Intel Batal Realisasikan Prototipe Kacamata Pintarnya, Vaunt

Sungguh mengecewakan melihat prototipe gadget yang begitu berpotensi tidak jadi terealisasi, dan harus ‘dibunuh’ oleh penciptanya sendiri. Di tahun 2016, kita sempat mengalaminya dengan Project Ara. Sekarang, giliran Intel yang menidurkan prototipe kacamata pintarnya yang sangat istimewa.

Kacamata pintar yang dimaksud adalah Intel Vaunt, yang mereka demonstrasikan secara eksklusif di hadapan The Verge dua bulan lalu. Mengapa saya menyebutnya istimewa? Karena dari luar ia sama sekali tidak terlihat seperti gadget, meski pada kenyataannya ia merupakan kacamata augmented reality. Singkat cerita, menurut saya hingga kini belum ada smart glasses lain yang penampilannya semenarik Vaunt.

Sayangnya semua ini harus kita lupakan begitu saja, sebab Intel berencana menyetop pengembangannya dan menutup divisi yang mengerjakannya. Kabar ini pertama dilaporkan oleh The Information, dan alasan sederhananya dikarenakan prospeknya dinilai kurang cerah.

Pada awalnya Intel memang berencana untuk menggandeng mitra yang berpengalaman guna mewujudkan Vaunt. Namun sepertinya Intel tidak berhasil menemukan mitra yang tepat, atau bisa juga dikarenakan calon mitranya tidak tertarik dengan fungsionalitas Vaunt yang terkesan kurang wah, yang cuma sebatas menyajikan informasi kontekstual saja, dan bukan seputar AR yang kita kenal sekarang.

Ini memang bukan pertama kalinya Intel menghentikan pengembangan produknya, namun tetap saja rasa kecewa yang muncul amatlah dalam jika melihat potensi dari Vaunt. Setidaknya untuk sekarang dan dalam waktu dekat, konsumen masih harus tabah dengan kacamata pintar yang tidak sekeren Vaunt.

Sumber: The Verge.

AR Headset AntVR Mix Janjikan Sudut Pandang yang Luas dan Tracking Terintegrasi

Sebelum kita melihat HoloLens 2 terealisasi, sepertinya kita bakal lebih dulu berjumpa dengan alternatifnya yang tak kalah menarik. Datang dari Negeri Tirai Bambu, AR headset bernama Mix ini dibuat oleh pabrikan yang sudah cukup berpengalaman di bidang pengembangan VR headset, yaitu AntVR.

Faktor pembeda AntVR Mix dari HoloLens yang paling utama adalah harganya. Di saat Microsoft menawarkan headset-nya ke para developer seharga $3.000, AntVR berencana memasarkan Mix dengan banderol mulai $500 saja, dimulai pada bulan depan melalui platform crowdfunding Kickstarter.

AntVR Mix

Meski berkali lipat lebih murah, Mix rupanya masih lebih superior ketimbang HoloLens di sejumlah aspek. Utamanya perihal field of view alias sudut pandang; HoloLens cuma terbatas di angka 35 derajat saja, sedangkan Mix menawarkan sudut pandang seluas 96 derajat, dan ini sempat mereka demonstrasikan langsung di hadapan pengunjung event Game Developers Conference bulan Maret lalu.

Mix menyajikan konten AR melalui display beresolusi 1200 x 1200 pada masing-masing mata, dengan refresh rate 90 Hz. Ia turut menjanjikan head tracking dengan dukungan six degrees-of-freedom (6DoF) dan tanpa bantuan hardware ekstra, demikian pula untuk hand tracking.

Andai diperlukan aksesori pendukung, Mix punya dua port USB yang bisa dimanfaatkan. Terkait konten, AntVR menjanjikan kompatibilitas penuh dengan platform SteamVR. Sejauh ini Mix terdengar begitu menarik, sayang barangnya baru akan merambah tangan konsumen pada akhir tahun nanti.

Sumber: VentureBeat.

Facebook Siapkan Fitur 3D Drawing dan Boomerang untuk Pengguna Stories

Di titik ini Anda mungkin bingung kenapa harus ada Facebook Stories kalau sudah ada Instagram Stories. Well, dalam waktu dekat, Anda bakal mempunyai setidaknya satu alasan yang cukup kuat untuk menggunakannya, yaitu 3D drawing.

Istilah tersebut adalah yang Facebook gunakan untuk fitur di mana Anda bisa menggambar secara bebas dalam medium augmented reality. Coretan-coretan Anda bakal tetap berada di posisi asalnya meski Anda menggerakkan kamera ponsel, sehingga Anda bisa melihat maupun merekamnya dari sudut yang berbeda-beda.

Fitur ini nantinya bisa diakses lewat fungsi kamera pada aplikasi Facebook. Gambarnya bebas dibuat sebelum atau selagi merekam, dan ke depannya dipastikan bakal ada lebih banyak jenis brush yang tersedia.

Tentu saja ini bukan pertama kalinya Facebook menerapkan fitur berbasis AR. Sebelum ini, mereka sempat menerapkan AR untuk menghidupkan poster film, dan teknologi yang dipakai untuk mendeteksi ujung ruangan maupun objek-objek yang tersebar di dalamnya sejatinya sama.

Selain 3D drawing, Facebook juga bakal menambahkan Boomerang sebagai salah satu fitur kamera pada aplikasinya. Fungsinya sama persis seperti di Instagram, di mana pengguna bisa membuat GIF maju-mundur yang konyol.

Keduanya bakal dirilis dalam beberapa minggu ke depan, berdasarkan konfirmasi Facebook kepada TechCrunch. Apakah ini bisa membuat Anda tertarik untuk menggunakan Facebook Stories? Kita lihat saja nanti.

Sumber: TechCrunch.

Facebook Manfaatkan Augmented Reality untuk Membuat Poster Film Jadi Hidup

Mungkin tidak banyak yang tahu, akan tetapi Facebook sebenarnya juga mempunyai platform augmented reality-nya sendiri. Sejak tahun lalu, mereka sudah menyediakan cara agar developer bisa menyuguhkan konten AR secara mudah, yakni melalui tool bernama AR Studio.

Kini, Facebook ingin terus memperluas penggunaannya, dengan cara menerapkan teknologi yang mereka sebut dengan istilah AR Target Tracking. Sederhananya, Target Tracking memungkinkan developer maupun brand untuk menciptakan konten yang terikat dengan objek-objek di dunia nyata, macam poster atau mural misalnya.

Semisal Anda menjumpai suatu poster film, cukup arahkan kamera ponsel ke sana, lalu karakter-karakter dalam film tersebut akan terlihat hidup, kira-kira begitu premis sederhananya. Sejauh ini, yang sudah memanfaatkan teknologi ini adalah film “A Wrinkle in Time” besutan Disney dan “Ready Player One”.

Selain dengan membuka kamera pada aplikasi Facebook, konten AR-nya juga bisa diakses dengan cara lain, yakni dengan memanfaatkan kode QR. Cukup scan kodenya menggunakan ponsel, maka perangkat secara otomatis akan langsung membuka kamera di Facebook, dan kita tinggal mengarahkannya ke poster.

Facebook memang bukan yang pertama menerapkan teknologi semacam ini, tapi mereka menekankan bahwa mereka telah berusaha keras supaya hasilnya bisa dinikmati banyak orang sekaligus, bukan cuma yang mengantongi smartphone flagship saja. Facebook bilang bahwa kita hanya memerlukan minimal iPhone 5S atau perangkat Android yang dibuat di tahun 2012.

Kalau Anda sedang mampir ke bioskop dan melihat poster Ready Player One, tidak ada salahnya mencoba, sebab Facebook bilang bahwa ini sudah bisa dicoba oleh semua pengguna secara global, bukan cuma di Amerika Serikat saja.

Sumber: Facebook.

ARCore Lahirkan Deretan Aplikasi Augmented Reality yang Menarik untuk Android

ARCore baru dirilis sebulan yang lalu, akan tetapi developer sudah dengan cepat membuahkan hasil. Google mencoba menyoroti beberapa yang sangat menarik perhatian, tapi yang terpenting, deretan aplikasi augmented reality ini tidak terbatas pada kategori gaming saja.

My Tamagotchi Forever

Di segmen gaming sendiri ada tiga yang bisa dibilang penuh intrik. Yang pertama adalah keluaran Bandai Namco ini, di mana pemain diajak untuk bermain Tamagotchi, tapi dengan imbuhan elemen city building. Membangun kota virtual-nya (dinamai Tamatown), tentu saja berlangsung dalam tampilan augmented reality – bisa di atas meja makan atau di mana saja ada permukaan datar.

Tamatown ini tentunya juga bisa dieksplorasi. Anda bahkan bisa mengajak Tamagotchi peliharaan untuk bermain petak umpet di kota virtual itu.

Walking Dead Our World

Walking Dead Our World

Walking Dead dalam bentuk game bukanlah barang baru, akan tetapi sebelum ini Anda mungkin tidak membayangkan bakal menghadang serangan zombie di gang belakang rumah. Augmented reality siap mewujudkan fantasi liar itu, dan yang lebih menarik, game ini rupanya juga memanfaatkan API Google Maps.

TendAR

TendAR

Sepintas terkesan aneh, akan tetapi karakter utama dalam game ini, yakni seekor ikan bernama Guppy, rupanya bisa merespon terhadap ekspresi wajah orang-orang di sekitarnya. Guppy bahkan harus bertahan hidup dengan mencaplok emosi seseorang, tapi hati-hati, karakteristiknya akan berubah sesuai dengan yang dimakan.

Masih kedengaran aneh? Tidak apa-apa, yang pasti game ini tergolong canggih dari sisi teknis karena mengombinasikan ARCore dengan API Google Cloud, yang berjasa menyuplai Guppy dengan teknologi computer vision dan object recognition.

Ikea Place

Ikea Place

Beralih ke kategori shopping & home, aplikasi AR Ikea yang sebelumnya sudah cukup lama hadir di iOS akhirnya mendarat juga di Android. Bagi yang tidak tahu, aplikasi ini memungkinkan kita untuk menempatkan beragam perabot virtual di dalam rumah demi memberikan gambaran yang lebih jelas tanpa harus berkunjung ke toko fisiknya.

Aplikasi ini sangat berguna untuk melihat dimensi suatu furniture, semisal lemari atau meja, lalu memastikan apakah barangnya cukup atau tidak di dalam kamar kita. Ikea bilang saat ini sudah ada lebih dari 3.200 produk dalam Ikea Place.

eBay

Kreasi eBay ini menurut saya adalah yang paling inovatif sekaligus berpengaruh signifikan. Memanfaatkan mode AR, para pedagang di eBay dapat memastikan ukuran kardus pengiriman untuk setiap produk yang hendak mereka kirim ke pembeli. Tidak ada lagi ceritanya membayar lebih mahal untuk kardus yang terlalu besar hanya karena takut kardus yang berukuran lebih kecil tidak cukup untuk barang dagangannya.

Just a Line

Terakhir, di segmen kreativitas, Google memamerkan aplikasi buatannya sendiri yang dinamai Just a Line. Aplikasi ini simpel tapi cukup seru. Anda dipersilakan mencorat-coret di medium AR, lalu kreasi Anda bisa dijadikan bintang dalam sebuah video pendek.

L’Oreal Akuisisi ModiFace, Pengembang Teknologi AR untuk Mencoba Kosmetik Secara Online

Augmented reality (AR) semakin memiliki peran besar di dunia teknologi tahun ini. Lihat saja salah satu fitur unggulan Samsung Galaxy S9, yakni AR Emoji, tidak ketinggalan juga fitur makeup virtual yang terintegrasi dalam Bixby.

Fitur yang terakhir itu bukan murni kreasi Samsung, melainkan sebuah perusahaan asal Kanada bernama ModiFace. Sejak didirikan di tahun 2006, ModiFace memang sudah sering dipercayai guna membubuhkan elemen teknologi oleh sejumlah brand kecantikan seperti Sephora dan Estee Lauder.

Pada kenyataannya, beberapa hari lalu L’Oreal mengumumkan bahwa mereka tengah dalam proses untuk mengakuisisi ModiFace. Tujuan yang hendak dicapai pada dasarnya adalah untuk memudahkan konsumen menjajal berbagai produk makeup secara online.

Mencoba lipstick tanpa langsung mengoleskannya langsung ke bibir memang terdengar aneh, tapi di sinilah sebenarnya peran sejati AR. Software yang dikembangkan ModiFace pada dasarnya bakal mengubah ponsel menjadi cermin, memungkinkan konsumen untuk melihat perubahan wajahnya secara real-time ketika dibubuhi eyeshadow maupun blush-on virtual.

Sensasinya jelas tidak bisa menandingi hands-on secara fisik, tapi setidaknya cara ini jauh lebih praktis ketimbang harus mampir ke department store setiap kali hendak membeli lipstick baru. Bagi L’Oreal, ini merupakan salah satu upaya untuk mendongkrak penjualan produk kosmetik mereka secara online.

Sebelum ini, ModiFace sebenarnya sudah pernah berkolaborasi dengan L’Oreal lewat sebuah web app bernama Style My Hair. L’Oreal sendiri juga bukan pertama kalinya bereksperimen dengan teknologi digital; salah satu aplikasinya, Makeup Genius, sudah diunduh lebih dari 20 juta kali menurut informasi yang didapat Bloomberg.

Akuisisi L’Oreal terhadap ModiFace ini pada dasarnya bisa dilihat sebagai langkah mereka untuk mengamankan posisinya di ranah persaingan digital antara brandbrand kecantikan. Di sisi lain, akuisisi ini bisa menjadi bukti lebih lanjut untuk teori saya mengenai prospek AR yang lebih cerah ketimbang VR.

Sumber: Bloomberg.

Bose Pamerkan Prototipe Kacamata AR yang Berfokus Murni pada Audio

Augmented reality selama ini selalu berkaitan dengan visual, akan tetapi Bose percaya hal itu tidak selamanya benar. Di event SXSW 2018, produsen speaker dan headphone itu memamerkan sebuah kacamata AR yang berfokus murni pada audio.

AR tapi audio memang terdengar aneh, tapi beberapa skenario yang dijabarkan Bose terkesan cukup masuk akal. Salah satunya misalnya, saat sedang berkunjung ke sebuah lokasi bersejarah, kacamata AR ini bisa membantu menyimulasikan peristiwa yang terjadi di tempat itu.

Penggunanya bakal mendengar suara derapan kuda dari sisi kiri, lalu lanjut ke depan wajahnya sebelum akhirnya hilang secara perlahan. Contoh lain, ketika menghampiri patung seorang tokoh bersejarah, pengguna bisa mendengar salah satu pidatonya yang terkenal.

Bose AR glasses

Tim Engadget yang berkesempatan mencoba langsung punya cerita cukup menarik. Saat mengamati sebuah restoran bernama “El Naranjo” di kota Austin (tempat SXSW dihelat) dan menyentuh tangkai kacamata dua kali, perangkat langsung mengutarakan informasi lengkap mengenai restoran tersebut, mulai dari jam bukanya sampai siapa nama chef yang bertanggung jawab.

Dari mana kacamata bisa mengetahui lokasi penggunanya dan ke arah mana ia melihat? Dari perpaduan data lokasi yang ditangkap GPS milik ponsel (yang tersambung ke kacamata) dan sensor inersial yang tertanam di dalam kacamata. Suaranya sendiri berasal dari speaker super-tipis yang memproyeksikan suara langsung ke telinga, dan bukan mengandalkan teknologi bone conduction.

Bose AR glasses

Lalu kenapa harus kacamata? Sebenarnya tidak harus, mungkin Bose memilih wujud ini karena paling gampang diasosiasikan dengan AR. Teknologi yang sama sebenarnya juga bisa diimplementasikan pada beragam perangkat, termasuk headphone yang sudah menjadi keahlian Bose sendiri.

Untuk sekarang Bose belum punya rencana terkait komersialisasi produk ini. Mereka baru akan merilisnya ke kalangan developer guna memperkaya ekosistem kontennya. Kasusnya kurang lebih sama seperti kacamata AR buatan Intel, yang menurut saya sejauh ini punya penampilan paling menarik dibanding produk sejenis lainnya.

Sumber: 1, 2, 3.

Sony Pamerkan Permainan Air Hockey Versi Augmented Reality

Augmented reality tidak selamanya harus melibatkan kamera smartphone atau gadget yang dikenakan di wajah. Sony membuktikannya lewat sebuah permainan bernama A(i)R Hockey yang dipamerkan di event SXSW 2018.

Konsep dasarnya mirip seperti permainan air hockey standar yang biasa Anda jumpai di mallmall. Pemain masih memegang semacam gagang fisik, kemudian di meja juga masih ada sebuah hockey puck fisik. Yang berbeda, mejanya bundar, permainannya melibatkan tiga orang, dan sepanjang permainan bakal terasa kacau-balau berkat seabrek hockey puck virtual yang muncul di atas meja.

Di sinilah letak kecanggihannya. Sony memanfaatkan dua sensor IMX382 (biasa digunakan untuk mewujudkan sistem kemudi otomatis pada mobil, dengan kemampuan tracking secepat 1.000 frame per detik) untuk membaca pergerakan objek di atas meja. Satu sensor di atas bertugas memantau pergerakan puck, satu di bawah untuk pergerakan tangan pemain beserta gagangnya.

Puck virtual-nya sendiri berasal dari sebuah proyektor yang dipasang di atas meja. Bukan sekadar memproyeksikan, perangkat turut dibekali algoritma prediktif agar mampu memproyeksikan gambar puck virtual sesuai dengan pergerakan objek-objek lain di atas meja.

Sony A(i)R Hockey

Kombinasi sensor dan proyektor tersebut membuat pemain merasa seperti bermain air hockey sungguhan, meski sebenarnya mereka hanya ‘memukul angin’. Agar lebih realistis lagi, Sony tidak lupa menyematkan haptic feedback agar pemain bisa merasakan sensasi seperti memukul puck sungguhan.

Sony memang tidak punya rencana untuk mengomersialkan A(i)R Hockey – meski saya yakin bakal sangat populer andai ditempatkan di suatu arcade center atau sejenisnya. Namun setidaknya inovasi semacam ini bisa mematahkan anggapan bahwa AR baru benar-benar bisa terealisasi lewat sebuah AR headset atau glasses.

Sumber: The Verge dan Sony.

Ghostbusters World Ajak Pemain Menjadi Pemburu Hantu dengan Bantuan Augmented Reality

Dengan dirilisnya ARCore secara resmi, developer langsung tancap gas menggarap aplikasi augmented reality-nya masing-masing. Salah satu yang layak dinanti adalah game berjudul Ghostbusters World, hasil kolaborasi antara Sony Entertainment, Ghost Corps dan publisher FourThirtyThree Inc.

Premis dasar game ini kurang lebih mirip seperti Pokemon Go, di mana pemain akan ditugaskan untuk menangkap berbagai jenis hantu dari franchise Ghostbusters yang berkeliaran. Hantu-hantu virtual itu akan muncul di dunia nyata melalui tampilan kamera ponsel, sama kasusnya seperti di Pokemon Go.

Anggap saja ini sebagai Pokemon Go bertema Ghostbusters. Pemilihan tema tersebut sangat pas, karena pada film aslinya memang hantu-hantu yang berkeliaran tidak kenal tempat. Developer menjanjikan ratusan jenis hantu, termasuk yang baru dan eksklusif untuk Ghostbusters World.

Dalam cuplikan video gameplay-nya di atas, tampak hantu paling ikonik dari franchise ini, Slimer, sedang berkeliaran di trotoar dan menyerang sang pemain. Dengan kombinasi sejumlah tombol pada layar, pemain dapat menangkapnya menggunakan senjata laser proton pack seperti yang ada di film aslinya.

Selain di Android, Ghostbusters World kabarnya nanti juga bakal tersedia di iOS. Pastinya kapan masih belum diketahui, akan tetapi informasi lebih lengkapnya bakal diungkap dalam ajang Game Developers Conference bulan depan.

Sumber: Sony.

Hot Wheels Augmoto Kawinkan Balap Mobil Mainan dengan Augmented Reality

Tahun 2018 sepertinya bakal menjadi tahun favorit para penggemar Hot Wheels. Beberapa hari yang lalu, developer game Rocket League mengumumkan rencananya untuk membawa game tersebut ke dunia nyata dengan bantuan mobil R/C Hot Wheels. Sekarang, giliran pengembang Hot Wheels sendiri yang ingin pengalaman bermain kita jadi lebih seru dengan bantuan augmented reality (AR).

Tren AR yang begitu populer memicu kelahiran Hot Wheels Augmoto. Mattel mendeskripsikannya sebagai augmented reality racing, yang pada dasarnya mengombinasikan sejumlah elemen fisik dan digital guna menyuguhkan pengalaman baru. Balapannya tetap dengan mobil mainan, tapi ada sejumlah efek menarik persembahan AR.

Dalam Augmoto, dua pemain akan diadu di sebuah sirkuit selebar nyaris dua meter. Mobil yang mereka kendalikan bukanlah mobil R/C, melainkan yang dilontarkan dan meluncur hanya dengan berbekal energi kinetik. Saat energinya mulai terkuras setelah beberapa putaran, pemain bisa menempatkannya di pit stop untuk dilontarkan kembali.

Hot Wheels Augmoto

Yang ‘dikendalikan’ justru adalah sirkuitnya, menggunakan aplikasi di smartphone atau tablet. Lewat app inilah pemain bisa menempatkan mobil di pit stop, serta memindah jalurnya. Memindah jalur ini penting karena setiap beberapa waktu sekali, pintu menuju double loop di sirkuit akan terbuka.

Sukses melewati double loop tersebut, pemain akan dihadiahi senjata virtual, macam serangan misil atau jebakan oli. Semua ini tidak terlihat dengan mata telanjang, tapi dari aplikasinya, akan tampak kepulan asap dari mobil yang terkena misil, dan pemainnya harus melakukan reparasi dengan menyentuh layar berkali-kali.

Hot Wheels Augmoto rencananya akan dipasarkan mulai musim semi mendatang seharga $120. Simak dua video hands-on di bawah untuk memahami lebih jelas cara kerjanya.

Sumber: CNET dan Engadget.