Nielsen: Marvel’s Avengers dan Spider-Man: Miles Morales Jadi Game Paling Dinanti

Nielsen merilis laporan tentang game-game yang peluncurannya paling dinanti tahun ini. Tiga game yang paling ditunggu-tunggu tahun ini adalah Marvel’s Avengers, Call of Duty: Black Ops – Cold War, dan Spider-Man: Miles Morales. Laporan Nielsen ini didasarkan pada survei pada lebih dari 6.000 gamers.

Selain pandemi COVID-19, salah satu masalah yang dihadapi oleh publisher game tahun ini adalah tanggal peluncuran PlayStation 5 dan Xbox Series X yang belum pasti. Hal ini membuat para publisher enggan untuk mengumumkan tanggal peluncuran dari game-game baru mereka.

Marvel’s Avengers, game action RPG dari Square Enix, jadi salah satu game yang paling ditunggu-tunggu. Popularitas game ini terdongkrak berkat kesuksesan film Avengers. Namun, popularitas film Avengers juga sempat menjadi senjata makan tuan. Pasalnya, para fans jadi membandingkan game Marvel’s Avengers dengan film Avengers.

Para fans sempat protes karena desain karakter-karakter dalam game tak mirip dengan tampilan dalam film. Square Enix lalu merombak desain para karakter. Selain itu, mereka juga melakukan beta test. Dan sekarang, Nielsen mengungkap, para fans menjadi semakin menanti peluncuran Marvel’s Avengers.

game paling dinanti
Call of Duty: Black Ops – Cold War jadi salah satu game paling dinanti.

Selain Marvel’s Avengers, Call of Duty: Black Ops – Cold War menjadi game yang paling ditunggu-tunggu. Biasanya, Activision merilis game Call of Duty baru pada musim semi atau sekitar April-Juni. Namun, mereka baru mengumumkan Call of Duty: Black Ops – Cold War pada akhir Agustus. Sebagai sub-brand dari Call of Duty, Black Ops sebenarnya tak terlalu populer di kalangan gamer. Namun, banyak orang yang penasaran bagaimana Call of Duty: Black Ops – Cold War akan terintegrasi dengan game battle royale Call of Duty: Warzone.

Beberapa game multiplatform lain yang peluncurannya dinanti antara lain Cyberpunk 2077, Assassin’s Creed: Valhalla, FIFA 21, NBA 2K21, Crash Bandicoot 4: It’s About Time, Star Wars: Squadrons, dan Planet Coaster: Console Edition, menurut laporan VentureBeat.

Sementara itu, salah satu game PC yang paling dinanti adalah World of Warcraft: Shadowland dari Blizzard. Beberapa game PC lain yang juga ditunggu-tunggu adalah Crusader Kings III, Baldur’s Gate III, dan Serious Sam 4. Sayangnya, untuk game-game khusus PlayStation 5, banyak publisher yang belum mengumumkan tanggal peluncuranpasti dari game mereka. Namun, menurut laporan Nielsen, ada tiga game PS5 yang paling dinanti, yaitu Gran Turismo 7, Demon’s Souls, dan 13 Sentinels: Aegis Rim.

Jika dibandingkan dengan game-game lain, 13 Sentinels: Aegis Rim dari Atlus merupakan game yang menargetkan pasar niche. Meskipun begitu, para gamer PS4 yang sudah mengenal game itu sangat menanti-nanti peluncuran game tersebut.

Sama seperti publisher game untuk PlayStation, publisher game Xbox juga belum mengumumkan tanggal pasti peluncuran game mereka. Namun, salah satu game Xbox yang ditunggu-tunggu adalah CrossFireX, versi porting dari CrossFire, game first-person shooter buatan developer Korea Selatan. Selain itu, Halo: Infinite juga menjadi salah satu game yang paling dinanti. Namun, peluncuran game tersebut ditunda hingga 2021.

Sisa Pertandingan Call of Duty League Akan Digelar Online

Sudah enam bulan lebih Call of Duty League berjalan. Dimulai sejak Januari 2020 lalu, liga ini berjalan dengan cukup baik, dan menorehkan jumlah penonton yang cukup memuaskan, walaupun sedang dalam situasi pandemi COVID-19. Namun demikian, menghadapi keadaan ini, perubahan tetap harus dilakukan.

Salah satunya adalah perubahan dari format offline ke online untuk gelaran Playoff yang direncanakan hadir sekitar bulan Agustus 2020. Sampai saat ini masih tersisa dua Regular Season Call of Duty League yaitu: New York Home Series yang diselenggarakan 10-12 juli, London Home Series yang diselenggarakan 17-19 Juli, dan Toronto Home Series yang diselenggarakan 24-26 Juli 2020. Lebih jelas soal perubahaan format, Call of Duty League menuliskan sebuah pengumuman lewat sebuah blog post:

“Karena risiko COVID-19 yang masih berlanjut, dan prioritas kami adalah melindungi keamanan bagi para tim, pemain, staf liga, dan personil dari partner, maka sisa jadwal Call of Duty League akan diselenggarakan secara online. Keputusan ini dibuat dengan sangat hati-hati, komunikasi, dan pertimbangan setelah melalui berbagai diskusi yang panjang.”

Call of Duty League 2020 Season 2020-02-09 / Photo: Robert Paul for Activision Blizzard
Walau meniadakan pengalaman menonton yang menyenangkan, namun format online jadi sesuatu yang perlu dilakukan selama situasi pandemi COVID-19 ini.| Call of Duty League 2020 Season 2020-02-09 / Photo: Robert Paul for Activision Blizzard

Lebih lanjut, blog post tersebut juga menjelaskan bagaimana pihak penyelenggara menjaga integritas turnamen walau ada perubahan format. Dijelaskan bahwa penyelenggara liga akan memberikan setup kamera universal yang akan aktif selama pertandingan. Kamera tersebut digunakan untuk memudahkan panitia liga untuk memeriksa konsol, joystick, dan monitor para peserta.

Berhubung Call of Duty League diikuti oleh tim asal Amerika Utara dan Eropa, maka dari itu akan ada kebijakan memilih server untuk peserta yang bertanding selama format pertandingan online berjalan. Nantinya peserta bertanding diberikan 3 opsi server (dari total 9 server yang dimiliki). Dari 3 opsi tersebut, peserta bertanding diperkenankan menguji, dan memilih server terbaik untuk digunakan dalam pertandingan.

Sumber: Call of Duty League Official
Sumber: Call of Duty League Official

Terakhir, pihak panitia juga menjelaskan bahwa mereka akan menambah jumlah staf di berbagai lini, baik untuk urusan produksi, teknis, ataupun panitia lainnya. Dijelaskan bahwa hal ini merka lakukan agar tim penyelenggara Call of Duty League selalu siaga untuk menangani berbagai masalah dan isu yang dapat terjadi selama gelaran online berjalan.

Memang ada tantangan tersendiri bagi penyelenggara turnamen selama situasi pandemi COVID-19 terjadi. Ketika format pertandingan berubah bentuk menjadi online, harus ada penyesuaian pada beberapa bagian, seperti penyesuaian untuk menjaga integritas turnamen, dan penyesuaian konten agar tetap menghibur penonton dan memuaskan para sponsor.

Sony PlayStation 5 akan Berdampak Besar ke Dunia Esports

Sony baru saja meluncurkan PlayStation 5 dan memperkenalkan banyak game untuk konsol tersebut. Peluncuran PlayStation 5 tentu akan memberikan dampak besar pada industri game. Keberadaan konsol next-gen tersebut juga akan memengaruhi dunia esports. Pasalnya, ada sejumlah game esports yang memang dimainkan di konsol.

Beberapa tahun lalu, Sony menjalin kerja sama dengan Activision sehingga semua pertandingan dalam Call of Duty League hanya menggunakan PlayStation 4. Memang, pada awalnya, sempat adalah masalah teknis. Namun, setelah masalah itu diatasi, PlayStation 4 berhasil menjadi platform yang stabil untuk kompetisi Call of Duty. Di masa depan, Call of Duty League juga tampaknya masih akan dimainkan di PlayStation. Dan seperti yang disebutkan oleh Forbes, tidak tertutup kemungkinan, Sony akan memperpanjang kerja samanya dengan Activision untuk mencakup PlayStation 5.

playstation 5 esports
Controller dari Sony PlayStation 5.

Jika Sony ingin agar Call of Duty League hanya menggunakan PlayStation, salah satu hal yang harus mereka perhatikan adalah soal controller. Saat CDL menggunakan controller Bluetooth dari PS4, hal ini menyebabkan masalah koneksi karena pada hari pertandingan, ada ratusan controller yang terhubung ke PS4. Pada akhirnya, controller harus dihubungkan ke konsol menggunakan kabel buatan pihak ketiga. Jika Sony ingin PS5 menjadi konsol utama untuk pertandingan esports, mereka harus mempertimbangkan penggunaan controller berkabel.

Selain Call of Duty, game-game olahraga seperti FIFA, NBA, dan Madden juga dimainkan di konsol. Hanya saja, kompetisi dari game-game ini biasanya diadakan di Xbox dan PlayStation. Dengan peluncuran PlayStation 5, kemungkinan, hal itu tidak akan berubah. Namun, jika Sony bisa menjalin kerja sama dengan publisher salah satu game tersebut sehingga pertandingan game itu hanya diadakan di PlayStation, hal ini bisa menarik publisher lain untuk melakukan kolaborasi yang sama. Untuk merealisasikan hal itu, lagi-lagi Sony harus memastikan bahwa controller dari PS5 memang nyaman digunakan. Mereka juga bisa bekerja sama dengan pihak ketiga untuk membuat controller PS5, yang cukup sering digunakan oleh para pemain profesional.

Selama ini, konsol PlayStation memang sudah digunakan di sejumlah kompetisi esports. Ke depan, pertandingan esports dari game-game seperti Call of Duty dan FIFA juga masih akan menggunakan PlayStation. Namun, akan menarik jika ada game PS5 yang sama sekali baru yang menjadi sebuah game esports.

Q1 2020, Pemasukan Activision Blizzard Naik Berkat Call of Duty

Activision Blizzard baru saja mengumumkan laporan keuangan untuk Q1 2020. Total sales mencapai US$1,52 miliar, naik 21 persen dari US$1,26 miliar pada Q1 2019. Franchise Call of Duty menjadi salah satu alasan di balik naiknya pendapatan Activision Blizzard. Total penjualan Call of Duty: Modern Warfare, yang dirilis pada September 2019, telah melampaui game Call of Duty lainnya dalam periode yang sama.

Pada Maret 2020, Activision Blizzard merilis Call of Duty: Warzone, game battle royale yang bisa dimainkan gratis. Waktu peluncuran game tersebut bersamaan dengan keputusan pemerintah Amerika Serikat untuk melakukan lockdown. Dalam waktu satu bulan, Warzone telah diunduh sebanyak 50 juta kali. Sekarang, angka itu naik menjadi 60 juta. Memang, di tengah pandemik virus corona, game-game shooter justru menjadi semakin populer.

“Saya rasa, dengan keadaan seperti sekarang — banyaknya pengangguran dan ekonomi yang tidak stabil — meluncurkan mobile game gratis adalah cara mudah untuk menumbuhkan jumlah pemain,” kata CEO Activision Blizzard, Bobby Kotick pada CNN Business. Selain franchise Call of Duty, Activision Blizzard juga diuntungkan oleh keberadaan game online World of Warcraft dan Overwatch. Mereka juga mendapatkan untung dari Candy Crush Saga buatan King. Jadi, tidak heran jika keuangan Activision Blizzard pada kuartal pertama tahun ini justru lebih baik dari perkiraan analis.

Activision blizzard Q1 2020
CEO Activision Blizzard, Bobby Koltick. | Sumber: Hollywood Reporter

Ke depan, Activision Blizzard menduga bahwa mereka masih akan merasakan dampak kesuksesan peluncuran Call of Duty. Mereka juga memperkirakan, para fans akan menjadi semakin aktif berinteraksi karena lockdown kemungkinan masih akan berlanjut. Namun, pandemik corona juga bisa menyebabkan berbagai masalah, seperti melemahnya ekonomi global, meningkatnya jumlah pengangguran, dan dampak negatif lainnya. Meskipun begitu, sejauh ini, Activision tidak memiliki rencana untuk mengubah jadwal peluncuran produk barunya, menurut laporan VentureBeat.

Salah satu dampak buruk pandemik COVID-19 pada Activision Blizzard adalah turunnya pendapatan dari iklan digital. Industri esports juga dirugikan karena banyaknya turnamen yang dibatalkan. Walaupun begitu, Kotick percaya, ini tidak akan memberikan dampak besar pada keuangan perusahaan. Dia bahkan optimistis, divisi esports dari Activision Blizzard justur akan berkembang.

“Kami masih dapat menyajikan konten esports… Kami akan melanjutkan musim pertandingan,” kata Kotick. “Tidak ada yang tahu kapan kompetisi olahraga akan bisa kembali diselenggarakan. Saat ini, esports adalah satu-satunya konten yang bisa orang-orang tonton. Saya pikir, ini justru menaikkan nilai hak siar. Saya merasa, ini juga akan menarik lebih banyak sponsor dan lebih banyak penonton.”

Dalam pernyataan resmi, Activision Blizzard menjelaskan bahwa para pekerjanya telah mulai bekerja dari rumah sejak pertengahan Maret 2020. Mereka juga menanggung biaya tes dan pengobatan dari karyawan dan keluarga yang terkena COVID-19. Mereka mengatakan, para pekerja bisa melakukan tugasnya secara digital. Sayangnya, bagi sebagian pekerja, ini membuat tugas mereka menjadi semakin rumit.

Bagaimana FaZe Clan Menyatukan Gaming, Esports, dan Gaya Hidup Glamor Ala Selebriti

Sebagai sebuah industri baru, tak heran jika banyak entitas di ekosistem esports mencoba ini dan itu agar dapat menemukan formula sukses yang tepat. Kompetisi mungkin jadi satu hal utama jika kita bicara soal esports. Bagaimanapun, industri esports tumbuh besar dari kompetisi, sejak dari zaman laga adu skor di zaman dahulu hingga menjadi sebuah kompetisi global di zaman sekarang.

Seiring berkembangnya zaman, esports lama-lama tidak lagi kaku, jadi bukan soal kompetisi saja. Kompetisi dan segala hal yang terlibat di dalamnya menjadi begitu menarik diperbincangkan menjadi konten, tak lupa suguhan infotainment atau bahkan gosip juga menjadi bumbu penyedap dari kompetisi yang panas.

Selain dua hal tersebut, hal menarik yang mungkin masih belum banyak disentuh oleh entitas bisnis esports adalah nilai jualnya sebagai gaya hidup. Dari banyak organisasi esports di dunia, FaZe Clan menjadi salah satu yang bergeliat cukup kencang dalam menyatukan antara kultur gaming, kompetisi, dan gaya hidup.

Dan semua itu berawal dari komunitas Call of Duty di Amerika Serikat

360 no Scope, Vlogging, dan FaZe Clan

Bagi Anda pemain game FPS, Anda mungkin sudah cukup familiar dengan istilah 360 no scope. 360 no scope diibarat jenis gaya dalam lompatan skateboard. Dalam game FPS, 360 no scope dilakukan dengan cara melompat, memutar badan 360 derajat, lalu menembak musuh dengan menggunakan senapan jenis sniper tanpa menggunakan scope atau kekeran.

Mengutip dari salah satu situs yang mendokumentasikan berbagai budaya populer di internet, asal muasal 360 no Scope adalah dari komunitas Call of Duty 4 lewat pemain bernama zzirGrizz. Trik gerakan tersebut pertama menyeruak pada 11 Oktober 2008, ketika seorang pengguna YouTube bernama Devin LaBrie mengunggah video montage permainan zzirGrizz, dan menamainya sebagai top 10 no scopes of all time.

Setelah itu, istilah ini jadi populer setelah seorang pengguna YouTube bernama nomercysoldier0 mengunggah permainannya di Call of Duty: Modern Warfare 2 yang viral karena berhasil mendapatkan 2,1 juta view dan 7300 komentar dalam 4 tahun pertama.

Lalu apa urusannya 360 no scope dengan FaZe Clan? Setelah trickshot 360 no scope menjadi budaya di komunitas Call of Duty, semua orang akhirnya berusaha melakukan hal tersebut.

Sampai pada akhirnya, 30 Mei 2010, terciptalah FaZe Sniping, sebuah clan Call of Duty yang diciptakan oleh 3 pemain yaitu Eric Rivera (CLipZ), Jeff Emann (House Cat), dan Ben Christenen (Ressistance). Trio pemain tersebut menjadi dikenal banyak orang karena melakukan inovasi dalam melakukan trickshot, apalagi mereka bisa dibilang sebagai salah satu yang pertama dalam melakukan trickshot sebagai satu tim.

Mulai saat itu, FaZe rutin menciptakan montage atau rekaman hasil dari permainan yang mereka lakukan dalam satu seri video YouTube yang mereka beri nama ILLCAMS. Konten demi konten diciptakan sampai akhirnya FaZe Clan menjadi satu kelompok yang banyak dikenal di komunitas Call of Duty. Setelah beberapa saat, FaZe Clan menjadi semakin populer, apalagi ketika mereka mulai merekrut sosok-sosok trickshotter kenamaan di komunitas Call of Duty untuk bergabung ke dalam tim.

Setelah beberapa episode ILLCAMS, muncul sosok Thomas Oliveira atau dikenal dengan nama Temperrr. Tak banyak yang diketahui dari sosok Temperrr sebelum diperkenalkan FaZe. Tapi satu yang pasti, sosok ini seakan menjadi magnet bagi para penggemar FaZe. Ketika diperkenalkan pertama kali pada 2 Agustus 2010 lalu, Temperrr berhasil menyedot 1,5 juta view.

FaZe Temperr sendiri bisa dibilang merupakan salah satu dari founding member dari Faze Clan, sosok ini mungkin bisa dibilang menjadi salah satu yang terpenting dari perkembangan FaZe. Lompat beberapa tahun ke depan, FaZe kembali menghadirkan member baru yang membuatnya menjadi semakin melejit. Dia adalah Richard Bengston, sosok selebriti gaming yang juga dikenal sebagai FaZe Banks.

Banks pertama kali diperkenalkan pada 25 Maret 2013. Ketika itu, ia bergabung sebagai bagian dari pelaku konten trickshot milik FaZe Clan saja. Sampai pada Februari 2014, Temperrr dan Banks melakukan konten face reveal, seraya mengumumkan bahwa Banks akan pindah tinggal bersama Temperrr untuk membuat lebih banyak konten video.

Setelah kurang lebih 4 tahun FaZe Clan menghujani internet dengan konten trickshot super keren, kini mereka mulai berevolusi. “Kami adalah gamers pertama yang benar-benar menunjukkan wajah kami di internet.” ucap Temperrr kepada New York Times. Sejak saat itu, FaZe Clan mulai menyertakan wajah mereka pada konten gameplay. Tak hanya itu, para anggotanya mulai melakukan vlogging dan menunjukkan kehidupan sehari-hari mereka yang tidak ada hubungannya dengan gaming.

“Orang-orang menyukai hal itu (konten vlogging). Orang-orang pasti ingin tahu kegiatan di luar dari sekadar gameplay kami. Mereka main COD setiap hari tapi mereka juga harus melihat bagaimana gaya hidup kami dan bagaimana kami adalah bocah-bocah keren.” Ucap Banks dalam artikel New York Times tulisan Taylor Lorenz yang terbit 17 November 2019 lalu.

Terjun ke Dunia Kompetitif Call of Duty dan Dominasi di Skena CS:GO

Trickshot, vlog, dan tren sudah ada di dalam nadi FaZe Clan sejak lama. Namun esports dan dunia kompetitif jadi hal baru bagi FaZe Clan. Sementara konten trickshot dan vlogging kehidupan gamers masih berlanjut, mereka menjajaki dunia kompetitif Call of Duty dan menciptakan satu rivalitas paling panas di skena tersebut, yaitu antara FaZe Clan dengan Optic Gaming.

Kedua tim ini merintis kehidupannya dengan cara yang kurang lebih sama, membuat konten Call of Duty dan menjadikan konten mereka sebagai ruang menuju popularitas untuk para pemainnya. FaZe dan Optic menjadi nama yang gaungnya paling besar di skena Call of Duty, ibarat EVOS dan RRQ di skena MLBB lokal Indonesia.

FaZe memulai dari turnamen-turnamen kecil. Debut mereka untuk turnamen besar adalah di tahun 2013, lewat game Call of Duty Black Ops II. Mereka beberapa kali ikut kompetisi kasta utama Call of Duty, Major League Gaming (MLG). Sayang pada tahun itu mereka belum mendapat prestasi terbaik.

Mereka harus puas berada di peringkat 5 pada MLG Spring Championship kalah oleh Optic Gaming. Tim ini pun mengalami roster shuffle besar-besaran, yang berujung kepada kegagalan-kegagalan mencapai posisi yang lebih baik di turnamen-turnamen berikutnya.

Perjuangan jatuh-bangun tersebut terus berlanjut hingga pada tahun 2014 mereka mendapatkan pemain bernama ACHES. Pemain ini kerap kali dianggap sebagai musuh besar Optic Gaming, karena ia berkali-kali berhasil membuat Optic tertunduk. Bertanding pada MLG Columbus Open di tahun 2014, mereka berhasil mendapat angin segar dengan melaju mulus di upper-bracket.

Memasuki hari kedua pertandingan, bencana terjadi. Tangan ACHES terluka entah karena apa, membuatnya harus berada di rumah sakit semalaman. Walaupun begitu ACHES memutuskan untuk tetap bertanding. Tentu saja kemalangan ini membuat FaZe kesulitan, sehingga mereka terpaksa turun ke lower-bracket. Namun demikian, mereka berhasil bangkit sampai akhirnya di babak final bertemu dengan Optic Gaming dan memenangkan dua kali pertandingan best-of-5.

Kemenangan ini membuat mereka menjadi tim yang disegani dalam skena Call of Duty. Bahkan sekarang nama FaZe masih menjadi bagian dari skena kompetitif di Call of Duty League, dengan nama Atlanta FaZe.

Sampai saat ini, FaZe Clan masih menjadi nama yang dominan di skena Call of Duty. Sumber: Atlanta Faze Official Media
Sampai saat ini, FaZe Clan masih menjadi nama yang dominan di skena Call of Duty. Sumber: Atlanta Faze Official Media

Sejak saat itu, rivalitas antara FaZe dengan Optic jadi semakin keras karena keduanya sama-sama semakin kuat. Sempat mengalami badai roster shuffle lagi, namun FaZe kembali mendapatkan momentum kemenangan di tahun 2015. Mereka berhasil memenangkan UMG Dalls 2015, Gfinity Summer Championship, dan MLG Season 3 Playoff. Kemenangan ini berhasil membuat nama FaZe Clan semakin gemilang di skena Call of Duty.

Satu tahun setelah menjadi nama yang dominan di skena Call of Duty, FaZe mulai coba mengembangkan sayap ke skena kompetitif lain. Ciri khas mereka tetap sama, yaitu game FPS. 2 Maret 2016, FaZe mengumumkan roster CS:GO mereka, hasil akuissi dari tim G2 Esports yang berisikan Maikel Bill (Maikelele), Havard Nygaard (Rain), Ricardo Pachecho (Fox), Joakim Myrbostad (Jkaem), dan Philip Aistrup (Aizy).

Roster ini dikabarkan dibeli dengan harga US$700.000 (sekitar Rp10 miliar) dari G2 Esports. Akuisisi ini membuat mereka disebut sebagai roster termahal sepanjang sejarah CS:GO menurut Dot Esports. Walau demikian, mereka memulai tahun pertamanya dengan cukup berat.

Mengutip catatan liquidpedia, performa mereka kurang memuaskan untuk sebuah roster termahal sepanjang sejarah CS:GO. Pada debut awal, mereka berkali-kali terhenti di peringkat 12. Malah mereka sempat gugur di fase grup dengan catatan menang-kalah 0-2 dalam gelaran DreamHack Masters Malmo 2016.

Belajar dari pengalaman di skena Call of Duty, FaZe jadi dikenal sebagai tim yang punya tangan dingin. Mengalami rentetan performa kurang memuaskan selama 2016, FaZe menjadi tim yang tidak takut untuk membongkar roster demi mendapat performa yang lebih baik.

Oktober 2016 mereka memasukkan Finn Andersen (Kariggan), mantan in-game leader Astralis, yang telah lama dibangkucadangkan karena rentetan hasil buruk yang ia dapatkan. Perekrutan ini segera memancing polemik, karena terlihat janggal, namun dianggap pergerakan yang mantap karena dirasa bisa memberi leadership ke dalam tim.

Masuk tahun 2017, roster shuffle kembali terjadi, Karrigan bertahan. Sampai satu yang cukup mencengangkan adalah ketika mereka mengambil The Bosnian Beast, Nikola Kovac (Niko). Perekrutan ini menunjukkan intensi FaZe, bahwa mereka ingin menang dan tidak takut untuk bayar mahal.

2017 segera menjadi tahun keemasan bagi CS:GO FaZe Clan. Mereka berhasil memenangkan beberapa turnamen besar seperti ESL One: NewYork 2017, ELEAGUE CS:GO Premier 2017, dan bahkan sempat kalahkan Astralis jadi juara StarLadder Season 3. Dengan resep yang kurang lebih sama seperti mereka mendominasi Call of Duty, zaman keemasan FaZe Clan di 2017 berhasil membawa brand mereka menjadi nama yang vokal di skena CS:GO. Bahkan hingga kini, Rain, Niko, Olofmeister, Coldzera, dan Broky masih menjadi tim yang keras di berbagai kompetisi CS:GO kelas dunia.

Kemunculan Fortnite, Tfue, dan Ekspansi Global FaZe Clan

Masih pada tahun 2017, Fortnite rilis di pasaran. Setelah game utama mereka Fortnite: Save the World rilis di bulan Juli 2017 , Fortnite Battle Royale yang bersifat free-to-play rilis di September 2017. Punya grafis kartun yang keren, game shooter yang mengedepankan kreativitas dalam bermain dan jadi ruang pamer gaya — selain pamer kemampuan — Fortnite seakan menjadi panggilan bagi FaZe Clan.

Game ini mungkin seperti membawa FaZe kembali ke zaman Call of Duty, saat mengalahkan musuh dengan trickshot kembali populer. Apalagi pada zaman itu Twitch semakin populer sebagai poros platform konten streaming bagi gamer, membuat FaZe seperti menemukan rumah barunya; ketika gaming, personality, dan reality television menjadi satu wadah.

Mereka mencoba mengulang formula kesuksesan mereka di Call of Duty, menang di kompetitif, tampil keren di berbagai konten. Maka dari itu, di Fortnite, mereka mengambil sebuah tim yang bisa berkompetisi tetapi tetap menjadi selebriti internet lewat konten streaming yang mereka sajikan.

Turner Tenney atau sosok yang lebih dikenal dengan alias Tfue menjadi ujung tombak bagi FaZe untuk memperkuat brand mereka di Fortnite. Namun FaZe di Fortnite bukan hanya Tfue saja. Mereka juga memiliki segudang streamer yang direkrut membawa nama FaZe termasuk salah satunya adalah seorang perempuan tuna rungu berusia 13 tahun bernama Soleil Wheeler yang juga dikenal sebagai FaZe Ewok.

Sumber: The Verge
FaZe Ewok, perempuan tuna rungu berusia 13 tahun yang menjadi streamer untuk game Fortnite. Sumber: The Verge

Nama FaZe muncul di mana-mana lewat berbagai bagian Fortnite, baik secara kompetitif, streaming, termasuk konten-konten yang mengedepankan personality yang jadi ciri khas FaZe Clan. Segera FaZe menjadi organisasi yang terdepan di Fortnite, kembali mengamankan statusnya sebagai organisasi paling dominan di dalam skena ini, seperti FaZe di Call of Duty dahulu kala.

Tapi tak lengkap rasanya jika FaZe cuma bisa tampil bergaya, tanpa unjuk gigi kemampuan. Hal ini mereka tunjukkan lewat gelaran Fall Skirmish, yang diselenggarakan pada Twitch Con 2018.

Ketika itu FaZe Clan diwakili oleh Tfue dan Dennis Lepore (Cloak), dua pemain yang tidak hanya mahir dalam bergaya, tapi juga dianggap sebagai dua yang terbaik di dalam skena. Bertanding dalam enam ronde, Tfue dan Cloak berhasil tampil dengan sangat dominan, membawa mereka memenangkan hadiah sebesar US$500.000 (sekitar Rp7,5 miliar).

Sumber: Dexerto
Cloak (kiri) bersama Tfue (kanan). Sumber: Dexerto

Kemenangan tersebut semakin memperkuat nama FaZe Clan di Fortnite, sampai akhirnya skandal Tfue mencuat ke permukaan. Mei 2019 Tfue menggugat FaZe Clan dengan tuduhan mengambil 80 persen pendapatan dan memaksa dirinya untuk berjudi dan minum-minuman keras saat usianya masih di bawah batas usia legal.

Dalam skandal tersebut pengacara Tfue mengatakan kepada Holywood Reporter bahwa Tenney beberapa kali dipaksa untuk melakukan stunts yang berbahaya demi konten video. “Pada salah satu video, Tenney menderita cedera berat pada tangannya saat bermain skateboard yang mengakibatkan cacat fisik permanen.” Ucap Bryan Freedman, pengacara Tfue ketika itu.

Tuntutan tersebut akhirnya dituntut balik oleh FaZe Clan, karena mereka merasa tidak pernah mengambil pendapatan milik Tfue. “Kami cuma menerima US$60.000 saja dari kerja sama ini, sementara Tfue bisa menerima sampai jutaan dolar AS sebagai anggota dari FaZe Clan.” Ucap FaZe Clan dalam sebuah pernyataan. Sampai saat ini, kasus tersebut belum diketahui bagaimana akhirnya. Namun satu yang pasti, Tfue meninggalkan FaZe sejak saat itu.

Namun kasus tadi tidak menghentikan FaZe Clan untuk melakukan ekspansi global. Game shooter populer selalu menjadi tempat terbaik bagi FaZe untuk berkembang. Setelah awal 2017 mereka mulai meniti karir di skena PUBG, pada Januari 2020, mereka melakukan ekspansi yang cukup jauh dengan mengambil tim PUBG Mobile asal Thailand bernama Bulshark untuk menjadi bagian dari FaZe.

Ekspansi FaZe tidak berhenti sampai di situ saja, setelah mendapatkan banyak kesuksesan di skena gaming, kini mereka mulai menjajah lahan lainnya.

Petarung di Dunia Gaming Kompetitif, Gaya Hidup Glamor Ala Selebriti

Tampil keren di depan khalayak memang sudah berada dalam nadi FaZe Clan sejak mereka memenuhi YouTube lewat konten trickshot Call of Duty yang penuh gaya. Menjadi raja dunia gaming kompetitif, tampil lewat konten game yang menarik, dan memamerkan personalita gamer keren telah menjadi rumus jitu bagi FaZe Clan untuk bertahan dan menjadi sebesar seperti sekarang.

Memang itu adalah strategi unik, yang tak banyak dilakukan oleh organisasi esports lain. Lee Trink yang menjabat sebagai CEO FaZe Clan bahkan sesumbar kepada New York Times dengan mengatakan bahwa perusahaan seperti FaZe Clan itu memang belum pernah ada sebelumnya. Lebih lanjut, Lee Trink menjelaskan FaZe ibarat gabungan tim olahraga American Football Dallas Cowboys, brand Hypebeast Supreme, dan reality show ala MTV.

Klaim tersebut memang benar adanya. FaZe Clan berkompetisi di berbagai ranah esports dan menjadi juara di beberapa skena layaknya sebuah tim olahraga. Reality show menjadi santapan bagi penggemar setia yang menonton channel YouTube FaZe Clan, termasuk konten vlogging yang memamerkan gaya hidup glamor ala selebriti. Gaya hidup glamor tersebut juga turun ke fashion, lewat merchandise dan kolaborasi brand yang mereka lakukan.

The Verge bahkan mengatakan bahwa FaZe Clan ibarat Supreme nya esports. Satu perbedaannya mungkin hanya soal dari mana kedua brand ini berasal, Supreme tumbuh dari budaya skateboard, sementara FaZe tumbuh dari budaya gaming. Sejak 2018, FaZe terus menggandeng sosok selebriti.

Desember 2018, mereka menggandeng rapper Lil Yachty. Menggunakan alias FaZe Boat, Lil Yachty menjadi bagian dari daftar kreator konten di FaZe Clan. Pada masa itu mereka juga membuka ronde investasi seri A, yang segera menarik berbagai selebriti berinvestasi kepada mereka seperti rapper Ray J dan DJ Paul, pebasket Meyers Leonard, dan Josh Hart.

Salah satu yang terbesar mungkin adalah pada Agustus 2019, saat rapper Offset mengucurkan investasi yang angkanya tidak disebutkan kepada FaZe Clan. Lee Trink CEO Faze ketika itu semakin mempertegas posisi FaZe Clan yang bukan hanya sekadar brand gaming atau esports, tetapi juga ingin memimpin transformasi budaya lewat gaming dan esports.

Sumber: Esports Insider
Sumber: Esports Insider

“FaZe Clan kini berkembang melampaui gaming dan esports, kami memimpin transformasi budaya juga dunia entertainment. Offset melambangkan generasi baru, pemimpin yang mengerti akan pergerakan budaya tersebut. FaZe Clan kini sedang mendefinisikan ulang arti dari menjadi brand ikonik di dunia hiburan. Bekerja sama dengan Offset akan menjadi langkah berikutnya untuk maju di masa depan. Dengan ini kami tidak hanya akan mendominasi ranah gaming kompetitif, tetap kami juga akan menciptakan trend dalam hal konten, merchandise, brand partnership, dan lebih jauh lagi.”

Kolaborasi FaZe Clan begitu agresif di tahun 2019, terutama pada ranah non-gaming. Dari sisi fashion mereka sempat berkolaborasi dengan sportswear Champion, Kappa, dan berbagai brand fashion lainnya. Mereka juga berkolaborasi dengan Manchester City, untuk kolaborasi dalam hal konten dan juga melakukan co-branded untuk menciptakan jersey Manchester City x FaZe Clan.

FaZe Banks menggunakan kolaborasi terbaru antara FaZe Clan dengan NFL. Sumber: PRNewswire
FaZe Banks menggunakan kolaborasi terbaru antara FaZe Clan dengan NFL. Sumber: PRNewswire

Mereka juga berkolaborasi dengan asosiasi American Football, NFL. Kolaborasi ini dilakukan untuk menciptakan merchandise bertemakan NFL x FaZe Clan dan konten seputar putaran pertama dari NFL Draft atau bursa transfer di dalam American Football. Karena kolaborasi agresif ini, mereka juga mendapatkan investasi dari pebisnis industri musik, Jimmy Iovine dan platform merchandising NTWRK. Hal itu tentu akan semakin memperkuat posisi FaZe Clan di ranah merchandising. Sebagaimana dinyatakan Lee Trink bahwa investasi tersebut akan digunakan oleh mereka untuk memperkuat posisinya di bidang bisnis apparel dan merchandising.

Tapi, ternyata ide gila Faze Clan untuk terus berkembang tidak berhenti sampai situ saja. Setelah konten dan merchandising, perkembangan selanjutnya adalah televisi. Pada 29 April lalu mereka mengumumkan kerja sama dengan platform Sugar23 milik sutradara Michael Sugar, untuk membuat FaZe Studios yang akan menjadi pusat produksi film dan serial televisi baru.

Berawal dari konten trickshot, FaZe Clan berkembang ke ranah esports, selebriti internet, dan merchandising. FaZe Clan berkembang begitu besar sampai menjajah berbagai ranah industri hiburan. Perjalanan ini memberikan kita pelajaran bagaimana visi untuk tampil keren di hadapan orang banyak, telah membawa FaZe Clan dari sekadar gamers yang nerd, menjadi brand glamor yang menjadi simbol budaya bagi anak muda.

COD League Chicago Home Series Ditonton 85 Ribu Orang

Gelaran Call of Duty League memang menjadi fenomena tersendiri, terutama di Amerika Serikat. Antusiasme terhadap Call of Duty League terlihat tinggi, bahkan sampai menarik perhatian aktor pemeran Killmonger lawan Black Panther, Michael B. Jordan. Tak hanya itu, gelaran ini juga mendapatkan antusiasmenya secara online.

Merupakan gelaran Home Series kedua yang diselenggarakan secara online Call of Duty League Chicago Home Series ternyata menarik perhatian banyak gamers, dan mencatatkan 85 ribu orang jumlah penonton terbanyak dalam satu waktu. Ini merupakan peningkatan yang cukup terasa. Terakhir kali, pada Los Angeles Home Series, Call of Duty League hanya mencatatkan 66 ribu orang penonton terbanyak dalam satu waktu.

Tuan rumah pertandingan Call of Duty League Chicago Home Series ini adalah tim Chicago Huntsmen, yang saat ini menduduki peringkat 2 klasemen keseluruhan Call of Duty League. Seharusnya diselenggarakan dengan format kandang tandang, pertandingan diubah menjadi format online karena kekhawatiran terhadap pandemi COVID-19.

Dalam Call of Duty Chicago Home Series, pertandingan yang mendapat jumlah penonton terbanyak tersebut adalah pertandingan hari ketiga di babak Final Bracket antara Chicago Huntsmen melawan Dallas Empire. Walau sang tuan rumah akhirnya harus mengakui kehebatan Dallas Empire setelah kalah 3-0, namun para penonton tetap antusias menyaksikan pertandingan tersebut.

Pertandingan antara Chicago Huntsmen vs Dallas Empire yang kerap dianggal sebagai el clasico skena Call of Duty jadi pertandingan paling banyak ditonton. Sumber: Dexerto
Chicago Huntsmen vs Dallas Empire kerap dianggal sebagai el clasico skena Call of Duty. Pertandingan ini jadi yang banyak ditonton pada CDL Chicago Home Series. Sumber: Dexerto

Dengan durasi tayangan selama 21, Call of Duty Chicago Home Series berhasil mengantongi 993.294 jam tontonan. Jumlah penonton Call of Duty League terbilang cukup fluktuatif, setelah 6 kali pertandingan berlangsung. Saat peluncuran pertama, jumlah penonton rata-rata cuma sebanyak 49 ribu orang saja, namun pertandingan Atlanta Home Series berhasil mencatatkan jumlah rata-rata penonton terbanyak sejauh ini, sebanyak 54.107 penonton.

Jika kita melihat ke belakang, dua pertandingan sebelumnya mencatatkan jumlah penonton rata-rata yang lebih rendah dibanding dengan Chicago Home Series. Yang terendah adalah pada saat Call of Duty Dallas Home Series, dengan jumlah penonton rata-rata sebanyak 28.911 orang. Sementara Los Angeles Home Series masih mencatatkan jumlah penonton rata-rata sebanyak 38.553 orang.

Pertandingan Call of Duty League berlanjut 8 – 10 Mei 2020 mendatang. Bertajuk Florida Home Series, tuan rumah pertandingan ini adalah Florida Mutineers, tim yang saat ini menduduki peringkat 5.

Sempat Ditunda Karena Corona, Call of Duty League Kembali Diadakan Pada 10 April 2020

Setelah sempat tertunda akibat pandemik virus corona, Call of Duty League (CDL) akan kembali digelar secara online pada 10-12 April 2020. Liga yang merupakan bagian dari Home Series ini akan berlangsung selama tiga hari. Pada hari pertama, akan diadakan group stage. Sementara babak knockout dan semifinal akan diadakan pada hari kedua, Sabtu, 11 April 2020. Pada hari terakhir, Minggu, 12 April 2020, akan digelar pertandingan final.

“Saya memiliki pengalaman bekerja di NFL selama bertahun-tahun. Saya tahu bagaimana olahraga bisa membuat orang-orang menjadi kembali bersemangat,” kata Johanna Faries, Commissioner, Call of Duty Esports, Activision Blizzard, seperti dikutip dari GamesBeat. “Tidak ada seorang pun yang senang dengan keadaan sekarang. Tapi, inilah kondisi yang harus kita hadapi. Kami bersukur karena Call of Duty League tetap bisa diselenggarakan dan menawarkan pertandingan yang menarik bagi fans yang kini sangat memerlukan hiburan.”

Activision Blizzard baru mulai mengadakan Call of Duty League pada tahun ini. Menggunakan model franchise, CDL diikuti oleh 12 tim dari 4 negara. Sama seperti Overwatch League, CDL menggunakan sistem kandang-tandang. Pada akhir pekan, sebuah tim CDL seharusnya menyelenggarakan turnamen Home Series. Kali ini, Dallas Empire seharusnya menjadi tuan rumah, lapor The Esports Observer. Namun, karena pandemik virus corona, maka Activision Blizzard memutuskan untuk mengadakan semua pertandingan CDL secara online. Mereka juga telah menyesuaikan jadwal dari CDL Home Series tahun ini.

call of duty league corona
Jadwal pertandingan Home Series dari Call of Duty League. | Sumber: Activision Blizzard

Dalam setiap turnamen Home Series, hanya 8 dari 12 tim yang akan berlaga. Kali ini, 8 tim yang ikut serta antara lain Chicago Huntsmen, Dallas Empire, Florida Mutineers, Los Angeles Guerrillas, Minnesota Rokkr, Paris Legion, Seattle Surge dan Toronto Ultra. Di setiap turnamen Home Series, semua tim akan mendapatkan poin berdasarkan performa mereka sepanjang kompetisi. Pada akhir musim, poin yang didapatkan masing-masing tim akan diakumulasikan. Poin ini akan digunakan untuk menentukan tim-tim yang lolos ke CDL Championship.

Meskipun Call of Duty League akhirnya dapat kembali diselenggarakan, ada kekhawatiran bahwa pertandingan tidak akan berjalan lancar. Salah satu masalah yang mungkin terjadi adalah latensi server atau para pemain yang terputus dari server. Masalah ini sempat terjadi dalam pertandingan eksibisi antara London Royal Ravens dan Florida Mutineers serta Paris Legion dan Los Angeles Guerrilas. Untuk mengantisipasi hal ini, Call of Duty League mengatakan bahwa mereka tengah menguji beberapa server baru di Amerika Serikat.

Selain Call of Duty League, Call of Duty Challengers dan City Circuits juga akan digelar secara online. Menurut laporan ESPN, Activision Blizzard juga berencana untuk mengadakan lima turnamen Challengers tambahan. Masing-masing dari turnamen itu akan menawarkan total hadiah sebesar US$50 ribu.

Activision Blokir Permanen Lebih dari 50 Ribu Cheater Call of Duty: Warzone

Cheat atau cara curang sudah jadi bagian dari video game dari sejak medium hiburan ini diperkenalkan ke publik puluhan tahun lalu. Beberapa permainan memang terlalu sulit untuk sebagian orang, dan penggunaan cheat di mode single-player adalah suatu hal yang bisa diterima. Namun tentu saja cheat diharamkan di multiplayer, terutama ketika ia memberi keuntungan dan keunggulan pada sejumlah oknum di atas pemain lain.

Bagi developer game online, memerangi para cheater ialah sebuah perjuangan yang tak ada habisnya. Ada begitu banyak sistem anti-cheat diciptakan dan diimplementasikan. Beberapa studio juga memberanikan diri untuk mengambil langkah ekstrem dengan resiko kehilangan jumlah pemain secara signifikan. Salah satunya adalah melalui pemblokiran permanen, seperti yang belum lama dilakukan oleh Activision terhadap lebih dari 50 ribu cheater di Call of Duty: Warzone.

Lewat blognya, sang publisher dengan tegas menyampaikan bahwa Call of Duty: Warzone bukanlah tempat bagi cheater dan tidak ada toleransi untuk mereka. Memastikan semuanya bermain adil ialah prioritas utama Activision dan merupakan sebuah aspek yang betul-betul diperhatikan. Meski demikian, sudah pasti Activision tak mau mengungkap metodenya secara gamblang, sebagai upaya buat terus mengejutkan para cheater.

Ada dua pihak yang jadi musuh utama Activision: para pemain curang serta penyedia jasa cheat (umumnya ditawarkan sebagai layanan premium). Dalam membungkam mereka, publisher dan developer mengimplementasikan sejumlah strategi, terutama lewat penyempurnaan sistem keamanan serta pengawasan secara terus menerus.

Activision menugaskan tim keamanan buat bekerja tanpa henti dalam menginvestigasi data serta mengidentifikasi potensi-potensi pelanggaran. Tim ini akan mengulas semua metode hack dan cheat yang dapat mereka temukan, seperti penggunaan aimbot (memungkinkan orang membidik lawan secara otomatis), wallhack (memberi kemampuan untuk melihat atau berjalan menembus tembok), dan lain-lain.

Selain itu, Activision juga terus berusaha menyempurnakan sejumlah sistem in-game demi mempermudah pemain melaporkan dugaan tindak kecurangan, misalnya dengan menyederhanakan user interface. Segala laporan tersebut selanjutnya segera dianalisa dan disaring berdasarkan data. Setelah investigasi selesai, tim akan bergerak cepat buat menjatuhkan pemblokiran pada pelaku pelanggaran.

Activision turut berjanji untuk terus memberi update terkait jumlah cheater yang berhasil diblokir.

“Tidak ada tempat buat para cheater di sini,” tutur Activision sembari menutup pengumuman mereka. “Kami menyadari bahwa tidak ada solusi tunggal dalam memerangi praktek cheating. Ini merupakan usaha yang mesti dilakukan setiap hari, 24 jam selama seminggu penuh. Tapi yakinlah, kami berkomitmen buat menjaga agar pengalaman bermain tetap menyenangkan dan adil bagi semua orang.”

Aktor Michael B. Jordan dan Todd Gurley Tampil di Call of Duty League dan Menceritakan Kecintaan Mereka Terhadap Esports

Aktor Michael B. Jordan dan Running Back dari Los Angeles Rams yaitu Todd Gurley hadir di acara Call of Duty League. Acara homestand L.A. Guerillas ini berjalan di tanggal 9 Maret 2020 yang memperlihatkan kepiawaian mereka berdua dalam bermain Call of Duty. L.A Guerillas adalah milik Kroenke Sports & Entertainment, grup yang juga memiliki Los Angeles Rams tempat Todd Gurley bermain. Dalam sesi wawancara dengan ESPN Esports, Todd Gurley bercerita, “ketika saya tidak sedang bermain di NFL, saya selalu bermain Call of Duty. Saya memiliki group chat untuk bermain bersama teman-teman.” Ia berusaha untuk membuktikan kalau dirinya memang mencintai Call of Duty.

Michael B. Jordan memutuskan untuk berinvestasi di indusri esports pada akhir tahun lalu. Ia mengucurkan dana ke Andbox yang saat itu memiliki tim Call of Duty New York Subliners dan tim Overwatch New York Excelsior. Michael B. Jordan yang berasal dari New York tertarik dengan perusahaan dari kota yang sama. Andbox dimiliki oleh Chief Operating Officer dari New York Mets yaitu Scott Wilpon.

Michael B. Jordan berkata, “saya bukanlah orang yang hanya menunggu hasil. Saya harus memiliki passion untuk menjalaninya. Call of Duty, apabila orang mengenal saya, mereka tahu kalau saya sangat mencintai game ini.” Hal ini tidak sama dengan para selebriti lain yang hanya menaruh uang di esports dan hanya menunggu uangnya bekerja. Michael B. Jordan berkata ia ingin belajar banyak hal di Andbox untuk kemungkinan investasi lain di masa depan. “Saya sudah bermain Call of Duty sejak lama. Dan kali ini saya resmi berada di dalam liganya. Saya harus terjun ke dalam dan hal ini menjadi kegiatan sehari-hari saya.”

Michael B. Jordan merasa ia terjun ke esports di saat yang tepat. Ia menyebutkan bahwa Call of Duty Home Series sebagai hal yang baru. “Pengalaman ini adalah hal baru. Pertama kalinya kami memperkenalkan hal ini ke dunia. Maka kami ingin memastikan semua hal bisa diterima dengan baik. Dan kami memberikan impresi pertama yang bagus. Tidak ada keraguan dari saya kalau Call of Duty League ini akan semakin berkembang di setiap tahunnya.”

Sama seperti Michael B.Jordan, Todd Gurley juga tertarik untuk berinvestasi di esports. Todd Gurley berkata bahwa ia baru saja berdiskusi dengan pengacaranya untuk membahas kemungkinan ini. “Saya sangat tertarik dengan hal ini. Saya ingin belajar lebih banyak lagi tentang investasi ini.”

Jumlah Rata-Rata Penonton Call of Duty League LA Home Series Capai 38 Ribu Orang

Call of Duty League Los Angeles Home Series diadakan pada 7-8 Maret 2020 lalu. Turnamen tersebut diselenggarakan di Shrine Auditorium dan Expo Hall dengan OpTic Gaming Los Angeles dan Los Angeles Guerrillas sebagai tuan rumah. Tim Dallas Empire keluar sebagai juara setelah mengalahkan Minnesota Rokkr di babak final. Menurut data dari Esports Charts, pada puncaknya, jumlah penonton dari LA Home Series mencapai 66 ribu orang. Sementara jumlah rata-rata penonton sepanjang turnamen mencapai 38 ribu orang.

Pertandingan final antara Dallas Empire dan Minnesota Rokkr menjadi pertandingan yang paling banyak ditonton dengan jumlah penonton mencapai 66.951 orang. Pertandingan kedua dengan jumlah penonton terbanyak adalah antara Atlanta FaZe dan Minnesota Rokkr dengan jumlah penonton mencapai 63.730 orang pada puncaknya. Sementara pertandingan dengan jumlah penonton terbanyak ketiga adalah antara OpTic dan Dallas, yang memiliki 58.038 orang penonton. Ketiga pertandingan dengan jumlah penonton terbanyak ini berlangsung pada hari kedua turnamen LA Home Series.

Call of Duty League LA home series
Jumlah penonton dari pertandingan CDL LA Home Series. | Sumber: Esports Charts

LA Home Series menggunakan format yang sama dengan turnamen CDL Home Series lainnya. Turnamen yang berlangsung selama dua hari itu diikuti oleh delapan tim, yang dibagi menjadi dua grup. Pada hari pertama, Sabtu, 7 Maret 2020, delapan tim yang ikut serta akan berlaga dalam group stage. Dari sini, empat tim akan tersingkir, sementara empat tim pemenang akan maju untuk bertanding pada hari kedua. Pada hari Minggu, 8 Maret 2020, empat tim yang tersisa akan bertanding menggunakan format single elimination.

Pertandingan pertama mempertemukan Empire dengan OpTic, sementara pertandingan kedua mempertemukan FaZe dengan Rokkr. Walau diperkirakan akan kalah, Rokkr berhasil menang dari FaZe. Rokkr lalu bertemu dengan Empire di babak final. Empire berhasil keluar sebagai juara dengan skor 3-2.

Jika dibandingkan dengan jumlah penonton dari CDL Home Series sebelum ini, LA Home Series memiliki jumlah penonton yang lebih sedikit. Sebagai perbandingan, jumlah penonton London Home Series mencapai 111 ribu orang pada puncaknya. Menurut Dot Esports, salah satu alasan mengapa jumlah penonton LA Home Series lebih sedikit adalah karena turnamen tersebut tidak diikuti oleh Chicago Huntsmen. Memang, Huntsmen merupakan salah satu tim unggulan. Tim tersebut kini duduk di peringkat satu bersama Atlanta FaZe. Keduanya memiliki 90 poin CDL dengan 8 kemenangan dan 1 kekalahan.

Sumber header:  Ben Pursell/Activision-Blizzard Entertainment via ESPN