Opera Tanamkan Layanan VPN Gratis ke Dalam Browser-nya

Hanya sebulan lebih setelah memperkenalkan fitur pemblokir iklan terintegrasi, Opera kini kembali membuat kejutan dengan menyematkan layanan VPN (Virtual Private Network) gratis ke dalam browser besutannya. Sama kasusnya seperti adblocker, ini merupakan pertama kalinya layanan VPN terintegrasi ke dalam browser secara default.

Mayoritas layanan VPN yang tersedia selama ini mewajibkan pengguna untuk membayar biaya berlangganan. Sebagai gantinya, pengguna layanan VPN bisa mengakses internet dengan lebih aman, plus dapat menikmati layanan-layanan hiburan yang belum tersedia di negaranya – seperti ketika Spotify masih belum masuk ke Indonesia.

Menurut data Global Web Index, paling tidak hampir seperempat populasi pengguna internet dunia memakai layanan VPN. Alasan yang paling banyak diberikan adalah untuk mengakses konten hiburan yang lebih baik, namun tidak sedikit juga yang ingin menjaga anonimitas selagi browsing.

Layanan VPN gratis milik browser Opera ini menawarkan fitur-fitur yang biasa ditawarkan layanan VPN berbayar. Utamanya adalah mengganti IP address dengan IP address virtual sehingga situs akan kesulitan melacak lokasi Anda, dan privasi Anda pun jauh lebih terjaga.

Peningkatan keamanan juga akan dirasakan saat mengakses internet via Wi-Fi di kawasan publik. Dan yang terakhir sekaligus paling penting, pengguna bisa mengakses berbagai situs maupun layanan yang belum tersedia di negaranya, atau yang mungkin diblokir atas alasan tertentu.

Layanan VPN gratis ini baru akan singgah ke Opera versi developer terlebih dulu. Belum ada informasi pasti terkait peluncurannya ke versi publik.

Sumber: Opera Blog.

Google Luncurkan Extension Save to Google untuk Chrome dengan Fungsi Mirip Pocket

Raksasa pencarian Google baru-baru ini meluncurkan sebuah fitur baru untuk pengguna browser Chrome. Bernama “Save to Google”, ia merupakan extension resmi yang berfungsi untuk memudahkan pengguna menyimpan konten-konten menarik yang ia jumpai di internet, entah itu gambar, video, artikel, dan lain sebagainya.

Extension ini pada dasarnya akan menjadi pelengkap untuk fitur Bookmark. Semua konten yang disimpan menggunakan Save to Google bisa diakses dengan mengunjungi google.com/save.

Dari situ, pengguna bisa menyortir semua konten yang disimpan berdasarkan tag untuk memudahkan akses di lain waktu. Saat tombol extension ditekan, pengguna pun juga bisa langsung menambahkan tag, dan konten tersebut akan otomatis dikumpulkan menjadi satu sesuai tag-nya masing-masing – anggap tag ini seperti folder.

Semua konten yang disimpan bisa diakses dari google.com/save / Chrome Web Store

Fitur ini juga bisa dianggap sebagai solusi alternatif Google terhadap layanan macam Pocket maupun Instapaper. Pocket, seperti yang kita ketahui, juga mempunyai extension untuk Chrome.

Extension Save to Google saat ini sudah tersedia di Chrome Web Store. Ia kompatibel dengan Windows, Mac, Linux, dan tentu saja Chrome OS. Belum ada keterangan apakah google.com/save bisa diakses dari perangkat mobile; sejauh yang saya coba, tautan ini masih menampilkan keterangan error.

Sumber: OMG Chrome.

Sepi Pengguna, Google Akan Hapus Fitur Chrome App Launcher

Tak hanya dikenal akan kecepatannya, Google Chrome juga dipandang sebagai browser yang mengemas begitu banyak fitur. Namun pada kenyataannya, tidak semua fiturnya bermanfaat bagi para pengguna. Salah satunya adalah Notification Center, dimana Google memutuskan untuk menghapusnya menjelang akhir tahun lalu karena jumlah pengguna yang memakainya sangatlah sedikit.

Kini Google kembali memutuskan untuk memangkas salah satu fitur Chrome yang dinilai kurang populer, yaitu Chrome App Launcher. Anda tidak tahu apa itu Chrome App Launcer? Itulah mengapa Google memutuskan untuk menghapusnya.

Chrome App Launcher pada dasarnya merupakan sebuah icon yang bisa ditempatkan di taskbar atau dock untuk memberikan akses cepat ke beragam aplikasi dalam browser Chrome. Akan tetapi menurut pengakuan Google sendiri, mayoritas pengguna lebih sering mengakses aplikasi langsung dari dalam Chrome.

Dalam beberapa minggu ke depan, launcher ini tak akan lagi tersedia saat pengguna baru meng-install Chrome untuk pertama kalinya. Barulah di bulan Juli, Google akan menghapus semua Chrome App Launcher pada perangkat Windows, Mac OS X maupun Linux yang sudah terlanjur memilikinya. Satu-satunya platform yang masih akan mengemas launcher ini adalah Chrome OS, dimana ia merupakan bagian dari interface utamanya.

Ke depannya, aplikasi-aplikasi Chrome masih bisa diakses dengan mengklik icon Apps di Bookmarks Bar atau mengetikkan “chrome://apps” (tanpa tanda petik) di kolom URL. Namun sepertinya semua pengguna Chrome juga sudah tahu kedua cara ini, sebab sekali lagi hal inilah yang mendasari keputusan Google untuk menghapus Chrome App Launcher.

Sumber: The Verge dan Chromium Blog.

Apa Itu Google Chrome dan Sepenggal Sejarahnya

Google Chrome adalah sebuah aplikasi peramban yang digunakan untuk menjelajah dunia maya seperti halnya Firefox, Opera ataupun Microsoft Edge. Jika Firefox dikembangkan oleh Mozilla, Google Chrome dibuat dan dirancang oleh Google, perusahaan internet terbesar di dunia yang juga empunya Android.

Proyek open source yang digunakan oleh Google disebut Chromium, menggunakan mesin rendering Webkit sampai dengan versi 27 dan dirancang untuk bekerja dengan kecepatan di atas rata-rata namun tetap ringan dijalankan di perangkat desktop dan mobile.

Google_Chrome_icon_(2011).svg

Sejarah Google Chrome

Versi beta pertama Google Chrome lahir pada 2 September 2008, empat setelah berita pertama soal pengembangan aplikasi browser oleh Google merebak. Di versi awal ini Google masih menggunakan mesin rendering Webkit dan baru tersedia untuk perangkat Windows XP. Beberapa bulan mengembara di fase beta, pada 11 Desember 2008 Google resmi merilis Chrome ke publik.

Tak butuh waktu lama bagi Chrome untuk menarik perhatian publik, dan di awal-awal peluncurannya, ia mengklaim 1% pangsa pengguna peramban global, namun jatuh di angka 0,69% pada bulan Oktober 2008. Tapi setelah versi stabilnya dirilis ke publik, tepat di bulan Desember 2008 persentase pengguna Chrome kembali melampuai angka 1%.

Sukses di Windows, Google langsung mengembangkan versi OSX yang dimulai pada awal tahun 2009 dan versi preview pengembangnya dirilis pada 4 Juni di tahun yang sama. Baru di akhir tahun 2009 Google membawa Chrome versi OS X keluar dari fase preview ke versi beta, termasuk untuk versi Linux. Setahun kemudian, pada 25 Mei 2010 Google akhirnya merilis versi stabil yang mendukung semua platform desktop.

Debut dan performa sempurna menjadikan Chrome begitu disukai, bahkan pada Desember 2015 StatCounter memperkirakan aplikasi peramban tersebut sudah diadopsi oleh 58% pengguna desktop. Tak cuma di platform desktop, di ranah mobile Chrome juga mempunyai banyak penggemar. Bila digabungkan antara semua platform yang didukung, Chrome mengantongi 45% pangsa pasar global. Saking populernya, Google bahkan berhasil memperlebar jangkauan Chrome ke ranah lainya dalam wujud Chromecast dan Chrome OS.

Chrome hadir di platform mobile Android pada 7 Februari 2012, kemudian disusul oleh iOS pada 26 Juni di tahun yang sama. Di bulan Juni itu pula Google memboyong Chrome ke Windows 8.

Fitur Utama Google Chrome

Google Chrome membawa sejumlah fitur-fitur unggulan, selain dari fitur standar yang ditemukan di kebanyakan aplikasi peramban ternama. Chrome mendukung di antaranya, Javascript, HTML 5, CSS 2.1, dan sejumlah fitur antara lain private mode, multi tab, berbagai pilihan tema dan ekstensi dan tambahan plugin pihak ketiga, pilihan bahasa, dan beberapa fitur unggulan lain, yang akan dibahas berikutnya.

Keamanan

Demi menjaga keamanan penggunanya, Chrome secara rutin mengunduh berkas terbaru yang berisi daftar phishing dan malware. Bermodalkan fitur tersebut, Chrome akan memberikan peringatan ketika pengguna mengakses salah satunya atau situs yang menyimpan potensi berbahaya.

Masih demi keamanan, Chrome juga dipersenjatai fitur kata sandi utama yang difungsikan untuk melindungi kata sandi yang tersimpan di dalam aplikasi. Misalnya kata sandi internet banking, akun jejaring sosial, email dan layanan berbasis online lainnya.

Kecepatan

Kecepatan menjadi modal paling penting bagi Chrome, faktor ini pulalah yang membuatnya berhasil merangsek menjadi peramban paling populer mengalahkan Firefox dan Internet Explorer yang notabene berkiprah lebih dulu. Chrome menggunakan mesin virtual yang disebut dengan V8 JavaScript, di mana ia terdiri dari generasi kode dinamis dan dua fitur utama lain yang menghasilkan performa di atas rata-rata.

Pengujian kemudian dilakukan oleh SunSpider JavaScript Benchmark pada tahun 2008 yang menemukan bahwa Google Chrome bekerja jauh lebih cepat ketimbang semua kompetitor terdekatnya. Tapi pada tahun 2010 pengujian independen lain menunjukkan Chrome berada satu tingkat di bawah mesin Presto miliki Opera.

Bookmark

Seperti Firefox, Safari dan Microsoft Edge, Chrome juga diperkaya fitur bookmark yang memudahkan pengguna menandai sebuah halaman untuk kemudian disimpan agar mudah ditemukan lagi di waktu mendatang.

Sinkronisasi

Dengan mendaftarkan akun di Chrome, pengguna dapat mengakses berkas bookmark, riwayat jelajah, kata sandi dan pengaturan dari perangkat apapun di manapun.

Chrome Web Store

Chrome Web Store ini berperan seperti layaknya Play Store ataupun App Store di iOS. Di sinilah pengguna peramban Chrome dapat menjumpai berbagai aplikasi pihak ketiga dan juga tema untuk dipasang di aplikasinya. Atau bagi pengembang, mereka dapat menawarkan plugin dan ekstensi buatannya kepada pengguna Chrome.

Terjemahan Otomatis

Integrasi menjadi salah satu keunggulan Google, di mana hampir semua layanan online miliknya terhubung dalam satu jendela. Untuk menambahkan kemampuan terjemahan ini, Google membenamkan kemampuan Google Translate ke Chrome yang diaktifkan secara default atau dimatikan jika dirasa tak memerlukannya.

Application Information Will Show Up Here

 

Referensi WikiPedia, StatCounter, Chrome.

Mari Bereksperimen dengan Musik di Browser Lewat Chrome Music Lab

Sejak diluncurkan di tahun 2009, Chrome Experiments telah menjadi showroom berbagai program interaktif dan artistik yang bisa dinikmati langsung dari sebuah browser. Saat ini sudah ada lebih dari 1.000 proyek yang ditampung Chrome Experiments, baik yang berasal dari tim pengembang Google sendiri maupun pengembang pihak ketiga.

Proyek terbaru Google adalah Chrome Music Lab. Pada dasarnya ini merupakan kumpulan eksperimen menarik yang bisa kita manfaatkan untuk mengeksplorasi dasar-dasar bermusik, dimana kita bisa bermain-main dengan suara, irama, melodi dan masih banyak lagi.

Dijelaskan bahwa semua eksperimen ini diciptakan menggunakan Web Audio API. Mengapa hal ini penting untuk disorot? Karena sifat Web Audio API yang terbuka memungkinkan Google untuk memprogram Chrome Music Lab secara open-source, sehingga pada akhirnya pihak developer luar pun bisa ikut bereksperimen dengannya.

Chrome Music Lab

Namun yang sangat menarik dari Chrome Music Lab adalah, Anda sama sekali tidak perlu menguasai tangga nada untuk bisa mengeksplorasi dasar-dasar bermusik. Salah satu eksperimennya memungkinkan Anda untuk membuat komposisi musik sederhana dengan menggambar sejumlah objek.

Tujuan akhir dari Chrome Music Lab adalah memberikan akses yang lebih mudah bagi pengguna untuk mempelajari dasar-dasar bermusik. Semua eksperimen ini bisa diakses langsung dari browser perangkat desktop ataupun mobile tanpa harus mengunduh extension tambahan terlebih dulu.

Kalau Anda punya waktu luang, silakan kunjungi situs Chrome Music Lab dan mulailah bermain-main dengan berbagai eksperimen yang ada di sana.

Sumber: Chrome Blog.

Opera untuk Komputer Kini Mengusung Fitur Pemblokir Iklan Terintegrasi

Sudah bukan rahasia apabila sebagian besar dari kita menggunakan adblocker pada browser komputer. Selama ini adblocker datang dalam wujud extension, baik di Google Chrome maupun Mozilla Firefox. Namun Opera baru-baru ini mengambil langkah yang cukup mengejutkan dengan menghadirkan adblocker sebagai fitur terintegrasi dari versi developer browser buatannya.

Yup, Anda tidak salah baca, browser Opera untuk perangkat desktop (Windows, Mac OS X dan Linux) kini telah dilengkapi fitur adblocker secara langsung. Anda sama sekali tidak perlu mengunduh extension tambahan untuk bisa memblokir iklan-iklan yang mengganggu dari berbagai situs.

Opera menjelaskan bahwa kelebihan fitur adblocker yang terintegrasi ini dibandingkan yang berwujud extension adalah soal kecepatan. Karena tertanam langsung di dalam engine browser, proses pemblokiran iklan bisa berlangsung lebih cepat dari biasanya.

Opera native adblocker

Seberapa cepat? Hasilnya bisa Anda lihat pada gambar di atas yang merupakan hasil pengujian tim Opera. Di sini bisa kita lihat bahwa peningkatan kecepatannya cukup signifikan dibanding Firefox dan Chrome yang sama-sama menggunakan extension AdBlock Plus.

Pengguna juga bisa membandingkan lama waktu yang dibutuhkan untuk membuka suatu situs dengan atau tanpa fitur adblocker diaktifkan. Secara default, versi developer Opera ini akan mengaktifkan fitur adblocker, tapi pengguna bebas menonaktifkannya kapan saja dengan mengklik icon bergambar tameng di bagian address bar.

Opera native adblocker

Saat adblocker sedang aktif, pengguna juga bisa melihat berapa banyak iklan yang berhasil diblokir di setiap situs yang dibuka, sekaligus total iklan yang sudah diblokir oleh Opera.

Sejauh ini belum ada informasi terkait kapan Opera akan menghadirkan fitur adblocker ini pada versi publik. Namun jika sudah tidak sabar ingin mencoba, Anda bisa mengunduh versi developer-nya dari situs resmi Opera.

Sumber: Opera Blog.

Google Chrome Versi Desktop Bakal Dirombak Tampilannya Mengikuti Konsep Material Design

Hampir dua tahun sejak Google memperkenalkan konsep Material Design lewat Android Lollipop. Akan tetapi hingga kini masih ada salah satu produk populer Google yang belum kebagian jatah dandanan cantik tersebut: Google Chrome.

Pada kenyataannya, Google sebenarnya sudah cukup lama merencanakan pengaplikasian Material Design pada browser Chrome. Namun belakangan ini mereka sepertinya sudah semakin siap untuk merilis Chrome versi desktop yang bercita rasa Material Design.

Chrome Material Design

Apa saja perubahan tampilan yang dibawa konsep Material Design ke Chrome? Banyak. Yang paling mencolok adalah tampilan UI yang lebih menyiku. Tombol ‘hamburger’ di sisi kanan juga berubah menjadi tiga titik vertikal, senada dengan yang ada pada Android.

Material Design juga menitikberatkan pada animasi yang menarik. Maka dari itu, setiap tombol yang diklik pada Google Chrome akan memperlihatkan animasi-animasi tertentu.

Chrome Material Design

Sejumlah icon juga telah berubah desainnya, demikian pula dengan scrolling bar di sisi kanan. Kemudian saat pengguna mengaktifkan mode Incognito, tampilan UI akan berubah menjadi serba hitam.

Chrome Material Design

Untuk menu-menu yang biasanya akan dibuka di sebuah tab baru, seperti Downloads, Extension, Settings dan History, Material Design juga telah merombak tampilannya secara drastis. Kalau diperhatikan, tampilan menu Settings-nya jadi sangat mirip dengan di Android.

Berdasarkan laporan TheNextWeb, perubahan tampilan ke Material Design ini akan terlebih dulu mampir ke Chrome OS. Setelahnya, barulah Material Design akan merambah browser Chrome di Windows, Mac dan Linux lewat update versi 50.

Sumber: TheNextWeb.

Google Rilis Versi Baru Chrome untuk iOS yang Lebih Stabil dan Fitur Data Saver untuk Desktop

Meski di PC saya menggunakan Chrome sebagai browser utama, di iPhone saya masih setia dengan Safari. Mengapa? Sederhana saja, karena Chrome terlalu sering bermasalah. Utamanya adalah aplikasi akan crash tanpa alasan yang jelas.

Namun ini bukan sepenuhnya salah Google, sebab Apple membatasi browser pihak ketiga di iOS agar tidak menggunakan engine rancangannya masing-masing. Dengan kata lain, Chrome maupun browser lainnya di iOS harus memakai engine yang dibuat oleh Apple.

Beruntung sejak iOS 8 Apple telah menyediakan engine baru. Dan dalam versi terbaru Chrome untuk iOS (versi 48), tim pengembang Google telah memanfaatkan engine baru tersebut secara penuh. Hasilnya cukup signifikan; menurut Google, peluang terjadinya crash pada Chrome versi baru ini menurun hingga 70 persen.

Selain jadi lebih stabil, versi baru Chrome untuk iOS juga diyakini punya performa yang lebih cepat, terlebih pada situs-situs yang banyak memakai teknologi JavaScript.

Dalam kesempatan yang sama, Google juga memperkenalkan fitur Data Saver untuk Chrome versi desktop. Sebelumnya, fitur penghemat data cuma bisa dinikmati oleh pengguna perangkat Android maupun iOS.

Chrome Data Saver Extension

Fitur ini memanfaatkan teknologi kompresi yang sama seperti yang diterapkan di versi mobile-nya. Lalu apa keuntungannya buat pengguna? Well, kalau Anda sering men-tether koneksi internet dari smartphone ke laptop lalu dipakai untuk browsing, berkat fitur ini Anda bisa menghemat kuota paket internet yang dimiliki smartphone.

Fitur Data Saver untuk Chrome versi desktop ini sudah bisa dinikmati dengan mengunduh extension-nya melalui Chrome Web Store.

Sumber: Chrome Blog. Gambar header: Google Chrome app icon via Shutterstock.

Versi Baru Opera Mini untuk Android Bawa Dukungan 90 Bahasa

Selain tentunya ketersediaan koneksi, faktor apa lagi yang menjadi penghalang terbesar meluasnya adopsi internet? Menurut data tim analis McKinsey, jawabannya adalah kemampuan berbahasa. Karena tidak menguasai bahasa Inggris, pengguna jadi kesulitan mengakses beragam konten di internet, dan ini banyak terjadi di negara-negara berkembang.

Sebagai penyedia browser yang populer di negara-negara berkembang – Opera Mini – Opera pun menyadari akan dibutuhkannya dukungan bahasa yang lebih luas. Maka dari itu, dalam update pertama Opera Mini untuk Android di tahun 2016 ini, Opera telah menghadirkan dukungan 90 bahasa yang berbeda.

Sebelum ini, tampilan bahasa pada Opera Mini akan disesuaikan dengan bahasa yang digunakan oleh sistem operasi. Dalam versi terbarunya, Opera Mini memberikan kebebasan bagi para pengguna untuk memilih satu dari 90 bahasa yang tersedia. Pada menu pengaturan, bahasa paling umum yang digunakan di suatu negara akan muncul di urutan pertama.

Di Indonesia, Opera Mini bahkan telah berencana untuk menambahkan bahasa Jawa, Sunda, Batak maupun bahasa daerah lainnya ke depannya, apalagi setelah mendapat tanggapan positif dari para pengguna melalui media sosial. Dukungan bahasa ini mencakup seluruh bagian Opera Mini, hingga ke tampilan antarmukanya.

Bersamaan dengan itu, Opera Mini versi baru ini juga menghadirkan fitur pendeteksi sekaligus pembuat kode QR, memungkinkan pengguna untuk memindai kode QR dengan kamera ponsel untuk langsung melihat konten yang diinginkan. Fitur pembuat kode QR sendiri berguna ketika pengguna hendak membagikan tautan kepada rekan yang ada di sekitarnya.

Lebih lanjut, versi terbaru Opera Mini juga menjanjikan performa download yang lebih stabil dan cepat. Buat pengguna Opera Mini di Android, silakan unduh versi terbarunya langsung dari Google Play.

Teknologi Ad Blocking Milik Brave Browser Untungkan Pengunjung Sekaligus Pemilik Website

Browsing tanpa diganggu iklan itu memang enak. Tapi ingat, konten yang bisa kita nikmati tidak akan seberagam ini seandainya semua orang tanpa terkecuali menggunakan ad blocker. Karena seperti yang kita tahu, iklan merupakan salah satu sumber pemasukan bagi sang pembuat konten.

Jadi pada dasarnya dibutuhkan solusi lain yang bisa menguntungkan kedua belah pihak, baik sang pemilik website maupun pengguna. Artinya, pengguna tidak akan dibuat frustasi oleh iklan yang berjibun, tapi di saat yang sama pemilik website masih bisa mendapat pemasukan dari sejumlah iklan yang ditampilkan yang sifatnya tidak terlalu mengganggu.

Berangkat dari visi tersebut, salah satu pendiri Mozilla, Brendan Eich, membentuk startup baru bernama Brave Software. Produk perdananya adalah sebuah browser untuk desktop maupun mobile yang dilengkapi teknologi ad blocking pintar hasil pengembangannya sendiri.

Dijuluki Brave Browser, ia akan memastikan pengguna bisa mendapat pengalaman browsing yang terbaik dengan jumlah iklan yang sangat minimal. Jadi bukannya tidak ada iklan sama sekali, namun tetap bakal ada beberapa yang mereka nilai bermanfaat di mata pengunjung website sekaligus tidak ‘membunuh’ sumber pemasukan pemilik website begitu saja.

Pada dasarnya konsep yang ditawarkan Brave ini mirip seperti program Acceptable Ads yang dijalankan Adblock Plus, dimana sejumlah iklan masih akan diizinkan tampil. Namun sepertinya Brave masih lebih agresif soal ini, dimana mereka menegaskan bahwa programmatic ads – iklan yang biasanya ‘mengejar-ngejar’ pengguna berdasarkan browsing history-nya – dijamin akan sirna sepenuhnya.

Brave dikembangkan dengan menggunakan Chromium – versi open source dari Chrome – sebagai dasarnya. Dengan kata lain, performanya cukup bisa ditandingkan dengan browser lain yang populer saat ini. Ad blocking sendiri terbukti bisa meningkatkan performa, dan Brave tak segan mendemonstrasikannya lewat video di bawah.

Untuk sekarang, Brave Browser masih sedang dalam tahap beta, dimana sejumlah fitur seperti Bookmark dan Download Manager masih belum tersedia. Nantinya setelah sudah siap, Brave akan dirilis untuk Windows, OS X, Linux, Android dan iOS.

Sumber: TheNextWeb dan VentureBeat. Gambar header: Ad blocker via Shutterstock.