Microsoft Selangkah Lagi Dapatkan SwiftKey? (Update)

Update: SwiftKey dan Microsoft melalui blog resminya masing-masing telah mengonfirmasi akuisisi ini. Ke depan, Microsoft berencana melakukan integrasi antara teknologi yang dipunyai SwiftKey dan aplikasi keyboard mereka, Word Flow.

Raksasa piranti lunak, Microsoft diberitakan sedang dalam proses pembelian SwiftKey. Startup asal London yang mengembangkan aplikasi keyboard virtual untuk perangkat Android dan iOS. Kabar yang dilansir oleh The Financial Times ini mengatakan bahwa kesepakatan akuisisi tersebut mengharuskan Microsoft menggelontorkan dana sebesar $250 juta berbentuk tunai.

Kendati belum ada keterangan resmi dari kedua belah pihak, namun Microsoft diyakini telah menghabiskan beberapa bulan untuk melakukan upaya pendekatan. Terkait apa rencana Microsoft dan mau dibawa ke mana bila akuisisi selesai, masih menjadi misteri.

Dalam kiprahnya, SwiftKey berhasil menjadi aplikasi keyboard virtual yang banyak mendapatkan sambutan positif. Keluarnya izin akses kepada pengguna iOS untuk memasang keyboard dari pihak ketiga membantu SwiftKey untuk berkembang. Total, kini tak kurang dari 500 juta perangkat iOS dan Android merasakan layanan SwiftKey dan juga SDK-nya.

SwiftKey disukai karena mempunyai kecerdasan dalam memahami kebiasan pengguna ketika mengetik pesan di berbagai platform. Tidak hanya pesan singkat, SwiftKey juga mampu menganalisa penggunaan papan ketuk dari aplikasi jejaring sosial, email dan aplikasi pesan instan dengan tingkat akurasi yang sangat baik. Kecerdasan buatan inilah yang tampaknya jadi tujuan akuisisi oleh Microsoft ini. Teknologi ini diyakini lebih berharga sebab ia dapat diaplikasikan untuk banyak hal dan menjangkau pengguna yang lebih luas.

Di sisi finansial, SwiftKey punya kondisi kesehatan yang baik. Dalam seri pendanaan terakhir, SwiftKey sukses mengumpulkan tak kurang dari $21,59 juta dari sejumlah investor, antara lain Octopus Venture, Index Ventures dan selebritis asal Inggris, Stephen Fry.

Sumber berita Venturebeat , ft.

Dampak Akuisisi MelOn untuk Bisnis Kakao di Indonesia

Kakao hari ini mengumumkan niatnya mengakuisisi 76.4% saham Loen Entertainment senilai sekitar $1.54 miliar (lebih dari Rp 21 triliun). Loen Entertainment adalah pemilik platform layanan musik MelOn yang memiliki kerja sama erat di Indonesia dengan Grup Telkom. Bagaimana nasib kemitraan MelOn dan Grup Telkom pasca akuisisi ini?

Dalam setahun terakhir, ada dua akuisisi high profile yang dilakukan Kakao. Pertama terhadap media sosial privat Path yang didirikan oleh Dave Morin dan kedua terhadap MelOn ini. Benang merah yang menarik adalah keduanya memiliki basis massa yang signifikan di Indonesia.

Sinergi layanan konten musik dan media sosial atau messaging bukanlah yang pertama di kawasan ini. Sebelumnya LINE sudah mengakuisisi MixRadio dari Microsoft.

MelOn dan Langit Musik, meskipun secara nama tidak setenar Apple Music atau Spotify, sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia karena solusinya menggandeng dua penyedia layanan telekomunikasi terbesar, Telkom dan Telkomsel.

Dalam survei yang kami lakukan bersama JakPat, MelOn dan Langit Musik menduduki posisi kedua dan ketiga untuk urusan layanan streaming musik terpopuler di Indonesia setelah Google Play Musik

jakpat_streamingmusik_3

Meskipun kami perkirakan kemitraan MelOn dan Grup Telkom tidak akan serta merta berubah akibat langkah akuisisi ini, menarik ditilik bagaimana Kakao mengutilisasi MelOn untuk memperkuat basis penggunanya di Indonesia.

Sebelumnya kami sudah memberitakan bahwa Kakao bakal fokus ke Path tahun ini dan secara berangsur mengurangi dukungannya untuk KakaoTalk yang tak mampu bersaing dengan aplikasi sejenis. Mereka juga bakal mengimplementasi bank berbasis Internet yang dibawa melalui Path.

Dengan semua layanan Kakao di Indonesia dipusatkan mendukung Path, seharusnya bisa ditebak kemungkinan kolaborasi antara MelOn dan Path, misalnya tautan pengunduhan atau streaming konten MelOn langsung di dalam Path atau sharing status lagu yang sedang diputar di MelOn ke Path.

Kakao, dalam artikel di TechCrunch, mengkonfirmasi rencana untuk mendukung layanan di pasar internasional, mengisyaratkan bahwa sinergi akan dilakukan untuk sejumlah pasar penting dan Indonesia sudah ditegaskan sebagai pasar paling penting kedua bagi Kakao, setelah negara asalnya.

CEO Kakao Jimmy Rim dalam pernyataannya mengatakan, “Dengan mengkombinasikan berbagai platform dan layanan konten milik Kakao dan layanan konten musik milik Loen, kami mengekspektasikan sinergi yang luar biasa yang dapat membangun landasan yang kuat untuk ekspansi global.”

Activision Blizzard Konfirmasi Akusisi Organisasi Esport Major League Gaming

Esport ialah hal besar, dan para pemain di industri melihat bahwa perkembangan ranah olahraga elektronik akan terus meroket. Sebagai salah satu nama raksasa, sejak beberapa bulan silam Activision sudah mengambil ancang-ancang untuk turut berkiprah di sana. Mereka mendirikan divisi khusus, sembari menunjuk mantan CEO ESPN Steve Bornstein buat memimpinnya.

Meneruskan upaya mereka, sang publisher memutuskan buat mengambil satu langkah besar. Activision Blizzard dilaporkan telah mengakuisisi Major League Gaming. Bagi gamer, nama MLG tidak asing lagi di telinga, ia merupakan sebuah organisasi yang mempionirkan esport. Laporan awal muncul di akhir minggu kemarin, kemudian dikonfirmasi lewat press release dari Activision.

Melalui pembelian ini, Activision mencoba mengembangkan sayap ke eskosistem liga-liga gaming profesional. CEO Bobby Kotick menyampaikan, mereka berkeinginan untuk menciptakan ‘ESPN-nya esport‘, sembari menemukan cara baru buat ‘menghargai para pemain serta kemampuan yang mereka miliki, dan sebagai dedikasi serta komitmen pada dunia gaming.’

Lalu bagaimana dengan struktur MLG sendiri? Sebelumnya ada berita yang mengindikasikan bahwa CEO MLG Sundance DiGiovanni akan digantikan. Namun berdasarkan lembar rilis pers, ia sepertinya tidak akan meninggalkan posisi tersebut. Activision Blizzard tetap mengandalkan DiGiovanni dan co-founder Mike Sepso buat menahkodai MLG.

Misi mereka adalah meneruskan kerja keras selama 12 tahun agar esport bisa menjadi lebih mainstream lewat pembuatan serta penyiaran konten premium, mengelola event global, serta memperluas distribusi. Major League Gaming akan terus mengoperasikan platform MLG.tv, MLG Pro Circuit dan GameBattles. Daftar publisher serta partner juga tidak berubah.

Activision Blizzard tidak mengungkap jumlah uang yang mereka keluarkan demi mengakuisisi hampir seluruh aset bisnis MLG, tapi dari artikel Esport Observer di tanggal 1 Januari 2016, angkanya mencapai US$ 46 juta.

Bermarkaskan di Kota New York, Major League Gaming didirkan pada tahun 2002 oleh DiGiovanni dan Sepso. Sejak saat itu, mereka mengadakan turnamen-turnamen video game, bahkan sempat berkecimpung di bidang produksi acara TV serta pengembangan permainan. Bermacam-macam judul MLG pertandingkan, dari mulai League of Legends, Mortal Kombat, Soul Calibur V, King of Fighters XIII, Dota 2, Smite, sampai Call of Duty.

Boleh jadi, karena mereka sudah menjadi milik Activision Blizzard, permainan-permainan Activision dan Blizzard Entertainment mungkin akan lebih sering dipertandingkan.

Via Games Industry. Sumber: Activision. Header: Wikipedia.

Akuisisi Migme terhadap Hipwee dan Shopdeca adalah Manuver Tepat Sasaran

Dalam keterbukaannya di Bursa Efek Australia, platform social entertainment Migme mengumumkan akuisisi terhadap dua layanan lokal, Hipwee dan Shopdeca. CEO Migme Steven Goh kepada Tech In Asia menyebutkan total biaya akuisisi mencapai $2 juta (Rp 27 miliar) dalam bentuk tunai dan saham. Co-founder masing-masing perusahaan akan tetap berada di perusahaan dan menjadi bagian dari Migme per awal tahun 2016.

Akuisisi terhadap layanan e-commerce dan media populer ini bisa dibilang  manuver bisnis Migme yang signifikan di Indonesia setelah popularitasnya meredup sejak konsumen tradisionalnya beralih dari ponsel Java ke smartphone Android.

Tidak mengherankan jika dua startup ini yang akhirnya dipilih. Shopdeca adalah layanan e-commerce yang menjual barang-barang gaya hidup, sementara Hipwee merupakan media online yang menyasar gaya hidup anak muda. Cocok dengan segmen pasar yang diharapkan Migme.

Kami mengekspektasikan Hipwee akan tetap berdiri sebagai entitas bisnis tersendiri mengingat brand-nya yang cukup kuat di kalangan anak muda. Migme sendiri berniat mereplikasi metode bisnis dan konten yang dianut Hipwee ke India dan Filipina yang menjadi pasar potensial berikutnya bagi Migme.

Untuk Shopdeca sendiri, ada kecenderungan entitas bisnisnya bakal dilebur dalam entitas e-commerce Migme, apalagi Pendiri Shopdeca Andreas Thamrin bakal bergabung dengan Migme sebagai Global Head of Ecommerce. Migme sebelumnya juga telah mengakuisisi layanan e-commerce Singapura Sold.sg.

Sebagai platform hiburan sosial, langkah akuisisi terhadap dua layanan ini sangat menarik dan menurut kami tepat sasaran. Kita tunggu apakah proses akuisisi ini bakal menjadi awal kebangkitan bisnis Migme di Asia.

Dropbox Pensiunkan Aplikasi Carousel dan Mailbox

Dropbox boleh memiliki lebih dari 400 juta pengguna, akan tetapi hal itu bukan berarti semua produk yang diluncurkannya bakal laku di pasaran. Buktinya, mereka mengumumkan bahwa aplikasi Carousel dan Mailbox akan dipensiunkan dalam waktu dekat.

Carousel, seperti yang kita tahu, adalah inisiatif Dropbox dalam menyederhanakan proses menyimpan sekaligus berbagi foto. Aplikasi ini punya tampilan dan fitur yang menarik. Sayang, sejak diluncurkan pada bulan April 2014, pertumbuhan jumlah penggunanya tidak sesuai ekspektasi.

Malahan, mayoritas penggunanya lebih memilih berinteraksi dengan foto langsung di dalam Dropbox. Alhasil, mulai tanggal 31 Maret 2016 mendatang, aplikasi Carousel bakal bernasib sama seperti burung Dodo.

Kalau Anda merupakan pengguna Carousel, Anda tak perlu terlalu khawatir karena semua foto-foto Anda masih akan tersimpan dengan baik di Dropbox. Hanya saja, Anda dihimbau untuk mengikuti instruksi yang ada di Help Center terkait foto-foto yang diterima melalui shared album atau percakapan. Dropbox juga berencana mengintegrasikan sejumlah fitur utama Carousel ke dalam aplikasi Dropbox dalam beberapa bulan ke depan.

mailbox

Beralih ke Mailbox, ini merupakan aplikasi email yang diakuisisi Dropbox pada tahun 2013. Di masa itu, Mailbox bisa dibilang sangat populer berkat tampilannya yang apik dan sejumlah fitur menarik yang tidak ada di aplikasi email lain.

Namun seiring berjalannya waktu, perlahan aplikasi-aplikasi email lain pun ikut mengadopsi fitur-fitur unggulan Mailbox. Dropbox juga beranggapan bahwa apa yang ditawarkan Mailbox sejauh ini masih kurang efektif dalam membendung banjir email yang dialami pengguna.

Maka dari itu, per 26 Februari 2016, Mailbox pun akan resmi pensiun. Pengguna tak perlu bingung soal data-datanya karena aplikasi ini mengandalkan layanan Gmail. Meski demikian, pengguna mau tidak mau harus mencari aplikasi email lain sebagai penggantinya.

Ini jelas merupakan keputusan yang sangat berat bagi Dropbox. Menurut CEO Dropbox, Drew Houston, alasan utamanya adalah mereka harus meningkatkan fokus terhadap aspek kolaborasi dan bagaimana cara menyederhanakan pekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama.

Dropbox sendiri memang sempat merilis layanan baru bernama Paper yang berfokus pada aspek kolaborasi. Menurut Dropbox, ini merupakan contoh bagaimana mereka memraktekkan apa yang dipelajari dari Mailbox menjadi cara-cara baru berkomunikasi dan berkolaborasi yang lebih efektif.

Sumber: Dropbox Blog.

Targetkan 5,5 Juta Pengguna, Rumah.com Akuisisi RumahDijual

Hari ini secara resmi Rumah.com, anak perusahaan PropertyGuru Group, mengumumkan akuisisi situs RumahDijual yang dimiliki oleh Yohanes Aristianto dengan jumlah yang tidak diungkapkan. Langkah ini merupakan akuisisi pertama yang dilakukan oleh Rumah.com dengan tujuan untuk menjangkau lebih dari 5,5 juta pencari properti dengan total kunjungan lebih dari 30 juta halaman setiap bulannya.

Strategi bisnis ini merupakan bentuk kelanjutan investasi sebesar $ 175 juta dari konsorsium strategis tiga investor TPG, SquarePeg Capital, dan Emtek Group pada bulan Juni 2015.

“Kami melihat nama RumahDijual.com cukup berpotensi dari segi SEO hingga jumlah pengguna serta traffic yang signifikan jumlahnya, setelah proses alot selama hampir satu tahun akhirnya Rumah.com memutuskan untuk mengakuisisi RumahDijual.com,” kata General Manager Rumah.com Wasudewan kepada media hari ini (03/12) di Jakarta.

Sejak didirikan pada tahun 2010 silam, RumahDijual.com milik pria lulusan ITB ini telah mampu mendapatkan 17 juta pageviews setiap bulannya dan peningkatan 2,6 juta pengguna setiap bulannya dalam kurun waktu 5 tahun. Dari sisi SEO, nama RumahDijual.com juga mampu menjadi kata kunci (keyword) yang sering digunakan oleh pengguna pada saat mencari informasi melalui mesin pencari tentang informasi properti terkini.

“Ketika saya bertemu dengan pihak dari Rumah.com saya menyadari bahwa kita memiliki visi yang sama untuk membantu para pencari rumah di Indonesia menemukan pilihan yang tepat. Saya yakin dengan bergabung bisa menempatkan pencarian properti di Indonesia ke tingkat yang lebih tinggi,” kata Yohanes.

Meskipun telah diakuisisi, RumahDijual.com tidak langsung terintegrasi dengan situs dari Rumah.com. Hal ini dilakukan agar masing-masing situs bisa tetap menjalankan usaha yang ada, menarik lebih banyak pengguna, dan menawarkan fitur andalan.

Dengan akuisisi ini gabungan kedua situs meraih 43% dari total market time on site, yang merupakan total waktu yang diperoleh oleh seluruh situs properti di Indonesia saat ini.

Langkah akuisisi merupakan yang kedua di industri marketplace properti tahun ini. Enam bulan yang lalu, layanan marketplace milik Rocket Internet Lamudi telah mengakuisisi PropertyKita. Hal ini memberi sinyal adanya konsolidasi di industri yang pemainnya semakin terbatas.

Menempatkan Rumah.com sebagai pemimpin pasar online properti di Indonesia

Dengan dilakukannya akuisisi kepada RumahDijual.com menempatkan posisi Rumah.com sebagai pemimpin pasar online property di Indonesia, dengan engagement market share hampir dua kali lipat dari pemain lainnya. Akuisisi ini juga menyediakan pilihan lebih kaya dengan informasi berkualitas yang akan membantu pencari properti di Indonesia menemukan rumah.

Untuk tahun 2016 mendatang, Rumah.com juga menjanjikan akan menambahkan fitur-fitur baru yang disesuaikan dengan kebutuhan dari pengguna. Dari survei yang telah dilakukan tim Rumah.com, saat ini pengguna terbesar berasal dari smartphone, selebihnya dari desktop.

“Rumah.com telah membawa inovasi seperti memperbarui versi aplikasi mobile, penyegaran situs di bulan Juli 2015, dan penggabungan kalkulator KPR di situs dan aplikasi mobile. Setelah inovasi yang kami lakukan terbukti kunjungan pengguna yang masuk ke situs kami tumbuh 22% year-on-year dengan pertumbuhan kunjungan dari smartphone mencapai 53%,” kata Wasudewan.

Layanan Streaming Songza Siap Dilebur ke Google Play Music Awal Tahun Depan

Setelah setahun lebih, Google akhirnya memutuskan untuk memensiunkan Songza pada tanggal 31 Januari 2016 mendatang. Sekedar informasi, Songza adalah layanan streaming musik yang diakuisisi oleh Google pada bulan Juli 2014. Songza sendiri sudah beroperasi sejak tahun 2007, menawarkan playlist terkurasi berdasarkan mood maupun aktivitas pengguna.

Kini keunikan tersebut sudah diwariskan ke Google Play Music. Pada kenyataannya, selama ini Google cukup sibuk mengintegrasikan fitur-fitur milik Songza ke dalam layanan streaming musiknya sendiri. Prosesnya memang memakan waktu, tapi pada akhirnya Songza pun bisa melebur dengan Play Music secara sempurna.

Namun para penggemar Songza tak perlu khawatir, karena mereka akan diberi kesempatan untuk memindahkan akunnya ke Google Play Music. Dengan demikian, semua history maupun playlist yang telah dicantumkan sebagai favorit juga akan muncul di Google Play Music.

Google juga memastikan bahwa seluruh fitur Songza bisa dinikmati secara cuma-cuma di Google Play Music. Biaya berlangganan cuma diperlukan kalau pengguna hendak mengakses katalog lagu secara on-demand dan mengunggah koleksi lagu pribadinya ke cloud.

Bicara soal biaya berlangganan, Google juga berencana meluncurkan family plan dalam waktu dekat, yang mencakup enam anggota keluarga sekaligus seharga $15 per bulan – mirip seperti yang ditawarkan oleh Apple Music.

Yang disayangkan, Google Play Music tak kunjung tersedia di tanah air sampai saat ini. Dalam email yang dikirim ke seluruh pengguna Songza, dikatakan bahwa Google akan terus mengekspansi Play Music ke negara-negara lainnya. Namun tidak ada kepastian mengenai kapan Indonesia kebagian jatah.

Mungkin saja Google selama ini masih fokus mewariskan fitur-fitur Songza ke Play Music, memperkuat posisinya terlebih dahulu dalam kompetisi layanan streaming musik. Kini semuanya sudah siap dan mereka pun bisa berfokus pada ekspansi internasional yang lebih agresif lagi. Semoga saya tidak salah…

Sumber: TechCrunch. Gambar header: YouTube.

Rdio Nyatakan Bangkrut, Pandora Akan Beli Asetnya

Sebuah kabar mengejutkan datang dari industri streaming musik. Salah satu nama besar di ranah tersebut, Rdio, baru saja menyatakan bangkrut dan bakal menghentikan seluruh layanannya di lebih dari 100 negara tempatnya beroperasi.

Namun yang lebih mengejutkan lagi, raksasa lain di kancah streaming musik, Pandora, tertarik membeli aset milik Rdio senilai $75 juta. Yang dimaksud aset ini mencakup teknologi dan properti intelektual. Di saat yang sama, Pandora juga akan merekrut sejumlah karyawan Rdio, tapi tidak termasuk CEO-nya.

Ketika ditanya mengapa mereka tidak berencana melanjutkan bisnis Rdio, CEO Pandora, Brian McAndrews menyebutkan ada dua alasan utama. Yang pertama adalah, Pandora tidak sanggup mengucurkan biaya terlalu besar. Dan yang kedua, Rdio sendiri terbelit piutang yang cukup besar – kalau Pandora mau melanjutkan kiprah Rdio, mereka juga harus melunasi hutang-hutang tersebut.

Akuisisi aset ini juga membuka potensi bagi Pandora untuk memperluas bisnisnya ke kawasan-kawasan lain. Sejauh ini mereka hanya beroperasi di Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru saja. Bandingkan dengan Rdio yang sangat agresif mencari pasar-pasar baru hanya dalam beberapa tahun kiprahnya.

Tapi kita tidak boleh terlalu cepat menaruh harapan. Pasalnya, semua ini masih bisa berubah seiring pernyataan pailit Rdio diproses. Jadi ada kemungkinan pihak lain turun tangan dan menawarkan dana yang lebih besar ketimbang Pandora.

Buat Pandora sendiri, kalau transaksi ini berhasil, mereka berencana mengembangkan layanannya dengan menyelipkan fitur on-demand yang merupakan spesialisasi Rdio. Tapi itu pun kita masih harus menunggu paling tidak sampai akhir tahun 2016.

Lalu pertanyaan yang jauh lebih penting lagi, bagaimana nasib pelanggan Rdio? Untuk sementara, tidak ada yang berubah, berdasarkan penjelasan di blog resmi Rdio. Mereka baru akan mengumumkan kepastiannya dalam beberapa minggu ke depan.

Sumber: 1, 2, 3.

Google Akuisisi Fly Labs untuk Genjot Pengembangan Google Photos

Foto dan video adalah dua elemen yang kerap jadi “jualan” para pengembang besar. Fly Labs adalah salah satu yang konsisten bermain di ranah ini, dan kiprahnya menterengnya sukses membuat Google terkesan. Baru-baru ini tim Fly Labs secara resmi mengumumkan telah diakuisisi dan menjadi bagian dari Google.

Di Mountain View, Fly Labs nantinya akan bergabung dengan tim di belakang aplikasi Google Photos, aplikasi penyimpanan foto yang diperkenalkan bulan Mei lalu. Meski tak secara detail dijelaskan, namun Fly Labs memberikan sedikit bocoran apa garapan barunya di sana.

“Google Photos adalah jodoh yang tepat untuk kami. Ke depan kami akan meleburkan teknologi kami ke dalam Google Photos. Menghadirkan fitur-fitur ala aplikasi Clips, Fly, Tempo dan Crop.”

Tidak ada komentar dari Google ataupun Fly Labs perihal mahar untuk mewujudkan akuisisi ini. Namun berkaca pada akuisisi yang sudah-sudah dan fakta bahwa Fly Labs terdiri dari tim yang kecil, besar kemungkinan Google hanya mengeluarkan kurang dari $2 juta atau mungkin saja di bawah $1 juta.

Tapi jangan salah, meskipun terdiri dari kumpulan tim kecil, Fly Labs cukup sukses menggarap apa yang jadi passion mereka. Melahirkan beberapa aplikasi yang cukup populer di App Store, seperti Tempo, Fly dan Crop. Akuisisi ini mengukuhkan seberapa baik hasil kerja mereka, selain statistik 3 juta unduhan dari 150 negara berbeda dan 20 juta video baru hanya dalam waktu 18 bulan terakhir.

Tapi di antara nama-nama itu, Google sepertinya lebih kepincut pada kemampuan Fly Labs membenamkan dukungan video 4K ke dalam aplikasi editornya yang bernama Clips. Clips adalah satu satu aplikasi video editor yang punya dukungan itu dan diyakini merupakan potongan puzzle yang akan melengkapi platform Android.

Sumber berita Ubergizmo.

Pencipta Candy Crush Akan Dibeli Pemilik Call of Duty Seharga $ 5,9 Miliar

Seri permainan puzzle match-three Candy Crush sudah lama dikenal orang sebagai mesin pencetak uang milik King Digital Entertainment. Di tahun 2014 saja, in-app purchase user memberi pemasukan sebesar US$ 1,33 miliar untuk King, dan itu belum menghitung permainan-permainan mereka lainnya. Dan beberapa saat lalu, terdengarlah kabar menghebohkan. Continue reading Pencipta Candy Crush Akan Dibeli Pemilik Call of Duty Seharga $ 5,9 Miliar