Kesuksesan Apex Legends Kalahkan Fortnite, Kenyataan atau Cuma Ilusi?

Belakangan game battle royale terbaru besutan EA, Apex Legends, menyebar seperti virus di internet. Game ini dengan cepatnya jadi pusat perhatian baru. Gameplay Apex Legends mungkin tidak bisa dibilang segitu istimewa, hanya saja ia menggabungkan yang terbaik dari berbagai game.

Banyak yang klaim game ini seperti gabungan dari gunplay tempo cepat nan seru dari Call of Duty, elemen battle royale dengan map super jumbo dari PUBG, elemen skill dan spesialisasi karakter dari Overwatch, dan tentunya mekanik pergerakan karakter yang bisa fleksibel ke berbagai tempat dari Titanfall.

Dalam sesaat, game ini langsung jadi fenomena. Dalam waktu 3 hari, Apex Legends berhasil mengumpulkan 10 juta pemain dalam satu waktu. Angka ini juga pernah didapatkan oleh Fortnite ataupun PUBG, namun kedua game tersebut butuh waktu lebih lama untuk mendapatkannya. PUBG butuh enam bulan, sementara Fortnite butuh dua pekan untuk bisa mencapai angka tersebut.

Sumber:
Sumber: EA Official Media

Jika kita melihat secara skeptis, kemenangan Apex Legends bisa jadi disebabkan karena genre Battle Royale yang memang sudah populer saat ini. Dahulu Fortnite dan PUBG bekerja keras memahat jalur, demi membuat genre ini bisa diterima dan dinikmati oleh banyak gamers. Jadi mungkin kesuksesan Apex bisa jadi karena EA yang start belakangan namun berhasil memanfaatkan berbagai riset mereka terhadap fenomena battle royale.

Apex Legends sampai saat ini masih jadi fenomena massa, ia berkali-kali mengalahkan Fortnite terutama dari segi jumlah penonton di platform stream game ternama Twitch. Namun pertanyaan sesungguhnya dari hal ini adalah, apakah popularitas Apex di Twitch ini sebuah kenyataan atau hanya ilusi belaka.

Sebagai latar belakang, mengutip data dari esports observer, konten Apex Legends sudah ditonton selama total 31.73  juta jam dalam satu pekan (4-10 Februari 2019). Sebagai perbandingan, pada rentang waktu yang sama konten Fortnite berada di posisi ketiga yang ditonton 13.21 juta jam, lalu ada League of Legends di posisi kedua yang ditonton selama total 20.50 jam dalam sepekan.

Sumber: The Esports Observer
Sumber: The Esports Observer

Lalu apa penyebab begitu populernya Apex Legends selain dari soal gameplay. Jawabannya ada beberapa faktor, pertama karena banyaknya tokoh berpengaruh memainkan game ini, kebosanan terhadap Fortnite, dan nama besar EA di belakang dari Apex Legends. Namun apakah popularitas ini bisa bertahan lama nantinya karena faktor faktor tersebut?

Sebelum Apex Legends, sudah ada Call of Duty Black Ops IV mode Blackout yang juga mencoba menjejakkan kaki di dunia genre battle royale. Seperti Apex Legends, game tersebut segera menjadi pusat perhatian dan sempat mengalahkan jumlah penonton Fortnite di Twitch untuk beberapa waktu namun tak berhasil bertahan lama.

Sumber:
Streamer Twitch seperti Ninja yang main Apex Legends jadi salah satu faktor utama melesatnya jumlah pemain Apex Legends. Sumber: Dexerto

Hal ini disebabkan oleh kerjasama sang pengembang dengan streamer-streamer kondang di Twitch. Pada kasus Apex Legends, EA melakukan strategi yang kurang lebih mirip; meminta streamer kondang seperti Shroud, Dr.Disrespect, Summit1G, dan Ninja untuk mainkan Apex. Bedanya dulu para streamer tersebut membagi waktu antara streaming CoD dengan game utama mereka, sementara kini para streamer tersebut full-time bermain Apex; yang menyebabkan game ini bisa viral dengan cepat.

Apalagi ditambah dengan event Twitch Rivals, yang segera menyedot perhatian dari gamers seluruh dunia untuk melihat para streamer jago nan kondang bertemu di dalam satu kompetisi. Namun kembali lagi, apakah popularitas ini merupakan kenyataan yang bisa bertahan lama atau hanya tren sesaat?

Menurut opini saya, kini bola panas berada di tangan EA. Apex Legends berhasil memberi impresi pertama yang sangat kuat di kalangan gamers, bahkan membuat salah satu penulis Hybrid, yang bukan penggemar battle royale, jadi begadang main game ini sampai pagi. Langkah masuk akal selanjutnya dari EA adalah mempertahankan agar para pemain Apex Legends tetap terus bermain. Entah itu lewat konten-konten menarik, perubahan-perubahan dinamis, atau mungkin menyajikan tayangan esports dari game ini.

Apex Legends Rangkul 25 Juta Pemain Lebih Dalam Waktu Seminggu

Keberhasilan Apex Legends merangkul begitu banyak pemain seolah-olah melunasi kurang memuaskannya penjualan Titanfall 2. Game baru Respawn Entertainment itu memberi banyak solusi atas keluhan pemain terhadap battle royale (misalnya lewat sistem ping) serta bisa berperan sebagai gerbang masuk mereka yang tadinya kurang familer dengan genre last man standing.

Sejauh ini, perjalanan Apex Legends terlihat begitu mulus. Hanya dalam tiga hari setelah perilisan, game FPS battle royale ini sukses mengumpulkan 10 juta pemain. Hari ini, Apex Legends menginjak usia tujuh hari, dan lagi-lagi ia mencetak rekor baru. CEO Respawn Vince Zampella mengabarkan bahwa kreasi timnya itu dimainkan oleh lebih dari 25 juta gamer, dengan total concurrent player (artinya game diakses berbarengan) mencapai 2 juta jiwa.

Selama seminggu ini, developer terus mendengar masukan, saran serta ide-ide baru pemain. Demi memastikan Apex Legends berumur panjang, mereka berniat untuk membangun konten game bersama komunitas. Meski demikian, Respawn tidak bisa mengungkap seluruh rencana mereka, namun developer sudah menyiapkan sejumlah agenda yang akan mereka eksekusi dalam waktu dekat.

Seperti Fortnite, Respawn akan menerapkan update musiman pada Apex Legends. Update ‘musim pertama’ akan meluncur di bulan Maret besok, bersamaan dengan pengenalan Battle Pass, serta sejumlah Legends (karakter), senjata, dan item baru. Selain itu, Respawn juga sudah siap merayakan Valentine bersama para gamer Apex Legends melalui loot serta pernak-pernik bertema Hari Kasih Sayang.

Di hari ini, tanggal 12 Februari, developer akan melangsungkan Rivals Apex Legends Challenge yang disponsori oleh Twitch. Rivals Apex Legends Challenge adalah turnamen ‘kecil-kecilan’ yang diikuti oleh 48 streamer paling terkenal. Pertandingan tentu saja dapat Anda saksikan langsung di situs live streaming game populer itu, via channel resmi Apex Legends. Babak selanjutnya akan dilangsungkan minggu depan, tanggal 19 Februari.

“Mewakilkan setiap orang yang bekerja di Respawn, saya ucapkan terima kasih,” Kata Zampella. “Semangat dan kegembiraan komunitas terhadap Apex Legends sangat memukau, dan kami di studio merasakannya dengan jelas. Kami tidak bisa mencapai semua itu tanpa dukungan Anda, dan saya berharap Anda akan terus bersama kami dalam perjalanan ini.”

Apex Legends ialah game selingan jika saya mulai merasa penat dengan Resident Evil 2 dan Red Dead Online. Belakangan, Apex juga mendorong saya untuk kembali menikmati mode multiplayer Titanfall 2, serta membuat saya menyadari kontribusi besar Respawn pada genre shooter.

PUBG Rebut Gelar Game Terbaik di The Steam Awards 2018

Dalam kiprahnya selama 15 tahun, Steam telah berevolusi dari sebuah layanan distribusi hingga menjadi platform gaming berfitur terlengkap. Kini, ia turut menyediakan software non-game, bisa berperan sebagai jejaring sosial, serta turut dilengkapi fitur kurasi yang mempersilakan pengguna mengikuti reviewer favorit mereka. Dan mulai tahun 2016, Valve terus melangsungkan The Steam Awards.

The Steam Awards adalah acara pemberian penghargaan bagi game-game terbaik pilihan user. Tapi berbeda dari event sejenis, para finalis di sana tak cuma merupakan permainan yang dirilis di tahun itu. Banyak dari judul di Steam Awards 2018 yang sebetulnya sudah meluncur di tahun sebelumnya, masuk lagi di daftar nominasi karena mereka terus mendapatkan update dan jadi favorit pengguna Steam.

Steam Awards kali ini membuktikan pada kita bahwa game ‘lawas’ pun bisa merebut gelar paling bergengsi di sana. Minggu lalu, Valve akhirnya mengungkap para pemenang ajang penghargaan tahunan di platform distribusi digital terbesar di Bumi itu, dan game yang mencetus demam battle royale, PlayerUnknown’s Battlegrounds berhasil menyabet titel Game of the Year 2018.

Daftar lengkapnya bisa Anda simak di bawah ini.

 

Game of the Year: PlayerUnknown’s Battlegrounds

Finalis: Monster Hunter: World, Kingdom Come: Deliverance, Hitman 2, Assassin’s Creed: Odyssey

 

VR Game of the Year: The Elder Scrolls V: Skyrim VR

Finalis: VR Chat, Beat Saber, Fallout 4 VR, Superhot VR

 

Labor of Love: Grand Theft Auto V

(Game-game yang terus mendapatkan konten baru meskipun sudah tersedia cukup lama.)

Finalis: No Man’s Sky, Path of Exile, Dota 2, Stardew Valley

 

Best Developer: CD Projekt Red

Finalis: Ubisoft, Bethesda, Rockstar Games, Digital Extremes, Square Enix, Capcom, Paradox Interactive, Bandai Namco, Klei

 

Best Environment: The Witcher 3: Wild Hunt

(Permainan dengan pemandangan terindah.)

Finalis: Subnautica, Shadow of the Tomb Raider, Far Cry 5, Dark Souls III

 

Better With Friends: Tom Clancy’s Rainbow Six Siege

(Judul-judul multiplayer terbaik)

Finalis: Payday 2, Dead by Daylight, CS: GO, Overcooked! 2

 

Best Alternate History: Assassin’s Creed Odyssey

(Deratan game di kategori ini dilatarbelakangi tema sejarah alternatif yang unik.)

Finalis: Wolfenstein II: The New Colossus, Hearts of Iron IV, Civilization VI, Fallout 4

 

Most Fun With a Machine: Rocket League

(Permainan-permainan terbaik yang mengedepankan tema mesin/robot.)

Finalis: Euro Truck Simulator, Nier: Automata, Factorio, Space Engineers

Berbeda dari ajang sebelumnya, kategori game The Steam Awards 2018 terlihat lebih normal. Tidak ada lagi nama-nama jenaka seperti ‘Mom’s Spaghetti’ atau ‘Whoooaaaaaaa, dude!’. Saya menduga, hal ini merupakan cara Valve menyederhakan list serta membuat ajang ini lebih serius, karena gelar ‘Best Environment’ jelas terasa lebih prestisius ketimbang ‘I’m Not Crying, There’s Something In My Eye’.

Kemenangan PUBG di The Steam Awards 2018 sangat menarik. Saat ini, PlayerUnknown’s Battlegrounds masih menjadi judul paling populer di Steam dengan total pemain aktif terbanyak. Namun kemungkinan besar, alasan mengapa game battle royale kreasi PUBG Corp. itu jadi jawara adalah absennya Fortnite di Steam. Di Golden Joystick Awards 2018 – event gaming yang juga bersandar pada vote – karya Epic Games itu membawa pulang titel Game of the Year.

Sumber: Steam.

Game Battle Royale Baru Respawn Akan Jadi Hidangan Pembuka Sebelum Titanfall 3 Meluncur?

Sejak E3 2018 berlangsung, studio pencipta Titanfall tak malu-malu lagi mengungkap apa yang tengah mereka kerjakan. Sang CEO Vince Zampella telah mengonfirmasi eksistensi dari Star Wars Jedi: Fallen Order. Kemudian di bulan Desember kemarin, mereka membuka lowongan pekerjaan di posisi Senior Technical Animator untuk proyek yang berkaitan dengan franchise Titanfall.

Ketika itu, saya sempat mempertanyakan apakah dalam menggarap sekuelnya, Respawn akan mempertahankan tradisi game shooter tersebut atau mereka malah bereksperiman dengan mode multiplayer populer – misalnya battle royale. Jawabannya ternyata adalah iya dan tidak. Di akhir minggu kemarin, mulai beredar rumor di Twitter mengenai permainan anyar Respawn yang akan tersedia sebelum Titanfall 3 tiba. Tak lama, Zampella dan Geoff Keighley (host sekaligus produser acara The Game Awards) mengumumkan judulnya: Apex Legends.

Berdasarkan info dari bocoran-bocoran itu, Apex Legends merupakan game battle royale free-to-play yang menyajikan arena tempur untuk 60 pemain. Aspek unik dari Apex Legends adalah, kemungkinan game akan mengusung latar belakang dunia Titanfall tanpa menyertai robot-robot mecha Titan. Langkah tersebut tampaknya ialah realisasi dari keinginan Respawn buat memperluas jagat Titanfall (meski kita belum mendengar soal kelanjutan pengembangan serial TV-nya).

Kepada Kotaku, seorang informan menyampaikan bahwa gameplay Apex Legends bisa diibaratkan seperti perpaduan antara Titanfall, Overwatch dan mode Blackout di Call of Duty: Black Ops 4. Pemain disodorkan pilihan karakter berbeda, masing-masing memiliki kemampuan ‘super. Anda dapat berpartisipasi di medan tempur seorang diri, atau dalam tim berisi tiga pemain.

Developer berencana untuk melepas Apex Legends di tiga platform, yaitu PC, Xbox One dan PlayStation. Segala detail mengenainya akan disingkap dalam acara live stream via channel Play Apex di Twitch setelah Super Bowl berakhir, tepatnya pada tanggal 4 Februari jam 8:00 pagi waktu Pasifik, atau pukul 23:00 malam WIB. Channel Play Apex sendiri baru Respawn luncurkan, dan walaupun saat artikel ini ditulis statusnya masih offline, belasan ribu gamer sudah mulai mengawasinya.

Tingginya minat terhadap Apex Legends terbilang menarik. Titanfall 2 memang berhasil memenangkan sejumlah penghargaan di 2016 berkat kombinasi aspek  multiplayer adiktif dan single-player unik, tapi karena waktu perilisannya diapit oleh Battlefield 1 dan Call of Duty: Infinite Warfare, penjualannya tidak setinggi harapan Respawn. Update buat permainan berakhir pada Desember 2017, sebulan sesudah developer diketahui diakuisisi oleh Electronic Arts.

Via GamesRadar & PC Gamer.

Fortnite Lebih ‘Mengancam’ Netflix Ketimbang HBO dan Hulu

2018 ialah momen kejayaan bagi Epic Games. Fornite menjadi fenomena di seluruh penjuru Bumi, lalu di penghujung tahun, mereka meluncurkan platform distribusi digital alternatif dari Steam yang segera diserbu developer. Berdasarkan laporan narasumber terpercaya pada TechCrunch, pencipta Unreal Engine itu berhasil mengumpulkan keuntungan sebesar US$ 3 miliar dalam waktu 12 bulan ke belakang.

Fornite sendiri tidak ada habisnya diperbincangkan. Di bulan Januari ini, terhitung ada lebih dari 200 juta gamer menikmatinya, dengan pemasukan dari microtransaction mencapai US$ 2,4 miliar. Begitu besarnya Fortnite Battle Royale, game super-populer ini mampu mengusik ketenangan bisnis penyedia layanan di media berbeda: Netflix. Padahal, platform film on demand ini sebelumnya sudah membuat perusahaan TV channel tradisional bertekuk lutut.

Dalam laporan pemasukan perusahaan tahun 2018 – dipublikasikan pada hari Kamis kemarin – Netflix menyampaikan bahwa mereka berhasil menguasai sekitar 10 persen waktu yang dihabiskan konsumen di walayah Amerika buat menatap layar. Angkanya berada sedikit di bawah waktu total interaksi dengan perangkat bergerak. Menurut Netflix, penyebabnya bukanlah kompetisi dari layanan streaming sejenis, melainkan platform hiburan yang betul-betul berbeda, salah satunya permainan video.

Di sana Netflix menyatakan, mereka mendapatkan perlawanan keras dari Fornite dan terpaksa mengakui keunggulan game last man standing berskala besar itu. Menurut Netflix, Fornite lebih mengancam dibandingkan HBO ataupun Hulu. Waktu akses Hulu sendiri jauh lebih kecil dari YouTube. Mereka memang jadi favorit di Amerika, tapi namanya hampir tak terdengar di Kanada. Sedangkan penetrasi Netflix di kedua wilayah boleh dikatakan sama besar.

Perusahaan juga menjelaskan bagaimana ada ribuan kompetitor di ranah yang tersegmentasi ini, masing-masing berlomba-lomba untuk menghibur konsumen dengan faktor penghalang yang semakin tipis. Bagi Netflix, pertumbuhan layanan mereka ditakar dari pengalaman pengguna, dikomparasi dengan durasi konsumen menghabiskan waktu di depan layar. Namun perlu diingat bahwa ‘waktu di depan layar’ bukanlah parameter perhitungan yang presisi.

“Fokus kami bukanlah berkompetisi dengan Disney+, Amazon dan lain-lain, tetapi bagaimana kami bisa meningkatkan mutu pengalaman penggunaan,” tutur Netflix. Salah satu contoh upaya Netflix memberikan ‘terobosan baru’ di segmen hiburan adalah melalui penggarapan film interaktif dewasa Black Mirror: Bandersnatch yang mempersilakan penonton menentukan nasib tokoh utamanya.

Di akhir 2018, Netflix berhasil menghimpun hampir 139 juta pelanggan. Sementara itu, angka pemain teregistrasi Fortnite Battle Royale sukses menembus di 200 juta di bulan November lalu.

Via Polygon.

Bermain Solid, Actoz Stars Red Juarai PUBG Asia Invitational 2019

Selesai sudah gelaran PUBG Asia Invitational 2018. Kompetisi yang diikuti oleh tim terbaik dari berbagai penjuru Asia ini akhirnya memahkotai tim Actoz Stars Red dari Korea Selatan sebagai raja PUBG Asia! Kompetisi ini sendiri diikuti oleh 5 regional dengan komposisi 4 tim dari China, 4 tim dari Korea Selatan, 4 tim dari Asia Tenggara, 2 tim dari Jepang, dan 2 tim dari Taiwan/Hong Kong/Macau.

Dari total 16 tim peserta, terselip dua tim peserta yang mewakili Indonesia yaitu tim Aerowolf 7 dan tim Rex Regum Qeon. Walau Rex Regum Qeon terbilang masih belum bisa memberikan hasil yang terbaik, namun cukup membanggakan melihat tim Aerowolf 7 berhasil menduduki posisi 7 walau tidak sama sekali mendapatkan Chicken Dinner.

Sumber: duniaku.net
Sumber: duniaku.net

Melihat jajaran tim peserta PUBG Asia Invitational 2019 sebenarnya tim Actoz Stars Red malah terbilang di luar dari radar prediksi salah satu casters PUBG Indonesia ternama, Arwanto ‘WawaMania’ Tanumiharja. Dalam artikel Hybrid yang membahas peluang Aerowolf 7 di PUBG Asia Invitational, Wawa malah memprediksi tim Afreeca Freecs Fatal, dan OGN Entus Force yang bakal berbahaya dari regional Korea Selatan.

Kalau melihat selama liga rutin PUBG Korea League sendiri memang dua tim tersebut menjadi yang paling berbahaya secara di atas kertas. Afreeca Freecs Fatal menjadi pemuncak klasemen dengan perbedaan poin yang jauh dari OGN Entus Force. Sementara tim Actoz Stars Red terbilang inkonsisten selama sepanjang musim, dan baru on-fire ketika final day saat mereka berhasil menjadi juara dan membantai musuh-musuhnya selama pertarungan panjang 5 ronde.

Dari tiga hari pertandingan dengan total 12 ronde, permainan Actoz Stars Red terbilang sangat solid. Starlord dan kawan-kawan berhasil mengumpulkan 5 Chicken Dinner dengan raihan Kill yang cukup besar, menggilas tim-tim asia lainnya. Menariknya, tim Tiongkok seperti Luminous Stars atau SSS malah kurang menonjol pada hari-hari berikutnya.

Sumber: duniaku.net
Sumber: duniaku.net

Luminous Stars malah lebih unik lagi, pada hari pertama mereka seperti kesetanan. Dapat tiga kali chicken dinner dan berakhir di posisi tiga pada ronde dua, walau tak dapat chicken dinner. Namun entah kenapa pada hari kedua dan ketiga permainan mereka turun anjlok! Hari kedua mereka rata-rata finish di peringkat belasan.

Sementara tim SSS malah tak bisa mendapatkan hasil yang terbaik, bahkan berada di posisi klasemen 9; lebih rendah daripada tim Aerowolf 7. Actoz Stars Red sebagai pemenang PUBG Asia Invittaional 2019 berhasil membawa pulang hadiah sebesar US$250 ribu (Sekitar Rp3,5 Milyar) dan menjadi raja PUBG di Asia.

Selesainya PUBG Asia Invitational ini bisa dibilang sebagai selesainya musim kompetisi 2018-2019. Setelahnya, kompetisi PUBG akan dilanjutkan dengan liga rutin di berbagai regional seperti NPL untuk Amerika Utara, PEL untuk Eropa, PKL untuk Korea, dan PJS untuk Jepang. Sementara kompetisi regional SEA akan diselenggarakan dengan sistem circuit dengan tim dari negara SEA akan berebut poin demi lolos ke kompetisi internasional.

Epic Games Raup Keuntungan $ 3 Miliar di Tahun 2018

Tak hanya berhasil merebut mahkota game battle royale terpopuler dari PlayerUnknown’s Battlegrounds, fenomena Fornite memberikan pijakan bagi tim Epic Games untuk memperluas bisnisnya dari ranah penyediaan teknologi serta pengembangan permainan ke bidang distribusi digital. Sejak meluncur di awal Desember ini, sejumlah developer  mulai bermigrasi dari Steam ke Epic Games Store.

Sebagai perusahaan privat, detail keuangan Epic Games betul-betul dijaga ketat. Namun berdasarkan laporan narasumber terpercaya pada TechCrunch, kabarnya di tahun ini perusahaan berhasil mengumpulkan keuntungan sebesar US$ 3 miliar. Perlu digarisbawahi bahwa angka ini adalah jumlah keuntungan, bukan pemasukan. Dan kini, perusahaan diestimasi mempunyai nilai US$ 15 miliar.

Menggali lebih jauh dari laba Epic Games, di bulan November kemarin, Sensor Tower memperkirakan bahwa gamer Fortnite di-iOS memberikan pemasukan sebesar US$ 1,23 juta per hari. Itu berarti Epic Games menerima uang sebesar US$ 37 juta tiap bulan, dan sejak game meluncur di perangkat Apple, total profit sudah melampaui US$ 385 juta. Dan itu belum menghitung pendapatan dari platform lainnya. Game ini bisa dinikmati dari PC, Xbox One, PS4, Switch, serta Android.

Karena Fortnite Battle Royale ditopang fitur cross-platform play, mengakumulasi penghasil dari sistem berbeda tidaklah mudah. Game tersedia pertama kali di bulan September 2017, lalu hadir di iOS pada April 2018, muncul di Switch bulan Juni 2018, kemudian versi Android-nya dilepas pada Agustus 2018. Dan terhitung dari momen debut sampai bulan Mei 2018, Super Data Research mencatat bahwa game telah menghasilkan uang senilai US$ 318 juta.

Menghitung profit dari Fortnite versi Android lebih sulit lagi karena distribusi game tidak dilakukan lewat Google Play. Pemain harus mengakses app launcher-nya dari website Epic Games. Tapi menariknya, hal tersebut tidak menurunkan minat gamer untuk menikmatinya. Dalam waktu satu bulan, Fortnite di Android sukses menghimpun 15 juta pemain.

Lalu pengeluaran gamer Fortnite juga dinamis dan sulit diprediksi. Umumnya, mereka berbelanja sesudah Epic merilis update baru (disebut Season, yang terkininya adalah Season 7). Di tiap ‘musim’ ini, para pemain didorong untuk membeli Battle Pass.

Tentu saja Fortnite – terutama porsi free-to-play battle royale – bukanlah satu-satunya senjata andalan Epic Games. Pertama, mereka punya layanan distribusi yang sangat menggoda bagi developer independen berkat penawaran pembagian keuntungan menggiurkan di 12 banding 88 persen. Kemudian kita tahu, nama Epic Games juga sinonim dengan teknologi Unreal Ungine yang telah digunakan buat membangun ratusan judul game – indie ataupun blockbuster.

PlanetSide Arena Diumumkan, Sajikan Battle Royale dan Arena Tempur 500 Pemain

Jauh sebelum demam battle royale mewabah, Sony Online Entertainment (kini dikenal sebagai studio indie Daybreak) melakukan sesuatu yang hampir mustahil. Lewat PlanetSide 2, mereka menyediakan ruang tempur berskala raksasa untuk ribuan gamer penggemar first-person shooter. Enam tahun lebih setelah PlanetSide 2 dirilis, pencapaiannya masih sulit disaingi game lain.

Berbekal teknologi yang mereka miliki, Daybreak Game Company siap merangkul tren terpanas di segmen gaming. Di penghujung 2018 ini, studio di belakang seri EverQuest, DC Universe Online dan Star Wars Galaxies itu resmi mengumumkan PlanetSide Arena, yaitu permainan kompetitif dengan opsi battle royale yang mengambil latar belakang futuristis di jagat fiksi PlanetSide. Untuk membuatnya berbeda dari formula last man standing lain, Daybreak memberikan sentuhan khas mereka di game ini.

Beberapa hal pertama yang developer adopsi dari PlanetSide 2 adalah ukuran lokasi tempur serta kesanggupan game mendukung partisipasi pemain dalam jumlah besar. Permainan baru ini menyuguhkan arena ‘Echoes of Amerish’ seluas 64-kilometer persegi. Sesuai namanya, peta ini diadaptasi dan dibangun berdasarkan Amerish, benua ketiga yang developer perkenalkan di PlanetSide 2.

PlanetSide Arena menghidangkan tiga mode permainan berbeda. Pertama adalah mode battle royale solo yang bisa dikuti 100 orang pemain, lalu ada last man standing berbasis tim tiga orang yang mendukung maksimal 102 gamer, dan ketiga ialah arena tempur PvP 500 player bertajuk Massive Clash. Ke depannya, Daybreak punya rencana untuk menghadirkan pertempuran berisi 1.000 pemain.

PlanetSide Arena 2

Meski di awal perilisannya, PlanetSide Arena memprioritaskan pengalaman battle royale, Daybreak tidak mau hanya fokus di sana. Di setiap season baru, developer akan memperkenalkan opsi-opsi lain sepeti Capture the Flag, Team Deathmatch, Search and Destroy serta Global Conquest. Penyajian season dan Battle Pass-nya memang mirip Fortnite, dan mereka yang melakukan pre-order sekarang berhak mendapat akses ke Season 1.

PlanetSide Arena 4

Sentuhan khas PlanetSide lain adalah pilihan kelas berbeda. Ketika meluncur nanti, pemain dapat mengambil spesialisasi jadi Assault, Medic atau Engineer. Ada kemungkinan developer akan memperkenalkan kelas lain semisal Infiltrator atau Max di masa yang akan datang. Di sana, Anda juga bisa menggunakan kendaraan serta perlengkapan yang sebelumnya ada di PlanetSide 2, seperti tank, ATV, hover bike hingga jet pack.

PlanetSide Arena 5

PlanetSide Arena rencananya akan dilepas perdana di Windows PC melalui Steam pada tanggal 29 Januari 2019. Daybreak menawarkan dua versi pre-order, terdiri dari Sanctuary Assault Edition dan Legendary Arena Edition. Saat artikel ini ditulis, kedua edisi sedang memperoleh diskon 50 persen.

Via Eurogamer.

Mode Battle Royale Hadir di Black Desert Online

Berkat PUBG dan Fortnite, efek demam battle royale bisa kita rasakan di mana-mana. Saat ini, semua developer franchise raksasa mencoba mengintegrasikan mode last man standing di game terbarunya, dari mulai Call of Duty, Battlefield, hingga Red Dead Redemption. Ternyata, battle royale tidak hanya menjamur di permainan-permainan action, tapi juga diadopsi oleh MMORPG.

Dalam acara Festa di Amsterdam pada tanggal 4 Desember kemarin, developer Korea Selatan Pearl Abyss mengumumkan agenda untuk membubuhkan battle royale di permainan MMO populer mereka, Black Desert Online. Meski konsep dasar gameplay-nya sama, Pearl Abyss telah menemukan metode penyajian baru agar mode battle royale mereka serasi dengan tema Black Desert Online serta tidak terasa membosankan.

Di Black Desert Online, battle royale diberi titel Shadow Arena. Berbeda dari PUBG atau Fortnite yang diawali lewat sesi terjun payung; di Shadow Arena, Anda memulai pertandingan sebagai Black Spirit dan harus menemukan tubuh untuk dirasuki. Selanjutnya, skill dan perlengkapan dapat diperoleh dengan menghancurkan objek-objek atau mengalahkan NPC yang ada di arena.

Peraturan Shadow Arena sama seperti mode last man standing tradisional: satu pemain yang berhasil bertahan hidup akan jadi pemenangnya. Di momen peluncurannya ini, Shadow Arena mendukung 50 pemain, meski ada kemungkinan developer akan menambah jumlahnya di waktu ke depan lewat update. Buat sekarang, opsi battle royale di Black Desert Online baru tersedia untuk pemain di Korea Selatan, dan selanjutnya akan hadir buat gamer di negara-negara barat.

Selain Shadow Arena, executive producer Jae-Hee Kim turut mengungkap rencana Pearl Abyss untuk menambahkan Archer, yaitu pilihan kelas ke-17, akan tiba secara global pada tanggal 12 Desember. Sesuai namanya, Archer adalah spesialis serangan jarak jauh. Dalam bertempur, ia dibekali senjata busur silang dan kemampuan sihir.

Pearl Abyss juga punya agenda buat memperluas dunia permainan. Saat ini, mereka tengah mengembangkan wilayah baru bernama O’dyllita (dapat diakses pemain Korea Selatan menjelajahinya di paruh pertama tahun depan), serta menggodok mode Territory War yang difokuskan pada konflik antara Calpheon dan Valencia.

O’dyllita sendiri dipenuhi beragam lokasi menarik seperti The Valley of Olun, Thorn Tree Forest, serta Castle of Thorns. Area-area tersebut dihuni oleh Turo dan Ahib. Turo adalah ras raksasa yang biasanya bergerombol dalam grup berisi dua atau tiga individu, sedangkan Ahib ialah makhluk mirip beruang berkekuatan sihir hitam.

Via VentureBeat.

Rockstar Konfirmasi Kehadiran Mode Battle Royale di Red Dead Online

Setelah sukses dipopulerkan oleh PlayerUnknown’s Battlegrounds dan Fortnite, developer-developer ternama dunia kini berlomba-lomba mendorong franchise mereka memasuki ke pasar battle royale. Activision melakukannya lewat Call of Duty: Black Ops 4, lalu Electronic Arts berencana untuk meluncurkan mode last man standing itu di Battlefield V pada musim semi 2019.

Rumor soal niatan Rockstar buat mengadopsi formula populer itu di Red Dead Online sempat terdengar berbulan-bulan silam, dilaporkan oleh Trusted Reviews. Sang developer ternyata menanggapi masalah ‘kebocoran info’ dengan sangat serius. Mereka mengambil langkah hukum, dan meminta Trusted Reviews untuk menurunkan berita tersebut. Namun sesudah porsi multiplayer di Red Dead Redemption 2 ini mulai tersedia, Rockstar akhirnya mengonfirmasi kehadiran battle royale.

Lewat laman newswire, Rockstar Games menjabarkan secara cukup lengkap seperti apa konten yang ditawarkan oleh Red Dead Online. Di bagian ‘Competition and Showdown Series’, developer menjabarkan lima mode kompetitif yang bisa kita nikmati di periode beta, di antaranya Shootout dan Team Shootout, Most Wanted, Hostile Territory, Name Your Weapon, dan Make it Count.

Red Dead Redemption 2 1

Make it Count ini yang sangat menarik. Ia dideskripsikan sebagai ‘sebuah ujian kecerdikan sejati’, mengadu pemain di sebuah area yang semakin mengecil dan hanya membekali mereka dengan panah serta pisau. Informasi dari Eurogamer menyatakan bahwa Make it Count memberikan arena bagi 32 orang pemain buat jadi satu-satunya penyintas – alias last man standing. Premisnya terdengar sangat akrab bukan?

Red Dead Redemption 2 2

Red Dead Online dimulai dengan sesi pembuatan karakter. Penyajiannya sangat mirip Grand Theft Auto Online, mempersilakan Anda mengutak-utik elemen penampilan secara cukup detail – misalnya penempatan mulut atau ukuran hidung. Selanjutnya, Anda akan diajak mengunjungi Sisika Penitentiary untuk mendapatkan kuda tunggangan. Lalu pemain dapat mendirikan kemah, berburu harta karun, hingga melengkapi Ability Card pertamanya.

Red Dead Redemption 2 3

Aspek penjelajahan tidak terlalu berbeda dari Red Dead Redemption 2. Ketika bereksporasi, Anda akan menemukan kejadian-kejadian menarik, bahkan bertemu dengan wajah-wajah familier. Misi tersaji berdasarkan kepribadian Anda. Jika bermain sebagai karakter baik, Anda mungkin akan diminta menjaga konvoi, sedangkan karakter jahat malah diperintahkan buat membebaskan sesama kriminal.

Red Dead Online tersaji melalui update ke versi 1.03. Di PlayStation 4, Rockstar menyajikan undahan sebesar 5-gigabyte lebih. Saat artikel ini ditulis, proses download di console masih berlangsung, tapi saya sendiri mungkin baru dapat mengaksesnya pada tanggal 29 November. Gerbang beta Red Dead Online baru akan terbuka sepenuhnya bagi seluruh pemilik Red Dead Redemption 2 di tanggal 30 November nanti.