Battlefield Mobile Muncul, Pemain Indonesia Bisa Ikut Uji Coba

Langkah EA untuk menjajaki pasar mobile kelihatannya semakin kuat. Karena, tanpa pengumuman apa-apa versi mobile dari Battlefield tiba-tiba mengemuka di Google Play Store. Indonesia ternyata memang menjadi satu negara yang mendapat akses pada uji coba pertamanya bersama dengan Filipina.

Game mobile ini tetap dikembangkan oleh Industrial Toys dan akan menjadi game free-to-play. Dalam laman game-nya di Play Store, EA menampilkan beberapa screenshot dari game-nya yang cukup memperlihatkan bagaimana penampakan dari Battlefield Mobile nantinya.

Image Credit: EA

Bisa terlihat bahwa Battlefield Mobile nantinya akan memiliki visual yang mirip dengan Battlefield versi PC/konsol namun tentunya dengan berbagai penyerdahaan elemen grafis agar tetap ringan untuk dimainkan di perangkat mobile. Mirip dengan apa yang dilakukan oleh Activision terhadap COD: Mobile.

Battlefield Mobile mengatakan bahwa game-nya masih membawa esensi yang disukai para fans dari game utamanya ke dalam game mobile ini, mulai dari map berukuran besar hingga skala destruktif yang juga masif meskipun untuk game mobile

Image Credit: EA

Dalam beberapa tangkapan layar juga diperlihatkan bahwa kendaraan-kendaraan militer yang ikonik dari seri utamanya seperti tank dan ATV juga dapat dikendarai. Hal ini membuka kemungkinan kendaraan lain juga bisa ikut masuk ke dalam game-nya nanti untuk membuat pertempuran semakin dinamis.

Untuk uji cobanya, pihak Battlefield Mobile hanya akan menyediakan satu map yaitu Grand Bazaar yang telah muncul di Battlefield 3 dan juga satu mode permainan yaitu Conquest yang bisa dicoba. Sama seperti versi utamanya, pemain nantinya akan dapat memilih satu dari empat kelas yang tersedia yaitu assault, recon, support, dan medic.

Image Credit: EA

Developer Industrial Toys memang masih terus mengembangkan Battlefield Mobile karena proyek ini dipimpin langsung oleh Alex Seropian, salah satu pendiri dari Bungie yang terkenal dengan seri Halo-nya. Mirip dengan game-game shooter free-to-play lainnya, game ini akan memiliki berbagai item kosmetik, battle pass, item koleksi, dan juga item unik yang bisa didapatkan oleh para pemain. 

Dari pengumuman awal, Battlefield Mobile menyebut bahwa game-nya akan membutuhkan perangkat minimal dengan OS Android 7.0 atau lebih tinggi, RAM 3GB atau lebih, serta penyimpanan minimal 4GB. Sedangkan beberapa detail lebih lanjut akan diumumkan berdekatan dengan peluncuran game-nya

Film Dokumenter Mengenai Sejarah Game FPS Tengah Dibuat

First Person Shooter atau yang lebih populer dikenal sebagai FPS memang menjadi salah satu genre yang paling banyak digemari di seluruh dunia. Hal tersebut membuat para pengembang melahirkan berbagai macam variasi sejak awal muncul di tahun 70-an.

Sekarang, FPS berkembang jadi punya banyak sekali sub-genre yang punya beragam variasi mulai dari mekanik permainan, desain level, hingga aspek-aspek lain yang membuat banyak game FPS punya pengalaman yang unik.

Mungkin hal inilah yang menginspirasi Creator VC, sebuah rumah produksi indie yang berhasil mengumpulkan dana untuk membuat sebuah dokumenter mendalam tentang genre game satu ini. Film dokumenter itu sendiri akan berjudul “FPS—First Person Shooter. The Ultimate FPS Documentary”.

Seperti namanya, dokumenter ini ingin menjadi “perayaan terbesar dari genre FPS”. Tidak tanggung-tanggung film dokumenter ini ditargetkan akan berdurasi 3 jam lebih. Namun dapat dipahami mengingat film ini akan membahas genre FPS mulai dari awal di tahun 1970-an hingga sekarang.

Dokumenter ini juga akan menghadirkan 40 lebih orang-orang yang berpengaruh dalam genre FPS. Nama-nama besar pengembang seperti Co-founder Gearbox Software, Randy Pitchford (Borderlands series, Brothers in Arms). Co-founder id Software dan Ion Storm, John Romero dan Tom Hall (Doom, Wolfenstein, Deus Ex). Co-creator Halo, Marcus Lehto, dan masih banyak lagi termasuk para artist dan juga gamer profesional.

Film dokumenter ambisius ini nantinya akan menjelaskan berbagai topik mulai dari perkembangan teknologi yang memungkinkan genre FPS berkembang hingga sekarang, mekanik dalam game-nya seperti free aiming, regenerating health, dan cut-scene interaktif, dan banyak lainnya.

Komunitas FPS juga akan masuk ke dalam dokumenter ini, termasuk dunia speedrunning yang muncul sejak Doom, dan tentunya juga scene kompetitif dari game shooter yang jadi salah satu paling populer sampai sekarang.

Masih banyak hal lain dari dokumenter ini yang daftar lengkapnya bisa dilihat sendiri di website crowdfunding-nya. Film dokumenter FPS ini direncanakan akan mulai produksinya pada Agustus tahun ini dan akan dirilis pada Desember 2022 mendatang.

Developer Splitgate Tidak Menyangka Gamenya Laris Manis

Di tengah gempuran game-game multiplayer dari beragam developer, mendapat hype dari gamer memang bukan hal yang mudahn. Apalagi bila game baru tersebut datang dari pengembang atau seri yang belum dikenal.

Namun berbeda dengan apa yang terjadi pada game FPS free-to-play terbaru milik 1047 Games, Splitgate. Game yang dideskripsikan sebagai perpaduan antara game “Portal dan Halo” ini mendadak populer dan ramai dimainkan saat open crossplay beta untuk platform konsol.

Padahal game ini sebenarnya telah meluncur di PC sejak Mei 2019 lalu namun jumlah pemainnya hanya sedikit. Ledakan pemainnya terjadi ketika mereka membuka akses crossplay yang membuat setengah juta gamer mengunduh game-nya.

Namun permasalahan muncul ketika jumlah maksimal pemain yang bisa ditampung oleh game mereka hanyalah 65.536 pemain secara bersamaan. Ketika jumlah pemainnya terus melonjak melebihi batas tersebut, 1047 Games mau tidak mau harus menghentikan beta test yang berlangsung.

Dalam cuitan terbarunya, 1047 Games mengatakan bahwa mereka harus menutup sever mereka hingga Selasa ini. Mereka juga meminta maaf bagi para pemain yang tidak banyak bermain.

Mereka juga berterima kasih kepada para pemain yang membuat Splitgate berhasil menjadi game nomor 1 di berbagai platform mulai Steam hingga PlayStation. Pasalnya, lonjakan pemain terjadi tidak hanya di konsol saja namun juga di PC.

Image Credit: 1047 games

Sayangnya tidak dijelaskan apa strategi yang akan diimplementasikan oleh 1047 Games. Mengingat hari Selasa, 27 Juli besok juga bertepatan dengan tanggal peluncuran game-nya di konsol yang beresiko mendatangkan pemain lebih banyak.

Hal tersebut memang menjadi tantangan berat bagi developer 1047 Games. Apalagi mereka juga telah menyatakan bahwa mereka hanyalah tim kecil yang terdiri dari 4 orang. Namun mereka juga menyatakan bahwa mereka telah merekrut back-end engineer tambahan untuk membantu.

Ubisoft Umumkan Game Shooter Free-to-play Terbarunya, Tom Clancy’s XDefiant

Ubisoft akhirnya secara resmi mengumumkan game shooter gratis terbarunya yang terungkap memiliki nama Tom Clancy’s XDefiant. Dari yang mereka tunjukkan di trailer perdananya, keihatannya game ini akan menggunakan formula dari Overwatch dan Call of Duty.

Tom Clancy’s XDefiant akan menjadi game first person shooter (FPS) 6vs6 yang menggunakan karakter-karakter dari semesta Tom Clancy dengan masing-masing keunikannya. Setiap kelas akan memiliki persenjataan dan kemampuan yang berbeda-beda.

Ada empat faksi yang akan masuk ke dalam game ini yaitu Cleaners (Assault), Wolves (Tank), Echelon (Support), dan juga Outcasts (Healer). Sama seperti di Overwatch, nantinya setiap karakter akan memiliki kemampuan dan juga ultra masing-masing.

Uniknya, game ini dideskripsikan sebagai “adu tembak cepat yang dipertemukan dengan mosh pit punk-rock” — yang cukup aneh mengingat game shooter milik Tom Clancy biasanya bertema serius.

Hal ini bahkan diperkuat lewat penjelasan di website-nya yang mengatakan bahwa XDefiant akan mengajak para pemain ke garis depan dari semesta Tom Clancy di lokasi ikonik dalam kekacuan penuh warna.

Pergeseran tema ini pun berlanjut ke dalam gameplay karena Xdeviant terasa lebih kasual dan tidak terlalu taktis seperti game-game Tom Clancy sebelumnya. Gameplay yang ditawarkan dalam game ini lebih mirip Call of Duty lewat map sempit serta adu tembak yang cepat dan intens.

Di website resminya, Ubisoft memastikan ada dua macam game mode untuk XDeviant, yaitu Domination dan Escort. Ubisoft juga menitikberatkan pengalaman game-nya pada kostumisasi karakter, persenjataan, dan juga kombinasi kemampuannya dalam peperangan.

Namun hal ini memang tidak mengejutkan karena XDeviant dikembangkan oleh Ubisoft San Francisco yang dipipimpin oleh Mark Rubin. Mark sendiri sebelumnya bekerja untuk Activision sebagai produser eksekutif dari Call of Duty: Modern Warfare.

Para pemain yang berminat untuk mendaftar playtest-nya bisa langsung mendatangi website resmi XDefiant. Sedangkan game-nya akan hadir untuk platform PC, PlayStation 4, PlayStation 5, Xbox One, Xbox Series X|S, dan juga Stadia dan akan mendukung cross-play. Rencananya XDeviant akan dirilis pada 5 Agustus 2021 mendatang untuk wilayah Amerika dan Kanada saja. Sedangkan wilayah lain akan menyusul.

Activision Blokir Permanen Lebih dari 50 Ribu Cheater Call of Duty: Warzone

Cheat atau cara curang sudah jadi bagian dari video game dari sejak medium hiburan ini diperkenalkan ke publik puluhan tahun lalu. Beberapa permainan memang terlalu sulit untuk sebagian orang, dan penggunaan cheat di mode single-player adalah suatu hal yang bisa diterima. Namun tentu saja cheat diharamkan di multiplayer, terutama ketika ia memberi keuntungan dan keunggulan pada sejumlah oknum di atas pemain lain.

Bagi developer game online, memerangi para cheater ialah sebuah perjuangan yang tak ada habisnya. Ada begitu banyak sistem anti-cheat diciptakan dan diimplementasikan. Beberapa studio juga memberanikan diri untuk mengambil langkah ekstrem dengan resiko kehilangan jumlah pemain secara signifikan. Salah satunya adalah melalui pemblokiran permanen, seperti yang belum lama dilakukan oleh Activision terhadap lebih dari 50 ribu cheater di Call of Duty: Warzone.

Lewat blognya, sang publisher dengan tegas menyampaikan bahwa Call of Duty: Warzone bukanlah tempat bagi cheater dan tidak ada toleransi untuk mereka. Memastikan semuanya bermain adil ialah prioritas utama Activision dan merupakan sebuah aspek yang betul-betul diperhatikan. Meski demikian, sudah pasti Activision tak mau mengungkap metodenya secara gamblang, sebagai upaya buat terus mengejutkan para cheater.

Ada dua pihak yang jadi musuh utama Activision: para pemain curang serta penyedia jasa cheat (umumnya ditawarkan sebagai layanan premium). Dalam membungkam mereka, publisher dan developer mengimplementasikan sejumlah strategi, terutama lewat penyempurnaan sistem keamanan serta pengawasan secara terus menerus.

Activision menugaskan tim keamanan buat bekerja tanpa henti dalam menginvestigasi data serta mengidentifikasi potensi-potensi pelanggaran. Tim ini akan mengulas semua metode hack dan cheat yang dapat mereka temukan, seperti penggunaan aimbot (memungkinkan orang membidik lawan secara otomatis), wallhack (memberi kemampuan untuk melihat atau berjalan menembus tembok), dan lain-lain.

Selain itu, Activision juga terus berusaha menyempurnakan sejumlah sistem in-game demi mempermudah pemain melaporkan dugaan tindak kecurangan, misalnya dengan menyederhanakan user interface. Segala laporan tersebut selanjutnya segera dianalisa dan disaring berdasarkan data. Setelah investigasi selesai, tim akan bergerak cepat buat menjatuhkan pemblokiran pada pelaku pelanggaran.

Activision turut berjanji untuk terus memberi update terkait jumlah cheater yang berhasil diblokir.

“Tidak ada tempat buat para cheater di sini,” tutur Activision sembari menutup pengumuman mereka. “Kami menyadari bahwa tidak ada solusi tunggal dalam memerangi praktek cheating. Ini merupakan usaha yang mesti dilakukan setiap hari, 24 jam selama seminggu penuh. Tapi yakinlah, kami berkomitmen buat menjaga agar pengalaman bermain tetap menyenangkan dan adil bagi semua orang.”

Hero Overwatch Ke-32, Echo, Dibekali Sederet Kemampuan Unik

Di tengah  penantian terhadap sekuel Overwatch, sebagian dari fans mungkin juga merasa cemas. Permainan anyar itu dari awal dirancang agar terintegrasi dengan Overwatch pertama sehingga progres tidak hilang dan gamer di kedua judul dapat bermain bersama di mode PvP. Tapi kita belum tahu akan seperti apa implementasinya serta seberapa efektif strategi ‘menyatukan’ dua permainan ini.

Selain fokus pada pengembangan Overwatch 2, kita tahu developer juga berjanji untuk terus memperkaya konten game yang sudah ada. Di bulan November 2018, Blizzard memublikasikan film animasi singkat berjudul Reunion. Di sana, mereka memperkenalkan dua karakter baru. Tak lama setelah itu, tokoh bernama Ashe bisa dimainkan, namun butuh waktu setahun lebih bagi Echo buat tersedia di game. Padahal, ia sempat muncul di trailer Overwatch 2.

Minggu ini, game director Jeff Kaplan mengabarkan bahwa Echo akhirnya bisa dimainkan. Echo merupakan salah satu hero Overwatch paling unik, dan itu alasannya Blizzard membutuhkan waktu lama buat menggodoknya. Echo sudah dapat dijajal di Public Test Region, tapi sepertinya developer tak ingin buru-buru menghadirkannya di server standar. Kaplan bilang timnya akan segera memodifikasi Echo jika menemukan sesuatu yang bisa merusak keseimbangan permainan.

Berbeda dari dugaan sebelumnya, Echo didesain sebagai hero damage. Namun ia juga menyimpan banyak kemampuan yang membuatnya sangat unik, salah satunya kapabilitas terbang/melayang seperti Pharah atau Mercy. Dan yang paling istimewa adalah skill ultimate bertajuk Replicate. Dengan mengaktifkannya, Echo bisa meniru hero musuh dan dapat mengakses segala kemampuannya (termasuk skill ultimate). Itu berarti Echo memberikan pemain kesempatan luas buat beradaptasi terhadap situasi.

Lewat video, Jeff Kaplan menceritan sedikit latar belakang karakter ini. Echo dibuat oleh seorang peneliti asal Singapura, Dr. Mina Liao, dengan kemampuan mengamati, belajar dan meniru. Liao ialah pakar robotik dan AI, bekerja untuk Omnica Corporation hingga pecahnya krisis Omnic. Ia segera direkrut Overwatch begitu insiden tersebut dimulai, tapi kehilangan nyawanya dalam sebuah serangan.

Sempat mempelajari karakteristik dan kebiasaan Liao, Echo terpaksa dikarantina karena Overwatch khawatir teknologinya dapat disalahgunakan dan seluruh proyek pengembangannya dihentikan. Echo akhirnya diaktifkan kembali oleh Jesse McCree, orang yang tadinya ditugaskan buat melindungi Liao, karena Overwatch butuh bantuan (dapat Anda saksikan di film animasi Reunion).

IMG_20032020_132459_(1000_x_650_pixel)

Jeff Kaplan bilang bahwa ada kemungkinan Echo merupakan hero terakhir yang dirilis untuk Overwatch hingga sekuelnya dilepas. Kronologi peluncuran karakter game belakangan memang sedikit membingungkan: Ocho diperkenalkan bersama Ashe, namun setelah itu Blizzard merilis Baptiste dan Sigma, memposisikan Echo sebagai hero Overwatch ke-32.

Game Battle Royale Call of Duty: Warzone Siap Meluncur Minggu Ini

Call of Duty ialah salah satu franchise shooter populer yang segera merespons meledaknya tren battle royale dengan turut menyediakan mode ini di game-nya. Tidak tanggung-tanggung, last man standing bahkan menggantikan keberadaan campaign single-player di Black Ops 4. Namun kabar baiknya, Activision mengembalikan komposisi permainan seperti semula di reboot Call of Duty: Modern Warfare.

Meski begitu, tak berarti Activision melupakan battle royale begitu saja. Lewat sederetan bocoran, Anda mungkin sempat mendengar rencana sang publisher untuk meluncurkan mode last man standing di Modern Warfare. Dan lewat blog serta trailer, akhirnya Activision mengumumkan Call of Duty: Warzone dan mengungkap segala detail mengenainya. Game disajikan secara standalone dan bisa dinikmati tanpa perlu mengeluarkan uang.

Call of Duty: Warzone menjanjikan pengalaman tempur berskala besar, menawarkan dua pilihan mode: Battle Royale dan Plunder. Battle Royale tentu saja mengusung formula familier, mengadu 150 pemain dalam tim berisi tiga orang untuk jadi regu terahir yang mampu bertahan hidup. Seperti biasa, seiring berjalannya pertandingan, zona eksplorasi akan kian menyusut (kali ini diakibatkan oleh gas beracun).

Meski gameplay Battle Royale terdengar tak asing, developer turut menambahkan twist menarik di sana: ketika seorang karakter tumbang, ia akan dibawa ke Gulag dan diadu dalam pertandingan satu lawan satu. Jika berhasil menang, pemain akan diturunkan kembali ke medan tempur utama.

IMG_10032020_111410_(1000_x_650_pixel)

Di mode Plunder, pemain ditantang untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya; dengan cara menjarah, merebutnya dari musuh, atau menyelesaikan kontrak. ‘Kontrak’ ialah tugas yang bisa Anda aktifkan, misalnya seperti mengumpulkan serta membuka sejumlah peti perbekalan atau mengamankan suatu lokasi – mirip mode Domination. Jika berhasil melakukannya, Anda akan mendapatkan uang dan segala macam perlengkapan.

Di Battle Royale ketika mengumpulkan uang bukanlah keharusan, kita dapat menggunakannya untuk membeli berbagai macam item di Buy Station (ditandai dengan ikon kereta belanja di map) seperti Killstreak, Self-Revive Kit serta Redeploy Token buat mengembalikan anggota regu yang tumbang. Developer juga menyediakan bermacam-macam kendaraan dan menyebarnya di penjuru peta: ATV, SUV, rover, truk serta helikopter.

IMG_10032020_111310_(1000_x_650_pixel)

Sekali lagi, Call of Duty: Warzone bisa dinikmati semua orang tanpa perlu memiliki Modern Warfare. Permainan rencananya akan meluncur di tanggal 10 Maret waktu Pasifik ((itu berarti akan tiba lebih terlambat di Indonesia) di PC via Battle.net, Xbox One dan PlayStation 4. Gamer Modern Warfare sendiri berkesempatan buat mengakses Warzone lebih dulu lewat menu in-game setelah permainan di-update.

Alasan Mengapa Half-Life: Alyx Hanya Disajikan Lewat VR

Menjelang peluncuran Half-Life: Alyx yang jatuh di minggu keempat bulan ini, Valve memublikasikan tiga buah video gameplay baru sembari mendemonstrasikan sejumlah opsi sistem navigasi. Semuanya terlihat kian menjanjikan, tapi keharusan untuk menikmatinya menggunakan perangkat VR sejujurnya memberatkan banyak orang. Padahal bagi studio sebesar Valve, seharusnya tak sulit buat menerjemahkan gameplay berbasis VR ke shooter tradisional.

Lalu mengapa Valve bersikeras untuk menghidangkan Half-Life: Alyx secara eksklusif lewat VR? Apakah langkah ini merupakan upaya mempromosikan Valve Index? Bisa jadi. Penjelasan lebih lengkapnya diungkap oleh Robin Walker dari Valve pada GameInformer dalam wawancara belum lama ini. Singkatnya: Alyx dari awal memang dibangun buat diakses via virtual reality.

IMG_06032020_103351_(1000_x_650_pixel)

Sejak dulu, Valve memang tidak malu-malu menunjukkan ketertarikannya pada VR. Developer sempat membantu HTC dalam menyajikan Vive lewat pengembangan SteamVR, dan pada akhirnya, Valve meluncurkan headset virtual reality mereka sendiri: Index. Anda mungkin juga tahu, begitu HTC Vive mulai dipasarkan, Valve telah menggarap The Lab sebagai upaya memahami VR lebih jauh. Respons pemain terhadap The Lab terbukti positif dan banyak dari mereka yang menginginkan ‘pengalaman gaming AAA’.

IMG_06032020_103402_(1000_x_650_pixel)

Versi purwarupa Half-Life: Alyx pada dasarnya adalah hasil porting Half-Life 2 ke VR. Menurut Valve, ini merupakan cara terbaik untuk mengeksplorasi aspek teknis permainan. Namun developer juga terkejut melihat naturalnya mekanisme Half-Life 2 ketika dinikmati melalui virtual reality, bahkan sebelum mereka mengutak-utik sisi teknis dan melakukan integrasi lebih jauh. VR menyadarkan Valve ada begitu banyak ide yang bisa digarap. Dari sana, dimulailah pengerjaan Half-Life: Alyx.

IMG_06032020_103338_(1000_x_650_pixel)

Meski secara dasar desain Half-Alyx: Alyx berkiblat pada first-person shooter, VR membuat pengalaman bermain jadi lebih unik. Di FPS tradisional, bidikan senjata terkunci pada kamera; sedangkan di virtual reality, kita bisa mengarahkan pistol secara leluasa – seperti di dunia nyata. Selain itu, sensasi membidik senjata secara fisik juga sangat berbeda dari menggunakan keyboard dan mouse.

IMG_06032020_103315_(1000_x_650_pixel)

Berpedoman pada hal ini, Valve kemudian mulai menggodok mekanisme permainan secara lebih luas, termasuk desain level, tempo, skenario pertempuran, hingga menentukan frekuensi pemberian amunisi. Para pemain Half-Life veteran mungkin akan segera merasa familier dengan apa yang Alyx sajikan, namun virtual reality menghidangkan pengalaman berbeda karena ada banyak elemen gameplay baru di sana.

IMG_06032020_103806_(1000_x_650_pixel)

Walaupun digarap sebagai prekuel dari Half-Life 2, narasi Alyx dirancang untuk memperluas jagat Half-Life. Walker bahkan menyarankan kita bermain hingga Episode 2 sebelum memulai petualangan di game anyar ini buat menyegarkan kembali ingatan – terutama terhadap detail-detail kecil.

Kabar baiknya, Robin Walker dan kawan-kawan juga berharap agar Alyx bukanlah proyek Half-Life terakhir yang mereka kerjakan. Beberapa anggota tim sempat berpartisipasi dalam mengembangkan game pertamanya, dan mereka ingin agar seri ini terus berlanjut. Itu berarti, masih ada peluang bagi kita untuk berjumpa dengan Half-Life 3.

Half-Life: Alyx sendiri siap meluncur di tanggal 23 Maret.

18 Tahun Berselang, Halo: Combat Evolved Kembali Meluncur di PC

Ketika pemilik console biasa dimanjakan oleh judul-judul eksklusif, gamer PC tak lagi asing dengan keterlambatan. Versi Windows Red Dead Redemption 2 tersedia setahun lebih setelah permainan mendarat di PS4 dan Xbox One. Kondisi serupa terjadi lagi pada Death Stranding serta Final Fantasy VII remake. Satu dua tahun bukanlah waktu yang lama, karena kadang kami harus menanti sangat lama agar suatu game hadir di PC.

Satu contohnya adalah Halo: Combat Evolved Anniversary sebagai remake dari game Halo pertama yang dilepas 18 tahun silam. Awalnya, edisi Anniversary ini digarap untuk dirilis di Xbox 360 pada tahun 2011, kemudian di-port ke Xbox One di tahun 2014. Dan akhirnya di awal Maret 2020 ini, permainan meluncur di Windows sebagai bagian dari bundel Halo: The Master Chief Collection – menyusul pelepasan Halo: Reach PC Desember kemarin.

Walaupun dua permainan pertama seri ini turut disajikan di Windows, gamer PC tak pernah diberi kesempatan untuk menikmati Halo 3, 4 dan seterusnya. Kabar baiknya, Microsoft memutuskan buat mengubah strategi mereka dalam menyuguhkan konten. Pelan-pelan, tak ada lagi judul eksklusif Xbox. Game-game Xbox mulai berdatangan di PC, bahkan muncul di platform distribusi third-party seperti Steam.

Tentu ada banyak pembaruan yang Xbox Game Studios serta 343 Industries implementasikan pada versi PC Halo: Combat Evolved Anniversary. Game kini siap menyuguhkan resolusi 4K serta frame rate lebih dari 60 per detik, mendukung pemakaian monitor ultra-wide, dan memperkenankan kita buat mengustomisasi setting keyboard serta mouse hingga fitur grafis seperti field of vision. Menariknya lagi, permainan tidak membutuhkan PC high-end agar bisa berjalan lancar.

IMG_04032020_145537_(1000_x_650_pixel)

Dari aspek konten, developer tidak memodifikasi mode single-player maupun multiplayer terlalu jauh. Halo: Combat Evolved Anniversary kembali menyuguhkan 10 misi campaign serta pilihan 19 peta multiplayer. Sistem progres kabarnya turut disempurnakan, dan bagi Anda yang ingin bernostalgia, terdapat fitur buat mengaktifkan grafis lawas ala tahun 2001.

Meski Halo: Reach dirilis sembilan tahun setelah Halo: Combat Evolved, sesuai kronologis cerita, Reach merupakan kisah pembuka seri permainan ini. Baru di Combat Evolved pemain dipertemukan dengan tokoh protagonis Master Chief John-117. Selanjutnya, Xbox Game Studios berencana untuk meluncurkan Halo 2: Anniversary, Halo 3, Halo 3: ODST dan Halo 4 secara berurutan.

Masing-masing permainan Halo edisi remaster ini dapat Anda beli terpisah atau sekaligus via bundel The Master Chief Collection. Game dijajakan di harga yang sangat murah, hanya Rp 70 ribu atau Rp 170 ribu untuk versi koleksinya.

Tiga Gameplay Video Baru Ungkap Fitur-Fitur Unik Half-Life: Alyx

Setelah hampir 13 tahun berlalu, gamer akhirnya bisa kembali bertualang di jagat Half-Life lewat peluncuran permainan terbaru di seri ini. Meski begitu, Half-Life: Alyx memang bukan sekuel yang banyak orang nantikan. Kisah permainan berlangsung sebelum Half-Life 2, dan (sayangnya) ia hanya dapat diakses menggunakan headset virtual reality. Langkah ini kemungkinan besar merupakan upaya Valve mempromosikan VR gaming.

Mendekati hari peluncuran Half-Life: Alyx, tim developer memublikasikan tiga video gameplay baru yang memperlihatkan potongan-potongan kecil permainan. Meski terbilang singkat, ada banyak informasi penting serta detail menarik tersingkap di sana. Kabarnya, Valve tadinya berniat untuk memamerkan video-video ini di ajang The Game Awards 2019, tapi di menit-menit terakhir, mereka memutuskan buat menundanya.

Seperti trailer perdana Half-Life: Alyx, ketiga video kembali mendemonstrasikan level interaksi yang tinggi antara pemain dan dunia game. Permainan mempersilakan kita untuk memanipulasi hampir segala objek. Berbeda dari mayoritas permainan shooter, item-item penting tidak berserakan atau tersimpan rapi. Seringkali mereka tersembunyi dalam wadah atau rak, dan kita perlu menggeledahnya secara cermat demi memastikan tak ada yang terlewat.

Half-Life: Alyx tersaji tanpa UI. Indikator health dan amunisi ditampilkan di sarung tangan kiri dan Anda bisa menyimpan sejumlah item di sarung tangan kanan. Sistem health disuguhkan secara tradisional: Anda hanya dapat mengobati diri di health station. Permainan mempersilakan kita meng-upgrade senjata dengan mengumpulkan ‘resin’, kemudian objek/item bisa diambil langsung atau ‘ditarik’ menggunakan sarung tangan gravitasi.

Menariknya lagi, sejumlah objek yang tampak remeh ternyata sangat berguna. Contohnya: helm proyek bisa menyelamatkan nyawa jika Anda secara tak sengaja terperangkap Barnacle (makhluk berlidah panjang yang menempel di langit-langit bangunan). Video juga menampilkan musuh-musuh familier yang akan Anda hadapi: Headcrab, zombie sampai prajurit Combine. Selain aksi baku tembak, Half-Life: Alyx menantang pemain dengan beragam puzzle.

Salah satu elemen paling krusial yang diperlihatkan Valve di tiga video gameplay ini adalah pilihan metode navigasi atau pergerakan. Half-Life: Alyx menyajikan tiga opsi sistem locomotion: berbasis teleportasi, gerakan natural, atau shift/bergeser secara cepat. Kita dibebaskan untuk menggonta-gantinya di tengah permainan melalui menu options.

Metode teleportasi cocok bagi mereka yang masih awam dengan VR gaming. Opsi ini mempersilakan pemain untuk menunjuk ke mana mereka ingin pergi, lalu game segera mematuhinya. Sesaat, permainan akan menampilkan layar hitam, gunanya ialah buat mengurangi disorientasi. Metode shift tersaji mirip teleportasit, tanpa black screen. Kita bisa melihat pergeseran lokasi secara langsung. Saya pribadi lebih memilih continous movement karena navigasi terasa lebih natural.

Half-Life: Alyx rencananya akan meluncur di PC lewat Steam pada tanggal 23 Maret 2020. Selain Valve Index, game juga dapat dinikmati via Oculus Rift, HTC Vive, Oculus Quest dan headset Windows Mixed Reality.