AR Headset AntVR Mix Janjikan Sudut Pandang yang Luas dan Tracking Terintegrasi

Sebelum kita melihat HoloLens 2 terealisasi, sepertinya kita bakal lebih dulu berjumpa dengan alternatifnya yang tak kalah menarik. Datang dari Negeri Tirai Bambu, AR headset bernama Mix ini dibuat oleh pabrikan yang sudah cukup berpengalaman di bidang pengembangan VR headset, yaitu AntVR.

Faktor pembeda AntVR Mix dari HoloLens yang paling utama adalah harganya. Di saat Microsoft menawarkan headset-nya ke para developer seharga $3.000, AntVR berencana memasarkan Mix dengan banderol mulai $500 saja, dimulai pada bulan depan melalui platform crowdfunding Kickstarter.

AntVR Mix

Meski berkali lipat lebih murah, Mix rupanya masih lebih superior ketimbang HoloLens di sejumlah aspek. Utamanya perihal field of view alias sudut pandang; HoloLens cuma terbatas di angka 35 derajat saja, sedangkan Mix menawarkan sudut pandang seluas 96 derajat, dan ini sempat mereka demonstrasikan langsung di hadapan pengunjung event Game Developers Conference bulan Maret lalu.

Mix menyajikan konten AR melalui display beresolusi 1200 x 1200 pada masing-masing mata, dengan refresh rate 90 Hz. Ia turut menjanjikan head tracking dengan dukungan six degrees-of-freedom (6DoF) dan tanpa bantuan hardware ekstra, demikian pula untuk hand tracking.

Andai diperlukan aksesori pendukung, Mix punya dua port USB yang bisa dimanfaatkan. Terkait konten, AntVR menjanjikan kompatibilitas penuh dengan platform SteamVR. Sejauh ini Mix terdengar begitu menarik, sayang barangnya baru akan merambah tangan konsumen pada akhir tahun nanti.

Sumber: VentureBeat.

Apple Dilaporkan Telah Mengakuisisi Startup Pengembang AR Headset, Vrvana

Berkat kehadiran ARKit di iOS dan ARCore di Android, kita dapat menikmati konten augmented reality yang jauh lebih baik ketimbang di tahun-tahun sebelumnya. Kendati demikian, masih banyak yang meyakini bahwa pengalaman terbaik hanya bisa disuguhkan oleh AR headset, bukan ponsel atau tablet.

Mengembangkan AR headset bukanlah pekerjaan mudah, bahkan ahli hardware sekelas Apple pun mengamini pendapat itu. Kepada The Independent, Tim Cook pernah mengatakan bahwa masih ada banyak tantangan yang harus diselesaikan untuk membangun AR headset yang benar-benar matang.

Apple sendiri memang sudah sejak cukup lama dirumorkan sedang menggodok AR headset, tapi seperti biasa mereka selalu bungkam mengenai pengembangan produk. Namun belakangan tanda-tanda bahwa rumor ini benar mulai terkuak sedikit demi sedikit, meski tentu saja belum ada yang berani memberikan jaminan.

Sejak tahun 2015, Apple telah mengakuisisi cukup banyak perusahaan maupun startup yang bekerja di bidang yang berkaitan dengan industri AR maupun VR. Salah satu yang paling menonjol adalah akuisisinya atas SensoMotoric Instruments, pengembang teknologi eye tracking asal Jerman, di bulan Juni kemarin.

Vrvana Totem

Yang terbaru, Apple dilaporkan telah mengakuisisi startup asal Kanada bernama Vrvana dengan nilai sekitar $30 juta. Salah satu produk menarik yang dikembangkan oleh Vrvana adalah sebuah AR/VR headset bernama Totem, yang sampai sejauh ini baru berwujud prototipe dan belum sempat diproduksi secara massal.

Totem unik berkat kemampuannya bertransisi dari mode VR dan AR secara mulus. Tidak seperti Microsoft HoloLens yang mengandalkan teknologi proyeksi, Totem menggunakan panel OLED sebagai display-nya, lalu di luarnya terpasang sejumlah kamera untuk menyuguhkan six degrees-of-freedom (6DoF) tracking dan mengambil gambar lingkungan di sekitar ketika dalam mode AR.

Vrvana sendiri bukanlah perusahaan baru, melainkan yang sudah didirikan sejak 2005 meski perkembangannya kurang begitu mendapatkan sorotan. Saat dimintai komentar terkait akuisisi ini, Apple menolak memberikan pendapat, namun di saat yang sama juga tidak membantah.

Sumber: TechCrunch.

Pasangkan Kamera Kecil Ini, Oculus Rift Seketika Menjelma Jadi HoloLens

Meski sama-sama dipasangkan di kepala, VR dan AR headset adalah dua produk yang benar-benar berbeda. Kendati demikian, hal ini bukan berarti pemilik Oculus Rift atau HTC Vive sama sekali tidak bisa mengandalkan headset miliknya itu untuk menikmati konten AR. Dengan bantuan aksesori yang tepat, kedua headset itu sejatinya dapat disulap jadi seperti Microsoft HoloLens.

Aksesori yang saya maksud adalah Zed Mini, yang pada dasarnya merupakan sebuah modul kamera 3D berukuran kecil, yang dilengkapi sebuah mount khusus agar dapat dipasangkan ke Rift atau Vive. Sesudah terpasang, seketika itu juga Rift atau Vive beralih fungsi menjadi AR headset.

Zed Mini

Zed Mini mengemas sepasang kamera yang diposisikan dengan jarak 65 mm, menyesuaikan dengan rata-rata jarak kedua mata manusia. Semua yang ditangkap akan langsung diteruskan ke headset, termasuk informasi kedalaman (depth) dari sebuah area hingga sejauh 15 meter secara real-time.

Data itu dipakai untuk menciptakan peta geometris dari sebuah area, yang kemudian akan diolah oleh komponen IMU (inertial measurement unit) guna menyajikan tracking 6-degrees of freedom. Dibandingkan HoloLens, kombinasi Zed Mini dan VR headset ini menawarkan field of view yang lebih luas.

Zed Mini

Pengembangnya, Stereolabs, sengaja mendesain Zed Mini agar kompatibel dengan Rift dan Vive supaya bisa merangkul lebih banyak developer untuk mengembangkan konten AR. Ketimbang harus membeli HoloLens seharga $3.000, mereka hanya perlu menyediakan dana seribuan dolar untuk kombinasi Zed Mini dan VR headset ini.

Pre-order Zed Mini saat ini sudah dibuka, dengan banderol $449 dan estimasi pengiriman mulai bulan November. Simak video demonstrasinya di bawah untuk mendapat gambaran terkait potensi dari Zed Mini.

Sumber: Road to VR.

Lenovo Pamerkan Standalone AR Headset dan Sejumlah Produk Konsep yang Sangat Menarik

Dalam acara tahunan Lenovo Tech World kali ini, ketimbang sekadar memamerkan laptop baru dengan perubahan inkremental, raksasa teknologi asal Tiongkok tersebut rupanya juga mencoba mencuri perhatian lewat lima produk konsep yang menarik.

Produk yang pertama adalah Lenovo daystAR. Dari nama dan wujudnya sudah sangat kelihatan kalau perangkat ini merupakan sebuah AR headset. Namun jelas bukan sembarang AR headset, sebab ia dapat beroperasi secara mandiri tanpa perlu tersambung ke PC atau diselipi smartphone.

Berbekal vision processing unit-nya sendiri, daystAR mampu menampilkan konten AR dengan sudut pandang seluas 40 derajat. Perangkat ini terintegrasi dengan berbagai layanan. Salah satu yang menarik adalah 3D Content Manager, yang memungkinkan pengguna untuk memindai, mengunggah, lalu mengedit konten 3D.

Lenovo SmartCast+

Produk yang kedua adalah Lenovo SmartCast+, sebuah smart speaker ala Amazon Echo yang juga merupakan proyektor augmented reality. Ya, selain berinteraksi dengan pengguna, perangkat ini juga bisa memproyeksikan gambar ke tembok atau layar, dan Lenovo juga berencana menambatkan kemampuan untuk mengenali suara maupun objek.

Lenovo CAVA

Bicara soal smart speaker tentunya tidak luput dari asisten virtual. Di sini Lenovo juga sudah menyiapkan asisten virtual-nya sendiri yang diberi nama CAVA, singkatan dari Context Aware Virtual Assistant. Sesuai namanya, ia dirancang untuk memahami konteks dengan memaksimalkan teknologi deep learning.

Tak hanya mengenali suara pengguna, CAVA juga dilengkapi kemampuan mengenali wajah sehingga ia dapat memberikan rekomendasi yang sangat personal kepada setiap pengguna. Contoh yang paling sederhana, CAVA dapat menyarankan waktu yang tepat untuk berangkat menuju tempat ketemuan dengan menganalisa kondisi lalu lintas dan cuaca.

Lenovo SmartVest

Dua yang terakhir adalah SmartVest dan Xiaole. SmartVest sepintas kelihatan seperti baju biasa, padahal ia sebenarnya merupakan electrocardiogram (ECG), yang siap memonitor selama 24 jam nonstop dan mendeteksi kondisi-kondisi yang tidak biasanya.

Lenovo Xiaole

Xiaole di sisi lain merupakan platform layanan pelanggan berbasis AI, dimana semua percakapan dengan konsumen akan dipelajari demi memberikan layanan yang lebih baik dan personal.

Sumber: Engadget dan Lenovo.

Mira Prism Ubah iPhone Anda Jadi AR Headset ala HoloLens

Tidak seperti VR headset, AR headset masih sangat terbatas pilihannya. Sejauh ini, dua yang bisa dikatakan paling potensial adalah Microsoft HoloLens dan Meta 2. Namun dengan banderol harga masing-masing $3.000 dan $950, yang bisa menikmatinya baru segelintir saja.

Hal ini menginspirasi sebuah startup bernama Mira untuk memikirkan bagaimana cara memboyong AR headset ke lebih banyak kalangan. Buah pemikiran mereka adalah Mira Prism, sebuah AR headset terjangkau berbasis mobile – cukup selipkan iPhone ke dalamnya, maka Anda sudah bisa menikmati konten AR secara lebih immersive.

Jelas sekali Mira Prism banyak terinspirasi oleh VR headset macam Samsung Gear VR atau Google Daydream View saat merancang mekanisme selip-menyelip itu. Selagi terpasang, apa yang ditampilkan di layar akan dipantulkan oleh sepasang cermin kecil dan diposisikan ulang di bagian depan lensa yang menutupi mata pengguna.

Mira Prism

Hasil akhirnya, pengguna dapat menikmati proyeksi objek virtual dalam sudut pandang seluas 60 derajat dan resolusi yang sama seperti layar iPhone itu sendiri (1334 x 750 pixel). Tidak hanya sekadar melihat saja, pengguna juga bisa berinteraksi dengan objek-objek tersebut dengan bantuan sebuah motion controller kecil yang sepintas kelihatan mirip seperti milik Daydream View.

Soal konten, mulai Agustus nanti para developer sudah bisa mengembangkan konten untuk Mira menggunakan SDK berbasis Unity-nya. Kehadiran ARKit di iOS 11 sudah pasti akan sangat membantu developer mempersiapkan deretan konten AR yang berkualitas.

Tidak kalah menarik adalah semacam fitur multiplayer sehingga pengguna dapat menikmati konten AR bersama pengguna lainnya, bahkan yang tidak memiliki headset Mira Prism sekalipun. Tentu saja, mereka yang tidak memiliki headset ini harus melihat konten AR dengan cara tradisional, yakni mengarahkan kamera ponsel dan melihat objek virtual-nya di layar.

Mira Prism

Secara fisik, Mira Prism sekilas tampak seperti versi mini dari Meta 2. Lensa plastik di bagian depannya bisa dilepas-pasang dengan sambungan magnet agar perangkat lebih mudah dibawa-bawa. Perangkat yang kompatibel adalah iPhone 6, iPhone 6S dan iPhone 7.

Lalu yang paling penting, seberapa terjangkau Mira Prism memangnya? Harga retail-nya dipatok $149, tapi yang tertarik melakukan pre-order dari sekarang hanya akan ditagih $99 saja.

Sumber: New Atlas dan Engadget.

Avegant Kembangkan Prototipe Perangkat Mirip HoloLens dengan Teknologi Light Field

Meskipun belum dirilis untuk publik, Microsoft HoloLens telah menuai banyak pujian karena berhasil melebur objek-objek virtual dengan dunia nyata. Tidak hanya itu, kita pun dapat berinteraksi dengan objek-objek tersebut, seperti yang didemonstrasikan oleh Microsoft pada pertengahan tahun 2015 lalu.

Terlepas dari kecanggihannya, HoloLens masih menuai sejumlah kritik. Utamanya adalah field of view yang sempit serta hilangnya objek virtual saat pengguna berada terlalu dekat dengannya. Ini jelas bertolak belakang dengan cara kerja indera penglihatan kita.

Apakah versi final HoloLens nantinya masih mengalami kendala seperti ini? Tidak ada yang tahu, akan tetapi sekarang setidaknya sudah ada perusahaan lain yang mencoba mencarikan solusinya. Perusahaan itu adalah Avegant, yang sebelum ini sudah meluncurkan sebuah HMD (head-mounted display) unik bernama Glyph.

Setelah cukup sukses dengan Glyph, Avegant kini memutuskan untuk mengembangkan mixed reality headset-nya sendiri. Fungsi perangkat ini sejatinya sangat mirip seperti HoloLens, akan tetapi berdasarkan demonstrasi prototipenya, racikan Avegant ini lebih superior dalam hal visual.

Visual yang dimaksud bukan desain perangkat, melainkan konten yang disajikannya. Merujuk pada problem HoloLens tadi dimana objek akan sirna ketika pengguna berada terlalu dekat, masalah itu tidak berlaku pada prototipe Avegant. Rahasianya terletak pada penerapan teknologi light field.

Berkat teknologi light field, objek virtual tetap bisa dilihat sedekat atau sejauh apapun dari posisi pengguna headset / Avegant
Berkat teknologi light field, objek virtual tetap bisa dilihat sedekat atau sejauh apapun dari posisi pengguna headset / Avegant

Light field sederhananya mampu menyimulasikan mekanisme fokus indera penglihatan manusia secara realistis. Jadi ketika headset menampilkan konten berupa sistem tata surya, planet yang ada di kejauhan akan tampak kabur ketika kita menatap planet yang berada di dekat kita, demikian pula sebaliknya.

Menurut pendapat The Verge, grafik yang disuguhkan juga lebih tajam sekaligus realistis ketimbang HoloLens. Prototipe Avegant bahkan tidak menjumpai masalah ketika harus me-render sebuah objek di atas telapak tangan, dan penggunanya tetap bisa melihatnya secara jelas.

Kekurangannya? Prototipe Avegant Light Field ini harus disambungkan ke PC via kabel, tidak seperti HoloLens yang benar-benar wireless. Lebih lanjut, prototipe Avegant juga masih mengandalkan tracker eksternal seperti yang dilakukan HTC dengan Vive. Ke depannya, Avegant berharap produk finalnya bisa menyuguhkan sistem tracking terintegrasi seperti HoloLens.

Pengguna pun juga tidak dapat berinteraksi dengan objek virtual yang ditampilkan. Ini semua merupakan tantangan-tantangan terbesar yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh Avegant. Mereka berharap bisa menyajikan produk final paling tidak dalam 12 atau 18 bulan ke depan.

Sumber: The Verge dan ZDNet.

Samsung Sedang Siapkan Penerus Gear VR dan Headset Macam Microsoft HoloLens

Melihat kesuksesan Gear VR, sudah bisa dipastikan bahwa Samsung tengah sibuk menyiapkan suksesornya yang lebih canggih lagi. Namun kira-kira perubahan seperti apa yang bakal diterima oleh konsumen?

Berbicara di panggung Virtual Reality Summit, Dr. Sung-Hoon Hong yang menjabat sebagai Vice President Samsung Electronics mengungkap sedikit mengenai apa yang sedang timnya kerjakan untuk segmen VR. Yang cukup mengejutkan, Samsung rupanya tengah mengembangkan dua headset sekaligus.

Yang pertama adalah penerus Gear VR dengan teknologi rendering engine baru. Detailnya sejauh ini masih samar-samar, tapi pastinya engine baru ini akan meningkatkan kualitas grafik yang tersaji saat konsumen menggunakan headset. Dan kalau belajar dari pengalaman sebelumnya, Samsung pastinya juga akan menyempurnakan desain Gear VR baru ini supaya bisa lebih nyaman lagi saat dikenakan.

Akan tetapi yang justru sangat menarik perhatian adalah headset kedua yang Dr. Hong bicarakan. Headset ini pada dasarnya mengedepankan teknologi augmented reality seperti yang ditawarkan Microsoft HoloLens. Pada kenyataannya, Dr. Hong mengakui kalau timnya banyak belajar dari prototipe HoloLens sekaligus Magic Leap.

Dr. Hong tak lupa menjelaskan kalau teknologi hologram yang diaplikasikan pada headset ini nantinya akan terkesan begitu realistis berkat penerapan light field engine hasil pengembangan mereka sendiri. Tidak ketinggalan, Samsung juga punya visi untuk mengintegrasikan artificial intelligence dalam wujud asisten virtual.

Skenario yang dibayangkan adalah dimana pengguna bisa berbelanja perabot maupun produk lain, melihat wujud virtual-nya secara nyata dan melakukan pemesanan secara langsung dari headset, semuanya dengan bantuan sang asisten virtual.

Samsung juga tidak menutup kesempatan untuk bekerja sama dengan pihak lain yang ahli di bidang ini, baik startup kecil maupun perusahaan yang terkesan misterius seperti Magic Leap – Gear VR sendiri merupakan hasil kolaborasi Samsung dengan Oculus. Rencananya, suksesor Gear VR dan AR headset baru ini akan diperkenalkan pada ajang Mobile World Congress tahun depan.

Sumber: WearableZone.

Magic Leap Tunjukkan Kemudahan Berbelanja Online dengan Augmented Reality

Demam Pokemon Go menunjukkan bahwa teknologi augmented reality (AR) bisa menciptakan game yang adiktif ketika dieksekusi dengan baik. Kendati demikian, manfaat AR jauh dari sekadar gaming maupun hiburan, seperti yang didemonstrasikan oleh startup AR Magic Leap.

Dalam kunjungannya ke Tiongkok, CMO Magic Leap Brian Wallace mengungkapkan bahwa mereka tengah mengerjakan sebuah AR headset yang portable, ringan dan siap dipakai sepanjang hari. Ambisi mereka cukup besar, dimana headset ini diperkirakan bisa menggantikan peran smartphone sepenuhnya suatu hari kelak.

Selagi berdiskusi bersama CMO Alibaba Chris Tung – Alibaba merupakan salah satu investor terbesar Magic Leap – Brian juga sempat menunjukkan video yang mendemonstrasikan kegunaan AR headset Magic Leap dalam konteks belanja online. Video tersebut memang masih belum menujukkan wujud perangkat besutan Magic Leap, tapi paling tidak kita semakin paham kegunaannya dalam praktek sehari-hari.

Dalam video tersebut, kita bisa melihat seorang ibu hamil yang tengah berbelanja perlengkapan untuk kamar bayinya. Menggunakan perintah suara, ia dapat merincikan spesifikasi produk lampu tidur yang diinginkan, utamanya yang tingginya tidak melebihi 50 cm.

Sesudahnya, perangkat akan menampilkan deretan produk lampu tidur yang sesuai dengan spesifikasi yang diberikan sang ibu hamil. Tiap-tiap produk bisa di-display di atas meja guna mendapat gambaran seperti apa wujudnya di depan mata. Puas dengan salah satu model, sang ibu sekali lagi tinggal menggunakan perintah suara untuk mengonfirmasi pembelian.

Sebelum ini, Magic Leap sebenarnya sempat menunjukkan beberapa video demonstrasi terkait kebolehan perangkat AR yang mereka kembangkan, salah satunya adalah game bertipe shooter maupun karakter Star Wars dalam dunia nyata. Terlepas dari itu, mereka sepertinya masih belum punya ketertarikan untuk memberikan gambar teaser perangkat AR headset garapannya.

Sumber: Road to VR.

Microsoft Hadirkan Minecraft Versi Khusus untuk HoloLens

Bulan Maret kemarin, beredar kabar bahwa Microsoft akan menyiapkan game khusus untuk HoloLens. Kalau melihat cuplikan video demonstrasi HoloLens di bulan Januari kemarin, bisa kita simpulkan bahwa salah satu game tersebut adalah Minecraft. Continue reading Microsoft Hadirkan Minecraft Versi Khusus untuk HoloLens

Tidak Perlu Controller, VR Headset MindLeap Sanggup Membaca Pikiran Anda

Ajang Game Developers Conference memang tidak sebesar E3 atau sejenisnya, akan tetapi event ini juga memegang peranan penting dalam industri gaming. Di acara inilah para developer game berkumpul dan mendiskusikan inovasinya masing-masing. Namun di tengah-tengah mereka, hadir sebuah perusahaan neurotechnology bernama MindMaze. Continue reading Tidak Perlu Controller, VR Headset MindLeap Sanggup Membaca Pikiran Anda