Box Hadirkan Integrasi Dolby.io, Mudahkan Optimasi Konten Audio Secara Otomatis

Konten audio terus bertambah populer belakangan ini, terutama berkat meledaknya popularitas Clubhouse dan format live audio, serta tentu saja pesatnya perkembangan industri podcasting. Data dari layanan cloud storage Box bahkan menunjukkan bahwa konsumennya mengunggah setidaknya 50 persen lebih banyak file audio dalam 18 bulan terakhir.

Melihat tren seperti itu, Box pun terdorong untuk memberikan kemudahan bagi para penggunanya. Mereka baru saja mengumumkan integrasi platform Dolby.io pada layanannya. Sebagai informasi, Dolby.io merupakan kumpulan API (application programming interface) yang dapat diintegrasikan untuk membantu meningkatkan kualitas audio.

Dolby.io pertama kali dirilis pada pertengahan tahun 2020. Sejauh ini, produk yang ditawarkan ada tiga jenis: Interactivity API, Media Processing API (yang digunakan Box untuk integrasi ini), dan Music Mastering API. Selain Box, platform ini juga dipakai oleh SoundCloud untuk layanan mastering-nya.

Integrasi ini pada dasarnya memungkinkan pengguna Box untuk meningkatkan kualitas audio dari berbagai macam file yang diunggahnya (bisa audio, bisa juga video) tanpa perlu meninggalkan Box sama sekali. Mereka hanya perlu memilih file yang hendak dioptimalkan audionya, lalu mempersilakan AI menjalankan tugasnya.

Yang bakal sangat diuntungkan di sini tentu adalah para podcaster maupun kreator konten audio lainnya, terutama mereka yang belum punya studio kedap suara, yang sering kali berujung pada kualitas audio yang tidak konsisten. Lebih lanjut, AI milik Dolby.io juga dirancang untuk meminimalkan suara-suara di background yang kurang relevan. Selain podcast, jenis konten yang bisa dioptimalkan oleh Dolby.io juga mencakup musik, voiceover, sesi mengajar, wawancara, rapat, konferensi, dan lain sebagainya.

Yang mungkin menjadi pertanyaan adalah, berapa tarifnya? Sebab layanan secanggih ini biasanya tidak akan gratis begitu saja. Well, pengguna diberi jatah gratis 200 menit setiap bulannya. Setelahnya, Dolby akan menarik biaya $0,05 per menit audio yang dioptimalkan. Tidak ada tarif berlangganan yang harus dibayarkan sama sekali.

Sumber: Engadget dan Dolby.

Layanan GoPro Plus Kini Tawarkan Kapasitas Penyimpanan Tak Terbatas untuk Foto dan Video dalam Resolusi Asli

Masih ingat dengan GoPro Plus, layanan berlangganan dengan tarif bulanan $5 yang diluncurkan pada tahun 2016 lalu? Layanan ini sebenarnya terkesan biasa saja, namun seiring waktu, GoPro terus menyempurnakannya sampai ke titik di mana Plus sekarang bisa dilihat sebagai layanan yang cukup esensial.

Esensial karena GoPro Plus sekarang menawarkan kapasitas penyimpanan yang tak terbatas, baik untuk foto maupun video. Oke, saya yakin Anda akan langsung teringat dengan Google Photos ketika membahas tentang layanan cloud storage dengan kapasitas unlimited, tapi kita juga tidak boleh lupa bahwa Google menerapkan kompresi supaya resolusi foto dan videonya tidak melebihi 16 megapixel dan 1080p.

Lain halnya dengan GoPro Plus. Semua foto dan video akan disimpan dalam kualitas aslinya, tanpa sedikitpun penurunan bit rate maupun resolusi. Ini berarti video 4K 60 fps hasil tangkapan GoPro Hero 7 Black bakal disimpan tanpa melewati proses kompresi sama sekali. Dan itu semua tanpa mengubah tarif berlangganannya, yang sampai saat ini masih dipatok $5 per bulan.

Batasan tentu masih ada. Yang paling utama, GoPro Plus jelas tidak bisa seenaknya kita pakai untuk menyimpan foto dan video dari smartphone. Kapasitas tidak terbatas itu murni untuk foto dan video yang diambil menggunakan kamera GoPro.

Di samping kapasitas tak terbatas, pembaruan lain GoPro Plus juga menyangkut benefit potongan harga untuk mayoritas aksesori yang dijual di situs GoPro. Sekarang, diskonnya dinaikkan dari 20% menjadi 50% buat para pelanggan GoPro Plus, dan ini berlaku secara global.

Sayangnya, untuk keuntungan lain GoPro Plus, yakni garansi penggantian kamera yang rusak, sampai saat ini masih berlaku bagi konsumen di Amerika Serikat saja. Kendati demikian, GoPro bilang bahwa benefit ini bakal mereka berlakukan untuk konsumen internasional mulai tahun ini.

Sumber: Engadget dan GoPro.

Google Photos Bakal Kedatangan Opsi untuk Mengunggah dalam Resolusi Lebih Kecil

Dibandingkan layanan serupa lain, kelebihan Google Photos terletak pada kapasitasnya: pengguna dibebaskan mengunggah sebanyak mungkin foto dan video tanpa batasan. Memang bukan dalam resolusi aslinya, tapi masih cukup tinggi untuk terlihat tajam di layar smartphone.

Masalahnya sekarang ada pada koneksi internet. Secara default, Google Photos baru akan memulai proses backup ketika perangkat terhubung ke jaringan Wi-Fi. Namun kita yang tinggal di Indonesia tahu sendiri bahwa Wi-Fi pun terkadang sama sekali tidak bisa diandalkan, terutama ketika sedang berada di tempat umum.

Kabar baiknya, Google tengah bersiap merilis fitur baru untuk Photos buat mengatasi problem ini. Kalau sebelumnya hanya tersedia dua opsi unggahan (High Quality dan Original), nantinya bakal ada satu opsi tambahan bernama Express. Jika dipilih, maka foto yang diunggah akan dikompresi menjadi beresolusi 3 megapixel, dan video menjadi standard definition.

Google Photos express backup

Resolusi yang diturunkan berarti ukuran file-nya juga ikut mengecil, dan kompromi ini diharapkan bisa membantu pengguna mem-backup semua foto dan video yang ada di perangkatnya ke Google Photos. Lebih baik ada cadangan meskipun kualitasnya lebih jelek daripada tidak ada sama sekali, kira-kira begitu premis utamanya.

Di samping itu, Google Photos juga bakal kedatangan opsi untuk mengunggah memakai jaringan seluler, dan ini bisa dibatasi kuotanya per hari. Kedua fitur ini rencananya akan dirilis di India terlebih dulu sebelum menyusul ke kawasan lain yang juga sering terkendala masalah yang sama.

Sumber: 91Mobiles via SlashGear.

Lewat Dropbox Extensions, Dropbox Hadirkan Integrasi Berbagai Layanan dan Aplikasi Lain

Kabar gembira bagi para pengguna Dropbox. Pelopor layanan cloud storage itu baru saja mengumumkan fitur anyar yang sangat menarik. Dijuluki Dropbox Extensions, fitur ini pada dasarnya merupakan integrasi beragam layanan dan aplikasi lain di dalam tampilan web Dropbox.

Katakanlah Anda hendak mengedit suatu foto. Sebelum ini, Anda harus mengunduh file-nya terlebih dulu dari Dropbox, membuka dan menyuntingnya di aplikasi lain, lalu kembali mengunggah hasil revisinya ke Dropbox. Sekarang, semua itu bisa dilakukan langsung dari tampilan web berkat bantuan integrasi Pixlr.

Ini juga berlaku untuk skenario lain, misalnya ketika pengguna hendak menandatangani suatu dokumen PDF. Tanpa harus mengunduh apa-apa, pengguna tinggal mengklik tombol “Open with” di sebelah kanan file, lalu pilih Adobe Sign atau DocuSign. Setelahnya, PDF yang telah ditandatangani akan disimpan kembali ke Dropbox secara otomatis, termasuk untuk yang disimpan di shared folder.

Dropbox Extensions

Itu baru sedikit contoh dari apa yang bisa ditawarkan fitur ini, sebab mitra-mitra yang digandeng Dropbox sudah lumayan banyak: Adobe, Autodesk, DocuSign, Vimeo, airSlate, HelloSign, Nitro, Smallpdf, dan Pixlr. Anda tak perlu khawatir salah membuka file PDF di Vimeo misalnya, sebab opsi akan muncul secara kontekstual, menyesuaikan dengan tipe file-nya.

Ke depannya, Dropbox berencana untuk menambah integrasi dari mitra-mitra lainnya. Dropbox Extensions akan tersedia buat seluruh pengguna tanpa terkecuali mulai tanggal 27 November mendatang.

Sumber: Dropbox.

Folder Documents, Pictures dan Desktop di PC Kini Dapat Di-backup Secara Otomatis oleh OneDrive

Kalau ditanya layanan cloud storage apa yang paling cocok untuk banyak orang, saya mungkin akan menjawab OneDrive, meskipun saya merupakan pengguna Dropbox akut. Alasannya sederhana: OneDrive tersedia secara default di seluruh perangkat yang menjalankan OS Windows 10, sehingga konsumen tak perlu repot-repot mengunduh dan meng-install untuk mulai menggunakannya.

Microsoft sadar akan kelebihan OneDrive yang tak dimiliki kompetitornya ini, dan mereka ingin memaksimalkannya lebih lagi. Salah satunya lewat fitur baru bernama Folder Protection, di mana pengguna bisa memilih agar folder Documents, Pictures dan Desktop di laptop atau PC-nya dapat ter-backup secara otomatis.

Fitur ini bakal sangat berguna buat mereka yang menggunakan komputer yang berbeda di rumah dan di tempat kerjanya, sebab semua folder tersebut akan selalu tersinkronisasi via satu akun OneDrive yang sama. Kemudahan ini bakal semakin terasa apabila pengguna ternyata punya kebiasaan menyimpan file atau dokumen penting di Desktop.

Microsoft OneDrive Folder Protection

Sebelumnya, fitur ini sebenarnya sudah tersedia untuk pengguna akun bisnis OneDrive, namun sekarang Microsoft memutuskan untuk menghadirkannya ke semua pengguna OneDrive tanpa terkecuali. Fitur ini sifatnya opsional, yang berarti pengguna harus mengaktifkannya terlebih dulu lewat menu pengaturan.

Setelah diaktifkan, proses sinkronisasi akan berjalan secara otomatis pada ketiga folder tersebut (atau Anda bisa memilih folder tertentu saja jika mau). Perlu dicatat, ada beberapa jenis file yang tidak bisa ‘diproteksi’ oleh fitur ini, yaitu file database Outlook (.pst) dan semua file OneNote.

Sumber: The Verge.

Peran Dropbox dalam Keseharian Seorang Work-at-home Dad

Dewasa ini saya yakin nama Dropbox sudah tidak asing lagi di telinga sebagian besar pembaca. Anda mungkin menggunakannya sekadar untuk mem-backup koleksi foto di ponsel, lalu ada juga yang memanfaatkannya murni untuk berbagi dokumen dengan rekan kerjanya.

Sebagian lain mungkin lebih percaya dengan layanan cloud storage lain, Google Drive misalnya. Namun intisarinya, Dropbox dan layanan cloud storage sudah menjadi bagian penting dalam keseharian konsumen modern – bahkan tidak kalah pentingnya dari smartphone dan koneksi internet itu sendiri.

Saya termasuk kalangan konsumen yang terakhir itu, kalangan yang pada dasarnya tidak bisa hidup tanpa Dropbox. Di perangkat apapun yang saya punya – PC, laptop, tablet, smartphone – saya pasti akan meng-install Dropbox selama aplikasinya tersedia di platform yang bersangkutan.

Andai saya berganti smartphone, Dropbox adalah salah satu aplikasi pertama yang saya install selain aplikasi chatting. Perlu dicatat juga, saya maupun tim DailySocial tidak menerima uang sepeser pun dari Dropbox untuk menuliskan artikel ini – saya kira mereka sudah tidak perlu lagi mengiklankan produknya untuk bisa merangkul lebih banyak konsumen.

Artikel ini cuma bermaksud untuk menggambarkan bagaimana suatu layanan internet bisa berperan begitu besar dalam kehidupan konsumen di era digital ini. Tanpa bermaksud hiperbolis, saya mungkin bakal kewalahan bekerja setiap harinya tanpa adanya Dropbox. Persilakan saya menjelaskan kenapa.

Dropbox sebagai tonggak utama pekerjaan

Dropbox kini juga menawarkan layanan bernama Paper untuk mempermudah kolaborasi / Dropbox
Dropbox kini juga menawarkan layanan bernama Paper untuk mempermudah kolaborasi / Dropbox

Seperti yang bisa Anda lihat, saya merupakan salah satu penulis tetap di DailySocial. Setiap Senin – Jumat saya diminta untuk menuliskan sejumlah artikel untuk Anda sekalian baca. Dari sini sebenarnya sudah bisa Anda tebak apa saja alat bantu yang hukumnya wajib buat saya, yaitu perangkat untuk mengetik dan koneksi internet.

Kondisi tempat kerja saya tergolong tidak umum: saya tinggal di Surabaya, sedangkan kantor DailySocial berada di Jakarta. Yup, saya merupakan pekerja remote, dan hal ini pada akhirnya memberikan sejumlah perk buat saya, salah satunya adalah kesempatan untuk merawat anak perempuan saya selagi bekerja.

Di mana istri saya? Well, setiap harinya dia harus bekerja sebagai dosen di salah satu universitas swasta di Surabaya. Berhubung saya bekerja dari rumah, saya jadi tidak perlu menitipkan putri saya ke siapa-siapa maupun meminta bantuan seseorang selama bekerja.

Putri saya sebentar lagi akan menginjak usia 15 bulan. Di usia itu, seorang anak sudah banyak maunya. Dalam kasus saya, putri saya ingin selalu ditemani bermain, tidak peduli ketika saya sedang mengerjakan artikel atau sedang istirahat makan siang – dan ini juga beberapa kali terjadi selama pengerjaan artikel ini.

Tampilan icon Dropbox di iPhone / Pixabay
Tampilan icon Dropbox di iPhone / Pixabay

Situasi ini memaksa saya untuk bergonta-ganti device selama bekerja: saat putri saya lengah dan serius bermain Mega Bloks, saya akan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk duduk di depan laptop dan mengetikkan sebanyak mungkin kata sebelum dia sadar dan kembali menarik-narik baju saya sembari merengek minta didampingi.

Kesempatan mengetik hilang, lalu apa yang harus saya lakukan ketika ide tiba-tiba muncul dan terancam sirna kalau tidak segera ditumpahkan ke tulisan? Saya pun beralih ke smartphone dan mulai mencuri-curi kesempatan untuk mengetik selagi mendampingi putri saya, yang sekarang juga sudah beralih ke mainan lain.

Di sinilah letak peran besar Dropbox yang saya maksud di awal. Semua yang saya kerjakan, baik di laptop maupun smartphone, akan selalu tersinkronisasi di Dropbox. Saat mengetik menggunakan smartphone, saya bisa melanjutkan poin terakhir yang saya tinggalkan di laptop tadi, demikian pula sebaliknya.

Tanpa Dropbox, fragmen-fragmen artikel yang sudah saya kerjakan itu harus saya gabungkan dan rapikan secara manual di laptop sebelum akhirnya saya unggah ke server DailySocial. Sebaliknya, dengan Dropbox, potongan artikel yang saya ketik di smartphone tadi akan langsung muncul di laptop, di file dokumen yang sama, dan siap diunggah kapan saja ke server tanpa perlu saya ulik lebih lanjut – kalau memang artikelnya sudah selesai.

Mengapa Dropbox?

Contoh integrasi Dropbox dalam aplikasi Microsoft PowerPoint / Dropbox
Contoh integrasi Dropbox dalam aplikasi Microsoft PowerPoint / Dropbox

Di titik ini Anda mungkin akan bertanya, “mengapa harus Dropbox? Kenapa tidak layanan cloud storage yang lain saja?” Jawabannya adalah integrasi dengan aplikasi. Semua aplikasi yang saya gunakan untuk mengetik terintegrasi dengan Dropbox, baik di smartphone, laptop maupun PC.

Di ponsel dan laptop, saya menggunakan aplikasi text editor bernama Byword, sedangkan di PC pilihan saya adalah MarkdownPad. Di smartphone, saya bisa menghubungkan akun Dropbox secara langsung ke Byword, sehingga semua folder penyimpanan – termasuk folder draft semua artikel saya untuk DailySocial – bisa saya akses langsung dari aplikasi.

Di laptop dan PC integrasinya bahkan lebih mendalam lagi, sebab Dropbox sudah terhubung dengan file system. Ini memungkinkan saya untuk mengunduh dan mengunggah file dari dan ke Dropbox tanpa perlu membuka browser sama sekali, cukup mengandalkan metode copy-paste standar lewat Windows Explorer atau Finder di Mac.

Alasan lainnya, selama lima tahun memakai Dropbox, saya belum pernah sekali pun dikecewakan oleh sinkronisasinya. Saya pun sampai sekarang juga belum pernah mengeluarkan uang untuk menggunakan Dropbox, tapi kapasitas penyimpanan saya bisa mencapai angka 11,75 GB berkat program referral Dropbox.

Ilustrasi Dropbox sebagai satu-satunya media penyimpanan / Dropbox
Ilustrasi Dropbox sebagai satu-satunya media penyimpanan / Dropbox

Kendati demikian, andaikata Dropbox bangkrut dan saya harus beralih ke layanan cloud storage lainnya, saya yakin saya masih bisa mendapatkan kemudahan yang sama dalam bekerja. Namun jujur saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya andai tidak ada layanan cloud storage sama sekali.

Yang saya cari dari Dropbox sebenarnya sederhana sekali, yakni bagaimana layanan ini bisa membantu memuluskan proses gonta-ganti perangkat selama saya bekerja sambil merawat anak. Fakta bahwa semua file penting saya ter-backup di cloud saya anggap sebatas bonus, sebab saya pribadi lebih mementingkan aspek sinkronisasinya.

Ketik di laptop, lanjutkan di smartphone, lalu kembali lagi di laptop ketika ada kesempatan, semuanya tanpa mengharuskan saya repot-repot mengunduh file dan mengunggahnya kembali setelah diperbarui. Inilah yang akhirnya membuat saya begitu bergantung pada Dropbox.

Di samping itu, Dropbox juga berhasil mengubah kebiasaan saya menyimpan file di USB flash disk. Sekarang semua file penting dan yang perlu saya akses dari berbagai tempat tersimpan dengan rapi di Dropbox, dan sepertinya sudah sekitar tiga tahun sejak saya terakhir menggunakan flash disk.

Sejarah perjalanan Dropbox

Drew Houston (kiri) dan pimpinan Y Combinator, Sam Altman (kanan) pada bulan Februari 2017 / Dropbox
Drew Houston (kiri) dan pimpinan Y Combinator, Sam Altman (kanan) pada bulan Februari 2017 / Dropbox

Bicara soal flash disk, media penyimpanan portable ini juga sangat terlibat dalam awal kelahiran Dropbox. Ceritanya kala itu, pada bulan Desember 2006, sang pendiri Dropbox, Drew Houston yang merupakan seorang programmer, sedang dalam perjalanan menggunakan bus dari Boston ke New York.

Selama perjalanan berdurasi sekitar empat jam, Drew berniat untuk bekerja menggunakan laptop-nya. Apesnya, ia lupa membawa USB flash disk yang pada dasarnya berisikan semua yang dibutuhkannya pada saat itu. Ini bukan pertama kalinya nasib sial seperti itu menimpa Drew, tapi sang inovator memutuskan sudah saatnya untuk mengakhirinya.

Dari situ ia mulai mengembangkan teknologi untuk mensinkronisasikan file menggunakan internet. Empat bulan setelahnya, Drew mempresentasikan idenya di hadapan inkubator startup Y Combinator. Juni 2007, Dropbox Inc. resmi didirikan, dan tak lama sesudahnya Drew bersama rekan cofounder-nya, Arash Ferdowsi, berhasil menerima pendanaan awal dari Y Combinator sebesar $15.000.

Perjalanan Dropbox tak bisa dibilang mulus. Bahkan awalnya mereka tidak bisa menggunakan domain dropbox.com sampai pada bulan Oktober 2009. Selama sekitar dua tahun beroperasi, mereka harus tabah menggunakan domain getdropbox.com – memang tidak sulit diingat, tapi reflek orang yang baru mendengar soal Dropbox pasti akan mengetikkan “dropbox.com” di browser-nya.

Tampilan terbaru Dropbox sekarang / Dropbox
Tampilan terbaru Dropbox sekarang / Dropbox

Masih di tahun 2009, tepatnya pada bulan Desember, almarhum Steve Jobs sempat menawarkan untuk mengakuisisi Dropbox dengan mahar menyentuh angka sembilan digit. Jobs kala itu bilang kalau Dropbox hanyalah sebatas fitur, dan beliau sejatinya beranggapan bahwa Dropbox baru bisa menjadi produk setelah berada di tangan Apple.

Tentu saja Drew menolak tawaran tersebut. Kalau tidak, sudah pasti Dropbox sekarang hanya tersedia secara eksklusif untuk perangkat besutan Apple. Nyatanya tidak demikian. Rival-rival Dropbox terus bermunculan, termasuk dari Apple sendiri yang bernama iCloud, maupun dari nama-nama besar lain di industri teknologi seperti Amazon, Google dan Microsoft.

Juni lalu, Dropbox merayakan hari jadinya yang ke-10. Skalanya sebagai perusahaan sudah berkali lipat kondisinya di tahun 2008, dimana pada saat itu mereka baru memiliki 9 karyawan dan 200.000 pengguna. Per Maret 2016, jumlah pengguna Dropbox sudah mencapai angka setengah miliar, dan menurut data Crunchbase mereka sudah mengumpulkan total pendanaan lebih dari 600 juta dolar.

Kembali ke bahasan di awal tadi, saya kira tidak berlebihan jika kita menganggap Dropbox – maupun layanan cloud storage lainnya – sebagai layanan yang sama esensialnya dengan email. Anda butuh email untuk bisa mendaftar berbagai layanan internet (termasuk Dropbox), dan Anda butuh Dropbox untuk bisa bekerja secara efisien di mana saja dan melalui perangkat apa saja.

Cerita saya sebagai seorang blogger beranak satu yang harus bergonta-ganti device selama bekerja hanyalah satu contoh. Masih ada contoh lain yang tak kalah menarik, seperti misalnya seorang mahasiswa jurusan hukum yang laptop-nya tiba-tiba rusak saat menjalani ujian akhir, namun akhirnya bisa lulus karena masih menyimpan backup-nya di Dropbox.

Tanpa Dropbox, sang pelajar mungkin saja bisa tidak lulus, dan ini akan berakibat fatal pada karir dan kehidupannya. Tanpa Dropbox, saya mungkin harus menyewa seorang baby sitter untuk membantu mendampingi anak saya selama saya bekerja, yang berarti pengeluaran bulanan saya harus bertambah – yang akan sangat sulit sekali saya terima setelah mengetahui ada layanan internet gratis seperti Dropbox yang bisa menjadi solusi atas masalah yang saya hadapi.

Begini Keuntungan Cloud Bagi Kolaborasi Organisasi Startup

Together we stand, divided we fall.” Dari mana Anda pernah mendengar ungkapan ini? Poster film Marvel Civil War, atau dari literasi sejarah Amerika Serikat? Sebenarnya, tidak masalah Anda mengetahui dari mana pun, sebab yang terpenting Anda paham bahwa ungkapan tersebut perlu terpatri dalam berorganisasi, termasuk dalam pengelolaan tim internal di bisnis startup yang kini tengah Anda jalankan.

Dari aspek sumber daya manusia (SDM), ada beberapa langkah untuk komunikasi dan kolaborasi pekerjaan dalam startup yang bisa dilihat di sini. Di sini, manajemen kolaborasi startup akan dibahas dari sisi teknis, atau yang secara spesifik dilihat dari pemanfaatan teknologi cloud storage.

Fasilitas cloud pada dasarnya tak hanya memungkinkan para karyawan berkolaborasi untuk menyimpan pekerjaan di master document yang sama saja. Dengan cloud storage dan content delivery network, Anda kini dapat mengelola data dengan skala besar.

Jadi, bila Anda seorang startup owner, Anda akan dapat mengetahui bagaimana progres proyek-proyek besar yang dilakukan tim, bahkan meski mereka sedang tidak berada di pulau yang sama dengan Anda.

Penataan sistem kerja yang fleksibel dan remote seperti ini memang merupakan hal baik bagi para karyawan di era Internet. Tak hanya memudahkan Anda untuk memantau laju perusahaan, cara ini juga mendorong kolaborasi bisnis yang semakin baik antar karyawan meski tidak bekerja di satu atap.

Untuk mendorong kolaborasi seperti ini, Anda bisa memulainya dengan membudayakan implementasi gaya BYOD (Bring Your Own Device), agar para karyawan bisa lebih nyaman bekerja dengan device andalan mereka.

Hal lain yang tentunya perlu disadari untuk keutuhan startup ialah bahwa startup adalah fase di mana bentuk usaha masih berskala kecil dan bertumbuh. Maka, bagian operasional tak ubahnya sektor yang perlu dipantau terus menerus secara pokok.

Dari kacamata teknis, layanan NoSQL cloud database adalah pilihan tetap bagi back-office operation di kantor startup, agar kolaborasi antar karyawan tetap aman dengan failure detection.

Isi survey singkat Alibaba Cloud terkait penggunaan cloud di sini.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial hasil kerja sama DailySocial dan Alibaba Cloud.

Versi Terbaru Dropbox untuk iOS Hadirkan Integrasi iMessage dan Sejumlah Fitur Menarik

Seiring perkembangannya, Dropbox telah berevolusi dari sekadar layanan cloud storage hingga menjadi alat bantu produktivitas. Pergeseran ini terus dibawa menuju ke aplikasi mobile-nya, dimana Dropbox baru-baru ini memperkenalkan sejumlah fitur menarik pada aplikasi Dropbox untuk iOS.

Yang pertama adalah integrasi iMessage, dimana pengguna bisa berbagi file tanpa perlu berpindah-pindah aplikasi. Tinggal pilih file yang hendak dibagi dari dalam iMessage, lalu sang penerima bisa langsung melihatnya di dalam kolom chat.

Fitur ini bisa terwujud berkat pembaruan dalam iOS 10, dimana developer pada dasarnya bisa membuat aplikasi mini di dalam iMessage untuk meningkatkan fungsionalitasnya. Dengan begitu, pengguna bisa berkomunikasi dengan rekan kerja atau rekan setimnya secara lebih efisien.

Masih berkaitan dengan pembaruan yang dibawa iOS 10, Dropbox kini juga datang bersama widget yang bisa diakses melalui lock screen. Hal ini berarti pengguna dapat memindai dokumen atau mengunggah file tanpa perlu meng-unlock perangkatnya terlebih dulu.

Menandatangani file PDF kini mudah sekali dilakukan lewat aplikasi Dropbox untuk iOS / Dropbox
Menandatangani file PDF kini mudah sekali dilakukan lewat aplikasi Dropbox untuk iOS / Dropbox

Tidak kalah menarik adalah fitur untuk membubuhkan tanda tangan pengguna di atas sebuah file PDF. Yup, pengguna kini tidak perlu repot-repot mencetak dokumen, menandatanganinya, lalu memindainya kembali untuk dikirim via email. Cukup buka file melalui aplikasi Dropbox, lalu langsung bubuhkan tanda tangan di atas layar.

Aplikasi Dropbox kini mendukung fitur Picture-in-Picture di iPad, serta Split Screen dalam waktu dekat / Dropbox
Aplikasi Dropbox kini mendukung fitur Picture-in-Picture di iPad, serta Split Screen dalam waktu dekat / Dropbox

Untuk pengguna iPad, aplikasi Dropbox kini mengusung dukungan fitur Picture-in-Picture sehingga mereka dapat menonton video yang disimpan di dalam Dropbox selagi membuka aplikasi lain. Dalam beberapa minggu ke depan, Dropbox bahkan berencana untuk menghadirkan dukungan fitur Split Screen.

Fitur baru yang terakhir terkait aspek kolaborasi, dimana aplikasi kini dapat mengirimkan notifikasi ketika seseorang dalam tim Anda telah melakukan revisi dan menyimpan versi terbarunya. Pengguna tinggal mengklik tombol Refresh untuk melihat hasil revisinya.

Sumber: Dropbox Blog.

OneDrive Kini Bisa Buatkan Album Foto Secara Otomatis

Bagi sebagian besar pengguna, fungsi utama layanan cloud storage adalah untuk menyimpan foto. Berkat layanan seperti Dropbox atau OneDrive, pada dasarnya kita bisa menikmati koleksi foto tersebut dari perangkat apa saja asalkan ada koneksi internet.

Microsoft paham akan pandangan semacam itu, hingga akhirnya mereka merilis fitur-fitur baru untuk OneDrive yang akan menyempurnakan kinerjanya dalam memanajemen foto. Yang pertama adalah Automatic Album, ditujukan supaya pengguna bisa lebih mudah mengakses kenangan-kenangan indahnya bersama teman maupun keluarga.

Berkat fitur ini, OneDrive sanggup mengenali ketika Anda mengambil beberapa foto dalam jangka waktu pendek di lokasi tertentu. Foto-foto terbaik dari sesi tersebut akan dikumpulkan menjadi satu album, dan pengguna akan diberi notifikasi ketika albumnya sudah siap dinikmati ataupun dibagikan.

Menarik juga untuk disorot adalah bagaimana Microsoft terinspirasi oleh fitur Discover Weekly milik Spotify dalam menerapkan fitur Automatic Album ini. Jadi setiap Senin pagi, OneDrive akan membuatkan album foto-foto yang pengguna ambil selama akhir pekan kemarin secara otomatis.

Fitur On This Day pada OneDrive punya cara kerja seperti yang sudah ditawarkan Facebook cukup lama / Microsoft
Fitur On This Day pada OneDrive punya cara kerja seperti yang sudah ditawarkan Facebook cukup lama / Microsoft

Selain Spotify, Microsoft sepertinya juga terinspirasi oleh Facebook dalam merancang fitur baru yang kedua, yaitu On This Day. Fitur ini sederhananya akan menyuguhkan foto-foto lawas yang diambil pada hari yang sama di tahun-tahun sebelumnya. Tentunya ini akan sangat membantu dalam mengenang hari ulang tahun maupun perayaan-perayaan tertentu.

Fitur pencarian foto dalam OneDrive juga telah diperbarui. Pengguna kini bisa melakukan pencarian terhadap foto yang sudah dibubuhi tag tertentu ataupun foto-foto yang diambil pada lokasi tertentu, dan OneDrive akan menampilkannya hanya foto-foto yang dimaksud saja.

OneDrive turut mengusung penyempurnaan fitur search dan fitur khusus untuk pemain Pokemon Go / Microsoft
OneDrive turut mengusung penyempurnaan fitur search dan fitur khusus untuk pemain Pokemon Go / Microsoft

Terakhir, Microsoft tampaknya ingin memanjakan para pemain Pokemon Go melalui fitur Poke Detector. Dengan fitur ini, OneDrive sejatinya bisa mengidentifikasi nama Pokemon dari screenshot game Pokemon Go yang pengguna ambil, sehingga mudah dicari ke depannya.

Fitur ini merupakan buah kerja sama dengan tim Microsoft Research yang sangat berpengalaman dalam bidang image recognition maupun computer vision. Untuk menikmatinya, pastikan fitur Camera Upload pada aplikasi OneDrive sudah diaktifkan.

Sumber: Office Blog.

Dropbox Education Permudah Kolaborasi di Institusi Pendidikan Tanpa Menguras Anggaran

Kemudahan menyimpan dan berbagi file yang ditawarkan Dropbox selama ini membuatnya populer di kalangan bisnis. Namun pada kenyataannya, Dropbox juga banyak dimanfaatkan di bidang pendidikan. Buktinya, berdasarkan pengakuan Dropbox sendiri, sudah ada lebih dari 4.000 institusi pendidikan yang mengandalkan layanannya untuk berbagai keperluan.

Berkaca dari situ, Dropbox pun memperkenalkan layanan baru bernama Dropbox Education. Layanan ini terlahir demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan spesifik institusi pendidikan. Utamanya adalah biaya berlangganan yang lebih terjangkau ketimbang Dropbox Business, yaitu $49 per user per tahun.

Secara fitur Dropbox Education hampir sama seperti Dropbox Business. Hanya saja, kapasitas penyimpanan yang tersedia terbatas di angka 15 GB per user saja, bukan unlimited seperti Dropbox Business. Namun kalau ditotal, semisal di satu institusi ada 300 user, berarti jumlah kapasitas penyimpanannya mencapai 4,5 TB.

Meski yang menjadi target utama Dropbox Education adalah universitas beserta karyawan-karyawannya, Dropbox tetap akan mempertimbangkan apabila misalnya ada seorang dosen yang hendak memanfaatkan Dropbox Education untuk keperluan kelas kecil di laboratorium, bukan untuk seisi kampus.

Dropbox Education sudah tersedia saat ini juga. Institusi pendidikan yang tertarik wajib mengisi formulir di situsnya terlebih dulu sebagai langkah awal registrasi.

Sumber: Engadget dan Dropbox Blog.