Belum Mau Menyerah, Amazon Masih Berkomitmen untuk Mengembangkan Game Sendiri

Game development itu bukanlah bidang yang mudah dijalani. Kalau tidak percaya, coba lihat Google. Pada tanggal 1 Februari 2021 kemarin, mereka memutuskan untuk menutup Stadia Games and Entertainment, studio yang didirikan di tahun 2019 untuk mengembangkan permainan-permainan eksklusif buat layanan Stadia.

Ditutupnya Stadia Games and Entertainment menunjukkan bahwa modal besar dan merekrut orang-orang yang berpengalaman saja bukan jaminan bahwa game yang digarap akan sukses. Kalau perlu bukti lain, silakan tengok Amazon Game Studios. Sejak didirikan di tahun 2012, divisi game milik peritel terbesar sejagat itu hingga kini masih belum mampu menciptakan game yang benar-benar sukses.

Karya terbarunya, sebuah hero shooter kompetitif berjudul Crucible, benar-benar gagal total dan ditarik dari peredaran hanya beberapa bulan setelah dirilis di tahun 2020 kemarin. Pertanyaannya, kenapa bisa begitu? Apa yang salah dari perusahaan-perusahaan besar ini? Bukankah Amazon sebenarnya sudah terbukti sukses dengan Twitch?

Dalam kasus Amazon, alasannya ada banyak, dan semuanya dijabarkan secara cukup mendetail oleh Bloomberg belum lama ini. Namun salah satu yang menjadi sorotan adalah fakta bahwa salah satu pimpinannya, Mike Frazzini, sama sekali tidak punya pengalaman di dunia game development, yang pada akhirnya berujung pada sejumlah keputusan jelek, seperti misalnya memaksa tim developer untuk menggunakan engine bikinan sendiri ketimbang yang sudah sangat terbukti macam Unreal Engine atau Unity.

New World, MMORPG bikinan Amazon yang akan dirilis tahun ini / Amazon Game Studios
New World, MMORPG bikinan Amazon yang akan dirilis tahun ini / Amazon Game Studios

Menariknya, Amazon rupanya masih belum mau menyerah. Berbeda dari Google yang memutuskan untuk mundur, Amazon justru masih berkomitmen untuk mengembangkan game sendiri. Hal ini dibuktikan lewat pesan CEO baru Amazon, Andy Jassy, kepada karyawannya, yang dilansir oleh Bloomberg.

“Beberapa bisnis langsung berhasil di tahun pertama, dan lainnya membutuhkan waktu bertahun-tahun,” tulis Andy. “Meski kita belum bisa berhasil secara konsisten di AGS, saya yakin kita akan berhasil jika kita tetap bertahan,” imbuhnya.

Sebelumnya, Mike Frazzini juga sempat mengirimkan pesan kepada timnya lebih dulu. “Kita sudah belajar dan berkembang pesat seiring waktu, termasuk saya sendiri, dan kita akan terus melanjutkannya,” tulis Mike di pesan tersebut. “Membuat game bagus itu sulit, dan kita tidak akan melakukan semuanya dengan benar,” tambahnya.

Agenda terdekat Amazon Game Studios adalah merilis New World, sebuah MMORPG ambisius yang dijadwalkan hadir tahun ini. Amazon pada awalnya hendak meluncurkan New World di bulan Mei 2020, tapi pandemi COVID-19 memaksa mereka untuk menundanya sampai bulan Agustus 2020. Kemudian, setelah menerima masukan dari para alpha tester, Amazon memutuskan untuk mengundur peluncuran New World lebih jauh lagi menjadi tahun 2021.

Amazon juga punya layanan cloud gaming bernama Luna, yang sejauh ini baru dirilis di Amerika Serikat dengan status early access. Katalog Luna sejauh ini baru berisi sekitar dua lusin game, tapi tidak ada satu pun yang berasal dari Amazon Game Studios. Amazon juga sama sekali belum berkomentar soal ketersediaan Luna di pasar internasional.

Sumber: Bloomberg.

Amazon Hentikan Pengembangan Crucible, Apa yang Membuatnya Gagal?

Masih ingat dengan Crucible, game hero shooter besutan Amazon yang sempat meluncur ke publik sebelum akhirnya mundur ke fase closed beta tidak lama sesudahnya? Apa yang saya takutkan rupanya benar-benar terjadi; game yang digarap oleh studio internal Amazon tersebut akan segera tamat riwayatnya.

Melalui sebuah pengumuman resmi, developer-nya dengan berat hati memutuskan untuk menyetop pengembangan Crucible dalam waktu dekat, persisnya setelah mereka merilis fitur custom game. Alasannya sederhana saja: mereka tidak melihat adanya “masa depan yang sustainable” buat Crucible.

Lalu kenapa harus ada fitur baru yang dirilis kalau memang game-nya tidak akan dilanjutkan? Well, mungkin supaya tidak terlalu mengagetkan buat yang tergabung dalam program closed beta dan memang masih senang memainkannya. Fitur custom game itu pada dasarnya disiapkan supaya penggemar setia Crucible masih bisa bermain meski fitur matchmaking-nya ditiadakan tidak lama lagi.

Namun semua itu juga tidak akan berkepanjangan, sebab server Crucible untuk custom game hanya akan beroperasi sampai 9 November 2020, dan setelahnya game ini benar-benar tinggal sejarah. Tentu saja ini kontras dengan rencana awalnya, di mana Crucible dimundurkan ke tahap closed beta supaya dapat disempurnakan dengan mempertimbangkan masukan-masukan dari grup kecil yang aktif memainkannya, sebelum akhirnya dirilis kembali ke publik saat sudah benar-benar matang.

Rencana tersebut jelas sudah dibatalkan, dan Amazon juga bakal menawarkan refund secara menyeluruh bagi pemain yang sempat membeli konten in-game dalam Crucible. Relentless Studios, tim yang bertanggung jawab atas pengerjaan Crucible, bakal dialihkan ke proyek Amazon Games selanjutnya, termasuk halnya MMORPG berjudul New World yang akan dirilis tahun depan – semestinya tahun ini tapi akhirnya ditunda.

Kenapa Crucible bisa gagal?

Crucible

Kalau menurut saya pribadi, kegagalan Crucible membuktikan bahwa modal besar saja tidak cukup dalam industri video game. Rumornya, game ini menghabiskan sekitar $300 juta dan waktu pengembangan selama lebih dari empat tahun. Waktu yang kelewat lama untuk game yang sebentar saja sudah jadi kenangan.

Dalam laporan Wired baru-baru ini, diceritakan bahwa Crucible sebenarnya sudah siap dirilis pada tahun 2018, dan timing-nya kala itu jelas sangat pas, bertepatan dengan booming-nya kategori battle royale berkat PUBG dan Fortnite. Namun berhubung Crucible diproyeksikan menjadi salah satu judul andalan Amazon Game Studios (AGS) dalam menjalani debutnya, pengembangan Crucible pun terus dilanjutkan sampai dirasa benar-benar sempurna.

Namun ternyata semua tidak berjalan sesuai harapan. Crucible dirilis tanpa integrasi Twitch yang dijanjikan, dan game-nya bahkan tidak punya fitur voice chat bawaan meski merupakan game multiplayer kompetitif. Di titik ini, hype seputar game battle royale juga sudah tidak lagi sebesar di tahun 2018, ditambah lagi peluncuran Crucible hampir berbarengan dengan Valorant besutan Riot Games.

Faktor lain yang mungkin juga berpengaruh terhadap kegagalan Crucible adalah engine yang digunakan. Seperti yang kita tahu, Crucible digarap menggunakan Lumberyard, engine milik Amazon sendiri yang sebenarnya memiliki basis yang sama dengan CryEngine. Kepada Wired, seorang mantan karyawan AGS menjelaskan bahwa engine Lumberyard sangatlah sulit untuk digunakan dan menjadi penghambat utama proses pengembangan.

Crucible

Namun AGS bersikeras tetap memakai Lumberyard. Salah satu petingginya, Mike Frazzini, pernah mengatakan bahwa AGS harus mengerjakan sendiri semuanya karena uang sama sekali bukan masalah, dan mereka tidak segan mengucurkan dana sekitar $50-$70 juta untuk mendapatkan lisensi CryEngine dari Crytek, lalu menyempurnakannya menjadi Lumberyard.

Pada akhirnya, AGS pun harus menggarap engine Lumberyard dan sejumlah game secara bersamaan, dan itu jelas bukan pekerjaan mudah. Bayangkan seandainya developer perlu mengandalkan fungsionalitas tertentu guna mewujudkan suatu fitur dalam game, tapi ternyata engine-nya belum memiliki fungsionalitas tersebut, dan tim yang mengerjakan engine-nya harus bisa segera menyediakannya selagi dikejar waktu.

Saya kira tidak salah apabila sebagian besar dari kita menyimpulkan bahwa Amazon kelewat ambisius. Namun di sisi lain, ambisi mereka pastinya juga berdasar pada kesuksesan awal mereka di ranah gaming, yakni mengakuisisi Twitch di tahun 2014. Well, menyediakan platform live streaming dengan berlandaskan pada infrastruktur cloud yang sudah terbukti bisa diandalkan (AWS) jelas berbeda dari mengembangkan video game menggunakan engine yang masih amburadul.

Via: PC Gamer.

Belum Dua Bulan Diluncurkan, Crucible Malah Mundur ke Fase Closed Beta

Sungguh malang nasib Crucible. Game hero shooter besutan Amazon tersebut baru meluncur ke Steam pada tanggal 20 Mei lalu, namun belum dua bulan berselang, Crucible justru sudah ditarik dari publik dan dimasukkan ke tahap closed beta.

Kabar ini datang setelah developer-nya memutuskan untuk memensiunkan dua dari tiga mode permainan dalam Crucible. Namun rupanya penyempitan fokus pun tidak cukup, sebab sekarang aksesnya juga ikut dipersempit; Crucible tidak akan bisa diunduh oleh pemain baru sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Mereka yang sudah pernah memainkannya dipersilakan untuk terus bermain selama tahap closed beta berlangsung, dan developer-nya bakal menjadwalkan sesi bermain bersama setiap minggunya agar bisa langsung mendengarkan feedback dari komunitasnya. Intinya tidak ada yang berubah untuk para pemain Crucible selama ini, hanya saja mereka tak akan berjumpa dengan pemain baru untuk sementara waktu.

Bicara soal pemain, jumlah pemain Crucible terbilang menyedihkan. Data di SteamDB menunjukkan total paling banyak 187 orang yang memainkannya dalam 24 jam terakhir. Jumlah terbanyaknya pun cuma 25.145 pemain di hari peluncurannya, dan itu terus menurun seiring berjalannya waktu. Begitu sedikitnya jumlah pemain Crucible, developer-nya menyarankan para pemain untuk bergabung ke server Discord mereka agar lebih mudah membuat janji dengan pemain lainnya selama fase closed beta.

Crucible

Kalau ditanya apa yang salah dari Crucible, jawabannya mungkin bisa beberapa. Namun yang paling utama sepertinya adalah timing peluncurannya. Crucible hadir nyaris bersamaan dengan Valorant, yang sendirinya sudah sangat diantisipasi berkat kebesaran nama Riot Games di ranah game kompetitif. Crucible juga tidak pernah memulai dengan status beta terlebih dulu, menimbulkan kesan bahwa peluncurannya agak tergesa-gesa.

Kedua game ini memang cukup berbeda dari segi gameplay, akan tetapi Valorant yang lebih mirip CS:GO mungkin pada akhirnya lebih bisa memikat banyak kalangan. Dari sisi marketing, Amazon juga terkesan pasif. Sebaliknya, Riot Games justru berani membayar para streamer untuk memainkan Valorant sekaligus menyiarkannya, yang pada akhirnya berujung pada pemecahan rekor jumlah penonton di Twitch.

Faktor lain yang menurut saya juga cukup berpengaruh adalah terkait aksesnya. Valorant jauh lebih mudah diakses karena tidak menuntut spesifikasi PC yang tinggi untuk bisa berjalan di 60 fps. Sebaliknya, spesifikasi minimum untuk bisa menjalankan Crucible tergolong tinggi dan tidak bisa mewakili populasi gamer secara umum. Grafik Crucible memang lebih bagus daripada Valorant, tapi grafik sendiri tidak pernah menjadi penentu utama kesuksesan suatu game kompetitif.

Belum diketahui sampai kapan Crucible akan menjalani fase closed beta-nya. Semoga saja nasibnya tidak senaas Battleborn, yang harus di-discontinue karena terbukti kalah saing dengan game serupa yang meluncur secara hampir bersamaan, yaitu Overwatch.

Sumber: GamesRadar dan Crucible.

Baru Dua Minggu, Crucible Pensiunkan Dua dari Tiga Mode Permainannya

20 Mei lalu, Amazon resmi meluncurkan game hero shooter-nya, Crucible. Dibanding Valorant, Crucible terkesan lebih MOBA – semoga bukan pertanda buruk – berkat satu mode permainan bernama Heart of the Hives.

Seperti yang bisa Anda lihat pada video di bawah, Heart of the Hives tidak cuma menempatkan dua tim (masing-masing berisikan 4 pemain) untuk saling membunuh begitu saja. Objektif utamanya justru adalah menumpas monster raksasa yang muncul di tengah-tengah map, lalu merebut organnya yang disebut dengan istilah “heart“. Tim yang berhasil merebut tiga heart lebih dulu adalah pemenangnya.

Berdasarkan pengakuan developer-nya, mode ini ternyata adalah yang paling populer di kalangan pemain Crucible. Maka dari itu, pengembangnya berniat untuk sepenuhnya berfokus menyempurnakan Heart of the Hives lebih jauh lagi.

Namun sebagai konsekuensinya, dua mode permainan lainnya, Alpha Hunters dan Harvester Command, bakal dipensiunkan. Keputusan ini memang terdengar agak mengganjal, apalagi mengingat Crucible baru berumur sekitar dua minggu.

Pun begitu, kita harus ingat bahwa Crucible masih berada dalam tahap Pre-Season, dan perubahan gameplay yang cukup drastis merupakan hal yang wajar sebelum suatu game kompetitif masuk ke Season 1.

Peralihan fokus ke satu mode saja juga berarti developer punya waktu lebih banyak untuk menyempurnakan sejumlah aspek lain sekaligus menambahkan fitur-fitur baru. Penyempurnaan ini disebut bakal datang dalam dua tahap.

Crucible

Di tahap pertama, developer akan berfokus menyajikan fitur-fitur esensial seperti voice chat, opsi surrender, mini map, mekanisme untuk mengatasi pemain yang AFK, dan penyempurnaan seputar latency. Performa game (frame rate) juga akan ikut dibenahi, demikian pula hit feedback, proses matchmaking, dan langkah-langkah buat memandu para pemain baru (onboarding).

Pada tahap keduanya, developer akan menyempurnakan map Heart of the Hives sekaligus makhluk yang menjadi lawan dalam mode tersebut. Dukungan custom game juga bakal ditambahkan, demikian pula fitur-fitur sosial yang lebih baik lagi. Selebihnya, semuanya bergantung pada masukan yang developer terima pasca penyempurnaan tahap pertama.

Pengembang Crucible cukup transparan terkait berbagai hal yang perlu dibenahi sekaligus ditambahkan, dan publik dipersilakan memantau prosesnya lewat suatu board Trello. Setelah semuanya benar-benar matang, barulah Crucible siap memulai Season 1.

Crucible saat ini sudah bisa diunduh secara cuma-cuma lewat Steam.

Sumber: Eurogamer dan Crucible.

Amazon Segera Luncurkan Game Hero Shooter-nya, Crucible

Sekitar empat tahun lalu, Amazon mengumumkan bahwa mereka akan merilis tiga game PC yang digarap menggunakan engine bikinan mereka sendiri, Lumberyard. Salah satu game-nya, Crucible, sudah dijadwalkan meluncur pada tanggal 20 Mei mendatang.

Crucible merupakan sebuah permainan hero shooter macam Overwatch atau Valorant. Valorant, seperti yang kita tahu, sempat memecahkan rekor jumlah penonton di Twitch walaupun masih berstatus beta. Jadi jangan heran kalau Amazon terkesan ingin mencuri momentum di sini.

Crucible

Tipikal game hero shooter, Crucible menawarkan sejumlah karakter yang dibekali beragam kemampuan uniknya masing-masing. Amazon menyebutnya dengan istilah hunter ketimbang hero, dan di awal peluncurannya bakal ada total 10 hunter yang bisa dimainkan.

Selain skill yang berbeda-beda, masing-masing hunter juga dilengkapi senjata yang berbeda pula. Di sini bisa kita lihat bahwa Crucible lebih mirip Overwatch ketimbang Valorant, dan itu juga berarti tim developer Crucible harus lebih cermat dalam hal balancing.

Crucible

Namun kemiripan Crucible dengan dua game tersebut terhenti di situ. Dari segi penyajian, Crucible justru lebih mirip Fortnite berkat tampilan dari sudut pandang orang ketiga (third-person view). Grafiknya memang tidak se-kartun Fortnite, dan dari trailer-nya tampak vegetasi yang cukup realistis – tipikal engine CryEngine yang merupakan basis dari Lumberyard.

Ada tiga mode permainan yang Crucible tawarkan, setidaknya di hari peluncurannya: Heart of the Hives, Alpha Hunters, dan Harvester Command. Dalam Heart of the Hives, dua tim yang masing-masing beranggotakan empat pemain akan bertempur dan memperebutkan sebuah sarang monster raksasa. Player vs AI vs player, kira-kira begitu deskripsi singkatnya.

Crucible

Untuk Alpha Hunters, modenya kurang lebih mirip seperti battle royale, di mana ada 8 pasang pemain (16 orang) yang memperebutkan titel last team standing. Terakhir, Harvester Command terdengar seperti mode capture the flag, menempatkan dua tim yang masing-masing beranggotakan delapan orang untuk berebut semacam control point.

Tanpa harus terkejut, Crucible merupakan game free-to-play. Belum diketahui bentuk monetisasinya bakal seperti apa, dan semoga saja tidak menjurus ke arah pay-to-win. Juga belum dijelaskan adalah bagaimana Crucible nantinya bakal terintegrasi dengan platform Twitch seperti yang Amazon singgung empat tahun silam.

Sumber: VentureBeat.

Daftar 10 Game Terbaik di 2015 Pilihan Amazon

Menurut Anda, judul apa saja yang layak membawa pulang gelar Game of the Year 2015? Menjelang penutupan tahun, hampir tiap media mempublikasikan daftar permainan terbaik berdasarkan pertimbangan mereka (Termasuk DailySocial). Namun pemerhati video game pasti akan sangat tertarik mendengar opini dari salah satu spesialis bisnis retail dan pengelola situs e-commerce terbesar di dunia.

Pada tanggal 22 Desember 2015, tim editorial di belakang Amazon Game Studios mengumumkan 10 permainan terbaik di tahun 2015 versi mereka. Deretan ini mungkin tidak menunjukan urutan judul terlaris, tapi gamer dapat melihatnya sebagai sebuah rekomendasi profesional. Beberapa nama boleh jadi bisa mudah Anda tebak, tapi sungguh menggembirakan Amazon turut mencantumkan beberapa gamenon-mainstream‘ di sana.

Ini dia list-nya:

10. Rocket League
9. Splatoon
8. Life Is Strange
7. Batman: Arkham Knight
6. Bloodborne
5. Cities: Skylines
4. Metal Gear Solid V: The Phantom Pain
3. The Witcher 3: Wild Hunt
2. Fallout 4
1. Super Mario Maker

Kehadiran Life Is Strange adalah kejutan menyenangkan bagi fans petualangan dan game sinematik. Menurut Amazon, penyajian soundtrack ala film indie sampai pada penggunaan elemen fiksi ilmiah adalah bagian terkuat dari Life Is Strange. Pilihan-pilihan sulit nan emosional serta para karakter yang Anda temui membuat permainan begitu mengesankan.

Amazon 2015 Top 10 Games 03

Tiga game role-playing populer berlomba di kontes bergengsi ini, dan Amazon memutuskan bahwa Fallout 4 lebih unggul dibanding Bloodborne dan The Witcher 3. Mereka bilang, Fallout 4 merupakan satu dari sedikit judul yang menjadi tolak ukur selanjutnya dari industri gaming. Amazon memuji skala permainan, para tokoh, dan cara developer Bethesda Game Studios membebaskan gamer menikmati Fallout 4 sesuai keinginan mereka.

Amazon 2015 Top 10 Games 02

Namun Fallout 4 bukanlah Game of the Year pilihan Amazon. Titel tersebut jatuh pada Super Mario Maker.

“Nintendo memberikan gamer semua peralatan lengkap untuk menciptakan level Mario dan bermain-main dengan fantasi masa kecil mereka,” tutur tim Amazon Game Studios. “Game menyulut kreativitas pemain, membuat imajinasi mengalir, sembari membebaskan mereka saling berbagi kreasi. Cuma ada sedikit permainan yang betul-betul menawarkan keleluasaan ‘create and play‘ sejati, dan melihat dari aspek ini, Nintendo sukses menangkap esensi sesungguhnya dari gaming.”

Amazon 2015 Top 10 Games 05

Via GameSpot. Sumber: Amazon. Gambar-gambar diambil dari website resmi.