Layanan Coworking Space CoHive Hadir di Yogyakarta

Hari ini (22/11) jaringan coworking space CoHive (sebelumnya bernama Cocowork) melakukan soft-launching di Yogyakarta. Ekspansi ini menambah daftar ruang kerja yang dimiliki oleh CoHive, yakni 22 lokasi di Jakarta, 1 lokasi di Medan, dan sekarang tambah 1 di Yogyakarta.

Di Yogyakarta, CoHive terletak di lantai 3 Hartono Mall. Kehadirannya ingin coba memfasilitasi startup, UMKM, dan komunitas kreatif yang banyak bermunculan di Yogyakarta akhir-akhir ini.

Dalam acara soft-launching turut diadakan sesi presentasi, salah satunya memaparkan capaian CoHive sejauh ini. Disampaikan hingga kuartal keempat 2018, CoHive sudah memiliki lebih dari 5000 anggota dengan 500 perusahaan — 80% perusahaan adalah startup digital yang bergerak di beragam sektor.

Turut hadir dalam acara CEO & Co-Founder CoHive, Carlson Lau, menyampaikan alasan CoHive melakukan ekspansi ke Yogyakarta. Menurutnya masyarakat di sana dikenal memiliki semangat untuk berkelompok dan berkolaborasi. Harapannya layanan coworking space yang dihadirkan dapat memfasilitasi berbagai kegiatan kolaboratif tersebut.

“CoHive mengedepankan nilai-nilai komunitas, kolaborasi, pembelajaran, dan kesinambungan dan tentunya untuk tumbuh bersama. Selain itu, CoHive melihat Yogyakarta merupakan tempat ideal untuk tumbuh bersama. Image sebagai kota pendidikan yang diisi oleh individu gemar belajar dan memiliki talenta kami anggap sebagai peluang untuk tumbuh bersama,” ujar Carlson.

CoHive turut menyampaikan target perluasan selanjutnya. Bali, Bandung, dan Makassar adalah tiga kota yang akan segera disinggahi. Ekspektasinya sebelum Desember 2019 sudah akan ada 40 lokasi ruang kerja yang dikelola.

Di Yogyakarta, CoHive menyediakan ruang kerja kolaboratif, ruang kerja privat, ruang rapat dan ruang untuk mengadakan acara. Totalnya akan ada 25 ruang privat yang disediakan, dengan ruang kerja kolaboratif yang dapat menampung hingga 62 orang.

Cocowork Renames to CoHive, Aims Not Only as Coworking Space

Recently rebranding on last June, Cocowork got renamed again. It’s now become CoHive. Besides coworking space, it also aims for new segments, co-living and new retail.

Co-Hive is currently running more than 32,000 sqm coworking space in 22 different locations around Jakarta and Medan, with more than 5,500 communities from corporate, SME, and startups renting monthly or annual working space.

Cocowork, previously named EV Hive, was considered successful in managing and providing working spaces which aim for collaboration, good concept, and strategic locations. It makes Cocowork continuously developing more workspaces and to target 100,000 sqm space in various locations the next year.

The new concept of CoHive is the reason behind its rebranding due to some new services. There is no further information on us regarding the new concept implementation by CoHive, however, the name proposed for these new products are CoHive Co-Living and Residences, CoHive Marts, and CoHiveX.

“Through the sharing economy concept, young entrepreneurs can access the necessary resources and community support to start and develop their business. With a series of comprehensive solutions in CoHive, our community members can work, live, and have fun in within the same ecosystem,” Carlson Lau, CoHive’s CEO, said.

He explained further that they currently have the tower network of offices and companies to be used for integrated services and activities development of community building, and planned to be launched in 2019.

In making this plan and strategy happened, CoHive is supported by some investors, such as East Ventures, Sinar Mas Digital Ventures (SMDV), Insignia Ventures, Softbank Ventures Korea, H&CK Partners, Tigris Investment, and Intudo Ventures.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Cocowork Ganti Nama Jadi CoHive, Tak Hanya Kejar Pasar Ruang Kerja

Baru saja rebranding di akhir Juni lalu, Cocowork kembali berganti nama. Kini namanya menjadi menjadi CoHive. Selain ruang kerja bersama (coworking space) CoHive juga menyasar segmen baru, yaitu co-living dan new retail.

CoHive saat ini sudah mengoperasikan lebih dari 32.000 meter persegi coworking space di 22 lokasi yang tersebar di Jakarta dan Medan, dengan lebih dari 5.500 komunitas perusahaan, UKM, dan startup yang menyewa ruang kerja dengan sistem per bulan atau tahunan.

Cocowork, sebelumnya bernama EV Hive, dinilai berhasil mengelola banyak coworking space dan menyediakan ruang kerja yang mengedepankan kolaborasi, memiliki konsep yang baik, dan terletak di lokasi-lokasi strategis. Kondisi ini membuat Cocowork terus ingin berkembang dengan lebih banyak ruang kerja yang ditargetkan mencapai 100.000 meter persegi di berbagai lokasi pada tahun mendatang.

Konsep baru yang diusung CoHive menjadi alasan perubahan nama karena membawa sejumlah layanan baru terkait pemanfaatan ruang. Belum ada informasi lebih jauh yang kami peroleh mengenai implementasi konsep baru yang diusung CoHive ini, tapi disebut nama yang diusung untuk produk baru ini adalah CoHive Co-Living and Residences, CoHive Marts, dan CoHiveX.

“Melalui konsep sharing economy, generasi pengusaha muda dapat mengakses sumber daya dan dukungan komunitas yang mereka butuhkan untuk memulai dan mengembangkan bisnis mereka. Dengan serangkaian solusi komprehensif yang ada di dalam platform CoHive, komunitas pengusaha yang tergabung bersama kami dapat bekerja, hidup, dan bersenang-senang di dalam ekosistem kami,” terang CEO CoHive Carlson Lau.

Lebih jauh Carlson menjelaskan bahwa saat ini mereka sudah memiliki jaringan menara kantor dan perusahaan yang rencananya akan digunakan untuk membangun seluruh layanan jasa dan aktivitas community building yang terintegrasi dan rencananya akan diluncurkan pada tahun 2019.

Dalam mewujudkan rencana dan strateginya ini, CoHive didukung sejumlah investor, seperti East Ventures, Sinar Mas Digital Ventures (SMDV), Insignia Ventures, SoftBank Ventures Korea, H&CK Partner, Tigris Invesment, dan Intudo Ventures.

Kolaborasi UOB Indonesia dan COCOWORK Dukung Pertumbuhan Startup

Bertujuan merangkul lebih banyak perusahaan rintisan dan UKM, Bank UOB Indonesia umumkan kemitraan dengan COCOWORK menghadirkan UOB X COCOWORK. Dalam sambutannya, Direktur Utama UOB Indonesia Kevin Lam mengungkapkan, coworking space UOB X COCOWORK di gedung UOB Plaza Jakarta diharapkan bisa menjadi platform startup bekerja dan berkolaborasi.

“Kemitraan strategis ini bisa membantu pelaku UKM dan startup agar bisa mendukung perkembangan ekonomi Indonesia. UOB Indonesia berharap bisa menjadi bagian dari ekosistem tersebut.”

Tidak hanya ruangan kerja, di coworking space UOB X COCOWORK semua startup dan pelaku UKM yang bergabung bisa memanfaatkan jaringan UOB di Indonesia dan di negara lainnya. Berbentuk pelatihan hingga konsultasi khusus, UOB Indonesia ingin membantu startup mengembangkan bisnisnya. Saat ini ada sekitar 40 perusahaan yang menjadi tenant di coworking space UOB X COCOWORK.

Meskipun secara khusus menargetkan layanan fintech, UOB Indonesia juga membuka kesempatan untuk perusahaan teknologi, perusahaan pemasaran digital, penyedia layanan profesional seperti kantor pengacara, akuntan dan spesialis properti intelektual untuk bergabung dengan komunitas UOB Indonesia dan COCOWORK.

“Bank UOB telah hadir di 15 negara dan kami siap membantu startup yang berniat mengembangkan usahanya. Nantinya jika diperlukan kami akan memberikan konsultasi hingga mengajak untuk bergabung dalam kegiatan CSR yang kami miliki,” kata Channels Director UOB Indonesia Pardi Kendy.

UOB juga memberikan layanan finansial kepada startup yang ingin mendapatkan tambahan modal usaha.

Rencana ekspansi COCOWORK

Setelah mengumumkan rebranding menjadi COCOWORK (sebelumnya EV Hive) pada bulan Juni lalu, COCOWORK memiliki rencana akhir tahun 2018 untuk ekspansi ke tiga kota baru, yaitu Makassar, Bali, dan Yogyakarta.

Sudah berdiri selama tiga tahun, COCOWORK kini telah memiliki 21 lokasi di Jakarta dan Medan dengan jumlah tiga ribu anggota. Rencana ekspansi COCOWORK diharapkan bisa memperluas kesempatan bekerja bagi startup di kota lainnya.

“Melalui kerja sama dengan UOB Indonesia, anggota kami dapat memiliki peluang untuk mengembangkan bisnis mereka di Asia Tenggara,” tutup Co-Founder & CEO COCOWORK Carlson Lau.

Partisipasi Perempuan Masih Rendah di Industri Teknologi Indonesia

Tingkat partisipasi perempuan di dunia teknologi yang rendah masih menjadi isu di Indonesia. Meski banyak perusahaan teknologi yang tergolong sebagai startup berisi kalangan milenial yang melek teknologi dan terbilang memiliki kultur modern.

Diskusi panel “She Loves Tech” yang diadakan Cocowork pekan lalu (4/8), menghadirkan Co-Founder Impact Hub at Coworkinc Cynthia Hasan dan Chief Business Development Binar Academy Dheta Aisyah. Mereka saling berbagi tips untuk memulai karier di dunia teknologi dan kondisi terkininya.

Dheta Aisyah bercerita, ketimpangan peserta perempuan untuk kelas engineer di Binar Academy juga terjadi cukup tajam. Dari total peserta, peserta perempuan hanya sekitar 10%-15%. Masih banyak yang menganggap pekerjaan sebagai engineer terasosiasi dengan dunia khusus laki-laki karena erat kaitannya dengan unsur logika.

Padahal, menurutnya, hal tersebut juga berlaku untuk perempuan. Justru karena harus berpikir logis, perempuan punya naluri yang sangat baik untuk menyelesaikan masalah dan akan sangat berguna dalam coding.

“Di Binar Academy, salah satu lulusan terbaiknya justru dari perempuan. Ini menunjukkan bahwa perempuan punya insting yang baik untuk menyelesaikan masalah dan diterapkan saat coding,” ujar Dheta.

Cynthia mencontohkan, Alibaba sebagai perusahaan teknologi raksasa dari Tiongkok memiliki 49% karyawan perempuan dari total karyawannya. Menurut Jack Ma, saat menyaring karyawan yang masuk dirinya hanya melihat apakah setiap calon karyawan mampu melakukan suatu pekerjaan atau tidak, tanpa melihat status gender mereka.

“Pada dasarnya kembali ke diri masing-masing, apakah perempuan itu mampu berkecimpung di dunia teknologi. Enggak ada korelasinya sama sekali dunia teknologi itu isinya harus laki-laki semua.”

Untuk perempuan yang ingin memulai karirnya di dunia teknologi, Cynthia menekankan pada pentingnya mencari sosok mentor. Berikutnya belajar sebanyak-banyak dari mereka, mempraktikkan dalam kehidupan nyata. Bila gagal, ulang lagi dari awal dan begitu seterusnya.

“Usia 20-30 tahun adalah waktu untuk belajar dan buat kesalahan sebanyak-banyaknya. Lalu ketika sudah di usia 40 tahun harus sudah tahu apa yang bisa dilakukan menuju langkah sukses. Saat usia 50 tahun ke atas, saatnya give back dan jadi mentor untuk orang lain. Mentorship itu penting dalam perjalanan hidup seseorang.”

Selain itu, Cynthia juga menekankan kepada para perempuan untuk jadi pemimpin, minimal untuk dirinya sendiri. Apabila bukan tipe yang cocok untuk memimpin orang lain, tidak ada keharusan bagi perempuan untuk jadi sosok leader karena ini tidak bisa dipaksa.

“Bisa cari orang lain yang bisa gantikan kamu untuk jadi leader. Tidak apa-apa kalau memang bukan tipe yang ada di depan. Intinya harus jujur untuk mengakui kesalahan, karena semuanya bisa diperbaiki,” tutup Cynthia.

Riset iPrice tentang manajemen perusahaan e-commerce Indonesia

Kondisi yang dijabarkan Dheta dan Cynthia terpampang jelas dari hasil studi teranyar iPrice yang menganalisis soal partisipasi kedua gender di jajaran manajemen perusahaan e-commerce Indonesia. iPrice menghitung peranan laki-laki dan perempuan di tiga posisi manajemen teratas yakni Founder/Presiden Direktur, Direktur, dan Kepala Divisi/Manager.

Secara keseluruhan, partisipasi perempuan di posisi manajemen perusahaan e-commerce hanya sebesar 31%, sementara laki-laki 69%. Bila dilihat dari posisi manajerial, hanya 21% perempuan yang menduduki posisi Presiden Direktur, 21% posisi Direktur, dan 36% posisi Kepala Divisi/Manager.

Temuan ini menunjukkan kemiripan dengan riset berskala global. Bank Data Dunia menunjukkan pada posisi entry-level professional, perempuan sudah berada di angka 47%. Namun angka tersebut terus mengerucut untuk posisi manajemen tingkat menengah dan tingkat tinggi.

Pada manajemen tingkat menengah, perempuan hanya mencakup 20%, sedangkan pada manajemen tingkat tinggi hanya 5% yang menduduki posisi CEO dan 5% untuk posisi board members.

Lebih jauh, dari temuan iPrice, partisipasi perempuan di posisi manajemen perusahaan e-commerce Indonesia paling rendah se-Asia Tenggara. Filipina menjadi negara yang memiliki partisipasi perempuan di posisi manajemen tertinggi, yakni 55%, diikuti Malaysia (42%), Thailand (40%), Vietnam (37%), dan Singapura (34%).

Dari indeks World Economics Forum, Indonesia berada di posisi ke-10 dalam Indeks Kesenjangan Gender. Artinya Indonesia masih tertinggal dibanding negara berkembang lain seperti Filipina, Vietnam, dan Thailand dalam kesetaraan gender. Rapor merah ini disebabkan oleh kecilnya partisipasi perempuan di lapangan kerja untuk posisi senior dan manajerial.

Fakta ini semestinya menjadi cukup sorotan, pasalnya berdasarkan studi dari Peterson Institute di tahun 2016 melakukan riset terhadap 21.980 perusahaan di 91 negara. Hasilnya adalah banyaknya kepemimpinan perempuan di manajemen perusahaan menghasilkan kenaikan profit tahunan 2,7% lebih tinggi dibanding mereka yang tidak.

Sektor e-commerce menjadi industri online yang berkembang sangat pesat di Indonesia. Survei Snapcart pada Januari 2018 lalu menunjukkan mayoritas konsumen belanja online adalah perempuan dengan jumlah mencapai 65%. Perempuan menjadi target konsumen yang paling potensial, namun posisi manajerial yang mengambil keputusan penting dalam strategi bisnis e-commerce masih didominasi laki-laki.

EV Hive Rebranding into COCOWORK

EV Hive co-working space announces its rebranding into COCOWORK. The name was taken from the community, collaboration, and workspace. Those three words are considered as the main aspect of co-working space. The rebranding meant to reflect the company’s commitment towards its core as flexible co-working, and community for the individuals on their business progress.

Carlson Lau, the CEO & Co-Founder, said the new identity is expected to reach multiple new users. In fact, around 30% of COCOWORK members are traditional business, not only tech startups. The company predicts an increasing percentage of SME members in the future.

“The [rebranding] plan has started since the beginning of this year, as we see our members, 30% of which are traditional business, such as restaurant and factory. As we see in the future our target will broaden, the trend of coworking and its benefits are getting recognized,” Carlson said, Tue (6/26).

In his opinion, the rebranding is also the beginning step of COCOWORK as Indonesia’s biggest coworking space network to provide the flexible office space with building community in Indonesia to Southeast Asia.

For long-term, without the period being mentioned, Carlson plans an international expansion to Southeast Asia by targeting to build 100 new locations. In short term, the company’s targeting to add eight new location and starting to seek opportunity for new cities besides Jakarta and Medan.

Lau also said the company is currently considering to open the new location in Bandung, Yogyakarta, and Makassar. The cities are recognized by a significant growth of its young executives.

COCOWORK currently has 21 coworking space locations in Jabodetabek and Medan. The total area is more than 30 thousand sqm consists of more than 3 thousand members from 260 companies.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

EV Hive “Rebranding” Jadi COCOWORK

Startup coworking space EV Hive mengumumkan rebranding menjadi COCOWORK. Nama tersebut diambil dari kata community, collaboration, dan workspace. Ketiga kata itu dinilai menjadi aspek utama dari coworking space. Perubahan ini dilakukan demi merefleksikan komitmen perusahaan terhadap esensinya sebagai coworking space yang fleksibel, serta komunitas bagi individu yang tengah mengembangkan usahanya.

Co-Founder & CEO COCOWORK Carlson Lau mengatakan identitas barunya ini diharapkan dapat menjangkau lebih banyak pengguna baru. Pasalnya sekitar 30% dari anggota COCOWORK berasal dari bisnis tradisional, bukan hanya dari startup teknologi saja. Pihaknya juga memprediksi ke depannya persentase anggota dari kalangan UKM akan semakin banyak.

“Rencana [rebranding] ini dimulai sejak awal tahun ini karena kita lihat dari keanggotaan kami 30% di antaranya dari bisnis tradisional, seperti dari restoran dan pabrik. Jadi kita lihat ke depannya sasaran kita akan semakin luas, tren mengenai manfaat dari coworking akan semakin terasa ke depannya,” terang Carlson, Selasa (26/6).

Menurutnya, rebranding ini sekaligus mengawali langkah COCOWORK sebagai jaringan coworking space terbesar di Indonesia untuk menghadirkan lingkungan kerja yang fleksibel dengan komunitas membangun di Indonesia hingga Asia Tenggara.

Dalam rencana jangka panjang, kendati tidak disebutkan berapa lama kurun waktunya, Carlson berencana untuk ekspansi internasional ke Asia Tenggara dengan target membuka 100 lokasi baru. Sementara untuk jangka pendeknya, pihaknya menargetkan dapat menambah delapan lokasi baru dan mulai menjajaki potensi kota baru di luar Jakarta dan Medan.

Carlson juga menuturkan, timnya saat ini sedang mempertimbangkan pembukaan lokasi coworking space baru di Bandung, Yogyakarta, dan Makassar. Kota tersebut dilihat lantaran memiliki pertumbuhan pengusaha muda yang signifikan.

Terhitung saat ini COCOWORK memiliki 21 lokasi coworking space yang tersebar di Jabodetabek dan Medan. Total luasnya lebih dari 30 ribu meter persegi yang mencakup lebih dari 3 ribu anggota yang terdiri dari 260 perusahaan.