Jepang Punya SMA Esports, Capcom Cup 2021 Dibatalkan Karena COVID-19

Minggu lalu, Capcom dengan berat hati mengumumkan bahwa mereka akan membatalkan Capcom Cup 2021. Sementara itu, Riot Games mengungkap rencana mereka tentang skena esports dari Wild Rift pada tahun 2022. Pada minggu lalu, G2 Esports juga meluncurkan sebuah lagu, yang menjadi tandari masuknya mereka ke industri musik. Dan Team Vitality mendapatkan investasi, yang akan digunakan untuk mengembangkan bakat para pemain esports.

Jepang Buat SMA Esports Pertama

Jepang bakal punya sekolah yang mengkhususkan diri untuk mengajarkan esports. Dinamai Esports Koutou Gakuin alias “SMA Esports”, sekolah itu akan mulai beroperasi pada April 2022. Menurut laporan Kotaku, sekolah tersebut berlokasi di Shibuya, Tokyo, Jepang. SMA Esports ini didanai oleh divisi esports dari perusahaan telekomunikasi Jepang, NTT dan Tokyo Verdy Esports, organisasi esports milik tim sepak bola profesional Jepang.

Para murid yang mendaftarkan diri di SMA Esports akan mendapatkan akses ke 40 gaming PC, yaitu Galleria XA7C-R37, yang menggunakan Intel Core i7-11700 dan NVIDIA GeForce RTX 3070. Siswa dari SMA Esports akan mengasah kemampuan mereka dalam memainkan game-game esports dari berbagai genre, seperti FPS, third-person shooter, strategi, atau MOBA. Walau dinamai SMA Esports, sekolah itu juga tetap mengajarkan kurikulum standar SMA di Jepang.

Capcom Cup 2021 Diganti oleh Acara Season Final

Sepanjang 2021, Capcom mengadakan kompetisi esports secara online. Meskipun begitu, mereka tetap memutuskan untuk membatalkan Capcom Cup 2021, yang rencananya bakal diadakan pada Februari 2022. Alasannya adalah karena munculnya varian Omicron. Untuk menggantikan Capcom Cup 2021, Capcom akan menggelar acara season final. Kompetisi itu akan diikuti oleh para pemain yang telah lolos kualifikasi untuk bermain di Capcom Cup VIII.

Menurut laporan Dot Esports, kali ini adalah kedua kalinya Capcom Cup dibatalkan karena COVID-19. Kemungkinan, turnamen pengganti dari Capcom Cup akan memiliki format regional seperti Capcom Pro Tour Season Final 2020, yang menjadi pengganti dari Capcom Cup 2020.

Tahun Ini, Riot Bakal Gelar 8 Liga Regional dan 1 Turnamen Global untuk Wild Rift

Minggu lalu, Riot Games mengumumkan rencana mereka terkait skena esports dari Wild Rift untuk tahun ini. Sepanjang 2022, Riot akan mengadakan delapan liga regional untuk Wild Rift. Selain itu, mereka juga akan menggelar turnamen Wild Rift global pertama. Kompetisi global itu akan diadakan di Eropa pada musim panas 2022. Turnamen yang dinamai Wild Rift Icons Global Championship itu akan mengadu 24 tim Wild Rift terbaik dari seluruh dunia, lapor Esports Insider.

Sementara itu, delapan liga regional untuk Wild Rift yang akan Riot adakan antara lain:

  • Wild Rift Champions Korea
  • Wild Rift League China
  • Wild Rift Champions SEA
  • Wild Rift Cup Japan
  • Wild Rift Championship EMEA
  • Wild Rift North America Series
  • Wild Rift Latinoamerica Open
  • Wild Tour Brasil

Rilis Lagu, G2 Esports Masuki Industri Musik

Organisasi esports asal Eropa, G2 Esports, resmi memasuki industri musik dengan meluncurkan lagu pertamanya, “Our Way”. Lagu ber-genre power metal itu akan diluncurkan di bawah label rekaman baru G2. Pendiri dan CEO G2, Carlos “ocelote” Rodriguez juga ikut turun tangan dalam pembuatan lagu tersebut. G2 mengatakan, dalam beberapa tahun ke depan, mereka akan meluncurkan banyak lagu lain.

G2 baru saja merilis single baru.

“Epic Power Metal adalah genre favorit saya,” kata Rodriguez, seperti dikutip dari Esports Insider. “Saya tidak peduli apakah genre itu sesuai dengan selera market atau tidak. Sama seperti hal-hal lain yang kami lakukan, kami membuat lagu ini sesuai hati kami. 20G2 akan jadi tahun kami.”

Team Vitality Dapat Investasi EUR50 Juta, Digunakan untuk Buat Tim Super

Organisasi asal Prancis, Team Vitality mengumumkan bahwa mereka baru saja mendapatkan dana investasi sebesar EUR50 juta dari esports venture fund, Rewired.gg. Modal itu akan dikucurkan secara bertahap selama tiga tahun ke depan, seperti yang disebutkan oleh Esports Insider. Vitality menyebutkan, dana yang mereka dapatkan tersebut akan mereka gunakan untuk membangun tim yang tangguh. Memang, Vitality punya rencana untuk membuat “tim Eropa super”.

Sebagai bagian dari investasi ini, Vitality telah menandatangani kontrak dengan tiga mantan pemain Counter-Strike: Global Offensive dari Astralis, yaitu Peter ‘dupreeh’ Rasmussen and Emil ‘magisk’ Reif dan pelatih Danny ‘zonic’ Sørensen. Sebelum ini, Vitality juga telah mengungkap roster tim League of Legends mereka. Dua di antaranya adalah mid-laner dari Cloud9, Luka ‘Perkz’ Perković dan mantan pemain MAD Lions, Matyáš ‘Carzzy’ Orság.

Film Reboot Resident Evil Akhirnya Tunjukkan Tampilan Karakter Utamanya

Reboot dari film layar lebar Resident Evil memang sangat dinanti oleh para fans dari seluruh dunia. Bagaimana tidak, harapan untuk melihat semesta Resident Evil yang lebih akurat dengan game-nya di layar lebar tentunya menjadi mimpi dari semua fans Resident Evil.

Kehadiran Welcome to Raccon City, yang merupakan judul baru dari film Resident Evil, memang kini dinanti-nanti oleh para fans. Dan kabar baiknya, Sony merilis beberapa foto resmi dari filmnya lewat IGN yang menunjukkan karakter-karakter ikonik dalam video game-nya.

Credits: Sony Pictures

Ada tiga foto yang dirilis oleh Sony, yang pertama adalah foto dari dua karakter ikonik dari seri Resident Evil 2 yaitu Leon S. Kennedy yang diperankan Avan Jogia dan juga Claire Redfield yang diperankan Kaya Scodelario. Foto tersebut menunjukkan kedua karakter tersebut tengah berada di lorong bawah tanah.

Yang patut diapresiasi adalah baik karakter Leon maupun Claire menggunakan kostum yang sangat mirip dengan yang mereka gunakan dalam game-nya, terutama pada versi remake. Namun, banyak fans yang bertanya-tanya dengan keputusan gaya rambut pada kedua karakter ikonik ini. Apalagi Leon ditampilkan berambut panjang serta berkumis dan memiliki jenggot.

Credits: Sony Pictures

Gambar selanjutnya menampilan Tim Alpha dari S.T.A.R.S yang tengah menyerbu Spencer State Mansion. Dalam foto tersebut terlihat Albert Wesker yang diperankan Tom Hopper (kiri), Richard Aiken (Chad Rook), Jill Valentine (Hannah John-Kamen), dan juga Chris Redfield (Robbie Amell). Para fans juga mempertanyakan foto satu ini karena tim Alpha yang harusnya diisi oleh Barry Burton namun malah digantikan oleh Richard Aiken.

Untuk kostum dari keempat anggota S.T.A.R.S. ini Chris mungkin menjadi yang paling akurat dengan tampilan karakternya di game pertama Resident Evil. Sedangkan ketiga karakter lainnya mengalami perubahan dan juga penyesuaian dengan para pemerannya.

Credits: Sony Pictures

Sedangkan foto terakhir menampilkan salah satu karakter antagonis yang cukup unik yaitu Lisa Trevor, diperankan oleh Marina Mazepa. Karakter ini memang tidak setenar Mr. T ataupun Nemesis. Namun ia menjadi salah satu karakter monster dengan latar cerita yang paling menyedihkan.

Karakter ini juga mendapat penyesuaian yang membuatnya tampil tidak semenakutkan di video game, karena dalam foto tersebut Lisa ditampilkan masih memiliki proporsi layaknya manusia normal. Topeng wajahnya pun terlihat seperti topeng karet. Meskipun tentunya foto tersebut tidak mampu menjadi justifikasi hasil akhirnya nanti.

Lisa Trevor tidak akan menjadi satu-satunya monster yang akan muncul dalam film ini. Karena sang sutradara, Johannes Roberts menjelaskan bahwa dirinya ingin membuat film Resident Evil ini menonjolkan atmosfir seram ketimbang aksinya. Resident Evil: Welcome to Raccoon City ini direncanakan untuk dirilis pada 24 November mendatang.

Resident Evil 8 Bajakan Diklaim Memiliki Performa yang Lebih Baik

Masalah optimalisasi performa memang sering terjadi pada rilisan game-game terbaru. Game terbaru dari Resident Evil yaitu Village ternyata juga tidak terlepas dari masalah tersebut, terutama untuk versi PC-nya yang dikatakan menderita stuttering.

Stuttering yang dilaporkan tersebut kerap terjadi di berbagai kesempatan seperti ketika gerombolan lalat muncul saat melawan bos, ketika musuh menangkap pemain untuk digigit, saat musuh mati, saat berada di area pasar di desa, dan bahkan saat cut-scene tengah berlangsung.

Kasus stutter ini memang belum ditangani oleh Capcom, namun para fans menaruh curiga pada proteksi DRM (Digital Rights Management) yang ada dalam game-nya. Dan siapa yang menyangka bahwa kecurigaan para fans tersebut malah berhasil dibuktikan oleh cracker/pembajak dari game-nya.

Cracker yang menggunakan nama Empress tersebut berhasil membobol keamanan game-nya sekaligus mengklaim bahwa mereka telah berhasil memperbaiki masalah performa buruk game-nya. Empress bahkan memberikan catatan dalam crack-nya yang menyebutkan bahwa semua stutter di dalam game-nya telah diperbaiki karena DRM milik Capcom telah dinonaktifkan.

Parahnya, Resident Evil Village versi PC juga menggunakan DRM Denuvo yang disebut memperburuk performa game-nya. Tetapi ketika semua DRM tersebut dimatikan oleh Empress, performanya dikatakan langsung meningkat drastis.

Hal ini dibuktikan lewat video yang Anda bisa tonton di atas dengan menguji coba versi retail resmi di Steam dan juga versi bajakan milik Empress. Hasilnya, memang versi bajakan dapat berjalan lancar tanpa masalah. Sedangkan versi resminya malah sering mengalami stuter meskipun telah diuji coba menggunakan kartu grafis RTX 3080.

Namun pengujian di atas memerlukan beberapa catatan seperti kedua cuplikan game tersebut diambil dengan driver Nvida yang berbeda. Versi retail-nya menggunakan driver 466.63, sedangkan versi bajakan menggunakan versi yang lebih baru yaitu 471.11.

Selain ini, yang cukup unik adalah, pada versi bajakannya, animasi adegan saat anak dari Lady Dimitrescu tersebut menggigit pemain hilang. Tidak hanya itu, namun animasi serangan dari bos lainnya juga absen pada versi bajakan.

Polemik Durasi Game: Apakah Semakin Panjang Berarti Semakin Bagus?

Bermain game kini telah menjadi hobi mainstream yang dilakukan oleh banyak orang. Seiring dengan bertambahnya jumlah gamer, maka jenis gamers pun menjadi semakin beragam. Sebagian orang menyatakan dirinya sebagai gamers hardcore, sementara sebagian yang lain sebagai gamer kasual. Sebagian gamer hanya bermain game di platform tertentu, sementara sebagian lain mungkin menikmati game multiplatform.

Keberagaman gamers itu berarti keinginan para gamers juga menjadi semakin beragam. Pasalnya, apa yang diinginkan oleh sekelompok gamers mungkin berbeda dari keinginan dari kelompok gamers lainnya. Sebagai contoh, gamers kasual biasanya akan cenderung menyukai mobile game yang tidak memakan waktu banyak. Sementara gamer hardcore mungkin lebih suka gamegame menantang yang mengharuskannya untuk menghabiskan waktu puluhan atau bahkan ratusan jam untuk ditamatkan.

Sekarang, durasi playtime sebuah game menjadi salah satu topik yang diperdebatkan di kalangan gamers. Sebagian gamers mendukung game dengan durasi panjang, sementara yang lain lebih suka game dengan durasi yang lebih pendek.

 

Durasi Resident Evil Village yang Cenderung Pendek

Harga game sekarang menjadi semakin mahal. Game AAA biasanya ada di rentang harga Rp500 ribu sampai Rp1 juta. Karena itu, tidak heran jika ada gamers yang ingin agar game AAA punya playtime yang panjang. Jadi, mereka tidak merasa sia-sia telah mengeluarkan uang hingga ratusan ribu rupiah.

Resident Evil Village yang dirilis pada awal Mei 2021 jelas masuk kategori game AAA. Game itu merupakan bagian dari franchise populer buatan developer yang juga sudah dikenal. Dari segi harga pun — bundle dari RE Village dan Resident Evil Re:Verse dihargai Rp848 ribu di Steam — Resident Evil Village masuk dalam kategori game AAA. Namun, playtime dari game tersebut tidak lama.

RE Village punya playtime yang cenderung pendek dari game-game AAA lain. | Sumber: Steam

Menurut GamesRadar, waktu rata-rata yang diperlukan untuk menamatkan RE Village adalah 10 jam. Jika Anda hanya fokus pada jalan cerita tanpa memedulikan side quest, Anda kira-kira hanya memerlukan waktu sekitar 6 jam. Dan jika Anda adalah seorang completionist yang ingin menemukan semua treasure, weapon, dan upgrade yang ada, serta menjalankan semua side quests yang tersedia, Anda mungkin akan membutuhkan waktu sekitar 12-13 jam. Jika dibandingkan sejumlah game AAA lain, playtime RE Village jauh lebih singkat.

Sebagai perbandingan, berdasarkan laporan Geek Culture, playtime rata-rata kebanyakan game AAA sekarang adalah 30-50 jam. Dan ada beberapa game yang bahkan bisa memakan waktu sekitar 80 jam untuk ditamatkan, seperti The Witcher 3 dan Red Dead Redemption. Bagi sebagian orang, playtime RE Village yang pendek mungkin membuat mereka merasa keberatan untuk membeli game itu. Sementara sebagian gamers lainnya merasa, harga yang ditetapkan oleh Capcom untuk RE Village adalah wajar, mengingat game itu memang memiliki replay value yang tinggi.

Selain itu, playtime yang lebih lama tidak selalu menjamin kualitas yang lebih baik. Berikut penjelasan tentang pro dan kontra dari playtime yang panjang. Namun, sebelum itu, mari kita bicara tentang…

 

Apa Durasi Game Memang Menjadi Semakin Panjang?

Untuk mengetahui waktu rata-rata untuk menamatkan game dari masa ke masa, say menggunakan data playtime game dari situs HowLongToBeat. Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah, pada era 1990-an, durasi playtime memang menunjukkan tren naik. Meskipun begitu, sejak 2000 sampai 2020, playtime game setiap tahunnya cenderung stagnan, pada belasan jam. Walau memang, beberapa anomali, yaitu ketika waktu playtime naik drastis menjadi lebih dari 20 jam atau bahkan hingga 40-an jam.

Rata-rata waktu bermain game dari tahun ke tahun. | Sumber: HowLongToBeat

Meskipun begitu, tak bisa dipungkiri, sejumlah game AAA membutuhkan waktu berpuluh-puluh jam untuk ditamatkan, seperti Legend of Zelda: Breath of the Wild atau Dragon Age: Inquisition. Lalu, apakah game-game tersebut bermasalah? Tidak juga. Salah satu keuntungan game dengan playtime panjang adalah game itu akan dapat menampilkan dunia yang kompleks, membuat pemainnya seolah-olah berada di dalam dunia tersebut (imersif), berpetualang atau menjelajah dunia bersama karakter-karakter yang ada. Dan bagi gamer yang masih muda, yang masih duduk di bangku SMA atau universitas, game dengan playtime panjang bukanlah masalah. Mungkin, bagi mereka, semakin panjang sebuah game, justru semakin bagus. Alasannya, gamer yang lebih muda punya waktu kosong yang lebih banyak.

Masalahnya, para gamers yang sudah lebih tua, yang punya tanggung jawab atas pekerjaan atau keluarga, mereka mungkin akan kesulitan untuk menamatkan game dengan playtime puluhan jam. Selain itu, game dengan durasi yang terlalu panjang juga punya masalah tersendiri, seperti yang disebutkan oleh CBR.

Salah satunya adalah gameplay atau cerita yang repetitif. Menghabiskan waktu puluhan jam untuk mengeksplorasi konten yang baru mungkin akan terasa menyenangkan. Namun, bagaimana jika Anda harus menghabiskan berjam-jam hanya demi grinding? Untuk menaikkan level karakter agar Anda bisa mengalahkan bos di sebuah dungeon atau sekedar meng-upgrade senjata dari tokoh utama? Hal ini justru bisa membuat game terasa menjadi membosankan dan bukannya menyenangkan,

Satu hal lain yang harus diingat, game adalah media hiburan yang berbeda dari buku atau film. Ketika Anda membaca buku, Anda bisa melewati atau sekedar men-skim bagian yang Anda rasa membosankan. Begitu juga dengan film atau seri TV. Namun, lain halnya dengan game. Memang, Anda bisa memilih untuk tidak melakukan side quests dan fokus pada misi utama. Namun, bagaimana jika sebuah game mengharuskan Anda untuk grinding hingga level tertentu? Bagi sebagian orang, grinding memang memberikan kepuasan tersendiri. Namun, bagi sebagian orang lain — termasuk saya — melakukan hal yang sama berulang kali akan lebih terasa sebagai siksaan.

 

Berapa Durasi Playtime yang Ideal?

Menurut Shawn Layden, mantan Worldwide Chairman dari Sony Interactive Entertainment, studio game besar tetap bisa sukses walau mereka membuat game dengan playtime sekitar 12-15 jam. Dia menjelaskan, durasi playtime naik seiring dengan naiknya biaya produksi game. Alasannya, banyak studio game yang merasa bahwa playtime yang panjang merupakan justifikasi dari harga game AAA yang semakin mahal. Namun, dia merasa, tren ini tidak bisa dilakukan dalam jangka panjang.

“Tidak semua game adventure akan bisa punya playtime selama 50-60 jam, karena hal itu akan membuat biaya produksi jadi terlalu mahal,” kata Layden pada GamesIndustry. “Pada akhirnya, jika playtime menjadi daya tarik utama dari sebuah game, tren itu justru bisa mendorong sejumlah kreator game bangkrut.”

Playtime The Last of Us 2 adalah 25 jam, sementara seri pertamanya hanya membutuhkan 15 jam.

Tidak hanya dari segi developer, Layden percaya, tren playtime yang semakin panjang juga akan menyulitkan para gamers. Pasalnya, tidak semua gamers akan bisa menamatkan game-game yang membutuhkan waktu puluhan jam untuk diselesaikan. Karena itu, dia mendorong para studio game untuk mengubah gaya kerja mereka. Daripada menghabiskan waktu 5 tahun untuk membuat game dengan playtime selama 80 jam, sebaiknya mereka membuat game dengan playtime 15 jam yang bisa dibuat dalam waktu 3 tahun

“Sebagai gamer yang berumur, saya sendiri lebih ingin game AAA dengan playtime sekitar 12-15 jam,” kata Layden, seperti dikutip dari Geek Culture. “Dengan begitu, saya akan bisa menyelesaikan lebih banyak game. Dan, sama seperti film atau buku yang telah diedit dengan baik, game tersebut akan memiliki konten yang lebih padat dan menarik.”

Nimo TV Bakal Siarkan Konten Wild Rift, Pengiriman Monster Hunter Rise Tembus 4 Juta Unit

Dalam sepekan terakhir, ada beberapa berita menarik yang muncul di dunia game dan esports. Sebagian merupakan berita baik, sebagian yang lain berupa berita buruk. Kabar baik datang dari Nimo TV, yang menjalin kerja sama dengan Riot Games. Melalui kerja sama ini, Nimo TV akan menyiarkan konten dari game-game Riot, termasuk Wild Rift. Sementara itu, Nielsen mengungkap bahwa mereka berencana untuk menutup divisi SuperData mereka.

Nimo TV Bakal Siarkan Konten Game-Game Riot

Nimo TV, merek milik platform game streaming Tiongkok Huya, mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan hak siar dari Riot Games di Brasil. Dengan begitu, mereka berhak untuk menayangkan konten serta pertandingan dari game-game Riot, seperti League of Legends, Teamfight Tactics, Valorant, dan Wild Rift. Dua turnamen yang akan Nimo TV siarkan antara lain League of Legends Championship di Brasil dan Valorant Challengers untuk Brasil.

Kerja sama antara Nimo TV dan Riot, yang berlangsung sepanjang 2021, tidak bersifat eksklusif. Hal itu berarti, Riot akan tetap menyiarkan turnamen esports mereka di channel YouTube dan Twitch resmi mereka. Namun, Riot tengah menyiapkan konten eksklusif dari Wild Rift untuk Nimo TV. Pasalnya, Nimo TV memang lebih fokus pada mobile game, lapor The Esports Observer.

Pengiriman Monster Hunter Rise Capai 4 Juta Unit

Capcom mengumumkan, secara global, pengiriman Monster Hunter Rise menembus 4 juta unit. Padahal, game itu baru diluncurkan pada 26 Maret 2021. Besarnya volume pengiriman dari Rise membuktikan bahwa para gamer Switch memang menginginkan game Monster Hunter. Sebagai perbandingan, pengiriman Monster Hunter World — yang diluncurkan untuk Xbox One dan PlayStation 4 — mencapai 5 juta unit, hanya 1 juta unit lebih banyak dari Monster Hunter Rise.

Monster Hunter Rise baru diluncurkan pada akhir Maret 2021 untuk Switch.
Monster Hunter Rise baru diluncurkan pada akhir Maret 2021 untuk Switch.

Kesuksesan dari peluncuran global World memperkuat keyakinan Capcom bahwa Rise juga bisa sukses jika game itu langsung diluncurkan di seluruh dunia. Monster Hunter World adalah game Monster Hunter pertama yang dirilis secara global dan langsung tersedia di Xbox One dan PS4. Sebelum itu, game-game Monster Hunter selalu diluncurkan di Jepang terlebih dulu dan hanya tersedia secara eksklusif untuk konsol PlayStation atau buatan Nintendo, lapor Games Industry.

VSPN Akuisisi Famulei, Perusahaan Manajemen Streamers

Versus Programming Network (VSPN) mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi perusahaan manajemen streamer asal Tiongkok, Famulei. Sayangnya, tidak diketahui nilai dari akuisisi ini. Satu hal yang pasti, Famulei akan beroperasi secara mandiri di bawah VSPN. Operasi Famulei mencakup manajemen talenta, marketing, licensing, dan e-commerce di sektor esports, hiburan, dan livestreaming. Sejauh ini, mereka telah menjalin kerja sama dengan beberapa organisasi dan pemain esports internasional, seperti Team Liquid, T1, Gen.G, dan Lee “Faker” Sang-hyeok, menurut laporan Esports Insider. Setelah akuisisi ini, VSPN dan Famulei akan fokus pada monetisasi dari influencer dan konten esports.

Nielsen Bakal Tutup Departemen SuperData

Nielsen berencana untuk menutup divisi gaming mereka, SuperData. Alasannya, performa dari divisi itu tidak sesuai harapan. Nielsen mengakuisisi SuperData Research pada akhir 2018. Ketika itu, Nielsen mengungkap, mereka berharap akuisisi ini akan membantu Nielsen Gaming dan Nielsen Esports untuk menghasilkan produk yang lebih berkualitas.

Sementara itu, SuperData menyebutkan, setiap bulan, mereka melacak lebih dari 160 juta gamers secara global. Mereka bisa menyediakan data untuk tim dan liga esports serta pelaku esports lainnya. Namun, Nielsen tetap memutuskan untuk menutup departemen SuperData, seperti yang disebutkan oleh The Esports Observer.

Graffiti Games Mendapatkan Investasi Sebesar US$1,5 Juta

Graffiti Games, publisher game-game indie, mengungkap bahwa mereka telah mendapatkan pendanaan sebesar US$1,5 juta. Dalam wawancara dengan VentureBeat, CEO dan Co-founder Graffiti Games, Alex Josef menyebutkan, nilai perusahaan sekarang mencapai US$4,5 juta, lapor Games Industry.

Blue Fire adalah salah satu game dari Graffiti Games.
Blue Fire adalah salah satu game dari Graffiti Games.

Kucuran dana segar ini akan Graffiti gunakan untuk menambah jumlah pekerja dan mencari proyek-proyek baru. Sepanjang 2020, pemsaukan dari publisher ini naik 10%. Graffiti Games bukan satu-satunya program Josef terkait indie developer. Pada November 2020, dia dan Co-founder Graffiti lainnya, Alex Van Lepp meluncurkan India Game Coach, yaitu jasa konsultasi untuk para developer indie yang bisa didapatkan dengan harga terjangkau atau bahkan gratis.

Nexon Menanamkan US$874 Juta ke Hasbro, Bandai, Konami, dan Sega

Perusahaan game online raksasa, Nexon, baru saja menanamkan investasi sebesar US$874 juta di empat perusahaan ternama, yaitu manufaktur mainan Hasbro serta tiga publisher game: Bandai Namco, Konami, dan Sega Sammy. Keputusan ini diambil setelah dewan Nexon setuju untuk menyuntikkan US$1,5 miliar ke perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang hiburan. Karakteristik perusahaan yang mereka cari adalah perusahaan yang dapat membangun intellectual property yang menarik dan mempertahankannya secara global.

Mengingat Nexon baru mengalokasikan 58% dari total dana yang mereka siapkan, Games Industry menyebutkan, Nexon kemungkinan akan membuat pengumuman investasi baru di masa depan. Nexon menyebutkan, investasi yang mereka berikan bersifat jnagka panjang dan mereka tidak berencana untuk mengakuisisi perusahaan yang menerima pendanaan mereka di masa depan.

Sang Director Ceritakan Kisah di Belakang Layar Pembuatan Karakter Street Fighter

Nama Street Fighter mungkin sudah menjadi ikon dalam ranah game fighting. Salah satu alasannya adalah karena game tersebut jadi pionir di genre fighting. Pertama kali diciptakan tahun 1987 untuk mesin arcade, seri Street Fighter bahkan masih bertahan hingga kini, sekitar 34 tahun dari game tersebut pertama dibuat. Mempertahankan ciri khas dan kesuksesan sebuah game dalam jangka waktu yang begitu panjang tentu bukan proses mudah.

Street Fighter V, iterasi ke-32 dari Street Fighter, sudah ada sejak 2016 lalu. Beberapa bulan lalu, Street Fighter V baru merilis Season 5 yang berisi beberapa karakter dan konten baru. Mengutip dari InvenGlobal, Takayuki Nakayama selaku Director of Street Fighter V pun berbagi seputar proses pembuatan karakter Street Fighter V.

Takayuki Nakayama telah terlibat di dalam pengembangan seri Street Fighter selama 9 tahun. Takayuki pun bercerita soal bagaimana tim pengembang Capcom menyajikan sebuah karakter (baik karakter lama atau karakter baru) ke dalam Street Fighter V. Ia berkata bahwa proses pembuatannya mempertimbangkan banyak faktor, mulai dari aspek teknis seperti struktur gerakan dan strategi bermain satu karakter, sampai kepada aspek kreatif seperti kepribadian ataupun asal muasal sang karakter.

Sumber Gambar - Capcom Official YouTube.
Takayuki Nakayama pada saat menjelaskan Summer Update tahun 2020 lalu. Sumber Gambar – Capcom Official YouTube.

“Kami melakukan riset dan review atas rekaman pertandingan dari suatu karakter untuk melihat ragam gerakannya. Bersamaan dengan hal tersebut, kami juga memikirkan bagaimana perjalanan karakter itu sejauh ini, bagaimana mereka (karakter-karakter yang dibuat) bisa punya cerita yang tersambung dengan masa lalu ataupun masa depan dari dunia Street Fighter. Kombinasi dua aspek tersebut lah yang menjadi proses tersajinya berbagai karakter di dalam Street Fighter V.”

Takayuki juga menambahkan bahwa dirinya dan tim juga mempertimbangkan hal apa yang mungkin dilakukan dengan grafis 3D yang diusung SF V saat ini. Hal tersebut mengingat Street Fighter terdahulu dibuat dengan grafis 2D yang menampilkan visual ala kartun.

Setelahnya, Takayuki pun bercerita secara lebih detil soal tantangan dan peluang dalam membuat karakter terbaru yang hadir di Season V yaitu Dan, Rose, Oro, serta Akira.

Dalam menciptakan karakter yang konyol seperti Dan, Takayuki bercerita bahwa salah satu proses yang paling banyak dikerjakan adalah membuat ekspresi wajah. “Kami banyak menempatkan usaha kami dalam membuat ekspresi wajah seorang Dan Hibiki, mempersiapkan animasi wajah sedihnya, dan juga mempersiapkan efek unik yang akan muncul ketika Dan melakukan sesuatu, contohnya seperti gerakan Legendary Taunt.”

https://twitter.com/StreetFighter/status/1371899146580398089

Selain soal wajah dan gerakannya, Takayuki juga menceritakan sedikit soal penciptaan kostum milik Dan. Takayuki bercerita, dalam membuat kostum Dan, ia dan tim mencoba memikirkan cerita latar dari sang karakter seraya berusaha menonjolkan personalita seorang Dan Hibiki. Karenanya, ada kostum alternatif yang terlihat casual karena hubungan karakter Dan Hibiki dengan Blank serta Sakura. Selain itu, warna alternatifnya juga dibuat untuk mengingatkan pemain dengan sosok ayah seorang Dan Hibiki yaitu Gou hibiki yang diceritakan meninggal di beberapa seri Street Fighter sebelumnya.

Berikutnya soal Rose. Karakter tersebut sudah sempat muncul di beberapa seri Street Fighter. Walau begitu, Takayuki menceritakan bahwa mereka tetap membuat ulang karakter tersebut agar sesuai dengan zaman. “Kami ingin karakter Rose menampilkan kesan bermartabat dan kalem. Karenanya kami sangat teliti dengan gerakan-gerakannya, berusaha membuat berbagai elemen gerakannya tetap mempertahankan kepribadian tersebut.” Ucap Takayuki kepada InvenGlobal.

Capcom sendiri menggunakan teknologi motion capture dalam menciptakan gerakan-gerakan karakter di Street Fighter V. Membahas hal tersebut, Takayuki mengatakan bahwa mereka banyak melakukan diskusi pada saat memperagakan sebuah gerakan karakter. Dalam prosesnya, bukan hanya tim kreatif Capcom yang memikirkan gerakannya, para profesional yang bekerja sebagai aktor mo-cap terkadang juga turut memberi saran soal bagaimana suatu gerakan dilakukan.

“Selain itu juga, kami kerap mengundang martial artist profesional ke dalam tempat syuting. Kehadiran sosok profesional tersebut sangatlah membantu kami, terutama untuk memberi pengetahuan tambahan bagi tim developer. Lalu selain itu, apabila Anda sadar, beberapa gerakan terlihat tidak mungkin dilakukan oleh manusia biasa. Karenanya, kami juga menggunakan kabel besi atau memecah satu gerakan ke dalam beberapa gerakan kecil saat melakukan motion capture.”

Menutup perbincangan antara Takayuki Nakayama dengan InvenGlobal, sosok Director of Street Fighter V tersebut juga membicarakan soal pembuatan Oro dan Akira. Dalam hal Oro, Takayuki berkata bahwa menciptakan karakter tersebut sangatlah sulit. Salah satu alasannya adalah karena penggemar fanatik karakter tersebut dari game Street Fighter sebelumnya. Alasan lainnya adalah karakter Oro yang bertarung dengan satu tangan saja di ruang 2D menciptakan kesulitan teknis tersendiri pada saat tim developer ingin menuangkannya ke dalam ruang 3D.

Dalam hal Akira, Takayuki justru mengatakan bahwa menciptakan karakter tersebut tergolong lebih mudah walau karakter tersebut datang dari game lain. “Karena Rival Schools: United by Fate masih tersambung dengan dunia SF, maka membuat karakter tersebut jadi tidak terlalu sulit. Rasanya sangat menyenangkan sekali bisa menyertakan sebuah elemen yang akan diapresiasi oleh para penggemar seri Rival Schools.” Tuturnya.

Season Pass 5 dari SF V sendiri sebenarnya sudah tersedia sejak dari bulan Februari 2021 lalu. Terlepas dari itu, wawancara terhadap Takayuki Nakayama sendiri tentunya menjadi gambaran bagaimana menghadirkan sebuah karakter bukan proses mudah yang melibatkan aspek teknis dan aspek kreatif.

Monster Hunter Stories 2: Wings of Ruin akan Dirilis di PC Bulan Juli

Capcom memberikan kabar baik untuk para gamer PC yang menyukai seri Monster Hunter, termasuk saya yang menghabiskan ratusan jam farming Fatalis, Nergigante, dan kawan-kawannya. Pasalnya, game terbaru dari seri Monster Hunter, Monster Hunter Stories 2: Wings of Ruin akan diluncurkan untuk platform PC pada 9 Juli 2021 bersamaan dengan jadwal rilis untuk Nintendo Switch.

“Rawat dan hidup bersama para monster sebagai Monster Rider di RPG menyenangkan yang diset di dunia Monster Hunter. Perjalanan epik kita akan dimulai dengan hilangnya Rathalos di seluruh belahan bumi. Kemudian seorang gadis Wyverian akan mempercayakan Anda dengan sebuah telur.” Kata Capcom.

Tentu saja, telur itu adalah telur Rathalos dan Anda bisa menebaknya dengan benar jika sudah melihat trailer game barunya di bawah ini.

Di dalam Wings of Ruin, Anda akan menjalin keterikatan dengan monster-monster — yang di sini disebut ‘monsties’ — yang akan banyak Anda kenali jika pernah bermain seri Monster Hunter sebelumnya. Ada Legiana, Anjanath, Pukei-Pukei, Kulu-Ya-Ku, ataupun monster-monster lainnya di sini. Mungkin, game ini nantinya lebih mirip dengan Pokemon ketimbang gamegame Monster Hunter kebanyakan.

Capcom juga mengatakan akan ada mode multiplayer co-op sampai dengan 4 pemain yang mengizinkan Anda bermain bersama dengan kawan-kawan Anda menyelesaikan berbagai misi.

Masuknya game ini ke PC bersamaan dengan tanggal rilis Nintendo memang seperti sebuah angin segar mengingat sebelumnya PC selalu di-anak-tirikan Capcom untuk seri Monster Hunter. Monster Hunter: World misalnya, game tersebut baru dirilis di PC 8 bulan setelah rilis di console. Di sisi lainnya, Monster Hunter: Rise yang akan dirilis tanggal 26 Maret 2021 baru akan masuk PC di tahun 2022.

Credits: Capcom
Monster Hunter: Rise. Credits: Monster Hunter

Namun demikian, saya sebagai fanatik gamer PC juga sudah tidak heran dengan kebiasaan developer ataupun publisher Jepang yang menjadikan PlayStation sebagai anak kesayangan. Anda bisa membaca lebih jauh tentang persamaan dan perbedaan industri game dan esports antara Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan di artikel yang kami tuliskan sebelumnya.

Selain itu, Wings of Ruin juga bisa memberikan warna baru kepada para pecinta Monster Hunter karena Anda tak lagi harus memburu para monster untuk diambil tanduk, daging, ataupun bagian-bagian tubuh lainnya. Namun Anda akan jadi seorang peternak monster di sini. Gameplay semacam ini juga mungkin lebih segar di PC karena PC tidak memiliki Pokemon — yang seringnya eksklusif di Nintendo.

Valve Punya Game Baru, Resident Evil Village Bakal Rilis Mei 2021

Dalam satu pekan lalu, muncul beberapa kabar di dunia game. Capcom mengumumkan tanggal peluncuran dari Resident Evil Village, sementara Gabe Newell mengungkap bahwa Valve tengah mengembangkan beberapa game baru. Dari sisi bisnis, Tencent membeli saham dari Klei Entertainment dan Vicarious Visions kini menjadi bagian dari divisi Blizzard Entertainment.

Tencent Jadi Pemegang Saham Mayoritas dari Developer Don’t Starve

Tencent menjadi pemegang saham mayoritas dari Klei Entertainment, developer dari Don’t Starve, Oxygen Not Included, dan Griftlands. Hal ini diumumkan oleh Jamie Cheng, pendiri Klei, dalam sebuah forum. Cheng mengatakan, Klei akan tetap beroperasi mandiri, tanpa campur tangan Tencent. Mereka tidak hanya tetap mempekerjakan para staf mereka, tapi mereka juga akan fokus pada proyek-proyek yang sedang mereka kembangkan.

“Klei telah berdiri selama sekitar 15 tahun dan selama itu, kami telah membuat berbagai perubahan untuk menyesuaikan diri dengan industri game,” kata Cheng, seperti dikutip dari Games Industry. “Harapan saya tetap sama, yaitu memungkinkan para pekerja kami untuk bekerja dengan kreatif, belajar, dan menikmati kehidupan di luar pekerjaan mereka tanpa harus khawatir akan keuangan perusahaan. Hal ini tetap tidak berubah.”

Resident Evil Village Bakal Rilis Mei 2021

Minggu lalu, Capcom mengumumkan bahwa Resident Evil Village akan dirilis pada 7 Mei 2021. Game horror itu akan tersedia untuk PlayStation 4, PlayStation 5, Xbox One, Xbox Series X, dan PC, lapor The Verge. Capcom mengatakan, Village sudah mendukung Smart Delivery untuk Xbox Series X|S dan Xbox One. Tak hanya itu, pemilik PS4 yang membeli game itu juga bisa melakukan upgrade ke versi digital untuk PS5. Selain mengumumkan tanggal peluncuran Village, Capcom juga merilis trailer baru dari game itu.

Vicarious Visions Digabung dengan Blizzard

Activision Blizzard memindahkan studio Vicarious Visions dari divisi Activision ke bagian Blizzard. Hal itu berarti, ke depan, 200 orang yang menjadi tim Vicarious Visions akan bekerja di bawah manajemen Blizzard Entertainment. Mereka tidak lagi menjadi tim developer utama dan akan fokus untuk membantu Blizzard menyelesaikan game yang menjadi proyek mereka.

“Setelah berkolaborasi dengan Vicarious Visions untuk beberapa waktu, Blizzard sadar bahwa kami dapat memberikan dukungan jangka panjang pada mereka,” kata juru bicara Vicarious Visions pada Games Industry. Sayangnya, mereka tidak menjelaskan proyek apa yang tengah mereka kerjakan bersama Blizzard.

Gabe Newell Ungkap Valve Punya Beberapa Game yang Bakal Dirilis

Dalam wawancara dengan 1 News, Bos Valve, Gabe Newell mengatakan, Valve sedang mengembangkan beberapa game baru. Setelah Half-Life: Alyx diluncurkan, Newell pergi ke Selandia baru untuk berlibur. Dia memutuskan untuk tetap tinggal di sana setelah pandemi virus corona merebak.

Half-Life: Alyx. | Sumber: IGN
Half-Life: Alyx. | Sumber: IGN

“Kami punya beberapa game yang sedang kami kembangkan, yang akan kami umumkan di masa depan,” kata Newell, menurut laporan IGN. Sebelum ini, Valve telah mengembangkan banyak game. Namun, pada akhirnya, juga ada banyak game yang Valve tidak luncurkan, termasuk sejumlah versi dari Half-Life 3. Newell juga membahas tentang proses pengembangan Half-Life: Alyx dan keputusan Valve untuk fokus pada game single-player.

Resident Evil Village Siap Dirilis 7 Mei 2021, Tonton Demonstrasi Gameplay-nya

Tahun 2021 ini Capcom bakal merayakan hari jadi franchise Resident Evil yang ke-25, dan seperti yang kita tahu, mereka sudah menyiapkan game baru sebagai wujud selebrasinya, yaitu Resident Evil Village, yang akan dirilis secara resmi pada tanggal 7 Mei 2021 mendatang.

Menariknya, ada sedikit perubahan terkait perilisan Resident Evil Village. Awalnya Capcom hanya berniat merilis game ini di PC dan console next-gen (PlayStation 5 dan Xbox Series X/S) saja, akan tetapi Capcom diam-diam rupanya juga telah menggodok versi untuk console current-gen, yang dijadwalkan tersedia di hari yang sama, sekaligus yang dapat di-upgrade ke versi next-gen secara cuma-cuma.

Buat yang belum punya gambaran semencekam apa suasana yang ditawarkan Resident Evil Village, Anda bisa menonton trailer ketiganya di bawah ini, yang menurut saya adalah yang paling seram dibanding dua trailer lainnya.

Bersamaan dengan trailer baru tersebut, Capcom juga tidak lupa untuk mendemonstrasikan gameplay Resident Evil Village walau secara singkat. Melanjutkan seri sebelumnya, yakni Resident Evil 7: Biohazard, pemain bakal kembali menjalankan tokoh protagonis Ethan Winters di Resident Evil Village, dan permainan pun kembali disajikan dalam perspektif orang pertama.

Lagi-lagi pemain tak hanya akan diuji akurasi bidikannya, tapi juga ketangkasannya dalam menangkis serangan-serangan musuh. Ini penting mengingat Anda akan berjumpa dengan musuh yang lebih bervariasi di Resident Evil Village. Tentu saja menghindar masih merupakan taktik yang paling jitu, karena di sini Anda juga bakal berhadapan dengan monster raksasa yang membawa palu sebesar mobil.

Elemen gameplay lain yang tak kalah menarik adalah sistem inventory berbasis grid yang dipinjam dari Resident Evil 4. Bedanya, kali ini Capcom juga menambahkan sistem crafting, sehingga pemain bisa membuat obat-obatan maupun peluru sendiri. Selama perjalanannya, Ethan juga akan beberapa kali berjumpa dengan seorang pedagang senjata bernama The Duke.

Silakan simak sendiri demonstrasi gameplay-nya di bawah ini, yang dimulai di menit 34:44.

Khusus bagi pengguna PlayStation 5, Anda juga bisa mengunduh versi demo Resident Evil Village yang berjudul Maiden secara gratis. Versi demo ini memang tidak melibatkan sesi combat sama sekali, akan tetapi ia punya jalan ceritanya sendiri, sekaligus dapat memberikan gambaran yang lebih jelas lagi terkait gaya visual dan audio yang ditawarkan Resident Evil Village nantinya.

Lalu buat yang belum sempat memainkan Resident Evil 7, Capcom juga menawarkan bundel lengkap Resident Evil 7 dan Resident Evil Village, sehingga Anda bisa memainkan dan menamatkannya terlebih dulu selagi menanti kedatangan Resident Evil Village.

Namun rupanya Capcom masih belum puas dengan semua itu. Video di atas adalah trailer dari RE:Verse, mode multiplayer yang akan ditawarkan secara cuma-cuma bagi konsumen yang membeli Resident Evil Village. Di RE:Verse, Anda dapat bertarung melawan lima pemain lainnya dalam mode deathmatch menggunakan karakter-karakter populer dari franchise Resident Evil.

Lucunya, RE:Verse disuguhkan dalam perspektif orang ketiga. Ini dikarenakan setiap kali karakter Anda mati, ia bakal berubah menjadi monster untuk membalaskan dendamnya. Buat yang penasaran, Anda bisa mendaftarkan diri untuk berpartisipasi dalam tahap closed beta, yang dijadwalkan berlangsung mulai 27 Januari mendatang.

Sumber: PC Gamer.

Ikuti Tren, Capcom Ciptakan Mesin Arcade Mini Bernama Capcom Retro Station

Di titik ini, developer game Jepang yang menciptakan sebuah mesin arcade mini berisikan deretan game legendarisnya sudah menjadi semacam tren yang tidak terbendung. SNK memulainya di tahun 2018 lewat Neo Geo Mini, lalu Sega menyusul beberapa bulan yang lalu lewat Astro City Mini.

Kedua perangkat tersebut punya banyak kesamaan, di antaranya wujud mungil yang imut-imut, serta hadir membawa sejumlah permainan klasik yang pre-installed. Formula ini bisa dibilang cukup berhasil, sebab sekarang Capcom pun juga ikut menerapkannya.

Mereka baru saja menyingkap Capcom Retro Station, dengan kombinasi warna biru dan kuning khas perusahaan yang berjasa memperkenalkan kita terhadap Street Fighter tersebut. Seperti yang bisa kita lihat, perangkat ini masuk kategori all-in-one, lengkap dengan panel layarnya sendiri yang berukuran 8 inci plus speaker.

Sama halnya seperti Neo Geo Mini maupun Astro City Mini, Capcom Retro Station turut dilengkapi colokan HDMI untuk disambungkan ke TV. Kendati demikian, dimensi panel layarnya sendiri jauh lebih luas daripada milik Neo Geo Mini yang cuma 3,5 inci.

Hal ini pun juga berarti dimensi fisik Capcom Retro Station tidak semungil yang kita bayangkan: 329 x 280 x 315 mm, dengan berat sekitar 2,1 kg. Mungkin itulah mengapa Capcom tidak berpikiran untuk menyelipkan kata “Mini” pada namanya, berbeda dari Neo Geo Mini dan Astro City Mini yang keduanya sama-sama cukup ringkas untuk diletakkan di atas genggaman tangan.

Yang mungkin terdengar agak aneh adalah terkait jumlah game yang pre-installed. Terlepas dari ukurannya yang cukup bongsor, Capcom Retro Station hanya mengusung 10 permainan saja, 5 dari franchise Street Fighter, dan 5 lainnya dari franchise Mega Man:

  • Street Fighter II
  • Street Fighter II Champion Edition
  • Super Street Fighter II
  • Super Street Fighter II Turbo
  • Super Puzzle Fighter II Turbo
  • Mega Man The Power Battle
  • Mega Man 2 The Power Fighters
  • Mega Man X
  • Mega Man Soccer
  • Mega Man & Bass (Japanese Console Version)

Entah kenapa Capcom tidak menambahkan judul-judul legendaris lain seperti 1942, Final Fight, maupun Bionic Commando, meski memang tidak bisa dipungkiri Street Fighter dan Mega Man adalah yang paling tenar.

Kabarnya perangkat ini diproduksi oleh Gantaku, perusahaan yang sama yang menangani produksi Neo Geo Mini. Di Jepang, Capcom Retro Station bakal dipasarkan mulai 1 Desember 2020 dengan harga 21.780 yen (± Rp2,9 jutaan), atau hampir dua kali lipat harga Neo Geo Mini dan Astro City Mini.

Sumber: SlashGear dan Siliconera.