Lego AR Playgrounds Ajak Kita Mengeksplorasi Set Lego Rakitan Secara Digital

Pada konferensi developer yang dihelat Apple Juni lalu, divisi Creative Play Lab dari Lego diberi kesempatan untuk mendemonstrasikan karya terbarunya di bidang augmented reality, sekaligus menyoroti sederet pembaruan yang dihadirkan pada platform AR bikinan Apple.

Kreasi mereka tersebut adalah Lego AR Playgrounds, yang baru saja dirilis untuk perangkat iOS 12. Premis utama Playgrounds adalah mengajak para pemain untuk berinteraksi dengan balok Lego secara fisik sekaligus elemen-elemen digital yang disajikan aplikasi.

Jadi ketika pengguna mengarahkan kamera iPhone atau iPad-nya ke set Lego yang kompatibel (sementara baru dari seri Lego Ninjago), mereka dapat melihat balok-balok tersebut menjadi ‘hidup’, lengkap dengan tambahan elemen digital lainnya.

Lego AR Playgrounds

Berkat Playgrounds, set Lego yang kita rakit pada dasarnya tidak sebatas menjadi pajangan saja. Pastinya ada kepuasan sendiri bermain-main secara interaktif selagi melibatkan set Lego kebanggaan kita. Lego tidak lupa melengkapinya dengan narasi yang menarik, sehingga anak-anak berusia 9 tahun atau lebih bisa semakin terpikat.

Playgrounds bisa dilihat sebagai tahap eksplorasi lebih lanjut atas set Lego yang kita rakit. Namun seandainya Anda belum mempunyai set Lego yang kompatibel, Playgrounds masih bisa dimainkan hingga lima level pertama; yang Anda butuhkan hanyalah permukaan datar seperti meja guna bermain dalam mode AR-only.

Lego AR Playgrounds saat ini sudah bisa diunduh secara cuma-cuma dari App Store. Lego memastikan bahwa tidak ada satu pun iklan atau opsi in-app purchase pada aplikasi. Masuk akal mengingat game ini mendorong kita untuk membeli set Lego demi mendapatkan kepuasan yang maksimal.

Sumber: Lego.

Berkat Aplikasi 3D Scanner Pro, Menjadi Ilustrator 3D Hanya Perlu Modal iPhone

ARKit 2 yang dibawa iOS 12 menghadirkan format file baru khusus augmented reality bernama uzdz, yang memungkinkan konten AR untuk dilihat langsung melalui aplikasi seperti Safari atau Messages. Fitur ini Apple sebut dengan istilah AR Quick Look, terinspirasi dari fitur Quick Look yang ada di macOS.

Lalu yang jadi pertanyaan, bagaimana kita bisa membuat file uzdz sendiri atas objek-objek yang ada di sekitar kita? Tentunya kita harus lebih dulu menguasai teknik ilustrasi 3D. Bukan tugas yang mudah memang, sehingga alternatif yang lebih ideal untuk banyak orang adalah aplikasi bernama 3D Scanner Pro berikut ini.

3D Scanner Pro

Dikembangkan oleh Laan Labs, 3D Scanner Pro memungkinkan pengguna untuk menyulap objek di sekitarnya menjadi aset 3D hanya dengan memanfaatkan kamera iPhone. Anggap ini aplikasi scanner, tapi untuk objek tiga dimensi ketimbang dua dimensi, entah itu meja, kursi, vas bunga, atau malah tumpukan roti tawar.

Cukup arahkan kamera ke kursi, lalu biarkan aplikasi memindai bagian-bagiannya secara menyeluruh. Setelahnya, pengguna bakal langsung mendapat aset 3D-nya dalam format uzdz tadi, yang kemudian bisa dibagikan via iMessage.

3D Scanner Pro

Sang penerima pesan pun juga dapat melihat penampakan objek tersebut langsung di sekitarnya. Sederhananya, semua orang bisa menjadi ilustrator 3D berkat aplikasi ini.

Namun sebelum Anda bergegas ke App Store dan mengunduh 3D Scanner Pro, Anda rupanya masih harus bersabar mengingat statusnya masih early access. Terlepas dari itu, potensi aplikasi ini bakal sangat luas saat sudah dirilis nanti. Salah satunya adalah untuk membantu pemilik toko online di Shopify yang hendak mengintegrasikan katalog produk dalam bentuk AR.

Sumber: VR Scout.

Aplikasi Ini Bantu Kita Mencari Kata Kunci pada Dokumen Fisik Secara Real-Time

Terjemahan kasar augmented reality (AR) adalah “realitas tertambah”. Pada prakteknya, AR banyak digunakan untuk menambahkan informasi langsung di atas objek nyata. Contoh terbaik dari penerapan teknologi AR adalah aplikasi Google Lens, yang salah satu fungsinya adalah untuk membantu menginterpretasi nama masakan asing pada menu sebuah restoran.

Untuk tugas yang spesifik seperti ini, Google Lens memanfaatkan teknologi yang dikenal dengan istilah Optical Character Recognition (OCR). Sekarang, teknologi tersebut juga dimanfaatkan oleh sebuah aplikasi bernama Find It untuk membantu kita mencari berbagai kata kunci dari sebuah dokumen atau buku fisik.

Cara menggunakan Find It terkesan cukup mudah. Cukup arahkan kamera ponsel ke suatu halaman dokumen atau buku, lalu ketik kata kunci yang hendak dicari (bisa langsung beberapa sekaligus). Secara instan aplikasi bakal menggarisbawahi kata kunci yang terdapat pada halaman dokumen sesuai yang kita cari.

Semuanya berlangsung secara real-time, tidak seperti pada mayoritas aplikasi pemindai dokumen yang mengharuskan kita untuk mengambil foto halamannya terlebih dulu. Asalkan teksnya ditulis dalam alfabet Latin, Find It sanggup membacanya, baik itu dalam bahasa Inggris, Spanyol, Perancis, Jerman, dan lain sebagainya.

Find It bisa kita anggap sebagai fungsi “Ctrl + F” versi nyata. Di komputer, kita dapat mengaktifkan shortcut itu untuk mencari kata tertentu pada dokumen maupun situs. Find It memungkinkan kita untuk menikmati kemudahan yang sama, tapi untuk teks yang dicetak, bukan teks digital.

Saya bisa membayangkan kegunaan aplikasi ini bagi mereka yang sedang mengerjakan skripsi dan harus meriset sejumlah buku yang dipinjam dari perpustakaan: cari segmen yang hendak diriset lewat daftar isi, lalu cari kata kuncinya menggunakan Find It. Semestinya cara ini jauh lebih menghemat waktu ketimbang harus mencari kata kuncinya secara manual.

Bagian terbaiknya, Find It bisa diunduh dari Google Play Store secara cuma-cuma. Opsi in-app purchase memang ada, tapi itu hanya untuk menghilangkan selipan iklan sesekalinya.

Sumber: Next Reality.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi HomeCourt Bantu Pebasket Berlatih dengan Memanfaatkan AR dan Machine Learning

Seperti biasa di event peluncuran iPhone baru, Apple mengundang sejumlah developer untuk mendemonstrasikan performa produk barunya melalui aplikasi buatan mereka. Peluncuran iPhone XS, XS Max dan XR kemarin tidak luput dari tradisi ini, dan salah satu yang paling menarik adalah aplikasi bernama HomeCourt.

Dikembangkan oleh NEX Team, HomeCourt pada dasarnya merupakan aplikasi untuk membantu pengguna berlatih basket, spesifiknya teknik shooting. Caranya adalah dengan menganalisis secara mendalam sesi latihan shooting yang direkam menggunakan kamera iPhone – cukup letakkan iPhone di atas tripod, arahkan kameranya ke ring, dan mulai berlatih.

HomeCourt app

Memanfaatkan platform ARKit dan kapabilitas machine learning dari chip Apple A12 yang terdapat pada trio iPhone baru tersebut, HomeCourt mampu mendeteksi pergerakan pemain, pergerakan bola, maupun posisi ring basket secara presisi. Hebatnya, sang pengguna yang tengah dievaluasi performanya sama sekali tidak perlu mengenakan sensor apa-apa di badannya.

Semuanya berlangsung secara real-time. Dari setiap lemparan bola, HomeCourt mampu mengukur sudut lemparan, kecepatan bola, tinggi lompatan, maupun durasi singkat ketika bola lepas dari tangan pemain (release time). Data-data semacam ini jelas sangat sulit dilihat menggunakan mata kepala sendiri, sehingga diyakini dapat membantu pemain mengasah skill-nya, baik secara individu maupun dalam konteks tim didampingi pelatih.

HomeCourt app

HomeCourt sejatinya bisa menjadi bukti besarnya potensi AR dan machine learning di ekosistem smartphone ke depannya. HomeCourt sendiri sempat memperoleh pendanaan sebesar $4 juta pada bulan Juli lalu, dan salah satu investornya merupakan seorang legenda hidup NBA, yakni sang raja assist Steve Nash. Di Amerika Serikat, beberapa tim basket universitas juga sudah memakai HomeCourt dalam program latihannya.

Sumber: GeekWire.

Google Umumkan ARCore 1.2, Kini Konten AR Bisa Dinikmati Secara Multiplayer

Google merilis ARCore secara resmi sekitar tiga bulan yang lalu. Dalam kurun waktu yang terbilang singkat itu, komunitas developer sudah melahirkan deretan aplikasi augmented reality yang sangat menarik untuk ekosistem Android. Namun bukan developer pihak ketiga saja yang sibuk mengerjakan pekerjaan rumahnya, tim internal ARCore pun juga.

Di event Google I/O 2018, mereka mengumumkan ARCore versi 1.2. Versi baru ini tentunya membawa sejumlah penyempurnaan, dari yang sesederhana kemampuan untuk mendeteksi permukaan vertikal – yang berarti selain di atas meja kita juga bisa menempatkan objek virtual di tembok – sampai fitur yang cukup kompleks bernama Cloud Anchors.

Cloud Anchors ini pada dasarnya memungkinkan kita untuk menikmati konten AR secara bersama-sama (multiplayer). Semisal kita menggambar menggunakan Just A Line, orang lain yang berada di satu ruangan juga bisa ikut bergabung dan mencorat-coret di atas ‘kanvas’ yang sama.

Rahasianya terletak pada kemampuan Cloud Anchors untuk mencatat lokasi suatu objek virtual di dalam ruangan dan menyimpan informasinya di jaringan cloud. Info tersebut kemudian diteruskan ke perangkat milik teman yang bergabung tadi, sehingga pada akhirnya kedua pengguna dapat melihat objek virtual yang berada di lokasi yang sama persis.

Yang lebih menarik lagi, Google merancang agar Cloud Anchors kompatibel dengan teknologi ARKit milik iOS. Ini berarti multiplayer tadi bisa dinikmati meski pengguna lainnya sedang menggunakan iPhone. Kalau suatu aplikasi AR memang tersedia di Android dan iOS, saya yakin developer-nya tak akan kesulitan menerapkan Cloud Anchors ini.

Terakhir, Google juga menjanjikan proses pengembangan konten AR yang lebih simpel dan lebih cepat melalui SDK baru bernama Sceneform. Bagi para konsumen, ini berarti kita bakal menjumpai lebih banyak lagi aplikasi AR yang menarik tanpa harus menunggu lama.

Sumber: Google dan Ars Technica.

L’Oreal Akuisisi ModiFace, Pengembang Teknologi AR untuk Mencoba Kosmetik Secara Online

Augmented reality (AR) semakin memiliki peran besar di dunia teknologi tahun ini. Lihat saja salah satu fitur unggulan Samsung Galaxy S9, yakni AR Emoji, tidak ketinggalan juga fitur makeup virtual yang terintegrasi dalam Bixby.

Fitur yang terakhir itu bukan murni kreasi Samsung, melainkan sebuah perusahaan asal Kanada bernama ModiFace. Sejak didirikan di tahun 2006, ModiFace memang sudah sering dipercayai guna membubuhkan elemen teknologi oleh sejumlah brand kecantikan seperti Sephora dan Estee Lauder.

Pada kenyataannya, beberapa hari lalu L’Oreal mengumumkan bahwa mereka tengah dalam proses untuk mengakuisisi ModiFace. Tujuan yang hendak dicapai pada dasarnya adalah untuk memudahkan konsumen menjajal berbagai produk makeup secara online.

Mencoba lipstick tanpa langsung mengoleskannya langsung ke bibir memang terdengar aneh, tapi di sinilah sebenarnya peran sejati AR. Software yang dikembangkan ModiFace pada dasarnya bakal mengubah ponsel menjadi cermin, memungkinkan konsumen untuk melihat perubahan wajahnya secara real-time ketika dibubuhi eyeshadow maupun blush-on virtual.

Sensasinya jelas tidak bisa menandingi hands-on secara fisik, tapi setidaknya cara ini jauh lebih praktis ketimbang harus mampir ke department store setiap kali hendak membeli lipstick baru. Bagi L’Oreal, ini merupakan salah satu upaya untuk mendongkrak penjualan produk kosmetik mereka secara online.

Sebelum ini, ModiFace sebenarnya sudah pernah berkolaborasi dengan L’Oreal lewat sebuah web app bernama Style My Hair. L’Oreal sendiri juga bukan pertama kalinya bereksperimen dengan teknologi digital; salah satu aplikasinya, Makeup Genius, sudah diunduh lebih dari 20 juta kali menurut informasi yang didapat Bloomberg.

Akuisisi L’Oreal terhadap ModiFace ini pada dasarnya bisa dilihat sebagai langkah mereka untuk mengamankan posisinya di ranah persaingan digital antara brandbrand kecantikan. Di sisi lain, akuisisi ini bisa menjadi bukti lebih lanjut untuk teori saya mengenai prospek AR yang lebih cerah ketimbang VR.

Sumber: Bloomberg.

Mozilla Luncurkan Aplikasi Augmented Reality untuk iOS

Oktober lalu, Mozilla mengajukan standar baru bernama WebXR. WebXR merupakan evolusi dari standar WebVR yang sudah ada sejak 2014, diramu secara spesifik agar konten AR sekaligus VR dapat disuguhkan secara konsisten di semua perangkat, mulai dari VR dan AR headset, sampai perangkat desktop sekaligus mobile.

Sejauh ini belum banyak developer yang mengadopsi standar WebXR. Maka dari itu, langkah Mozilla selanjutnya adalah merilis aplikasi WebXR Viewer untuk perangkat iOS. Tujuannya adalah supaya developer bisa bereksperimen dengan konten AR dan VR berbasis web, tanpa harus membangun aplikasinya sendiri.

Aplikasi ini turut menyediakan sejumlah contoh konten AR yang dapat dihasilkan menggunakan standar WebXR. Sebagian mungkin terkesan biasa saja, tapi perlu diingat, tujuan Mozilla di sini adalah membuka jalan bagi para developer, hingga akhirnya merekalah yang bisa menghasilkan konten yang berkesan.

Mozilla WebXR Viewer

Apa yang dilakukan Mozilla ini sebenarnya bisa dianggap sebagai ARKit atau ARCore versi web. Kalau ARKit ditujukan untuk platform iOS dan ARCore untuk Android, maka WebXR melibatkan teknologi web yang open-source dan tidak terbatas oleh platform tertentu.

Andai Anda seorang developer, pastinya Anda ingin kreasi Anda bisa dinikmati sebanyak mungkin konsumen, bukan? Di sinilah yang saya kira bisa menjadi nilai jual WebXR. Lebih lanjut, peluang developer baru untuk ikut berpartisipasi juga bisa lebih besar karena mereka tidak perlu terlalu mendalami platform tertentu.

Sumber: The Next Web dan Mozilla.

Parker Ajak Anak-Anak Kembali Menyukai Teddy Bear dengan Bantuan AR

Mendapatkan namanya dari presiden ke-26 Amerika Serikat, teddy bear merupakan salah satu boneka terpopuler sepanjang masa. Perannya terhadap perkembangan anak-anak mungkin sudah agak berkurang di era yang didominasi iPad dan perangkat mobile lainnya ini, namun sebuah startup bernama Seedling ingin mencoba memopulerkannya kembali dengan bantuan augmented reality.

Buah pemikiran mereka adalah Parker, yang diklaim sebagai boneka teddy bear pertama berkapabilitas AR. Yang menarik, Parker sebenarnya hanyalah boneka biasa setinggi 36 cm tanpa satu pun komponen elektronik di dalam tubuh empuknya. Keunikannya terletak pada kemampuannya berinteraksi dengan perangkat iOS via bantuan AR.

Parker AR Teddy Bear by Seedling

Premis yang ditawarkan Parker sederhana: saat dilihat menggunakan kamera iPhone atau iPad, ia bakal tampak hidup dan siap diajak berinteraksi. Anak yang bermain bakal berperan sebagai dokter atau perawat untuk Parker, mengobati berbagai penyakitnya atau bahkan membedah dan menganalisa organ-organ tubuhnya.

Semua ini tentu saja dilakukan secara digital lewat aplikasi pendamping Parker di perangkat. Dengan mengandalkan gesture 3D Touch di iPhone misalnya, anak-anak bisa membantu Parker mengambil nafas dalam-dalam dan menguji kapasitas paru-parunya. Ini baru satu dari beragam aktivitas, game maupun puzzle edukatif yang ditawarkan.

Semakin sering anak-anak memainkan Parker dan menyelesaikan tantangan, semakin banyak aktivitas yang dapat dimainkan. Beragam aksesori yang terbuat dari kayu, macam termometer, stetoskop, sendok dan lainnya dimaksudkan agar porsi interaksi digital dan fisik bisa berimbang. Konsep ini sama seperti yang ditawarkan oleh Osmo, yang baru saja merilis permainan balap mobil AR.

Parker AR Teddy Bear by Seedling

Keseimbangan ini penting mengingat banyak dari kita yang berpendapat bahwa anak-anak zaman sekarang sudah tidak lagi tertarik dengan mainan tradisional, dan lebih memilih memainkan game di smartphone atau tablet. Kelebihan Parker adalah kesanggupannya berperan sebagai boneka biasa dan sebagai video game AR yang menarik di saat yang sama.

Parker saat ini sudah dipasarkan secara eksklusif melalui Apple Store di sejumlah negara dan Apple.com seharga $60. Ia dirancang untuk dimainkan oleh anak-anak berusia tiga tahun atau lebih.

Sumber: The Verge dan Seedling.

Toys R Us Gunakan Augmented Reality untuk Menarik Pengunjung untuk Datang ke Tokonya

Perkembangan pesat bisnis e-commerce dan kemudahan berbelanja online secara perlahan terus memakan korban. Salah satu contoh yang terbaru adalah Toys R Us. Pada pertengahan bulan September kemarin, jaringan toko ritel mainan terbesar di Amerika Serikat itu menyatakan pailit dan harus melakukan restrukturisasi finansial.

Lalu bagaimana cara Toys R Us memikat para orang tua dan anaknya untuk kembali datang dan berbelanja di toko-toko fisiknya ketimbang membeli secara online? Untuk itu, diperlukan bantuan teknologi, spesifiknya augmented reality yang belakangan memang sedang naik daun.

Toys R Us Play Chaser

Buah pemikiran mereka adalah Play Chaser, sebuah aplikasi AR untuk Android dan iOS. Dikembangkan oleh developer PlayFusion, Play Chaser memanfaatkan teknologi computer vision untuk ‘membuka’ berbagai pengalaman AR saat pengguna berkunjung ke toko fisik Toys R Us.

Untuk memulai, anak-anak hanya perlu membuka aplikasi dan mengarahkan kameranya ke spanduk Play Chaser yang tersebar di toko. Setelahnya, anak-anak akan langsung dihadapkan dengan sejumlah aktivitas interaktif, mulai dari ring basket sampai bayi virtual, tergantung di lorong kategori apa spanduknya terpasang.

Toys R Us Play Chaser

Toys R Us menegaskan bahwa Play Chaser benar-benar dapat dinikmati secara cuma-cuma, tanpa ada embel-embel in-app purchase. Agar dapat menarik anak-anak untuk kembali berkunjung dan bermain di lain kesempatan, Play Chaser juga menawarkan fitur leaderboard dan achievement dalam satuan bintang untuk membuka aktivitas-aktivitas baru.

Untuk sekarang Play Chaser baru diuji di beberapa toko fisik Toys R Us saja, namun semua tokonya di AS bakal kebagian jatah mulai 21 Oktober mendatang. Bagi kita di Indonesia, Play Chaser setidaknya bisa memberikan gambaran terkait signifikansi augmented reality, sampai-sampai Toys R Us memercayakannya sebagai salah satu solusi atas permasalahannya.

Sumber: Engadget dan Toys R Us.

Ikea Resmi Perkenalkan Aplikasi Augmented Reality-nya untuk iOS 11

Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya bahwa Ikea sedang menggodok aplikasi AR baru, raksasa mebel asal Swedia itu akhirnya resmi memperkenalkan Ikea Place. Pemilihan waktunya sepertinya sengaja disamakan dengan peluncuran iPhone X dan iPhone 8, yang mengusung spesifikasi yang memang didedikasikan untuk augmented reality.

Kendati demikian, Anda tidak harus memiliki kedua seri iPhone baru tersebut untuk bisa menggunakan aplikasi ini. Asalkan perangkat Anda menjalankan iOS 11 – yang akan dirilis secara resmi pada tanggal 19 September nanti – Anda sudah bisa menikmati pengalaman unik yang ditawarkan Ikea Place.

Unik karena Anda dapat menempatkan lebih dari 2.000 produk Ikea secara virtual di kediaman Anda hanya dengan mengarahkan kamera iPhone atau iPad. Mulai dari sofa sampai lemari akan ditampilkan secara realistis dan dalam skala yang sama persis seperti aslinya. Ikea sendiri mengklaim akurasinya mencapai angka 98 persen.

Ikea Place

Semua ini dimungkinkan berkat implementasi ARKit pada iOS 11. Cara penggunaannya pun cukup simpel: pertama-tama, biarkan perangkat memindai lantai ruangan dengan kameranya, lalu pilih produk yang diinginkan. Selanjutnya, Anda bisa memindahkan posisinya di mana pun di dalam ruangan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas sebelum membelinya secara online maupun di toko retail Ikea setempat.

Dari situ pengguna juga dapat membagikan setting ruangan yang dibuat ke pengguna lain dalam wujud foto atau video. Aplikasi gratisan ini awalnya akan berfokus pada produk mebel besar, namun ke depannya Ikea menjanjikan dukungan produk yang lebih banyak lagi dari katalognya.

Sumber: Ikea.