan dengan akuisisi ini, Kickstarter rupanya juga membuka kantor pertamanya di luar AS, yakni di tempat kelahiran Huzza itu sendiri di kota Vancouver. Layanan Huzza sendiri akan ditutup pada tanggal 28 Februari mendatang, namun Kickstarter berjanji untuk mengumumkan sejumlah update atas Kickstarter Live dalam beberapa minggu ke depan.

Sumber: Kickstarter.

Bos Yahoo Turun Jabatan, Yahoo Ganti Nama Jadi Altaba

Bulan Juli lalu, Verizon mengumumkan bahwa mereka akan mengakuisisi bisnis internet Yahoo senilai $4,8 miliar. Dijelaskan pada saat itu bahwa Verizon akan meninggalkan aset lain Yahoo yang berupa saham atas raksasa internet asal Tiongkok, Alibaba. Jadi sebenarnya bagaimana nasib Yahoo sekarang?

Well, sisa aset dari Yahoo tersebut akan berganti identitas menjadi Altaba Inc. Namanya merupakan gabungan antara “alternate” dan “Alibaba”, seperti yang dilaporkan oleh Wall Street Journal, dan perannya tidak lain dari sebatas perusahaan investasi, atau yang biasa dikenal dengan istilah holding company.

Altaba nantinya tidak akan ada hubungannya dengan beragam layanan internet Yahoo yang kini sudah dipegang Verizon, yang juga berencana untuk melanjutkan bisnisnya. Bisa dikatakan Verizon secara tidak langsung memecah Yahoo menjadi dua perusahaan yang berbeda dengan akuisisinya ini.

Bagaimana dengan nasib sang CEO cantik, Marissa Mayer? Beliau akan turun jabatan, demikian pula dengan lima petinggi Yahoo lainnya. Kemungkinan besar Mayer akan ditawari posisi baru di Yahoo oleh Verizon, tapi tidak ada yang bisa menjamin di titik ini.

Kendati demikian, semua ini hanya akan terjadi jika deal antara Verizon dan Yahoo benar-benar diselesaikan. Mengingat sejak pengumuman akuisisi tersebut Yahoo sempat dua kali menjadi korban peretasan besar-besaran, wajar saja apabila nantinya Verizon memutuskan untuk melakukan negosiasi ulang atau malah mengurungkan niat akuisisinya.

Perjalanan Yahoo dari masa ke masa

Marissa Mayer akan menjadi CEO terakhir Yahoo pra-akuisisi Verizon / Yahoo
Marissa Mayer akan menjadi CEO terakhir Yahoo pra-akuisisi Verizon / Yahoo

Yahoo didirikan pada tahun 1994 oleh sepasang mahasiswa pascasarjana asal Stanford University, Jerry Yang dan David Filo. Yahoo pada saat itu baru berupa situs sederhana bernama “Jerry and David’s guide to the World Wide Web”, dan hanya berisikan daftar situs-situs lain yang diorganisasikan berdasarkan hirarki.

Barulah di awal tahun 1995, situs tersebut berganti nama menjadi Yahoo, yang juga merupakan akronim dari “Yet Another Hierarchically Organized Oracle”. Tahun 1998, Yahoo menjadi salah satu situs yang paling sering diakses sekaligus mesin pencari andalan, sebelum akhirnya Google merebut takhta tersebut beberapa tahun berikutnya.

Persaingan dengan Google membuat Yahoo sempat kesulitan di tahun 2008 dan memutuskan untuk memecat sejumlah karyawannya. Pada bulan Februari 2008, Microsoft sempat menawar untuk mengakuisisi Yahoo senilai $44,6 miliar – hampir 10 kali lipat nilai akuisisi Verizon sekarang – tapi ditolak mentah-mentah.

Dari situ Yahoo beberapa kali mengganti CEO-nya. Founder Jerry Yang yang menjabat sebagai CEO digantikan oleh Carol Bartz di tahun 2009. Awal tahun 2012, posisinya dialihkan ke Scott Thompson. Di bawah Scott Thompson, Yahoo memecat sekitar 2.000 karyawan dengan tujuan untuk menghemat dana sebesar $375 juta.

Thompson sendiri tidak bertahan lama, hanya 130 hari sejak ditunjuk sebagai CEO Yahoo. Di bulan Juli 2012, posisinya digantikan oleh Marissa Mayer, mantan engineer Google berparas cantik yang kita kenal sekarang. Di bawah kepemimpinan Mayer, Yahoo sempat melakukan salah satu akuisisi terbesarnya atas Tumblr senilai $1,1 miliar pada tahun 2013.

Hingga akhirnya kita tiba di titik yang belum jelas seperti sekarang ini, dimana semua perubahan yang dibeberkan di atas akan batal seandainya Verizon melakukan negosiasi ulang atau batal mengakuisisi Yahoo. 23 tahun Yahoo mengabdi pada perkembangan industri internet, semoga kiprahnya terus berlanjut meski telah berpindah tangan ke Verizon.

Sumber: Wall Street Journal dan The Verge. Sumber gambar: Yahoo.

Genjot Peningkatan Kualitas Suara Hangouts, Google Akuisisi Limes Audio

Google menawarkan beberapa aplikasi untuk pengguna yang ingin melakukan video conference, dua di antaranya melalui Chromebox for Meeting dan Google Hangouts. Dua layanan ini menawarkan kualitas video yang sangat baik sesuai dengan peruntukannya, video conference. Tapi, dalam pengunaannya di lapangan, video bukan satu-satunya komponen yang dibutuhkan dalam aktivitas tersebut. Satu lagi elemen yang tak kalah penting, yaitu suara.

Tak terelakkan, video yang berkualitas tinggi menjadi kebutuhan paling utama dalam aktivitas video conference. Tapi itu menjadi sia-sia ketika peserta conference tak memahami apa yang diucapkan oleh penyaji/pembicara. Sadar betul kualitas suara yang buruk bisa merusak segalanya, Google mengambil langkah instan dengan mengakuisi sebuah perusahaan bernama Limes Audio, perusahaan asal Swedia yang sudah menggeluti teknologi suara selama 10 tahun lamanya.

Dalam rilis resminya Google mengakui bahwa kualitas suara menjadi salah satu tantangan terberat dalam menghantarkan layanan panggilan video yang sempurna untuk pengguna, di samping permasalahan klasik; kualitas jaringan yang tidak merata.

Limes Audio mempunyai teknologi yang bekerja memangkas efek dari akustik yang buruk dikarenakan oleh beberapa kondisi, salah satunya luas ruangan. Teknologinya mampu mengeliminasi suara bising,distorsi dan pantulan yang berdampak terhadap kualitas suara. Beberapa produk Lime Audio yang sangat dikenal salah satunya software audio conference TrueVoice yang menerapkan kurang lebih bekerja dengan cara yang digambarkan tersebut.

Berapa mahar yang digelontorkan oleh Google tak disebutkan secara rinci, begitu juga rentang waktu penyelesaian kesepakatan dan kapan teknologi Limes Audio akan dibenamkan di produk-produk Google. Tapi yang pasti hari itu bakal tiba, cepat atau lambat.

Oculus Rift Generasi Berikutnya Dapat Dibekali dengan Teknologi Eye-Tracking

Menggerakkan karakter dalam VR hanya dengan lirikan mata mungkin terdengar seperti potongan adegan dalam film fiksi ilmiah, namun nyatanya ada beberapa startup yang memang mendedikasikan waktunya untuk membuat impian tersebut menjadi kenyataan. Salah satunya adalah The Eye Tribe, dan mereka baru saja diakuisisi oleh Oculus.

Akuisisi ini pun membuat kita berasumsi bahwa Oculus Rift generasi berikutnya akan dibekali oleh teknologi eye-tracking rancangan The Eye Tribe. Meski sejauh ini tidak ada pernyataan resmi dari kedua pihak terkait hal ini, bisa dipastikan ini merupakan salah satu bagian dari visi ke depan mereka.

Tidak berlebihan jika saya berpendapat bahwa masa depan Rift banyak bergantung pada teknologi rancangan The Eye Tribe. Pasalnya, selain eye-tracking, mereka juga mengembangkan teknologi yang dikenal dengan istilah foveated rendering.

Foveated rendering ini memungkinkan perangkat virtual reality untuk me-render grafik secara sempurna hanya pada bagian yang dilihat oleh pengguna. Ini berbeda dari yang diterapkan sekarang, dimana grafik konten harus di-render 360 derajat, yang berujung pada besarnya resource yang dibutuhkan, dimana pengguna Rift wajib memiliki PC berspesifikasi kelas atas.

The Eye Tribe berawal dari sebuah proyek riset di IT University of Copenhagen pada tahun 2009. Tracker yang mereka buat diklaim jauh lebih terjangkau dari perangkat serupa buatan kompetitornya. Ya, terlepas dari canggih dan kompleksnya teknologi yang mereka garap, The Eye Tribe masih punya sejumlah rival di bidang yang mereka tekuni ini.

Salah satunya adalah Eyefluence yang belum lama ini diakuisisi oleh Google. Ini semakin membuktikan betapa besarnya peran teknologi eye-tracking di ranah virtual reality.

Sumber: TechCrunch.

Google Resmi Akuisisi Cronologics untuk Bantu Pengembangan Android Wear

Google tampaknya masih terus mencari cara untuk meningkatkan daya saingnya di industri perangkat wearable melalui pengembangan Android Wear. Baru-baru ini mereka melakukan akuisisi atas sebuah startup bernama Cronologics yang didirikan oleh mantan pekerjanya. Pasca akuisisi, tim di belakang Cronologics akan kembali bergabung ke Google guna membantu mengembangkan Android Wear.

Cronologics sendiri sudah membuat pengumuman resmi terkait akuisisi tersebut. Dalam pengumumannya itu, Cronologics mengatakan akan terus mendorong pengembangan teknologi wearable dan smartwatch dengan melakukan sinergi platform Android Wear 2.0 dan sistem operasi milik mereka. Jika tadinya Android Wear 2.0 dijadwalkan rilis di penghujung tahun 2016 ini, dengan adanya tambahan teknologi baru dari Cronologics, Google membatalkan rencananya itu dan menunda peluncuran hingga 2017. Tanggal dan bulannya masih dirahasiakan.

Bagi yang belum mengenal Cronologics, ini adalah perusahaan yang berkecimpung di teknologi wearable dan sudah punya produk bernama CoWatch yang dikenalkan pada pertengahan 2016 lalu. Perusahaannya sendiri didirikan pada tahun 2014 dan sejak saat itu telah mengembangkan sistem operasi CronologicsOS seorang diri yang tertanam di dalam tubuh CoWatch.

CoWatch

CoWatch hadir sebagai alternatif bagi perangkat berbasiskan Android Wear dan WatchOS, dengan kemampuan untuk terhubung ke perangkat Android dan iOS. Tapi yang paling menarik, CoWatch terintegrasi dengan Amazon Alexa dalam memahami perintah suara dari pemiliknya. Sehingga muncullah spekulasi bahwa akuisisi ini tak lain adalah untuk memanfaatkan fungsionalitas serupa sebagai racikan tambahan bagi Android Wear. Cukup masuk akal mengapa kemudian Google menunda peluncuran Android Wear 2.0.

Sayangnya, seperti kebanyakan akuisisi, baik Google maupun Cronologics tak bersedia membeberkan berapa mahar yang mereka sepakati untuk meluber jadi satu.

Sumber berita Venturebeat dan Cronologics.

Fitbit Resmi Akuisisi Sebagian Aset Pebble

Menyusul rumor yang berhembus beberapa hari lalu, Fitbit akhirnya mengumumkan secara resmi bahwa mereka telah membeli sejumlah aset milik Pebble. Merujuk pada siaran persnya, aset tersebut mencakup kekayaan intelektual di bidang pengembangan software dan firmware serta sejumlah staf kunci.

Secara spesifik, yang Fitbit incar dari Pebble adalah sistem operasi, aplikasi, layanan berbasis cloud dan software engineer-nya. Fitbit rupanya tidak tertarik dengan divisi hardware Pebble sehingga akhirnya Pebble mau tidak mau harus menutup perusahaannya.

Nilai akuisisi ini dikabarkan tidak lebih dari $40 juta dolar, namun kedua pihak enggan mengonfirmasinya. CEO Pebble sendiri, Eric Migicovsky, dilaporkan akan bergabung dengan inkubator startup ternama Y Combinator.

Lalu apa artinya ini bagi konsumen Pebble? Well, Pebble memastikan bahwa semua produk yang telah mereka pasarkan masih akan berfungsi seperti biasa, namun jangan berharap ada update rutin seperti sebelumnya.

Produk-produk barunya, seperti Pebble Time 2 dan Pebble Core, dengan terpaksa tidak jadi diproduksi dan konsumen yang sudah terlanjur menjadi backer di Kickstarter akan menerima refund secara penuh. Lain ceritanya untuk Pebble 2, distribusi smartwatch tersebut sudah berlangsung sebagian, tetapi mereka yang belum mendapatkan barangnya juga akan menerima refund.

Di titik ini pada dasarnya kita bisa mengucapkan selamat tinggal kepada Pebble. Saya melihat tidak ada tanda-tanda bahwa Fitbit berniat melanjutkan brand Pebble yang bisa dianggap sebagai salah satu pelopor segmen wearable. Bagi Fitbit sendiri, akuisisi aset ini akan semakin memantapkan posisinya sebagai salah satu produsen fitness dan activity tracker terbesar sejagat.

Sumber: Pebble, Fitbit dan Bloomberg.

Uber Dirikan Lab Khusus Pengembangan Artificial Intelligence

Armada mobil tanpa sopir Uber telah resmi beroperasi. Untuk sekarang, mobil-mobil tersebut masih harus didampingi oleh seorang engineer dan co-pilot. Namun ke depannya, saat teknologinya sudah matang dan regulasi setempat sudah mengizinkan, mobil-mobil tersebut hanya akan diisi oleh penumpang saja.

Uber nampaknya ingin impian ini bisa terealisasi sesegera mungkin. Mereka baru-baru ini mengakuisisi sebuah startup bernama Geometric Intelligence yang ahli di bidang artificial intelligence (AI) dan membentuk sebuah divisi baru bernama Uber AI Labs. Tim beranggotakan 15 orang ini akan berkolaborasi langsung dengan tim yang tergabung dalam Uber Advanced Technologies Center guna menyempurnakan armada mobil kemudi otomatisnya.

Selain mematangkan sistem kemudi otomatis, apa yang dikerjakan oleh Uber AI Labs ini nantinya juga akan diterapkan ke berbagai hal; seperti mencegah dan menanggulangi kasus penipuan, menyaring informasi dari rambu-rambu lalu lintas dan membantu kinerja tim Uber yang sedang menggarap sistem pemetaan digitalnya sendiri.

Namun mungkin Anda penasaran kenapa harus Geometric Intelligence yang dipilih Uber. Well, startup ini menarik karena riset mereka terhadap AI dilakukan dengan melibatkan sejumlah metode sekaligus. Singkat cerita, AI yang mereka kembangkan bisa belajar secara lebih efisien meski sumber datanya terbatas.

Uber AI Labs ini sekaligus menjadi bukti bahwa artificial intelligence merupakan salah satu highlight dunia teknologi di tahun 2016 ini. Uber hanyalah satu dari seabrek nama-nama besar yang berfokus pada pengembangan AI; di antaranya adalah Google, Facebook, Amazon, Apple, Nvidia dan masih banyak lagi.

Sumber: New York Times dan Uber.

Pebble Dikabarkan Segera Jadi Milik Fitbit

Segmen wearable telah menjelma menjadi industri bernilai jutaan Dollar yang awalnya dianggap sebagai tren sementara oleh sejumlah analis. Pun demikian, tak semua bisnis di sektor ini berjalan mulus. Pebble misalnya mulai kehilangan momentum setelah melakukan debut yang sempurna. Bahkan perusahaan yang lebih banyak bergelut di KickStarter itu dikabarkan bakal melego perusahaannya ke Fitbit. Pabrikan pencatat aktivitas dan kebugaran lainnya yang lebih stabil.

Saat ini belum ada konfirmasi resmi dari kedua belah pihak terkait akuisisi ini. Tapi sejumlah sumber yang dekat dengan Fitbit mengatakan bahwa perusahaan Amerika Serikat itu tertarik kepada kekayaan intelektual Pebble. Merk Pebble sendiri disebut bakal dimuseumkan.

Financial Times menyebut secara spesifik akan keinginan Fitbit untuk mendapatkan PebbleOS yang merupakan salah satu katalog aplikasi terbesar di ranah wearable, dan bisa disandingkan dengan Android dan iOS.

Sementara terkait aspek finansial untuk akuisisi ini, sumber Techcrunch menyebutkan angka yang cukup rendah, di kisaran $40 juta. Times menyebutkan angka yang lebih optimis, di kisaran $200.

Tentu akan menarik untuk melihat bagaimana saga ini akan berakhir, tapi salah satu pelajaran besar yang didapat dari situasi ini adalah bahwa lanskap teknologi tidak pernah mudah untuk diprediksi. Nokia tahu betul apa akibatnya jika terlalu idealis. BlackBerry lebih baik dengan mengesampingkan idealisme dan bersedia menerima Android dengan tangan terbuka.

Pebble adalah perusahaan yang dibangun dengan konsep dan ide yang matang. Di kemunculan perdananya, mereka memecahkan rekor KickStarter ketika Pebble Time mendapatkan pendanaan sebesar $10.5 juta yang melibatkan 48.000 penyokong dana hanya dalam waktu 48 jam saja. Seminggu kemudian, kampanye Pebble Time menyentuh angka $13,4 juta.

Sayang, dalam beberapa bulan terakhir Pebble disebut kehilangan momentum ketika pasar tumbuh dan makin kompetitif. Salah satu indikasinya tercermin dari rencana perusahaan untuk merumahkan hampir 25% dari tenaga kerjanya pada bulan Maret lalu.

Yang menarik. Di tahun 2015, pembuat jam konvensional Citizen dikabarkan pernah menawar Pebble senilai $740 juta. Kemudian Intel juga dikabarkan tertarik membelinya senilai $70 juta. Tapi, Eric Migicovsky selaku CEO menolak mentah-mentah kedua tawaran itu. Sekarang, Pebble justru terjebak dalam dilema setelah Fitbit dikabarkan hanya mau membayarnya di kisaran $40 juta.

Keputusan akhir sekarang ada di tangan Pebble. Apakah menolak pinangan yang masuk dengan konsekuensi; semakin lama ditahan, maka nilai jual Pebble akan semakin terjun bebas. Atau menerima pinangan dan menjadi bahan perdebatan kontroversial seperti kala Yahoo “terpaksa” menerima pinangan Verizon dengan harga yang jauh lebih murah.

Sumber berita Ubergizmo, theInformation. dan gambar header Thecountrycaller.

Casey Neistat Terima Pinangan CNN untuk Aplikasinya, Beme

Didorong oleh ambisi untuk menjangkau pengguna modern yang semakin menyimpang dari platform televisi konvensional, CNN sepakat untuk mengambil alih aplikasi siaran langsung Beme, kreasi YouTuber ternama, Casey Neistat. Untuk memperoleh tanda tangan sang founder, CNN disebut oleh WSJ menggelontorkan uang tunai sebesar $25 juta.

Beme adalah aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk menangkap dan menyiarkan video singkat secara langsung melalui perangkat mobile. Tidak seperti Vine, Beme jauh lebih intim, dan ditujukan untuk para pengguna yang merekam video ponsel mereka dengan sudut pandang orang pertama.

Angle yang menarik ditambah banyaknya pengikut Casey Neistat di YouTube menjadi satu racikan ampuh yang mendongkrak popularitas Beme tanpa banyak rintangan berarti. Per hari ini, Beme telah diunduh oleh 1,2 juta pengguna.

Pasca akuisisi, CNN bermaksud untuk menutup Beme, tetapi sampai tulisan ini diterbitkan, aplikasi Beme masih dapat dijumpai di toko aplikasi App Store dan Google Play store. Sedangkan tim di balik Beme termasuk Casey Neistat disebut akan bergabung ke CCN, di mana mereka akan mengerjakan sebuah proyek yang dirahasiakan.

New York Times menyebut, Neistat berniat untuk menerjemahkan ide originalnya ke lingkungan berita dan media dengan tujuan menarik audiens dari kalangan anak muda yang belum digarap dengan serius oleh kebanyakan jaringan berita.

Di luar dari kesepakatan itu, Neistat tetap bakal memegang kendali penuh  atas saluran dan akun media sosial miliknya, salah satunya adalah saluran YouTube yang mempunyai pengikut sebanyak 5,8 juta orang.

Sumber berita Slashgear.

Application Information Will Show Up Here

Serius Garap Segmen Otomotif, Samsung Caplok Harman

Samsung kian getol mendorong ekspansi bisnisnya ke segmen otomotif yang secara khusus menyasar mobil pintar terintegrasi. Keseriusan konglomerat asal Korea Selatan itu dipertegas dengan langkah akuisisi terbaru yang mereka tempuh. Diumumkan melalui situs resminya, Samsung mengonfirmasi sedang dalam proses akuisisi Harman Industries dengan mahar sebesar $8 miliar atau lebih dari Rp 107 triliun.

Dalam pengumuman resminya, Samsung menyebutkan bahwa 65% penjualan produk keluaran Harman di tahun lalu berhubungan erat dengan otomotif. Padahal selama ini banyak orang mengenal Harman sebagai produsen perangkat audio kelas atas seperti JBL, Mark Levinson, AKG, dan Infinity. Tetapi dalam beberapa tahun terakhir mereka juga merambah ke segmen otomotif. Keunggulan inilah yang justru membuat Samsung jatuh hati.

Selain pakar di bidang audio komersil, Harman kini menjelma menjadi salah satu pemain besar di ceruk internet of things dan telah mempekerjakan 8000 pegawai yang berlatar belakang piranti lunak. Mereka juga memegang lisensi untuk Bowers & Wilkins dan Bang & Olufsen yang bertujuan untuk pengembangan teknologi di segmen otomotif.

Lebih lanjut dikatakan lagi dalam pengumumannya, bahwa akuisisi ini akan mendorong eksistensi Samsung di pasar teknologi mobil terkoneksi yang begitu besar secara cepat, khususnya di segmen elektronik otomotif. Dukungan sumber daya di Harman bakal memperkuat pijakan kaki Samsung yang sebelumnya sudah mulai merambah dunia mesin lewat proram joint venture, Renault-Samsung Motors. Samsung juga dipastikan mendapatkan akses ke teknologi audio Harman, memberikan opsi yang luas dalam menghadirkan pengalaman audio berkelas kepada penggunanya entah itu di ranah mobile ataupun otomotif.

Di bulan Juli lalu Samsung juga sudah mulai menunjukkan agresivitasnya di segmen otomotif kendati lebih cenderung di balik layar dengan membeli saham produsen alat elektronik mobil asal Tiongkok, BYD senilai $455 juta. Kemudian terlibat pembicaraan serius dengan pemasok spare part mobil menyusul pembentukan divisi khusus bernama Automotive Electronics Business Team.

Setelah akuisisi ini, Samsung berencana untuk mempertahankan pekerja, markas besar, fasilitas dan juga brand audionya Harman yang sudah beroperasi sejak tahun 1953 silam. Proses akuisisinya sendiri diestimasikan selesai pada pertengahan tahun 2017 mendatang. Nantinya, Harman akan berdiri sendiri sebagai anak usaha Samsung Electronics, dan CEO Dinesh Paliwal tetap akan menjadi nahkoda Harman.

Sumber berita Samsung.